Anda di halaman 1dari 6

KOMUNIKASI PASTORAL

PENDAHULUAN

Komunikasi dalam Pelayanan Pastoral di tengah umat beriman dan masyarakat umum
merupakan suatu kebutuhan yang wajib untuk dilakukan. Gereja Katolik senantiasa
merefleksikan hakikat dan keberadaanya bagi dunia di tengah kemajuan teknologi yang pesat.
Maka untuk menyesuaikan ajaran-ajaran Gereja dengan kemajuan teknologi yang ada,
Konsili Vatikan II mengeluarkan salah satu dokumen, yakni Inter Mirifica - artinya di antara
hal-hal yang mengagumkan - yang menekankan pentingnya media Komunikasi bagi
perwartaan dan pelayanan Pastoral di dunia. Inter Mirifica sendiri, memiliki nilai penting
bagi perkembangan ajaran-ajaran Gereja mengikuti perkembangan teknologi komunikasi
yang ada. Selain itu, keterbukaan Gereja akan peran media komuniasi sosial dalam kehidupan
ditandai dengan pesan Bapa Suci untuk hari Komunikasi Sosial terutama bagaimana media
komunikasi itu menjadi sarana pewartaan. Dalam Pesannya untuk Hari Komunikasi Sosial
Sedunia, (dirilis 24-01-22) Paus Fransiskus mengatakan bahwa Mendengarkan adalah
langkah pertama yang sangat diperlukan dalam komunikasi manusia, dan dimensi cinta. Hal
itulah yang Mata Kuliah Komunikasi Pastoral ini berikan yakni media komunikasi seperti
radio dan televisi merupakan bagian dari saran pewartaan dan penyeruan tentang Kebaikan
dan cinta Tuhan yang harus setiap orang dengarkan dan akhirnya dihayati dalam hidup.
Maka, komunikasi salah satunya melalui media elektronik seperti radio dan televisi
merupakan hal yang sangat baik dan dibutuhkan dalam pewartaan. Dengan demikian, dalam
mata kuliah ini setelah melalui praktek secara langsung melalui media komunikasi ‘radio’.
Penulis mendapatkan 4 poin yang menjadi pokok penting dalam refleksinya sekaligus
menjadi hal yang dipelajari dan didapatkan selama mata kuliah ini yakni Pewartaan melalui
kata-kata, Pewartaan dengan memperdengarkan, Pewartaan dengan mendengar, dan Refleksi
dari Sang Pewarta dan Penyiar. Keempat poin ini akan dibahas berdasar pengalaman penulis
selama praktek mata kuliah ini di Stasiun RRI Sulawesi Utara dan dilandasi dengan dasar-
dasar pastoral dalam Gereja Katolik mengenai Komunikasi Pastoral.

PEMBAHASAN

1. Pewartaan melalui Kata-Kata

Dalam Komunikasi Pastoral khususnya pewartaan melalui media komunikasi masa kini
seperti radio maupun televisi menuntut kecakapan dan kemampuan berkata-kata atau
mengolah kalimat dengan baik. Hal itu jelas bahwa media komunikasi sangat memainkan

