Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH KETERAMPILAN DASAR PRAKTEK KEBIDANAN

PLEBOTOMI, VENAPUNKTURE, TERAPI IV,

DAN TRANSFUSI DARAH

Dosen Pengampu : Julietta Hutabarat, SST,M.Keb

Disusun Oleh: Kelompok 8

1. Hending Moon Clara Br Barus (P07524419060)

2. Nurul Fatiha (P07524419073)

3. Tiara Lubis (P07524419083)

Kelas : D-IV IIB

POLTEKKES KEMENKES RI MEDAN


JURUSAN KEBIDANAN MEDAN
T.A : 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa
selesai pada waktunya.

Terima kasih kami ucapkan kepada dosen pengampu yang selalu memberikan
dukungan serta bimbingan nya dan teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Medan, Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………....………………………………………...... i

DAFTAR ISI……...............…………….…..………….......…………………………...….... ii

BAB I PENDAHULUAN……………………...…………………..……………………...... 1

1.1 LATAR BELAKANG.......……..…………….……………………………….........… 1


1.2 TUJUAN PENULISAN...............…..…………………………………………...….... 2
1.3 RUMUSAN MASALAH.....................………….………………………………...…. 2

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………….……….... 3

2.1 FLEBOTOMI................................................................................................................ 3
2.2 VENIPUNCTURE...................................................................................................... 13
2.3 TERAPI INTRAVENA (INFUS)............................................................................... 14
2.4 TRANSFUSI DARAH................................................................................................ 20

BAB III PENUTUP............................................................................................................... 27

3.1 KESIMPULAN............................................................................................................ 27

3.2 SARAN........................................................................................................................ 27

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 28

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Praktek pengeluaran darah (bloodletting) sudah sejak lama dikenal manusia dan
menjadi bagian dari pengobatan pasien. Teknik pengeluaran darah yang pertama(tahun 100
SM) dilakukan oleh dokter-dokter dari Syria dengan menggunakan lintah. Sebelum dikenal
Hippocrates dengan sebutan”Bapak Ilmu Kedokteran”(abad 5 SM), seni pengambilan darah
banyak mengalami perubahan demikian pula berbagai alat untuk keperluan pengambilan dan
penampunngan bahan darah. Lanset untuk pengambilan darah digunakan pertama kali
sebelum abad ke 5 SM dengan tetap mengacu kepada lintah sebagai bentuk dasar. Dengan
lanset ini seorang dokter (practitioner) melubangi vena, kadang-kadang sampai beberapa
lubang. Menjelang akhir abad 19 barulah teknologi mengambil alih memproduksi “lintah
artificial”. Kini telah dikenal beragam alat pengambilan darah dan mudah diperoleh di
pasaran.
Kebanyakan pengambilan specimen darah pasien saat ini masih dilaksanakan oleh
teknisi/analis laboratorium baik diruang laboratorium maupun diruang perawatan; padahal
jabatan dan kandungan tugas seorang teknisi atau analis laboratorium tidak sejalan dengan
tannggung jawab dan kegiatan/aktivitas seorang pengambil specimen darah(dalam hal ini
seorang flebotomis). Obyek yang dihadapi oleh teknisi/analis laboratorium adalah peralatan
pemeriksaan sedang obyek yang dihadapi oleh flebotomis adal pasien(atau orang sehat) yang
dilekati oleh banyak hal: sifat,perilaku,masalah intern/pribadi dan lain-lain. Hal-hal ini sedikit
banyaknya bias menjadi penghalang dalam kelancaran proses pengambilan specimen darah
dan hal-hal ini pula yang harus bias dihadapi dan diatasi seorang flebotomis.
System pelayanan kesehatan yang berkembang akhir-akhir ini untuk tujuan
kesejahteraan pasien mengacu kepada pelayanan kesehatan oleh tim(team oriented). Dengan
sendirinya, pelayanan laboratorium akan selalu menjadi bagian integral dari pelayanan
kesehatan menyeluruh dan seorang flebotomis menjadi orang yang sangat penting(crucial)
karena menempati posisi awal dalam rangkaian. proses pemeriksaan tes laboratorium. Posisi
awal ini berada dalam penngawasan program pemantapan mutu(fase pra-analitik) hasil
laboratorium sehingga salah benarnya flebotomis melaksanakan tugasnya akan
mempengaruhi mutu hasil tes.
1
1.2 TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut :

1. Memahami yang dimaksud dengan flebotomi.


2. Memahami yang dimaksud dengan venipuncture.
3. Memahami yang dimaksud dengan terapi intravena (nifas).
4. Memahami yang dengan transfusi darah.

