Anda di halaman 1dari 14

FARMAKOLOGI

Dibuat oleh :
Nama : Ovie Tasyari
Nim : 19.01.0037
Dosen Pengajar : Ursula, S.Si., Apt

AKADEMI KEPERAWATAN PANGKALPINANG


TAHUN AKADEMIK 2019/2020
1. Antibiotika
a. Definisi Antibiotika
Antibiotik adalah zat kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme dan jamur yang
berkhasiat untuk menghambat perkembangbiakan atau membunuh mikroorganisme. Anti
bakteri atau antimikroba adalah subtansi yang dapat menghambat pertumbuhan atau
membunuh bakteri atau mikroorganisme seperti virus, jamur, protozoa, riketsia, dan lain-
lain. Keduanya berfungsi sama tetapi bahan asalnya berbeda.
Antibiotik adalah kelompok obat yang digunakan untuk mengatasi dan mencegah
infeksi bakteri. Obat ini berkerja secara membunuh dan menghentikan bakteri
berkembang biak di dalam tubuh. Antibiotik tidak dapat digunakan untuk mengatasi
infeksi akibat virus, seperti flu.

b. Pembuatan Antibiotika
Pembuatan antibiotika lazimnya dilakukan dengan jalan mikrobiologi dimana mikro
organisme dibiak dalam tangki-tangki besar dengan zat-zat gizi khusus. Kedalam cairan
pembiakan disalurkan oksigen atau udara steril guna mempercepat pertumbuhan jamur
sehingga produksi antibiotiknya dipertinggi setelah diisolasi dari cairan kultur,
antibiotika dimurnikan dan ditetapkan aktifitasnya beberapa antibiotika tidak dibuat lagi
dengan jalan biosintesis ini, melakukan secara kimiawi, antara lain kloramfenikol.
Aktivitas Umumnya dinyatakan dalam suatu berat (mg),kecuali zat yang belum
sempurna pemurniannya dan terdiri dari campuran beberapa zat misalnya polimiksin B
basitrasin, atau karena belum diketahui struktur kimianya, seperti, nistatin.

c. Mekanisme Kerja
Beberapa antibiotika bekerja terhadap dinding sel (penisilin dan sefalosforin) atau
membran sel (kleompok polimiksin), tetapi mekanisma kerja yang terpenting adalah
perintangan selektif metabolisme protein bakteri sehingga sintesis protein bakteri,
sehingga sintesis protein dapat terhambat dan kuman musnah atau tidak berkembang lagi
misalnya kloramfenikol dan tetrasiklin.
Diluar bidang terapi, antibiotik digunakan dibidang peternakan sebagai zat gizi tambahan
guna mempercepat pertumbuhan ternak, dan unggas yang diberi penisilin, tetrasiklin
erithomisin atau basitrasin dalam jumlah kecil sekali dalam sehari harinya, bertumbuh
lebih besar dengan jumlah makanan lebih sedikit.
d. Golongan Obat Antibiotika
1. Penisilin
Penisilin digunakan untuk banyak kondisi akibat adanya infeksi bakteri, beberapa
di antaranya adalah infeksi Streptococcus, meningitis, gonore, faringitis, dan juga
untuk pencegahan endocarditis. Terutama pada penderita atau memiliki riwayat
gangguan ginjal, akan lebih baik penggunaan penisilin melalui anjuran dan
pengawasan dokter. Penisilin tersedia dalam berbagai bentuk, seperti kaplet, sirop
kering, dan suntikan. Masing-masing bentuk obat dapat digunakan untuk kondisi
yang berbeda. Baca keterangan yang ada di kemasan dan konsultasikan
penggunaan obat dengan dokter. Berikut adalah jenis-jenis antibiotik penisilin:
 Amoxicillin
 Ampicillin
 Oxacillin
 Penicillin G

