Anda di halaman 1dari 9

1.

Pengertian Tuberkulosis

Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Kondisi ini dapat menyerang otak, kelenjar getah bening, sistem saraf pusat, jantung dan tulang
belakang. Namun, infeksi TBC paling sering menyerang paru-paru.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), TBC berada di peringkat kedua sebagai penyakit menular
yang mematikan. Indonesia termasuk lima besar negara dengan jumlah pengidap TB terbanyak di Asia
Tenggara. Merujuk data 2012, jumlah pengidap TBC yang mencapai 305 ribu jiwa.

2. Penyebab Tuberkulosis
Mycobacterium tuberculosis dapat menular lewat semburan air liur ketika pengidap TBC batuk, bersin,
bicara, tertawa atau bernyanyi. Meskipun cara penularannya mirip dengan pilek atau flu, TBC tidak
menular semudah itu. Kamu perlu berkontak dekat dengan pengidap TBC dalam waktu lama (beberapa
jam) untuk bisa tertular penyakit ini.

Selain itu, tidak semua pengidap TBC bisa menularkan penyakitnya. Anak-anak yang mengidap TBC,
mereka tidak bisa menularkannya ke anak lain maupun orang dewasa.

 HIV dan TBC

Melansir dari Mayo Clinic, sejak 1980an, kasus TBC meningkat drastis akibat infeksi HIV dan pengidap
HIV lebih rentan terkena TBC. Namun, mengapa demikian? Simak informasi lengkapnya pada artikel:
Orang dengan HIV dan AIDS Berisiko Terkena Tuberkulosis.

 TB yang resisten terhadap obat

Alasan tuberkulosis menjadi salah satu penyebab kematian terbesar yaitu karena meningkatnya strain
yang kebal (resisten) terhadap obat. Hal ini terjadi akibat pengidapnya tidak meminum obat sesuai
petunjuk atau tidak menyelesaikan pengobatan. Ketika antibiotik gagal membunuh semua bakteri yang
menjadi targetnya, bakteri tersebut otomatis menjadi resisten.

3. Faktor Risiko Tuberkulosis

Semua orang berisiko tertular tuberkulosis. Tetapi, ada beberapa faktor yang meningkatkan risiko
penularannya, seperti:

1. Melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat mengidap penyakit atau meminum obat-obatan
tertentu.
2. Bayi dan anak-anak yang sistem kekebalan tubuhnya masih berkembang.
3. Orang lanjut usia yang sistem kekebalan tubuhnya mulai menurun.
4. Individu yang bepergian ke daerah dengan kasus TBC tinggi.
5. Konsumsi alkohol berlebihan yang dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh.
6. Perokok aktif maupun pasif.
7. Bekerja di fasilitas kesehatan yang mengharuskan berkontak erat dengan orang sakit.
8. Tinggal bersama pengidap TBC.

4. Pengobatan TBC (Tuberkulosis)

Pengobatan tuberkulosis (TBC) adalah dengan patuh minum obat selama jangka waktu yang dianjurkan
oleh dokter. Jika pasien berhenti minum obat sebelum waktu yang disarankan, bakteri TBC berpotensi
kebal terhadap obat yang biasa diberikan. Akibatnya, TBC menjadi lebih berbahaya dan akan lebih sulit
diobati.

Obat TBC yang diminum merupakan kombinasi dari dua atau empat obat berikut:

 Isoniazid
 Rifampicin
 Pyrazinamide
 Ethambutol

Obat tersebut harus diminum secara rutin selama 6–9 bulan. Sama seperti obat-obat lain, obat TBC juga
memiliki efek samping, antara lain:

 Warna urine menjadi kemerahan


 Penurunan efektivitas pil KB, KB suntik, atau susuk
 Gangguan penglihatan
 Gangguan saraf
 Gangguan fungsi hati

Untuk menghindari efek samping di atas, dokter akan menyesuaikan jenis dan dosis obat dengan organ
yang terinfeksi. Dokter juga akan menyesuaikan pemberian obat dengan usia dan kondisi pasien,
terutama pasien anak dan ibu hamil.