1.3 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, penulis menyampaikan beberapa


masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu :

1. Apa yang dimaksud dengan flebotomi ?


2. Apa yang dimaksud dengan venipuncture ?
3. Apa yang dimaksud dengan terapi intravena (infus) ?
4. Apa yang dimaksud dengan transfusi darah ?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Flebotomi

2.1.1 Definisi Flebotomi

Flebotomi (bahasa inggris: phlebotomy) berasal dari kata Yunani phleb dan tomia.
Phleb berarti pembuluh darah vena dan tomia berarti mengiris/memotong (“cutting”). Dulu
dikenal istilah vena sectie (Bld), venesection atau veni section(Ing). Sedangkan Flebotomist
adalah seorang tenaga medik yang telah mendapat latihan untuk mengeluarkan dan
menampung specimen darah dari pembuluh darah vena, arteri atau kapiler. Teknik flebotomi
merupakan suatu cara pengambilan darah (sampling) untuk tujuan tes laboratorium atau bisa
juga pengumpulan darah untuk didonorkan.

2.1.2 Cara Memperoleh Darah

Alat-alat yang digunakan untuk mengambil darah, yaitu :

a. Sarung tangan

Alat ini merupakan pembatas fisik terpenting untuk mencegah terjadi infeksi, tetapi
harus diganti setiap kontak dengan satu pasien ke pasien yang lainnnya untuk mencegah
kontaminasi silang. Sarung tangan harus dipakai kalau menangani darah, duh tubuh, sekresi
dan eksresi (kecuali keringat). Petugas kesehatan (Plebotomis) menggunakan sarung tangan
untuk tiga alasan, yaitu:

a) Mengurangi resiko petugas kesehatan terkena infeksi dari pasien.


b) Mencegah penularan flora kulit petugas kepada pasien.
c) Mengurangi kontaminasi tangan petugas kesehatan dengan mikroorganisme yang
dapat berpindah dari satu pasien ke pasien lain.

3
b. Masker

Masker digunakan untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan atau
petugas bedah berbicara, batuk, bersin, dan juga mencegah ciprtan darah atau cairan tubuh
yang terkontaminasi masuk ke dalam hidung atau mulut petugas kesehatan.

c. Spuit

Adalah alat yang digunakan untuk pengambilan darah atau pemberian injeksi
intravena dengan volume tertentu. Spuit mempunyai skala yang dapat digunakan untuk
mengukur jumlah darah yang akan diambil, volume spuit bervariasi dari 1ml, 3ml, 5ml
bahkan ada yang sampai 50ml yang biasanya digunakan untuk pemberian cairan sonde atau
syring pump.

d. Tourniquet

Adalah alat yang digunakan untuk pengambilan darah atau pemberian injeksi
intravena dengan volume tertentu. Spuit mempunyai skala yang dapatdigunakan untuk
mengukur jumlah darah yang akan diambil, volume spuit bervariasi dari 1ml, 3ml, 5ml
bahkan ada yang sampai 50ml yang biasanyadigunakan untuk pemberian cairan sonde atau
syring pump. Tourniquet merupakan bahan mekanis yang fleksibel, biasanya terbuat dari
karetsintetis yang bisa merenggang. Digunakan untuk pengebat atau pembendung pembuluh
darah pada organ yang akan dilakukan penusukan plebotomy. Adapun tujuan pembendungan
ini adalah untuk fiksasi, pengukuhan vena yang akan diambil. Dan juga untuk menambah
tekanan vena yang akan diambil, sehingga akanmempermudah proses penyedotan darah
kedalam spuit.

e. Kapas alkohol

Merupakan bahan dari wool atau kapas yang mudah menyerap dan dibasahidengan
antiseptic berupa etil alkohol. Tujuan penggunaan kapas alkohol adalah untuk menghilangkan
kotoran yang dapat mengganggu pengamatan letak vena sekaligus mensterilkan area
penusukan agar resiko infeksi bisa ditekan.