2. Sefalosporin
Sefalosforin tersedia dalam bentuk suntik, tablet, dan sirop kering. Konsultasikan
dengan dokter terkait cara penggunaan obat, karena beda bentuk obat dapat
berbeda pula kondisi yang ditangani. Beberapa kondisi yang diobati menggunakan
sefalosporin, di antaranya adalah infeksi tulang, otitis media, infeksi kulit, dan
infeksi saluran kemih. Obat ini berpotensi menimbulkan efek samping berupa sakit
kepala, nyeri pada dada, bahkan syok. Penggunaan sefalosporin harus dengan
anjuran dan pengawasan dokter.
Jenis-jenis sefalosporin meliputi:
 Cefadroxil
 Cefuroxime
 Cefixime
 Cefotaxim
 Cefotiam
 Cefepime
 Ceftarolin
3. Aminoglikosida
Aminoglikosida adalah obat yang biasa digunakan untuk mengatasi banyak
penyakit infeksi bakteri, seperti otitis eksterna, infeksi kulit, dan peritonitis.
Penggunaan aminoglikosida harus dengan anjuran serta pengawasan dokter, karena
obat ini berpotensi menimbulkan efek samping berupa gangguan kesadaran.
Aminoglikosida tersedia dalam banyak bentuk, di antaranya adalah salep, tetes
mata, dan suntik. Masing-masing bentuk obat dapat diresepkan untuk kondisi yang
berbeda. Sebelum menggunakan obat, pasien disarankan untuk membaca
keterangan cara penggunaan yang ada di kemasan obat.
Jenis-jenis aminoglikosida meliputi:
 Paromomycin
 Tobramycin
 Gentamicin
 Amikacin
 Kanamycin
 Neomycin

4. Tetrasiklin
Tetrasiklin tersedia dalam berbagai macam bentuk obat, yakni salep, salep mata,
kapsul, dan suntik. Tetrasiklin digunakan untuk mengobati berbagai macam
kondisi yang muncul akibat adanya infeksi bakteri. Beberapa diantaranya adalah
sifilis, anthrax, tifus, brucellosis, dan jerawat. Tetrasiklin tertentu tidak dapat
digunakan pada anak usia dibawah 12 tahun. Jangan menggunakan tetrasiklin tanpa
anjuran dokter.
Jenis-jenis tetrasiklin meliputi:
 Doxycycline
 Minocycline
 Tetracycline
 Oxytetracycline
 Tigecycline
5. Makrolid
Beberapa kondisi yang diobati menggunakan antibiotik makrolid adalah bronkitis,
servisitis, penyakit Lyme, pemfigus, dan sinusitis. Makrolid sendiri tersedia dalam
banyak bentuk, yakni tablet, kaplet, sirop kering, dan suntik. Beberapa jenis
makrolid tidak dapat digunakan bersamaan dengan obat seperti cisapride.
Dianjurkan untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter sebelum
menggunakan makrolid atau mengombinasikannya dengan obat lain.
Jenis-jenis makrolid meliputi:
 Erythromycin
 Azithromycin
 Clarithromycin

6. Quinolone
Quinolone memiliki bentuk yang berbeda, dan dengan indikasi yang berbeda.
Bentuk obat ini, di antaranya adalah tablet, suntik, dan kaplet.
Quinolone digunakan untuk mengatasi banyak kondisi yang disebabkan oleh
infeksi bakteri. Beberapa di antaranya adalah infeksi tulang, cystitis, servisitis, dan
infeksi kulit. Penggunaan quinolone dapat menimbulkan efek samping berupa
gangguan pada sistem saraf pusat. Maka dari itu, jangan gunakan obat ini tanpa
anjuran dokter.
Jenis-jenis quinolone meliputi:
 Ciprofloxacin
 Levofloxacin
 Moxifloxacin
 Norfloxacin
2. Antipiretik
a. Definisi Antipiretik
Antipiretik adalah jenis obat yang dapat menurukan demam dan mengatasi gejalanya.
Biasanya, penggunaan obat antipiretik dilakukan bersamaan dengan analgesik sehingga
sering dikatakan obat analgetik antipiretik.
Obat analgetik bermanfaat untuk meredakan nyeri atau rasa sakit yang biasanya
muncul bersamaan dengan demam. Jadi, penggunaan obat analgetik antipiretik adalah
untuk meredakan nyeri dan menurunkan demam.

