PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam merupakan agama rahmatan lil alamin, tidak hanya mengatur atau
mengatasi permasalahan agama saja tetapi juga permasalahan dalam
keluarga. Sebagaimana yang akan kami bahas, yakni mengenai orang
tua sebagai pendidikutama dalam keluarga. Dimana orang tua memegang
peranan penting dalam perkembangan anaknya, baik secara psikis maupun fisik.
Seperti yang akan dibahas dalam Surat At Tahrim ayat 6 dan an nisa ayat
9, apa saja peranan orang tua dan tanggung jawabnya akan kita ulas dalam
makalah ini.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Q. S. At – Tahrim /66: 6
1. Ayat dan Terjemahan
َ يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا قُوا أَنفُ َس ُك ْم َوأَ ْهلِي ُك ْم نَارًا َوقُو ُدهَا النَّاسُ َو ْال ِح َجا َرةُ َعلَ ْيهَا َماَل ئِ َكةٌ ِغاَل ظٌ ِشدَا ٌد اَّل يَ ْعصُونَ هَّللا
ََما أَ َم َرهُ ْم َويَ ْف َعلُونَ َما ي ُْؤ َمرُون
Dalam ayat ini terdapat lafadz perintah berupa fi’il amar قُوا أَ ْنفُ َس ُك ْم َوأَ ْهلِي ُك ْم
نَارًا “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka”, hal ini dimaksudkan
bahwa kewajiban setiap orang mu’min salah satunya adalah menjaga dirinya
sendiri dan keluarganya dari siksa neraka. Dalam tafsir jalalain proses penjagaan
tersebut ialah dengan pelaksanaan perintah taat kepada Allah merupakan tanggung
jawab manusia untuk menjaga dirinya sendiri serta keluarganya. Sebab manusia
merupakan pemimpin bagi dirinya sendiri dan keluarganya yang nanti akan
dimintai pertanggung jawabannya.
Menurut Tafsir Al-Misbah: Ayat diatas memberi tuntunan kepada kaum
beriman bahwa : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kamu antara lain
dengan meneladani Nabi SAW dan pelihara juga keluarga kamu ( )وأهليكمyakni
istri, anak-anak dan seluruh yang berada di bawah tanggung jawab kamu dengan
membimbing dan mendidik mereka agar kamu semua terhindar dari api neraka (
)نارdan yang bahan bakarnya adalah manusia-manusia yang kafir dan juga batu-
batu( )والحجا رةantara lain yang dijadikan berhala-berhala. Di atasnya yakni yang
menangani neraka itu dan bertugas menyiksa penghuni-penghuni adalah malaikat-
malaikat yang kasar-kasar hati dan perlakuannya, yang keras-keras perlakuannya
2
dalam melaksanakan tugas penyiksaan, yang tidak mendurhakai Allah
menyangkut apa yang Dia perintahkan kepada mereka sehingga siksa yang
mereka jatuhkan- kendati mereka kasar-tidak kurang dan tidak juga berlebih dari
apa yang diperintahkan Allah, yakni sesuai dengan dosa dan kesalahan masing-
masing penghuni neraka dan mereka juga senantiasa dan dari saat ke saat
mengerjakan dengan mudah apa yang diperintahkan Allah kepada mereka.
Untuk dapat melaksanakan taat kepada Allah SWT, tentunya harus dengan
menjalankan segala perintah-Nya, serta menjauhi segala larangan-Nya. Dan
semua itu tak akan bisa terjadi tanpa adanya pendidikan syari’at. Maka
disimpulkan bahwa keluarga juga merupakan objek pendidikan.
