Anda di halaman 1dari 11

obat antibiotik

Kelompok 4
M. Robi sugara
susmiati
kinanty ira lestari
siti nurul fitriyani
Antibiotik
Antibiotik merupakan obat yang berfungsi untuk
mencegah dan mengobati infeksi yang disebabkan
oleh bakteri. Sebagai salah satu jenis obat umum,
antibiotik banyak beredar di masyarakat. Hanya saja,
penggunaan antibiotik yang tidak tepat menimbulkan
beragam masalah. Hal ini merupakan ancaman
global bagi kesehatan terutama dalam hal resistensi
antibiotik. Resistensi antibiotik terjadi karena
penggunaan yang meluas dan tidak rasional,
beberapa faktor yang mendukung terjadinya
resistensi adalah penggunaannya yang terlalu
singkat, dosis yang terlalu rendah, diagnosis awal
yang salah, indikasi yang kurang tepat, misalnya
infeksi virus, dan penggunaan antibiotik tanpa resep.
(WHO)
Dalam penggunaan antibiotik pada kasus infeksi
maka terdapat tiga aspek yang saling berkaitan,
yaitu aspek antibiotik, kuman dan host.

Cara Penggunaan antimikroba secara prinsip berbeda


dengan obat pada umumnya oleh karena target

kerja antimikroba adalah sel kuman sedangkan obat lain


adalah sel host. Dalam penggunaannya, antibiotik

antibiotik diharapkan mampu mencapai lokasi infeksi


dengan kadar yang cukup (melebihi kadar hambat
minimal/KHM), masuk/penetrasi ke dalam sel
bakteri dan bekerja mengganggu proses
metabolisme bakteri sehingga bakteri tersebut
menjadi tidak aktif atau mati; namun efek toksik
pada sel host diharapkan seminimal mungkin.
Jenis-jenis antibiotik

Penisilin Amoxicillin

Oxacillin
Penisilin dapat digunakan
untuk mengobati abses Ampicillin
gigi, infeksi telinga, infeksi
tenggorokan, gonore, Penicillin G
infeksi saluran pernapasan,
atau infeksi saluran kemih.
Beberapa contoh obat Penicillin VK
yang termasuk dalam
golongan penisilin adalah:
Jenis-jenis antibiotik
Cefaclor Cefadroxil
Sefalosporin
Cefdinir Cefotaxime
Beberapa kondisi yang
dapat diobati
menggunakan sefalosporin Cefprozil
adalah infeksi tulang, otitis
media, infeksi kulit, infeksi
saluran pernapasan atas, Ceftaroline
dan infeksi saluran kemih.
Contoh obat yang
termasuk dalam golongan Cefditoren Cefoperazone
sefalosporin adalah:
Peringatan
Antibiotik tidak boleh dikonsumsi tanpa anjuran dari dokter. Ikuti
aturan pakai dari dokter jika Anda diresepkan antibiotik. Sebelum
menggunakan obat ini, Anda juga perlu memperhatikan beberapa hal

Sebelum
berikut:
Beri tahu dokter tentang semua riwayat alergi yang Anda miliki.
Beri tahu dokter tentang riwayat masalah kesehatan yang Anda miliki,

Menggunakan
terutama penyakit kronis, misalnya penyakit ginjal atau penyakit liver.
Beri tahu dokter jika Anda sedang mengonsumsi obat, suplemen, atau
produk herbal tertentu sebelum menggunakan antibiotik, untuk