1
peranan penting dalam karya pewartaan. Media komunikasi dapat digunakan untuk
mewartakan ajaran-ajaran Kristus, agar ajaran-ajaran Kristus tersebut dapat dikenal dan
diterima seutuhnya oleh seluruh manusia di dunia. Dan akhirnya ajaran-ajaran Kristus itu
tidak hanya membawa keselamatan bagi umat beriman kristiani saja, melainkan juga
kemajuan bagi seluruh manusia di dunia (Bdk. Inter Mirifica art. 2). Hal itulah yang
dirasakan dan dialami penulis dalam prakteknya di Radio RRI Sulawesi Utara. Dalam
pelaksanaan praktek mata kuliah komunikasi pastoral dengan membawakan renungan katolik
media komunikasi menjadi sarana untuk menebarkan keutamaan teologal: iman, harapan dan
kasih kepada umat beriman kristiani, agar supaya iman, harapan dan kasih mereka terus
bertumbuh dan berkembang sesuai dengan yang dikehendaki-Nya. Selain itu juga, media
komunikasi dapat dimanfaatkan untuk mempererat tali persaudaraan, menggalang solidaritas,
menyuarakan keadilan dan perdamaian dunia. dengan demikian, kata-kata yang baik dan
benar sangat dibutuhkan dalam pewartaan. Penulis menyadari hal tersebut karena usaha
menulis dan ditampilkan dalam acara renungan katolik di RRI menjadi ajang pewartaan
Sabda Tuhan bagi semua pendengar baik yang kristen maupun yang bukan kristen. Maka,
media komunikasi digital seperti radio menjadi sarana yang baik untuk pewartaan dengan
kata-kata agar setiap pendengar diperdengarkan mengenai kebaikan Tuhan yang diwartakan
melalui renungan katolik itu. Hal itulah yang akan dijawab dalam poin kedua mengenai
pewartaan dengan memperdengarkan.

2. Pewartaan dengan Memperdengarkan

Ketika berbicara atau berkata-kata di Radio yang mana tidak dilihat oleh orang secara
langsung, seorang penyiar atau pewarta dalam renungan Katolik dituntut untuk berusaha
untuk memperdengarkan suaranya. Maksudnya ialah seorang pewarta melalui radio harus
mampu membuat suaranya itu sebaik mungkin dan enak didengarkan oleh orang banyak atau
pendengar juga dirinya sendiri. Kemampuan pengolahan artikulasi, intonasi, pelafalan, diksi
atau kemampuan public speaking harus diasah dan dipersiapkan dengan baik. Karena
pewartaan sabda Tuhan itu dilakukan dengan berkata-kata, bersuara maka, diperlukan suara
yang diolah dengan baik dan telah dipersiapkan sebelumnya. Hal itulah yang terjadi dalam
praktek mata kuliah Komunikasi Pastoral yang dilakukan penulis di Radio RRI Sulut. Penulis
berusaha membuat pendengar enak mendengarkan suaranya dengan mempersiapkannya
seminggu sebelum tampil. Hal itulah yang akhirnya membuahkan hasil yang memuaskan.
Dengan itu, penulis menyadari bahwa pentingnya pewartaan dengan memperdengarkan suara

2
dan gema sukacita injil itu dengan penuh kesiapan agar para pendengar mampu menyerap
pesan dengan baik dan nyaman bahkan teduh mendengarkan suara pewarta. Menjadi sebuah
tuntutan untuk memiliki kecakapan dalam berkat-kata dan mengolah kalimat serta berbicara
dengan baik karena radio masih menjadi media pewartaan yang efektif. Hal itu jelas
dikatakan oleh Pastor Kamulus, Sekretaris eksekutif Komisi Komsos KWI pada salah satu
poin penjelasannya bahwa ia yakin, radio tetap memiliki pendengar setia sehingga Gereja
mesti tetap menjadikannya sebagai salah satu media pewartaan. Radio terbukti masih efektif
sebagai media pewartaan iman Katolik. Oleh sebab itu, pewarta seperti penulis menyiapkan
segala hal agar pewartaannya mampu didengarkan dan memperdengarkan pesan sabda Tuhan
bagi hidup setiap orang.