Pengertian tentang pentingnya membina keluarga agar terhindar dari api
neraka ini tidak semata-mata diartikan api neraka yang ada di akhirat nanti,
melainkan termasuk pula berbagai masalah dan bencana yang menyedihkan,
merugikan dan merusak citra pribadi seseorang. Sebuah keluarga yang anaknya
terlibat dalam berbagai perbuatan tercela seperti mencuri, merampok, menipu,
berzina, minum-minuman keras, terlibat narkoba, membunuh, dan sebagainya
adalah termasuk kedalam hal-hal yang dapat mengakibatkan bencana di muka
bumi dan merugikan orang yang melakukannya, dan hal itu termasuk perbuatan
yang membawa bencana.
Jelasnya ayat tersebut berisi perintah atau kewajiban terhadap keluarga
agar mendidik hukum-hukum agama kepada mereka.
Ayat diatas memberi tuntunan kepada kaum beriman bahwa : Hai orang-
orang yang beriman, peliharalah diri kamu, antara lain dengan meneladani Nabi
dan pelihara juga keluarga kamu yakni istri, anak-anak, dan seluruh yang berada
di bawah tanggung jawab kamu dengan mendidik dan membimbing mereka agar
kamu semua terhindar dari apineraka yang bahan bakarnya adalah manusia-
manusia yang kafir dan juga batu-batuantara lain yang dijadikan berhala-
berhala.Di atasnya yakni yang menangani neraka itu dan bertugas menyiksa
penghuni-penghuninya adalah malaikat-malaikat yang kasar-kasar hati dan
perlakuannya.
Yang keras-keras perlakuannya dalam melaksanakan tugas
penyiksaan, yang tidak mendurhakai Allah menyangkut apa yang Dia
3
perintahkan kepada mereka sehingga siksa yang mereka jatuhkan –kendati
mereka kasar- tidak kurang dan tidak juga berlebih dari apa yang diperintahkan
Allah, yakni sesuai dengan dosa dan kesalahan masing-masing penghuni
neraka dan mereka juga senantiasa dan diri saat ke saat mengerjakan dengan
mudah apa yang diperintahkan Allah kepada mereka.
3. Isi Kandungan Surat At Tahrim Ayat 6
4
hal-hal yang diwajibkan Allah Ta’ala kepada mereka dan apa yang dilarang-
Nya.”
4. Asbabun nuzul Surat At Tahrim Ayat 6
Peristiwa yang melatar belakangi hingga akhirnya turun ayat ini adalah
Diriwayatkan bahwa nabi menggilir para istri. Ketika tiba giliran Hafshah, maka
dia meminta izin berkunjung kepada orang tuanya dan nabi memberi izin. Ketika
hafshah keluar, nabi memanggil seorang budak perempuan beliau yang bernama
Mariyah al- Qibtiyah dan berbincang-bincang dengannya di kamar Hafshah.
Ketika Hafshah kembali, dia melihat Mariyah di kamarnya dan sangat cemburu
seta berkata, “Anda memasukkan dia ke kamarku ketika kami pergi dan bergaul
dengannya di atas ranjangku ? kami hanya melihatmu berbuat demikian karena
hinaku di mata mu”. Nabi bersabda untuk menyenangkan Hafshah,
“sesungguhnya aku mengharamkannya atas diriku dan jangan seorangpun kamu
beritahu hal itu.” Namun ketika nabi keluar dari sisinya, Hafshah mengetuk
tembok pemisah antara dirinya dan Aisyah, dan memberitahukan rahasia tersebut.
Maka nabi marah dan bersumpah bahwa beliau tidak akan mengunjungi para istri
selama sebulan. Maka Allah menurunkan ayat, Hai Nabi mengapa kamu
mengharamkan apa yang Allah menghalalkan bagimu.
Kemudian setelah ayat 6 ini turun terjadi peristiwa seperti berikut : Telah
diriwayatkan, bahwa Umar berkata ketika ayat itu turun, “Wahai Rasulullah, kita
menjaga diri kita sendiri. Tetapi bagaimana kita menjaga keluarga kita?”