b. Cara Kerja Antipiretik


Obat-obatan antipiretik dapat menurunkan demam dengan cara menghambat sintesa
dan pelepasan prostaglandin E2. Hambatan sintesa dan pelepasan ini distimulasi oleh
pirogen endogen pada hipotalamus.

c. Jenis-Jenis Obat Antipiretik


Obat-obatan yang termasuk ke dalam jenis antipiretik ada beberapa jenis. Anda perlu
mengetahui beberapa jenis obat antipiretik. Berikut ini adalah beberapa jenis obat
antipiretik:
 Salisilat (seperti aspirin, salisilamid)
 Para-aminofenol (misalnya asetaminofen, fenasetin)
 Obat antiinflamasi nonsteroid (AINS) – ibuprofen, naproxen, dan ketoprofen

d. Bentuk Sediaan Antipiretik


Obat antipiretik tersedia secara oral dan non-oral. Bentuk sediaan obat antipiretik per
oral seperti tablet, kaplet, dan sirup. Ada juga obat antipiretik yang dalam bentuk kapsul
supositoria, yaitu kapsul yang dimasukkan ke dalam anus.

e. Kandungan Antipiretik
Obat antipiretik memiliki kandungan yang cukup beragam mengingat ada beberapa
golongan obat antipiretik. Kandungan obat antipiretik bisa berupa asetaminofen
(parasetamol), ibuprofen, asetosal, asam mefenamat, dan lainnya.
f. Indikasi Antipiretik
Penggunaan obat antipiretik pada umumnya harus menunggu demam. Pasien baru
boleh diberikan obat antipiretik bila tubuhnya mengalami demam atau memiliki suhu
tubuh lebih dari 37,5 derajat Celcius. Ada juga yang menyebutkan bahwa antipiretik baru
boleh dipakai jika suhu tubuh mencapai lebih dari 38,5 derajat Celcius. Apabila suhu
tubuh kurang dari suhu tersebut, maka sebaiknya jangan cepat-cepat diberikan
antipiretik.

g. Kontraindikasi Antipiretik
Obat-obatan antipiretik memiliki kontraindikasi yang berbeda-beda tergantung pada
jenis obat antipiretik yang digunakan. Anda bisa melihat kontraindikasi dari beberapa
contoh obat antipiretik di bawah ini:
1. Parasetamol
Obat antipiretik yang mengandung parasetamol tidak boleh digunakan oleh pasien
yang menderita gangguan fungsi hati berat. Pasien juga tidak bisa menggunakan
parasetamol bila memiliki riwayat alergi terhadap obat yang mengandung
parasetamol.
2. Ibuprofen
Ibuprofen adalah kandungan obat yang juga memiliki sifat antipiretik. Penderita
hipersensitivitas dan ibu hamil trimester akhir tidak bisa menggunakan ibuprofen
untuk meredakan demam. Selain itu, orang-orang yang menderita asma, alergi,
urtikaria, dan ulkus peptikum juga tidak bisa menggunakan ibuprofen.
3. Asetosal (asam asetilsalisilat)
Anak dan remaja yang berusia di bawah 16 tahun tidak bisa menggunakan obat
antipiretik yang mengandung asetosal. Obat antipiretik yang mengandung asetosal
juga tidak boleh digunakan pada ibu menyusui, penderita hemofilia. penderita asma,
dan sindrom Reye.