3. Pewartaan dengan Mendengar

Dalam praktek mata kuliah komunikasi pastoral di Stasiun Radio, penulis juga tidak
hanya bersuara atau berkata-kata dan memperdengarkan suaranya tetapi juga mendengarkan
suaranya juga juga suara dari orang lain. mendengarkan ini sejalan dengan pesan Pasus
Fransiskus pada Hari Komunikasi Sedunia tahun 2022 yang menekankan kualitas
mendengarkan yang kata menentukan dalam tata bahasa komunikasi dan merupakan syarat
untuk dialog sejati. Beliau juga menegaskan bahwa mendengarkan adalah Langkah pertama
yang sangat diperlukan dalam komunikasi manusia dan dimensi cinta. Hal demikianlah yang
penulis sadari dalam pelaksaan praktek mata kuliah ini. Mendengarkan yang disadari penulis
sejalan dengan yang dimaksud dalam pesan tersebut yakni mendengarkan dengan hati.
Maksudnya ialah, ‘Mendengarkan dengan telinga hati”, bukan hanya dengan indera
pendengaran telinga tetapi juga dengan hati. Mendengarkan dengan benar adalah dasar dari
hubungan yang sejati, dan merupakan dasar dari hubungan antara Tuhan dan umat manusia.
Paus, mengutip Santo Paulus, mencatat bahwa “iman timbul dari pendengaran.” Bahkan, dia
berkomentar, “mendengarkan sesuai dengan gaya rendah hati Tuhan,” yang mengungkapkan
diri-Nya dengan berbicara, dan dengan mendengarkan pria dan wanita mengenali mereka
sebagai mitra-Nya dalam dialog. Manusia pada gilirannya dipanggil untuk “menyesuaikan
diri, bersedia mendengarkan,” sebagaimana Allah memanggil mereka untuk sebuah
perjanjian cinta. Pada dasarnya, kata Paus, “mendengarkan adalah dimensi cinta.” Dengan
demikian, penulis memperoleh pengalamans sekaligus pelajaran bahwa pewartaan
sesungguhnya ialah juga mendengarkan bagaimana Tuhan menyapa dan mengingatkan
pribadi pewarta sendiri dan mendengarkan orang lain yang memberikan masukan demi
perkembangan pewarta dan pewartaan itu sendiri. Maka, sangat dibutuhkan mendengarkan

3
dengan hati segala pewartaan dan bagaimana pewarta mewartakan dengan hati mengenai
kebaikan Tuhan lewat media komunikasi digital seperti radio.

4. Sang Pewarta

Pewartaan oleh Sang Pewarta ialah melalui Renungan Rohani Katolik di RRI Sulut.
Sang Pewarta ialah penulis sendiri. Penulis menyadari bahwa media komunikas memiliki
peran dan jasa besar bagi setiap orang, untuk menyegarkan hati, mengembangkan budi dan
untuk menyiarkan serta memantapkan Kerajaan Allah (IM 2) yang menjadi harapan sekaligus
tujuan dari pewarta dan praktek ini. “Imam diharapkan dapat hadir di dalam dunia
komunikasi digital dalam memberikan kesaksian terhadap Sabda Tuhan, mempraktikkan
peran utama mereka sebagai pemimpin komunitas yang mampu mengekspresikan diri mereka
dengan suara-suara yang berbeda yang diberikan oleh pasar digital. Imam ditantang untuk
mewartakan Sabda Tuhan dengan melayani genarasi masa kini yang dekat dengan media
komunikasi seperti radio (yang masih didengarkan sampai saat ini) di samping cara-cara
tradisional, ini dapat membuat pandangan luar kita untuk berdialog, berevangelisasi dan
berkatekese.” Penulis yang adalah juga pewarta dan penyiar dalam praktek ini ialah juga
seorang calon imam. Dengan itu, Calon Imam disebu sebagai adalah man of God and man
for others yang menghadirkan Allah termasuk lewat teknologi digital salah satunya
mewartakan sabda Tuhan melalui media komunikasi radio, sehingga Allah sungguh dirasa
hadir sekarang ini, demikian imam juga menghadirkan kebajikan religius dari masa lampau
yang dapat menginspirasikan usaha-usaha untuk hidup bermartabat dengan membangun suatu
masa depan yang lebih baik. Penulis juga menyadari bahwa “Pewartaan itu tugas dan
panggilan setiap orang yang percaya kepada kristus. Secara khusus tugas ini dipercayakan
kepada mereka yang termasuk golongan imam atau biarawan-biarawati yang dengan status
hidup mereka mau memberi kesaksian tentang kebenaran injil. Lebih khusus lagi harsu
disebut “barisan para katekis, baik pria maupun wanita, yang dijiwai semangat merasul dan
dengan banyak jerih payah memberi bantuan istimewa yang sungguh perlu demi
penyebarluasan iman gereja” (AG 17). “Dalam pewartaan dewasa ini alat-alat komunikasi
mempunyai tempat yang istimewa. Alat-alat komunikasi oleh Konsili vatikan II diakui
sebagai penemuan teknologi modern, yang dianjurkan sebagai alat-alat yang digunakan untuk
pewartaan yang efektif dalam aneka macam kerasulan. Maka, gereja hendaknya tidak
menjadi asing terhadap dunia komunikasi ini, melainkan mengambik manfaat perkembangan
teknik demi pewartaan injil dan kesaksian iman.”