4
f. Needle, Wing Needle

Ialah ujung spuit atau jarum yang digunakan untuk pengambilan secara vakum.
Needle ini bersifat non fixed atau mobile sehingga mudah dilepas dari spuitserta container
vacuum. Penggantian needle dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan besarnya vena yang
akan diambil atau untuk kenyamanan pasien yang menghendaki pengambilan dengan jarum
kecil.

g. Vacuum Tube

Tabung vakum pertama kali dipasarkan dengan nama dagang Vacutainer. Jenis
tabung ini berupa tabung reaksi yang hampa udara, terbuat dari kaca atau plastik. Ketika
tabung dilekatkan pada jarum, darah akan mengalir masuk ke dalam tabung dan berhenti
mengalir ketika sejumlah volume tertentu telah tercapai

h. Blood Container

Tabung tempat penampungan darah yang tidak bersifat vakum udara. Ini biasa
digunakan untuk pemeriksaan manual, dan dengan keperluan tertentumisalnya pembuatan
tampungan sendiri untuk efisiensi biaya.

i. Plester

Digunakan untuk fiksasi akhir penutupan luka bekas plebotomi, sehingga membantu
proses penyembuhan luka dan mencegah adanya infeksi akibat perlukaan atau trauma akibat
penusukan.

Kesalahan yang terjadi saat menggunakan vacutiner:

 Tidak mencuci tangan terlebih dahulu


 Tidak melindungi diri dengan sarung tangan selama prosedur dilakukan.
 Tidak membolak balik vacutainer setelah memasukkan sampel darah. Segera setelah
dimasukkan ke dalam tabung, tabung harus dibolak balikkan untuk mencegah
pecahnya sel darah merah. Harap diperhatikan, membolak balik tidak sama dengan
mengocok tabung sampel. Mengocok tabung sampel malah akan membuat sampel
rusak.
5
 Tidak memberi nama pada tabung vacutainer.
 Memilih pembuluh darah yang kecil, sulit dilihat atau yang berkelok-kelok.
Sebaiknya pilih pembuluh darah yang berada pada lekukan siku.
 Posisi bevel tidak dihadapkan ke atas.

2.1.3 Prosedur Kerja

Pada pengambilan darah vena (venipuncture), contoh darah umumnya diambil dari vena
median cubital , pada anterior lengan (sisi dalam lipatan siku).Vena ini terletak dekat dengan
permukaan kulit, cukup besar, dan tidak ada pasokan saraf besar. Apabila tidak
memungkinkan, vena chepalica atau vena basilica bisa menjadi pilihan berikutnya.
Venipuncture pada vena basilica harus dilakukan dengan hati-hati karena letaknya berdekatan
dengan arteri brachialis dan syaraf median. Jika vena cephalica dan basilica ternyata tidak
bisa digunakan, maka pengambilan darah dapat dilakukan di vena di daerah pergelangan
tangan. Lakukan pengambilan dengan dengan sangat hati-hati dan menggunakan jarum
yang ukurannya lebih kecil. Lokasi yang tidak diperbolehkan diambil darah adalah :

a) Lengan pada sisi mastectomy


b) Daerah edema
c) Hematoma
d) Daerah dimana darah sedang ditransfusikan
e) Daerah bekas luka
f) Daerah dengan cannula, fistula atau cangkokan vascular
g) Daerah intra-vena lines Pengambilan darah di daerah ini dapat menyebabkan
darah menjadi lebih encer dan dapat meningkatkan atau menurunkan kadar zat tertentu.
Ada dua cara dalam pengambilan darah vena, yaitu cara manual dan cara vakum.Cara
manual dilakukan dengan menggunakan alat suntik ( syring ), sedangkan cara vakum dengan
menggunakan tabung vakum (vacutainer ).