Rasulullah saw. menjawab, “Kamu larang mereka mengerjakan apa yang dilarang
Allah untukmu, dan kamu perintahkan kepada mereka apa yang diperintahkan
Allah kepadamu. Itulah penjagaan diri mereka dengan neraka.”
5
mengakhiri perselisihan yang terjadi antara Nabi Muhammad dengan para istrinya
dan tindakan Nabi dalam menghadapi hal itu agar menjadi pelajaran bagi
umatnya dalam pergaulan keluarga, sebagaimana Nabi memperlakukan mereka
dengan lembut dan menasehati mereka dengan nasehat yang mengesankan. Selain
itu, terdapat persamaan dalam kedua surat ini yaitu sama-sama dimulai dengan
seruan Allah kepada Nabi Muhammad tentang hal- hal yang berhubungan dengan
kehidupan keluarga.
b. Munasabah surat at-Tahrim dengan surat sesudahnya (Q.S. al-Mulk)
Dalam kedua ayat ini Allah ingin menunjukkan kuasa-Nya dalam mengatur
alam seisinya, termasuk dalam masalah rumah tangga yang dihadapi Nabi
Muhammad saw. at-Tahrim menjelaskan sejauh mana kekuasaan Allah,
hegemoni-Nya dan dukungan-Nya kepada Rasul- Nya dalam menghadapi
kemungkinan adanya konspirasi dari dua istri beliau. Allah pun mengancam akan
menggantikan mereka dengan istri-istri yang lebih baik.
Ayat 6 surat Al-Tahrim ini memiliki hubungan yang erat dengan ayat
sebelumnya yaitu, setelah Allah memerintahkan sebagian istri Rasulullah SAW
agar bertaubat dari segala kekeliruan dan menjelaskan kepadanya bahwa Allah-lah
yang memelihara dan menolong utusan- Nya, sehingga kerja sama mereka tidak
akan membahayakan Nabi. Kemudian Allah memperingatkan agar perbuatan
mereka yang menyusahkan Nabi jangan sampai berlarut-larut yang dapat
mengakibatkan mereka ditalak dan dijatuhkan dari kedudukannya yang mulia
6
sebagai para ibu kaum mukminin, karena digantikan dengan istri-istri yang lebih
baik, patuh, tekun beribadah, dan lainnya. Pada ayat ini, Allah memerintahkan
kaum mukmin pada umumnya agar menjaga dirinya dan keluarganya dari api
neraka yang kayu bakarnya adalah manusia dan berhala-berhala pada hari kiamat.
Hal ini berkaitan agar kita harus menjaga hubungan harmonis dalam berumah
tangga, dan segera mungkin untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.
7
hal yang diwajibkan Allah kepada mereka dan apa yang dilarang-Nya
b. Tafsir al-Qurthubi
Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad al- Anshari al-Qurthubi, dalam Al-
Jami’u li Ahkami Al- Qur’an menjelaskan bahwa pada firman Allah ini (Q.S. at-
Tahrim ayat 6) terdapat satu masalah, yaitu perintah agar manusia memelihara
dirinya dan keluarganya dari neraka. Berarti seseorang harus memperbaiki dirinya
dengan melakukan ketaatan, dan juga memperbaiki keluarganya.
Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas: “Peliharalah diri kalian
dan perintahkanlah keluarga kalian berdzikir dan berdo’a, agar Allah memelihara
mereka karena kalian (dari api neraka).