Pada penderita yang sudah kebal dengan kombinasi obat di atas, dokter akan memberikan kombinasi
obat yang lebih banyak dan lebih lama. Lama pengobatan dapat mencapai 20–30 bulan. Contoh obat
yang digunakan antara lain bedaquiline, levofloxacin, atau streptomycin.

Oleh karena itu, kepatuhan pasien dalam pengobatan sangat diperlukan. Hal ini untuk menghindari
risiko gagal pengobatan, jangka pengobatan lebih lama, atau kebal obat.

Selama masa pengobatan, pasien juga harus menjalani pemeriksaan rutin untuk memantau keberhasilan
pengobatan.

Terapi untuk Mengobati Tuberkulosis

Pengobatan TB hingga sembuh membutuhkan waktu sekitar 6 bulan hingga 2 tahun dengan melakukan
beberapa terapi. Yakni:

Pengobatan Kombinasi

Ini merupakan penggunaan berbagai macam obat untuk memastikan bakteri tidak menjadi kebal
terhadap antibiotik yang sedang dikonsumsi. Terapi ini biasanya melibatkan empat macam obat
antibakteri yang dikonsumsi selama dua bulan. Jika diperlukan bisa diperpanjang hingga diperoleh hasil
tes. Jika terbuki terdapat kekebalan obat, kombinasi pengobatan harus diubah.

Pengobatan Pengawasan Langsung atau DOT (Direct Observed Therapy)

Perawatan ini dilakukan dengan mengawasi pasien secara ketat oleh dokter yang datang setiap kali
mereka mengkonsumsi obat. Kunjungan khusus ini membantu memastikan bahwa semua dosis
antibiotik yang diresepkan telah dikonsumsi.

Terapi Tuberkulosis Laten


Pada kasus tuberkulosis laten, terapi TB dilakukan dengan:

Antibiotik

Orang dengan TB laten hanya memerlukan satu tipe antibiotik pada satu waktu. Antibiotik yang biasanya
diresepkan termasuk isoniazid (6-9 bulan) dan rifampin (4 bulan).

Terapi gabungan

Untuk TB Laten, paling banyak dua tipe obat dapat dikonsumsi bersamaan. Pengobatan Pengawasan
Langsung juga dapat dilakukan.

Jika kamu mengalami gejala tuberkulosis atau memiliki kontak dekat dengan seorang pengidap
tuberkulosis aktif, kamu perlu segera melakukan pemeriksaan ke dokter ahli paru. Dokter ahli akan
membantu para pengidap TB menjalani perawatan dan menghadapi efek samping dari pengobatan yang
dikonsumsi. Jika mengalami perubahan pengelihatan seperti menjadi kabur atau nyeri perut, kamu juga
harus segera menghubungi dokter.

5. Beragam Efek Samping Obat TBC

Efek samping obat TBC bisa berbeda di setiap jenis obat. Beberapa obat antituberkulosis yang umumnya
diberikan adalah isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan ethambutol. Jika Anda menderita TB yang kebal
terhadap obat antituberkulosis, dokter akan memberi aturan pengobatan atau jenis obat yang berbeda.

Pada awal pengobatan, sebagian besar pasien biasanya mengalami gangguan saluran pencernaan
ringan, misalnya mual dan nyeri perut yang bersifat sementara. Agar lebih jelas, berikut ini adalah daftar
efek samping obat TBC berdasarkan jenisnya:

Efek samping isoniazid

Obat TBC isoniazid umumnya menyebabkan efek samping berupa:

 Kesemutan di tangan atau kaki


 Tangan atau kaki terasa kebas
 Sensai terbakar di tangan atau kaki
 Kehilangan selera makan
 Kelelahan
 Rasa kantuk
 Jerawat

Efek samping ethambutol

Beberapa efek samping obat TBC ethambutol meliputi:

 Penurunan kualitas penglihatan


 Sendi yang sakit atau bengkak
 Gatal dan ruam pada kulit
 Sakit kepala

Efek samping pirazinamid

Sementara itu, efek samping obat pirazinamid yang paling umum meliputi:

 Nyeri sendi
 Sendi tampak bengkak dan kemerahan
 Sendi terasa panas dan kaku
 Kehilangan selera makan

Efek samping rifampisin

Beberapa efek samping obat TBC jenis rifampisin, yaitu:

 Urine berwarna kemerahan


 Mengigil
 Kelelahan
 Sakit kepala
 Nyeri otot dan sendi

Obat rifampisin bisa mengurangi efektivitas pil KB. Oleh karena itu, wanita yang mengonsumsi pil KB
perlu mendiskusikan penggunaan kontrasepsi lain dengan dokter.

Indikasi dan Konta indikasi obat

Berikut adalah penjelasan mengenai masing-masing obat TBC lini pertama:

1. Isoniazid (INH)

Isoniazid merupakan jenis antituberkulosis yang paling ampuh untuk membunuh bakteri penyebab
tuberkulosis. Obat ini bisa membunuh 90% kuman TB dalam beberapa hari pada tahap pengobatan
intensif.

Isoniazid lebih efektif membunuh bakteri yang sedang aktif berkembang. Obat ini bekerja dengan cara
mengganggu pembuatan mycolic acid, yaitu senyawa yang berperan dalam membangun dinding bakteri.

Beberapa efek samping obat TBC isoniazid meliputi:

 Efek neurologis, seperti gangguan penglihatan, vertigo, insomnia, euforia, perubahan tingkah
laku, depresi, gangguan ingatan, gangguan otot.
 Hipersentivitas, seperti demam, menggigil, kulit kemerahan, pembengkakan kelenjar getah
bening, vaskulitis (peradangan pembuluh darah).
 Efek hematologis, seperti anemia, hemolisis (kerusakan sel darah merah), trombositopenia
(penurunan kadar trombosit).
 Gangguan saluran pencernaan: mual, muntah, sembelit, nyeri ulu hati.
 Hepatotoksisitas: kerusakan hati yang disebabkan oleh zat kimia dalam obat.
 Efek samping lainnya: sakit kepala, jantung berdebar, mulut kering, retensi urin, rematik.

Apabila menderita penyakit hati kronis, masalah fungsi ginjal, atau riwayat kejang, informasikan kepada
dokter. Dengan begitu, pemberian isoniazid akan lebih cermat. Selain itu, peminum alkohol, penderita
berusia di atas 35 tahun, serta wanita hamil harus mendapat pengawasan khusus.

2. Rifampicin

Obat ini adalah jenis antibiotik turunan dari rifamicin, sama seperti isoniazid. Rifampicin bisa membunuh
kuman yang tidak dapat dibunuh oleh obat isoniazid.

Rifampicin dapat membunuh bakteri bersifat setengah aktif yang biasanya tidak bereaksi terhadap
isoniazid. Obat ini bekerja dengan cara mengganggu kerja enzim bakteri.

Beberapa efek samping yang mungkin dapat muncul akibat pengobatan TBC dengan rifampicin adalah:

 Gangguan pencernaan, seperti panas di perut, sakit perut, mual, muntah, kembung, anoreksia,
kejang perut, diare.
 Gangguan sistem saraf pusat, seperti mengantuk, letih, sakit kepala, pusing, bingung, sulit
berkonsentrasi, gangguan penglihatan, otot mengendur
 Hipersensitivitas, seperti demam, sariawan, hemolisis, pruritus, gagal ginjal akut
 Urine berubah warna akibat zat berwarna merah di dalam obat rifampicin
 Gangguan menstruasi atau hemoptisis (batuk berdarah)

Namun, jangan khawatir karena efek samping ini bersifat sementara. Rifampicin juga berisiko apabila
dikonsumsi ibu hamil karena meningkatkan peluang kelahiran dengan masalah tulang belakang (spina
bifida).