Pengambilan darah vena menggunakan vacutainer & jarum bersayap/kupu


(winged needle)

Pada dasarnya pengambilan darah vena menggunakan vacutainer sama seperti


pengambilan darah vena menggunakan spirit/syringe (jarum suntik biasa), yang membedakan
adalah pada saat setelah menusukkan jarum dan kemudian melakukan penyedotan darah ke
6

dalam vakum-vakum khusus yg sudah terisi oleh antikogulagen sesuai pemeriksaan dan
mempunyai system urutan pengambilan darah pemeriksaan. Urutan pengambilan sampel
(vacutainer):

1. Kultur darah
2. Tabung antara
3. Koagulasi
4. Serum kimia
5. Plasma separator gel tubes hematologi crossmacth
6. Glucose (oxalate) atau bank darah

2.1.4 Komplikasi Flebotomi

Komplikasi berkenaan dengan tindakan Flebotomi

1. Syncope

Syncope adalah keadaan dimana pasien kehilangan kesadarannya beberapa saat/


sementara waktu sebagai akibat menurunnya tekanan darah. Gejala dapat berupa rasa pusing,
keringat dingin, nadi cepat,pengelihatan kabur/ gelap, bahkan bisa sampai muntah. Hal ini
biasanya terjadi karena adanya perasaan takut atau akibat pasien puasa terlalu lama. Rasa
takut atau cemas bisa juga timbul karena kurang percaya diri Itulah sebabnya mengapa perlu
memberikan penjelasan kepada pasien tentang tujuan pengambilan darah dan prosedur yang
akan dialaminya. Penampilan dan prilaku seorang Flebotomis juga bisa mempengaruhi
keyakinan pasien sehingga timbul rasa curiga/ was-was ketika proses pengambilan darah
akan dilaksanakan. Oleh sebab itupenampilan dan prilaku seorang flebotomis harus
sedemikian rupa sehingga tampak berkompetensi dan Fropesional.

 Cara mengatasi :

a. Hentikan pengambilan darah


b. Baringkan pasien ditempat tidur, kepala dimiringkan kesalah satusisi
c. Tungkai bawah ditinggikan ( lebih tinggi dari posisi kepala )
d. Longgarkan baju yang sempit dan ikat pinggang
7
e. Minta pasien menarik nafas panjang
f. Hubungi dokter
g. Pasien yang tidak sempat dibaringkan, diminta menundukan kepala diantara kedua
kakinya dan menarik nafas panjang

 Cara Pencegahan

Pasien diajak bicara supaya perhatiannya dapat dialihkan. Pasien yang akan dirawat
syncope sebaiknya dianjurkan berbaring pada waktu pengambilan darah. Kursi pasien
mempunyai sandaran dan tempat/ sandaran tangan.

2. Rasa Nyeri

Rasa nyeri berlangsung tidak lama sehingga tidak memerlukan penanganan khusus. Nyeri
bisa timbul akibat alkosol yang belum kering atau akibat penarikan jarum yang terlalu kuat

 Cara pencegahan

 Setelah disinfeksi kulit, yakin dulu bahwa alcohol sudah mengering sebelum
pengambilan darah dilakukan.
 Penarikan jarum tidak terlalu kuat
 Penjelasan/ Menggambarkan sifat nyeri yang sebenarnya (memberi contoh )

3. Hematoma

Hematoma dalah terkumpulnya massa darah dalam jaringan (dalam Hal Flebotomi :
jaringan dibawah kulit ) sebagai akibat robeknya pembuluh darah. Faktor penyebab terletak
pada teknik pengambilan darah :

 Jarum terlalu menungkin sehingga menembus dinding vena


 Penusukan jarum dangkal sehingga sebagian lubang jarum berada diluar vena
 Setelah pengambilan darah, tempat penusukan kurang ditekan atau kurang lama
ditekan
 Pada waktu jarum ditarik keluar dari vena, tourniquet ( tourniket)belum dikendurkan
 Temapat penusukan jarum terlalu dekat dengan tempat turniket.