Para ulama’ sepakat mengatakan bahwa dalam ayat tersebut, anak termasuk di
dalamnya, sebab anak adalah bagian darinya. Dengan demikian, seseorang harus
mengajari anaknya sesuatu yang halal dan yang haram, sekaligus menjauhkannya
dari kemaksiatan dan dosa, serta hukum-hukum yang lainnya
B. Q. An-Nisa/ 4: 9
1. Ayat dan Terjemah Surat An-Nisa Ayat 9
َ َو ْليَ ْخBermakna takut dikala aman dengan kata lain ras takutya bukan
ش
karena suasana terancam perang / bencana , melainkan kekhawatiran terhadap
yang bakal terjadi. لَوْ ت ََر ُكوْ اSeandainya meninggal anak yatim ِم ْن َخ ْلفِ ِه ْمsepeninggal
mereka ً ُذرِّ يَّةsebagai keturunan yang tidak berdaya , karena tidak memiliki bekal
untuk kesejahteraanya. َ فَ ْليَتَّقُ~~~وا هللاMaka bertakwalah kepada Allah .Takwa
merupakan bekal utama dalam aspek kehidupan. oleh karena itu , untuk
menghindari keterpurukan , sesekali mereka dengan takwa . Takwa pada
8
perinsipnya adalah menjaga didi dari hal – hal yang menimbulkan akibat negatif
baik didunia maupun akhirat.
Ayat
9
berpesan agar umat islam menyiapkan generasi penerus yang berkualitas sehingga
anak mampu mengaktualisasikan potensinya sebagai bekal kehidupan dimasa
mendatang.
Jadi, Allah SWT. memperingatkan kepada orang-orang yang telah
mendekati akhir hayatnya supaya mereka memikirkan, janganlah meninggalkan
anak-anak atau keluarga yang lemah terutama tentang kesejahteraan hidup mereka
dikemudian hari. Untuk itu selalulah bertakwa dan mendekatkan diri kepada Allah
SWT. Selalulah berkata lemah lembut terutama kepada anak yatim yang menjadi
tanggung jawab mereka. Perlakukanlah mereka seperti memperlakukan anak
kandung sendiri.
3. Mufrodat Surat An nisa ayat 9
َ فَ ْل َس ْخ
Dan hendaklah takut ش
Bila mereka meninggalkan ْلَوْ تَ َر ُكو
Anak-anaknya (yang dibelakangnya) خَ ْلفِ ِه ْم
Dalam keadaan ًُذ ِّريَّة
Lemah ض ْعفًا
ِ
Mereka khawatirkan (takutkan) خَ افُوْ ا
Hendaklah mereka bertakwa ْفَ ْليَتَّقُو
Dan mengucapkan َو ْليَقُوْ لُوْ ا
Perkataan َقَوْ ال
Yang benar ~َس ِد ْي ًدا
10
jalan yang benar dan agar diperintahkansupaya ia bertakwa kepada Allah
mengenai ahli waris yang akan ditinggalkan.
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwa tatkala Rasulullah SAW
datang menjenguk Saad bin Abi Waqqash yang sedang sakit, bertanyalah Saad
kepadanya: “Ya Rasulullah, saya mempunyai harta dan hanya putriku satu-
satunya yang akan mewarisiku, dapatkah kusedekahkan dua pertiga kekayaanku?”
Jawab Rasulullah, “Jangan.”
Dan kalau separuh, bagaimana? tanya Saad lagi.
“Jangan.”Jawab Rasulullah.
Dan kalau sepertiganya, bagaimana ya Rasulullah?” tanya Saad lagi.
Rasulullah menjawab, “Sepertiga pun masih banyak, kemudian Beliau bersabda:
11
padahal harta bendanya miskin hadir ketika terikah dibagi hendaklah merekah di
beri rezeki juga, maka sekarang anak yatim ini adalah peringatan kepada orang-
orang yang akan mati, dan dalam mengatur wasiat atau harta benda yang akan di
tinggalkannya bayak Lalu dia meminta fatwa kepada Rasulullah s.a.w., karena dia
bermaksud hendak mewasiatkan seluruh harta bendanya, tetapi di larang oleh
Rasulullah s.a.w., kemudian Kemudian hendak di berikan sebagai wasiat sepertiga
saja, lalu bersabda rasulullah s.a.w.,
“Sepertiga.? Dan seprtigapun itu banyak! Sesungguhnya jika engkau
tinggalkan pewaris-pewaris engkau itu di dalam keadaan mampu, lebih. baik dari
pada engkau tinggalkan mereka dalam keadaan melarat, menadahkan telapak
tangan kepada semua manusia. ”(Bukori dan Muslim).