Antibiotik
mengantisipasi terjadinya interaksi obat.
Beri tahu dokter jika Anda sedang hamil, berencana untuk hamil, atau
sedang menyusui.
Beri tahu dokter jika Anda sedang menggunakan pil KB untuk mencegah
kehamilan, karena beberapa antibiotik dapat menurunkan efektivitas pil KB.
Jangan melakukan vaksinasi dengan vaksin bakteri hidup, seperti vaksin
tifoid atau BCG, bila Anda sedang menggunakan antibiotik.
Jangan menghentikan pengobatan dengan antibiotik sebelum waktu yang
ditentukan dokter meski gejala Anda sudah membaik atau bahkan hilang.
Jangan mengonsumsi minuman beralkohol selama menjalani pengobatan
dengan antibiotik, karena dapat meningkatkan risiko terjadinya efek
samping.
Segera temui dokter jika terjadi reaksi alergi obat atau overdosis setelah
menggunakan antibiotik.
Efek Samping Antibiotik
Nah, berikut ini adalah beberapa efek samping antibiotik yang dapat terjadi:
1. Gangguan pencernaan
Gangguan pencernaan merupakan efek samping antibiotik yang paling sering terjadi. Gejala gangguan saluran cerna akibat
penggunaan antibiotik meliputi diare, mual, muntah, dan kram perut. Efek samping ini lebih sering terjadi pada penggunaan
antibiotik golongan penisilin, cephalosporin, dan fluoroquinolone.
2. Reaksi alergi
Reaksi alergi antibiotik terbilang jarang terjadi. Namun, ketika muncul, reaksi alergi antibiotik biasanya berat dan berbahaya.
Sebagian orang yang merasakan reaksi alergi antibiotik dapat mengalami komplikasi berat berupa syok anafilaktik dan sindrom
Stevens-Johnson.
3. Infeksi jamur
Penggunaan antibiotik dapat mengurangi jumlah bakteri baik di dalam tubuh. Ketika jumlah bakteri baik tersebut berkurang,
maka jamur akan mudah tumbuh. Penyakit infeksi jamur ini biasanya muncul berupa sariawan di mulut, yang disebut kandidiasis
oral.
Pada wanita, efek samping antibiotik bisa berupa infeksi jamur vagina yang menimbulkan keluhan gatal dan perih pada vagina,
nyeri saat berhubungan intim, anyang-anyangan, hingga keputihan dengan bau tidak sedap.
4. Sensitif terhadap cahaya
Penggunaan antibiotik tertentu, terutama golongan tetrasiklin, dapat menyebabkan Anda lebih sensitif terhadap cahaya,
termasuk cahaya lampu dan sinar matahari. Akibatnya, semua cahaya yang Anda lihat akan terasa menyilaukan dan membuat
mata tidak nyaman.
5. Perubahan warna gigi
Beberapa jenis antibiotik, seperti tetrasiklin dan doksisiklin, juga dapat menyebabkan efek samping berupa perubahan warna
pada gigi yang bersifat permanen, jika diberikan pada anak-anak berusia di bawah 8 tahun.
lanjutan….
6. Resistensi antibiotik
Penggunaan antibiotik yang terlalu sering atau tidak sesuai dosisnya dapat menyebabkan kuman mengalami
resistensi atau kekebalan. Hal ini merupakan salah satu efek samping antibiotik yang paling mengkhawatirkan.
Ketika kuman yang menyebabkan infeksi sudah kebal terhadap antibiotik, maka penyakit infeksi bakteri akan
susah disembuhkan. Karena kekebalannya, kuman juga berisiko tinggi menimbulkan infeksi berat, seperti sepsis.
7. Gagal ginjal
Para penderita penyakit ginjal, ada baiknya lebih berhati-hati dalam mengonsumsi obat antibiotik karena
dianggap dapat merusak ginjal.
Terutama pada orang lanjut usia yang fungsi ginjalnya sudah tidak optimal. Biasanya, dokter akan memberikan
obat antibiotik dengan dosis yang lebih rendah untuk menghindari efek samping.
Gagal ginjal adalah efek samping antibiotik yang serius. Berdiskusilah terlebih dahulu pada dokter jika Anda
memiliki penyakit ginjal sebelum mengonsumsi antibiotik.
8. Perubahan pada darah
Beberapa obat antibiotik, seperti beta-laktam dan sulfametoksazol, dapat menyebabkan perubahan pada darah.
Salah satunya adalah leukopenia yang menurunkan kadar sel darah putih di dalam tubuh sehingga infeksi lebih
mudah menyerang.
Selain itu, trombositopenia (kondisi menurunnya trombosit atau keeping darah), juga dapat terjadi. Hal ini dapat
menyebabkan perdarahan, memar dan lambatnya proses pembekuan darah. Bagi Anda yang memiliki sistem
imun lemah, berkonsultasilah dulu pada dokter sebelum mengonsumsi obat-obatan antibiotik.
lanjutan….
9. Masalah jantung
Dalam kasus yang jarang terjadi, obat antibiotik juga dapat menyebabkan masalah jantung, seperti detak jantung tak
beraturan hingga tekanan darah rendah.
Kondisi ini biasanya disebabkan oleh jenis obat-obatan antibiotik eritromisin, ciprofloxacin, hingga terbinafine. Jika
Anda mengidap penyakit jantung, beri tahu kondisi tersebut pada dokter supaya Anda dapat diresepkan obat
antibiotik yang tepat.
10. Kejang
Efek samping antibiotik pun mampu menyebabkan kejang-kejang. Efek samping antibiotic harus diwaspadai. Kejang
adalah efek samping antibiotik yang jarang terjadi, tetapi bukan berati Anda boleh menyepelekannya. Efek samping
antibiotik ini biasanya disebabkan oleh jenis antibiotik ciprofloxacin, imipenem, cefixime, hingga cephaxelin. Jika Anda
mengidap epilepsi atau pernah mengalami kejang sebelumnya, berkonsultasilah pada dokter sebelum mengonsumsi
obat antibiotik.
11. Tendonitis
Tendonitis adalah peradangan pada tendon. Tendon adalah jaringan ikat yang menghubungkan otot ke tulang.
Masalah ini juga bisa disebabkan oleh obat antibiotik seperti ciprofloxacin.
Beberapa orang memiliki risiko tendonitis yang lebih tinggi, di antaranya:
• Penderita gagal ginjal
• Pernah melakukan transplantasi jantung, paru-paru, atau ginjal
• Punya riwayat penyakit pada tendon
• Mengonsumsi obat-obatan steroid
• Lanjut usia (di atas 60 tahun).
Selain beberapa efek samping di atas, antibiotik juga dapat menimbulkan efek
samping berikut ini:
Infeksi Clostridium difficile, yang bisa ditandai dengan diare berat, kram perut, dan
darah atau lendir pada tinja, kerusakan jaringan ikat, seperti tendonitis dan putusnya
tendon (umumnya akibat penggunaan antibiotik jenis fluoroquinolone, cephalosporin,
sulfonamide, dan azythromycin), sakit kepala, gangguan jantung, seperti detak jantung
tidak teratur dan tekanan darah rendah, kelainan darah, misalnya leukopenia
(menurunnya jumlah sel darah putih) atau trombositopenia (jumlah trombosit yang
terlalu rendah). Reaksi alergi obat, yang bisa ditandai dengan sulit bernapas, atau
bengkak di bibir maupun kelopak mata, setelah menggunakan antibiotik.
Guna mengurangi risiko efek samping antibiotik, pastikan Anda mengonsumsi antibiotik
sesuai resep hingga habis, dan hindari membeli antibiotik secara bebas tanpa resep
atau pengawasan dokter.
Konsumsi antibiotik pun tidak boleh dihentikan secara mendadak walau gejala infeksi
yang dirasakan sudah hilang. Jika obat antibiotik tidak dihabiskan, maka bakteri
penyebab infeksi dapat menjadi kebal terhadap antibiotik tersebut.
Terimakasih teman-
teman, senang bertemu
kalian semua

Anda mungkin juga menyukai