8
 Cara mengatasi

Jika dalam proses pengambilan darah terjadi pembengkakan kulit disekitar tempat penusukan
jarum segera :

1) Lepaskan turniket dan jarum


2) Tekan tempat penusukan jarum dengan kain kasa
3) Angkat lengan pasien lebih tinggi dari kepala (+- 15 menit)
4) Kalau perlu kompres untuk mengurangi rasa nyeri

4. Pendarahan

Komplikasi pendarahan lebih sering terjadi pada pengambilan darah alteri. Pengambilan
darah kapiler lebih kurang resikonya.Pendarahan yang berlebihan ( atau sukar berhenti )
terjadi karena terganggunya system kouglasi darah pasien. Hal ini bisa terjadi karena :

 Pasien mengalami pengobatan dengan obat antikougulan sehingga menghambat


pembekuan darah
 Pasien menderita gangguan pembekuan darah ( trombositopenia,defisiensi factor
pembeku darah (misalnya hemofilia )
 Pasien mengidap penyakit hati yang berat ( pembentukanprotrombin, fibrinogen
terganggu ).

 Cara Mengatasi :

a. Tekan tempat pendarahan

b. Panggil perawat/dokter untuk penanganan selanjutnya

 Cara pencegahan

a. Perlu anamnesis ( wawancara) yang cermat denga pasien

b. Setelah pengambilan darah, penekanan tempat penusukan jarum perlu ditekan


lebih lama

9
5. Allergi

Alergi bisa terjadi terhadap bahan- bahan yang dipakai dalam flebotomi, misalnya
terhadap zat antiseptic/ desinfektan, latex yang adapada sarung tangan, turniket atau
plester.Gejala alergi bisa ringan atau berat, berupa kemerahan, rhinitis,radang selaput mata;
kadang-kadang bahkan bisa (shock)\

 Cara mengatasi :

a. Tenangkan pasien, beri penjelasan


b. Panggil dokter atau perawat untuk penanganan selanjutnya

 Cara pencegahan

a. Wawancara apa ada riwayat allergi


b. Memakai plester atau sarung-tangan yang tidak mengandung latex

6. Trombosis

Terjadi karena pengambilan darah yang berulang kali ditempat yang sama sehingga
menimbulkan kerusakan dan peradangan setempat dan berakibat dengan penutupan
( occlusion ) pembuluh darah. Hal ini juga terlihat pada kelompok pengguna obat ( narcotics )
yang memakai pembuluh darah vena.

 Cara pencegahan

a. Hindari pengambilan berulang ditempat yang sama


b. Pembinaan peninap narkotika

7. Komplikasi neuologis

Komplikasi neurologist dapat bersifat local karena tertusuknya syaraf dilokasi


penusukan, dan menimbulkan keluhan nyeri ataukesemutan yang menjalar ke lengan, seperti
yang sudah dijelaskansebelumnya. Walaupun jarang, serangan kejang ( seizures) dapat
pula terjadi.

10
 Penanganan :

a. Pasien yang mengalami serangan saat pengambilan darah harus dilindungi dari
perlukaan.
b. Hentikan pengambilan darah, baringkan pasien dengan kepala miringkan ke satu sisi,
bebaskan jalan nafas, hindari agar lidah tidak tergigit.
c. Segera mungkin aktifkan perlengkapan keselamatan, hubungi dokter
d. Lakukan penekanan secukupnya di daerah penusukan sambil membatasi pergerakan
pasien.

2.1.5 Kegagalan Pada Proses Pengambilan Darah (Flebotomi)

Faktor yang dapat menyebabkan antara lain :

1. Puasa Sebelum Melakukan Pengambilan Darah

Beberapa pemeriksaan yang mewajibkan puasa diantaranya adalah pemeriksaan


glukosa, kolesterol (profil lipid atau lemak), urea, dan asam urat. Dalam konteks
laboratorium, definisi puasa adalah tidak mengonsumsi makanan dan minuman (kecuali air
putih) dalam jangka waktu yang ditentukan. Puasa yang dimaksud di sini adalah tidak
mengonsumsi makanan. Tapi, kamu dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan air putih. Sebab,
tubuh yang terhidrasi dengan baik akan memberikan gambaran kada pemeriksaan yang
sebenarnya (valid).