h. Manfaat Antipiretik
Semua obat antipiretik memiliki manfaat untuk meredakan demam. Namun, ada juga
manfaat antipiretik lainnya. Beberapa obat antipiretik tertentu juga bisa meredakan nyeri
sehingga obat tersebut bisa dikatakan sebagai obat analgetik antipiretik.
i. Dosis Antipiretik
Obat antipiretik termasuk obat yang harus diperhatikan dalam hal dosis. Ini
dikarenakan obat antipiretik bersifat toksik bagi tubuh. Oleh karena itu, perhatikanlah
dosis antipiretik dengan cermat.
Berikut ini adalah beberapa contoh dosis obat antipiretik:
1. Parasetamol
Dosis obat antipiretik yang mengandung parasetamol untuk anak usia 3 bulan–1 tahun
adalah 60 mg–120 mg, anak 1-5 tahun dosisnya 120–250 mg, dan anak 6–12 tahun
250– 500 mg. Pada orang dewasa, dosisnya adalah 0,5–1 gram setiap 4–6 jam
(maksimal 4 gram per hari).
2. Ibuprofen
Obat antipiretik yang mengandung ibuprofen memiliki dosis sekitar 200-250 mg
sebanyak3-4 kali sehari bagi orang dewasa. Pada anak usia 1-2 tahun, dosisnya adalah
50 mg sebanyak 3-4 kali sehari. Antipiretik dengan kandungan ibuprofen adalah 100-
125 mg sebanyak 3-4 kali sehari bagi anak usia 3-7 tahun, dan 200-250 mg untuk
anak 8-12 tahun dengan frekuensi 3-4 kali sehari.
3. Asetosal (asam asetilsalisilat)
Dosis antipiretik yang mengandung asetosal atau asam asetilsalisilat hanya
diperuntukkan bagi orang dewasa. Orang dewasa memerlukan dosis asetosal sebanyak
300-900 mg tiap 4-6 jam tetapi tidak boleh lebih dari 4 g per hari.
4. Asam mefenamat
Obat antipiretik yang mengandung asam mefenamat membutuhkan dosis sebanyak
500 mg dengan frekuensi 3 kali sehari. Dosis tersebut sebaiknya diberikan setelah
makan. Jangan menggunakan asam mefenamat lebih dari 7 hari.
j. Efek Samping Antipiretik
Penggunaan obat-obatan antipiretik tak luput dari beberapa efek samping. Efek
samping antipiretik yang sering terjadi adalah tekanan darah rendah dan adanya
gangguan pada fungsi hati dan ginjal. Efek samping antipiretik yang juga sering terjadi
adalah oliguria dan retensi garam dan air. Di samping itu, penggunaan obat antipiretik
juga bisa menimbulkan efek samping berupa gangguan saluran cerna. Fungsi hati dan
ginjal bisa terganggu beberapa kasus pengguna obat antipiretik. Inilah salah satu alasan
mengapa orang yang memiliki gangguan fungsi hati dan ginjal tidak bisa menggunakan
obat antipiretik.
Orang-orang yang memiliki riwayat alergi terhadap kandungan bahan aktif dari obat-
obatan antipiretik bisa mengalami reaksi alergi. Adapun beberapa tanda reaksi alergi
yang bisa muncul seperti gatal-gatal, ruam, pusing, mual muntah, sesak napas, dan nyeri
ulu hati.
Hentikanlah penggunaan obat antipiretik jika Anda mengalami efek samping yang telah
disebutkan. Segeralah mencari bantuan medis agar efek samping antipiretik dapat diatasi
sehingga tidak berkembang menjadi lebih parah.
3. Antiaritmia
a. Definisi Antiaritmia
Antiaritmia adalah kelompok obat yang digunakan untuk menangani kondisi aritmia.
Aritmia merupakan kondisi yang mengacu ketika denyut jantung berdetak terlalu cepat,
terlalu lambat, atau tidak teratur. Kondisi ini terjadi akibat adanya gangguan pada impuls
listrik yang mengatur detak jantung. Gejala-gejala yang dialami penderita aritmia berupa
jantung berdebar, lemas, pusing, sesak napas, berkeringat, dan nyeri dada.
Beberapa contoh penyakit gangguan irama jantung atau aritmia, antara lain blok av, atrial
fibrilasi, fibrilasi ventrikel, dan ventricular extrasystole. Beberapa jenis aritmia tersebut
dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi sebagai berikut:
- Infeksi
- Serangan jantung
- Penyakit jantung coroner
- Gangguan keseimbangan elektrolit di dalam tubuh
Golongan obat antiaritmia tersedia dalam bentuk tablet atau cairan suntik (infus).
Konsumsi tablet antiaritmia biasa digunakan untuk pengobatan jangka panjang,
sedangkan cairan suntik diberikan pada kondisi gawat darurat.