3. Pyrazinamide

Kemampuan pyrazinamide adalah membunuh bakteri yang bertahan setelah dilawan oleh makrofag
(bagian dari sel darah putih yang pertama kali melawan infeksi bakteri di dalam tubuh). Obat ini juga
bisa bekerja membunuh bakteri-bakteri yang berada dalam sel dengan pH asam.

Efek samping yang khas dalam penggunaan obat TBC ini adalah peningkatan asam urat dalam darah
(hiperurisemia). Itu sebabnya penderita TB paru yang diresepkan obat ini harus juga rutin mengontrol
kadar asam uratnya.

Selain itu, kemungkinan efek samping lainnya adalah penderita juga akan mengalami anoreksia,
hepatotoksisitas, mual, dan muntah.

4. Etambutol
Etambutol adalah antituberkulosis yang bisa menghambat kemampuan bakteri menginfeksi, tapi tidak
dapat membunuh bakteri secara langsung. Obat ini diberikan khusus untuk pasien dengan risiko
terjadinya resistansi (kebal) obat TBC. Namun, jika risiko resistansi obat termasuk rendah, pengobatan
TBC dengan etambutol dapat dihentikan.

Cara kerja etambutol bersifat bakteriostatik, artinya menghambat pertumbuhan bakteri M. tuberculosis
yang kebal terhadap obat isoniazid dan streptomisin. Obat TBC ini juga menghalangi pembentukan
dinding sel oleh mycolic acid.

Penggunaan etambutol tidak direkomendasikan untuk TBC pada anak di bawah 8 tahun karena dapat
menyebabkan gangguan penglihatan dan efek sampingnya sangat sulit dikendalikan. Efek samping dari
ethambutol yang mungkin akan timbul adalah:

 Gangguan penglihatan
 Buta warna
 Penyempitan jarak pandang
 Sakit kepala
 Mual dan muntah
 Sakit perut

5. Streptomisin

Streptomisin adalah antibiotik pertama yang dibuat khusus untuk melawan bakteri penyebab
tuberkulosis. Pada pengobatan tuberkulosis sekarang ini, streptomisin digunakan untuk mencegah
terjadinya efek resistansi antituberkulosis.

Cara kerja obat TBC ini adalah dengan membunuh bakteri yang sedang membelah diri, yaitu dengan
menghambat proses pembuatan protein bakteri.

Obat TBC streptomisin ini diberikan lewat suntikan ke jaringan otot (intramuskular/IM). Biasanya obat
TBC jenis suntik ini diberikan jika Anda sudah mengalami penyakit TB untuk kedua kali atau konsumsi
obat minum streptomisin tidak efektif lagi.

Pemberian obat TBC ini harus memperhatikan apakah pasien memiliki gangguan ginjal, sedang hamil,
atau gangguan pendengaran. Obat ini memiliki efek samping yang mengganggu keseimbangan
pendengaran jika dikonsumsi lebih dari 3 bulan.
KESIMPULAN

Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang adalah TBC) adalah penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh bakteriMycobacterium tuberculosis tipe humanus. Bakteri ini merupakan bakteri basil
yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering
menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), TBC berada di peringkat kedua sebagai penyakit menular
yang mematikan. Indonesia termasuk lima besar negara dengan jumlah pengidap TB terbanyak di Asia
Tenggara. Merujuk data 2012, jumlah pengidap TBC yang mencapai 305 ribu jiwa.
DAFTAR PUSTAKA

Barbara, C.L. 1996, Perawatan Medikal Bedah (suatu pendekatan proses keperawatan) Bandung

Doengoes, M. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Smeltzer and Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Montefiore Medical Center, New York, NY.

https://www.alodokter.com/tuberkulosis

https://www.halodoc.com/kesehatan/tuberkulosis

Anda mungkin juga menyukai