Puasa sebelum cek darah dilakukan untuk menjaga validitas hasil pemeriksaan.
Terutama untuk memastikan agar hasil pemeriksaan tidak dipengaruhi oleh konsumsi
makanan terakhir dan dapat diinterpretasikan dengan benar oleh dokter. Sebab tanpa disadari,
kandungan gizi dalam makanan dan minuman yang kamu konsumsi sebelum cek darah akan
diserap ke dalam aliran darah dan berdampak langsung pada glukosa darah, lemak, dan zat
besi sesaat setelah kamu makan.

Hal Yang Terjadi Jika Tidak Berpuasa:


Hasil pemeriksaan tidak akan seakurat saat kamu berpuasa sesuai anjuran. Ini karena
hasil pemeriksaan masih dipengaruhi oleh makanan dan minuman yang kamu makan sebelum

11
pemeriksaan, dan bukan gambaran dari kondisi tubuhmu sebenarnya. Agar hasilnya
maksimal, maka diperlukan pemeriksaan ulang. Kecuali jika kamu memang memiliki
pantangan tertentu yang membuat kamu tidak bisa berpuasa.
Tes Kesehatan yang Perlu Puasa Sebelumnya

Bagi kamu yang akan melakukan tes kesehatan, yuk cek terlebih dulu apakah tes kesehatan
tersebut memerlukan puasa sebelumnya.

 Tes darah

Tidak semua tes darah perlu puasa sebelumnya. Tes darah yang membuatmu perlu
puasa 8-16 jam antara lain yang berperan untuk memeriksa: kadar gula darah, trigliserida,
fungsi hati, kolesterol, lipoprotein, high-density lipoprotein (HDL) dan low-density
lipoprotein (LDL). Pada tes kadar gula darah, umumnya diminta untuk puasa 8-10 jam
sebelum tes. Sementara untuk tes zat besi maupun kolesterol dalam darah, kamu perlu puasa
sekitar 12 jam sebelum tes. Selain itu, ada pula tes darah yang mensyaratkan untuk
menghindari beberapa jenis makanan tertentu atau obat-obatan.

 Gastroskopi

Kamu perlu puasa 6 jam sebelum melakukan gastroskopi. Selain memudahkan dokter
melihat isi lambung, puasa juga berguna untuk mengurangi risiko muntah dan tersedak
karena isi lambung masuk ke saluran pernapasan.

 Kolonoskopi

Sehari sebelum menjalani kolonoskopi, kamu hanya dapat minum air putih dan perlu
makan makanan berserat 2-3 hari sebelumnya. Beberapa jam sebelumnya kamu perlu puasa
dan minum obat pencahar untuk mengosongkan usus.

 Anestesi

Begitu juga bila kamu akan menjalani pemeriksaan yang memerlukan pembiusan
(anestesi umum atau total), kamu perlu puasa beberapa jam sebelumnya.

12
2. karena jarum kurang dalam.
3. Jarum terlalu dalam/tembus, lubang jarum menempel didinding pembuluh darah, vena
kolap atau tabung tidak vakum. Vena kolaps dapatterjadi bila menarik penghisap
dengan cepat, menggunakan tabung yangterlalu besar atau jarum terlalu kecil.

2.2 Venipuncture

2.2.1 Pengertian Venipuncture

Venipungsi adalah pengumpulan darah dari vena. Venipuncture (terkadang disebut


sebagai venapuncture, venepuncture atau bahkan venu puncture) adalah pengumpulan darah
dari vena yang biasanya dilakukan untuk pengujian laboratorium. Darah biasanya diambil
dari pembuluh darah di bagian atas tangan atau dari bagian dalam siku.

Venipuncture membutuhkan keterampilan yang baik untuk melakukan prosedur tidak


hanya dengan benar, tetapi juga tanpa rasa sakit. Ada beberapa risiko kecil yang terkait
dengan venipuncture yang mungkin termasuk pendarahan yang berlebihan, perasaan pusing,
pingsan, kerusakan saraf, hematoma (penumpukan darah di bawah kulit), dan infeksi.