b. Jenis-jenis Obat Antiaritmia


 Antiaritmia golongan I: Lidocaine, Propafenone
 Antiaritmia golongan II: Propranolol
 Antiaritmia golongan III: Amiodarone
 Antiaritmia golongan IV: Diltiazem, Verapamil
 Antiaritmia golongan V: Digoxin

c. Merek Dagang, serta Dosis Antiaritmia


Berikut ini dosis antiaritmia yang berguna untuk menangani aritmia, berdasarkan
jenis-jenis obatnya. Sebagai informasi, penggunaan masing-masing jenis obat ini
dilarang bagi kelompok usia yang tidak disebutkan di dalam kolom dosis. Untuk
mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai efek samping, peringatan, atau
interaksi dari masing-masing obat antiaritmia, silahkan lihat pada Obat A-Z.
1. Lidocaine
Merek dagang : Bioron, Extracaine, Lidocaine Compositum, Lidocaine
HCL, Lidocaine HCL (NAT) G, Lidodex, Lidox 2%,
Pehacain, Vitamin B Complex (IKA), Xylocaine.
Dosis : Suntik Dewasa : 1-1,5 mg/kgBB.
Dosis maksimal: 3 mg/kgBB. Dalam keadaan darurat,
dapat diberikan 300 mg disuntikkan ke otot bahu.
Penyuntikkan bisa diberikan kembali setelah 60-90 menit
dari penyuntikkan pertama, jika dibutuhkan.
2. Propafenone
Merek dagang : Rytmonorm
Dosis : Tablet Dewasa : dosis awal diberikan sebanyak 150 mg, tiga
kali sehari. Dosis bisa ditingkatkan setiap 3-4 hari sekali,
dengan dosis maksimal hingga 300 mg, tiga kali sehari.
Lansia : diskusikan dengan dokter.

3. Propranolol
Merek dagang : Farmadral 10, Libok 10, Propranolol
Dosis : Tablet Dewasa : 30-160 mg per hari, dibagi ke dalam
beberapa kali pemberian. Anak-anak : 0,25-0,5 mg/kgBB, 3-4
kali sehari.

4. Amiodarone
Merek dagang : Amiodarone HCL, Cordarone, Cortifib, Lamda, Rexodrone,
Tiaryt.
Dosis : Cairan suntik dewasa : dosis awal 5 mg/kgBB, disuntikkan
Selama 20-120 menit. Dosis bisa diberikan lagi jika
Diperlukan dengan dosis maksimal 1.200 mg per hari. Untuk
lansia dosis akan dikurangi dari dosis dewasa. Tablet dewasa :
dosis awal 200 mg, 3 kali sehari, untuk satu minggu, dosis
selanjutnya bisa dikurangi menjadi 200 mg 2 kali sehari,
diturunkan perlahan kurang dari 200 mg per hari.
Untuk lansian dosis akan dikurangi.
5. Diltiazem
Merek dagang : Farmabes 5, Herbesser
Dosis : Cairan suntik Dewasa : dosis awal 250 mcg/kgBB,
disuntikkan kedalam pembuluh darah vena selama kurang
lebih 2 menit. Dosis bisa ditambahkan sebanyak 350
mcg/kgBB setelah 15 menit jika diperlukan.