4
Media itu memungkinkan warta gembira menjangkau banyak orang. Melalui upaya-upaya
itulah gereja mewartakan “dari atap rumah-rumah” (Bdk. Mat10:27;Luk 12:3) amanat yang
dipercayakan kepadanya. Bagi gereja media massa merupakan versi mimbar yang modern
dan efektif. Berkat media itu gereja berhasil menyapa banyak orang.” Hal inilah yang sejalan
dengan apa yang penulis alami selama perkuliahan ini.

Dalam kesempatan membawakan renungan penulis juga turut bermenung betapa media
komunikasi digital itu sangat dibutuhkan di era milenium sekarang. Media komunikasi seperti
radio yang katanya cukup jadul itu tapi toh masih efektif dan paten hingga sekarang.
Pewartaan sabda Tuhan melalui media ini membantu penulis semakin menyadari identitas
dirinya sebagai Sang Pewarta dan panggilannya sebagai pewarta. Pewartaan dimulai dengan
perkataan. Perkataan merupakan awal dari komunikasi. Komunikasi pastoral di mana
penggembalaan umat yang menjadi panggilan dan tugas penulis menuntut kemampuan
berbicara dengan baik dan benar agar warta sukacita menjadi jelas bagi pendengar. Maka,
penulis menyadari betapa pentingnya komunikasi dengan berbicara bukan hanya dengan
mulut namun juga dengan hati. Dengan demikian, pewartaan menjadi pewartaan yang benar
dan membawa berkat bagi pendengar. Orang yang mendengarnya pun demikian. Mampu
mendengar dengan hati dan menghidupinya dalam hidup harian. Penulis menyadari akan hal
itu dalam tugasnya.

PENUTUP

Upaya-upaya pastoral (penggembalaan) bagi kawanan domba Kristus telah dan akan
terus dilakukan. Namun kita menyadari betapa pelayanan pastoral tradisional kerap belum
bisa menyapa kawanan domba yang terserak oleh aneka kondisi hidup mereka, apalagi untuk
turut membimbing dan menuntun mereka yang berasal dari kandang lain. Akhirnya zaman
ini, multimedia dengan kekuatan suara dan gambarnya bisa menjadi alternatif dan pelengkap
sarana pastoral kita. Dalam tulisan ini memberi gambaran dan refleksi akan pentingnya
pewartaan melalui media elektronik seperti radio. Multimedia dengan segala kekuatan dan
keterbatasannya, tetaplah sarana pastoral yang kiranya bisa melengkapi upaya-upaya pastoral
tradisional selama ini. Dia tidak hanya menyapa umat beriman kristiani secara khusus,
bahkan juga menyapa banyak domba dari kandang lain, yang semoga setelah bersentuhan
dengan suara Sang Gembala akhirnya juga tertuntun menjadi satu kawanan sehingga
menemukan hidup dalam segala kelimpahannya.

5
6

Anda mungkin juga menyukai