Lalu datng lanjutan ayat, sebagai bimbingan jangan meninggalkan ahli waris,
trutama anak-anak dalam keadaan lemah, yaitu: ” Maka bertakwalah kepada
Allah dan katakanlah perkataan yang tepat.”(ujung ayat 9).
Lebih dahulu ingatlah hendaknya sampai waktu engkau meninggal dunia, anak-
anakmu terlantar. Janganlah sampai anak-anakyatim kelak menjadi anak-anak
melarat
Lebih dahulu ingatlah dan janganlah hendaknya samapai waktu engkau
menggal dunia, anak-anakmuh terlantar. Janganlah sampai anak-anak yatim kelak
menjadi anak-anak melarat. Sebab ituh brtakwalah kepaada Tuhan ketika engkau
mengatur wasiat, jangan sampai karena engkau hendak menolong orang lain,
anakmu sendiri engkau terlantarkan. Dan di dalam mengatur waiat itu hendaklah
memakai kata yang terang, jelas dan jitu, tidak menimbulkankeraguan bagi orang-
orang yang di tinggalkan.
6. Pendapat Ahli Tafsir
Pendapat pertama,Ibnu Abbas RA, Qatadah, Said bin Jubair, As-Sudi, Ad-
Dhahak dan Mujahidmenyatakan bahwa ayat ditujukkan kepada orang-orang yang
mendatangi orang sakit jelang kematiannya, agar mereka tidak membujuknya
untuk mewasiatkan seluruh hartanyakepada orang lain sehingga tidak menyisakan
sedikitpun bagi ahli waris. Umpamanya ia berkata: “Anakmu tidak
membutuhkanmu sama sekali, maka wasiatkan hartamu untuk Si Fulan ini dan Si
Fulan itu.” Karenanya secara substansial ayat menyatakan kepada mereka:
12
“Sebagaimana kalian tidak senang anak-anak kalian ditinggal mati dalam kondisi
lemah, lapar dan tanpa harta, maka kalian takutlah kepada Allah dan jangan
membujuk orang sakit agar menghalang-halangi anak-anaknya yang lemah dari
mendapatkan harta waris mereka.” Sederhananya, sebagaimana kita tidak rela hal
itumenimpadiri kita, maka hendaknya kita juga tidak melakukannya kepada orang
lain, selaras dengan sabda Nabi SAW: ق ٌ َ ُمتَّف.اَل يُؤ ِمنُ أَ َح ُد ُك ْم َحتَّى يُ ِحبَّ أِل َ ِخي ِه َما ي ُِحبُّ لنَ ْف ِس ِه
َعلَي ِهArtinya, “Salah seorang dari kalian tidak beriman secara sempurna sehingga
menyukai untuk saudaranya sebagaimana apa yang ia sukai untuk dirinya.”
(Muttafaq ‘Alaih).
Pendapat kedua, Miqsam bin Bujrah dan Hadhrami Al-Yamami berpendapat,
ayat ini ditujukan untuk orang-orang yang menunggui orang sakit jelang
kematiannya agar tidak melarang mayit untuk mewasiatkan hartanya kepada
orang lain. Semisal ia berkata: “Tahanlah hartamu untuk ahli warismu. Tidak ada
orang yang lebih berhak terhadap hartamu daripada anak-anakmu”, dengan
maksud mencegahnya dari mewasiatkan harta kepada orang lain. Hal ini tentu
merugikan kerabat orang tersebut dan setiap orang yang semestinya mendapatkan
wasiat harta darinya. Nah, kemudian secara subtsansial ayat menegurnya:
“Sebagaimana kalian mengkhawatirkan nasib anak turun kalian dan kalian
bahagia bila mereka mendapat pelakuan baik dari orang lain, demikian pula kalian
hendaknya mengeluarkan ucapan yang benar untuk orang-orang miskin dan anak-
anak yatim, dan takutlah kalian kepada Allah jangan sampai merugikan mereka.”