6. Verapamil
Merek dagang : Isoptin, Tarka, Verapamil HCL
Dosis : Tablet Dewasa : 120-480 mg per hari, dibagi ke dalam 3-4
kali pemberian.
Anak usia 2 tahun atau kurang: 20 mg, 2-3 kali per hari.
Anak usia 3 tahun atau lebih: 40-120 mg, 2-3 kali per hari.

7. Digoxin
Merek dagang : Digoxin, Fargoxin
Dosis : Tablet Dewasa: dosis awal 0,75-1 mg diberikan dalam 24 jam
sebagai dosis tunggal atau dibagi tiap 6 jam. Dosis
pemeliharaan adalah 125-250 mcg per hari. Bayi dengan berat
badan hingga 1,5 kg: dosis awal 25 mcg/kgBB per hari, dibagi
menjadi 3 kali konsumsi Dosis lanjutan adalah 4-6 mcg/kgBB
per hari, dibagi menjadi 1-2 kali konsumsi. Bayi dengan berat
badan 1,5-2,5 kg: dosis awal 30 mcg/kgBB per hari, dibagi
menjadi 3 kali konsumsi. Dosis lanjutan 4-6 mcg/kg/BB
perhari, untuk 1-2 kali konsumsi. Bayi dengan berat badan
diatas 2,5 kg dan balita usia 1 bulan-2 tahun: dosis awal 45
mcg/kgBB per hari, dibagi tiga kali pemberian. Dosis lanjutan
10 mcg/kgBB per hari, untuk 1-2 kali konsumsi. Anak usia
10 tahun: dosis awal 25-750 mcg/kgBB per hari, dibagi
menjadi tiga kali konsumsi. Dosis lanjutan 6-250 mcg/kgBB
per hari, untuk 1-2 kali konsumsi. Anak usia 10-18 tahun:
dosis awal 0,75-1,5 mg/kgBB per hari, dibagi menjadi 3 kali
konsumsi. Dosis lanjutan 62,5-750 mcg perhari, untuk 1-2
kali konsumsi. Infus Dewasa : 0,5-1 mg yang
diinfuskan selama 2 jam sebagai dosis tunggal.

d. Peringatan
- Wanita hamil, menyusui, atau sedang merencanakan kehamilan disarankan untuk
berdiskusi dengan dokter terlebih dahulu mengenai manfaat dan risiko
menggunakan obat antiaritmia.
- Waspadai munculnya keluhan pusing setelah menggunakan obat ini. Pasien bisa
bergerak secara perlahan-lahan beberapa saat usai menggunakan obat antiaritmia
untuk mengurangi rasa pusing.
- Hindari mengemudikan kendaraan atau mengoperasikan alat berat selama
mengonsumsi obat ini.
- Batasi konsumsi makanan yang mengandung garam dan cukupi asupan cairan, agar
tidak menimbulkan penumpukkan cairan di salah satu bagian tubuh.
- Beri tahu dokter jika sedang menggunakan obat-obatan lainnya, termasuk herba
atau suplemen yang dapat menyebabkan interaksi obat tidak diinginkan.
- Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis, segera temui dokter.

e. Efek Samping Antiaritmia


Tiap obat dapat menimbulkan efek samping, tergantung dari respons pasien terhadap
obat. Konsultasikan kepada dokter jika muncul efek berupa:
- Batuk
- Nyeri dada
- Penglihatan kabur
- Hilang nafsu makan
- Diare atau konstipasi
- Bengkak pada lengan dan tungkai
- Sensitif terhadap sinar matahari
- Sakit kepala, pusing, atau ingin pingsan
- Denyut jantung kian cepat atau melambat
- Gangguan indera pengecap, seperti timbul rasa pahit atau rasa seperti logam.

Anda mungkin juga menyukai