Dari sini diketahui bahwa pendapat kedua berkesebalikan dengan pendapat
pertama. Imam Ar-Razi menyatakan, bila dibandingkan maka yang lebih tepat
ِ ًلَ~~~وْ ت ََر ُك~~~وا ِم ْن خَ ْلفِ ِه ْم ُذ ِّريَّة
adalah pendapat pertama. Sebab, frasa ض~~~ َعافًا خَ~~~ افُوا َعلَ ْي ِه ْم
“andaikan meninggalkan keturunan yang lemah di belakang kematian mereka,
maka mereka mengkhawatirkannya” lebih selaras dengan pendapat pertama.
Pendapat ketiga, ayat ini ditujukan kepada orang sakit jelang kematiannya
dalam rangka melarangnya darimewasiatkanharta secara berlebihan, sehingga
selepas kematiannya tidak menyebabkan ahli waris menjadi orang-orang yang
lemah secara finansial. Kemudian bila ayat ini turun sebelum pembatasan wasiat
sejumlah sepertiga harta, maka lebih jauh maksud ayat adalah agar orang tersebut
tidak mewasiatkan seluruh hartanya hingga habis. Sementara bila Surat An-Nisa
13
ayat 9 ini turun setelah pembatasan wasiat, maka maksud ayat adalah ia tetap
boleh berwasiat dengan batas maksimal sepertiga harta, dan bila
mengkhawatirkan nasib anak keturunannya maka hendaknya ia mengurangi
wasiatnya. Riwayat dari para sahabatpun menunjukkan bahwa mereka hanya
mewasiatkan sedikit hartanya karena pertimbangan tersebut. Mereka berkata:
“Seperlima lebih utama daripada seperempat, dan seperempat lebih utama
daripada sepertiga.” Hal ini selaras dengan petunjuk Nabi SAW saat menjenguk
Sa’d bin Abi Waqqash RA di Makkah dan bersabda: ك أَ ْن تَ َد َع ُ ُ َوالثُّل.ث
َ َّ إِن.ٌث َكثِير ُ ُفَالثُّل
(رواه البخ~~اري.اس فِي أَ ْي ~ ِدي ِه ْم
َ َّك أَ ْغنِيَ~~ا َء خَ ْي ~ ٌر ِم ْن أَ ْن تَ ~ َد َعهُ ْم عَالَ ~ةً يَتَ َكفَّفُ~~ونَ الن
َ ~ َ َو َرثَتArtinya, “Maka
sepertiga. Sepertiga itu sudah banyak. Sungguh Kamu tinggalkan ahli warismu
dalam kondisi kuat secara finansial itu lebih baik daripada Kamu tinggalkan
mereka dalam kondisi fakir meminta-minta orang lain dengan tangan mereka.”
(HR. Al-Bukhari)
7. Hadist yang terkait
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:
"Kamu sekalian adalah pemimpin dan kamu akan ditanya tentang
kepemimpinanmu. Orang laki-laki (suami) adalah pemimpin dalam
keluarganya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Istri adalah
pemimin dalam rumah tagga suaminya dan akan ditanya tentang
kepemimpinannya." (HR. Bukhari juz 1, hal. 215).
Dalam hadits ini, kewajiban orang tua terhadap anak dalam merawat
dan memberikan kasih sayang adalah hal yang patut dilakukan sesuai
anjuran Rasulullah SAW.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
15
DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abuddin.Tafsir ayat-ayat pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
2002.
Munir,, Ahmad. Tafsir Tarbawi mengungkap pesan Al-Qur’an tentang
pendidikan, Yogyakarta: Teras. 2008
Sihab , Quraish. Sihab.Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran
Vol 10. Jakarta:Lentera Hati.2002.
16