2.2.2 Peralatan Venipuncture

Peralatan yang digunakan selama uji venipuncture dapat bervariasi, tetapi berikut ini yang
paling umum digunakan untuk venipuncture rutin:

1) Tabung koleksi
2) Jarum
3) Turniket
4) Tisu / Penyeka
5) Kain kasa
6) Perban
7) Sarung tangan
8) Unit pembuangan

2.2.3 Prosedur Venipucture

Mari kita lihat dengan cepat, tingkat tinggi pada prosedur venipuncture. Untuk perincian

13
mendetail dari setiap langkah uji venipungsi sebagai berikut :

1) Area tempat pengambilan darah pertama kali dibersihkan dengan larutan pembunuh
kuman.
2) Kemudian teknisi medis atau phlebotomist akan membungkus pita fleksibel di bagian
atas lengan untuk memberikan tekanan pada area tersebut sehingga vena membesar
dengan darah. Sebuah jarum kemudian dengan lembut dimasukkan ke dalam vena.
3) Darah dikumpulkan ke dalam botol atau tabung terpasang yang kedap udara dan pita
fleksibel kemudian dilepaskan dari lengan. Jika beberapa sampel darah akan diambil,
phlebotomist harus berhati-hati untuk mengikuti urutan pengambilan yang benar.
4) Akhirnya, ketika darah yang diperlukan diambil, jarum akan dikeluarkan dan dibuang
dengan benar ke dalam wadah benda tajam dan tempat tusukan akan ditutup untuk
menghentikan pendarahan.

2.3 Terapi Intravena (Infus)

2.3.1 Pengertian Terapi Intravena (Infus)

Terapi Intravena (IV) adalah menempatkan cairan steril melalui jarum, langsung ke
vena pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit (natrium, kalsium, kalium),
nutrient (biasanya glukosa), vitamin atau obat (Brunner & Sudarth, 2002). Terapi intravena
adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh
vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari
tubuh (Darmadi,2010). Terapi intravena (IV) digunakan untuk memberikan cairan ketika
pasien tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam yang
dirperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang diperlukan
untuk metabolisme dan memberikan medikasi (Perry & Potter, 2006).

2.3.2 Tujuan Pemberian Terapi Intravena (Infus)

Memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung air,


elektrolit,vitamin, protein, lemak, dan kalori, yang tidak dapat dipertahankan secara adekuat
melalui oral, memperbaiki keseimbangan asambasa, memperbaiki volume komponen-
komponen darah, memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh,

14
memonitor tekanan vena sentral (CVP), memberikan nutrisi pada saat sistem pencernaan
mengalami gangguan (Perry & Potter, 2006).

2.3.3 Vena Tempat Pemasangan Infus

Menurut Perry & Potter (2006) vena-vena tempat pemasangan infus: Vena
Metakarpal, vena sefalika, vena basilica, vena sefalika mediana, vena basilika mediana, vena
antebrakial mediana.

2.3.4 Cara Pemilihan Daerah Insersi Pemasangan Infus

Menurut Perry & Potter (2006) banyak tempat bisa digunakan untuk terapi intravena,
tetapi kemudahan akses dan potensi bahaya berbeda di antara tempat-tempat ini.
Pertimbangan perawat dalam memilih vena adalah sebagai berikut: Usia klien (usia dewasa
biasanya menggunakan vena di lengan, sedangkan infant biasanya menggunakan vena di
kepala dan kaki), lamanya pemasangan infus (terapi jangka panjang memerlukan pengukuran
untuk memelihara vena), type larutan yang akan diberikan, kondisi vena klien, kontraindikasi
vena-vena tertentu yang tidak boleh dipungsi, aktivitas pasien (misal bergerak, tidak
bergerak, perubahan tingkat kesadaran, gelisah), terapi IV sebelumnya (flebitis sebelumnya
membuat vena menjadi tidak baik untuk digunakan), tempat insersi/pungsi vena yang umum
digunakan adalah tangan dan lengan. Namun vena-vena superfisial di kaki dapat digunakan
jika klien dalam kondisi tidak memungkinkan dipasang di daerah tangan. Apabila
memungkinkan, semua klien sebaiknya menggunakan ekstremitas yang tidak dominan.

2.3.5 Indikasi dan Kontraindikasi Pemberian Terapi Intravena

Menurut Perry & Potter (2006) indikasi pada pemberian terapi intravena: pada
seseorang dengan penyakit berat, pemberian obat melalui intravena langsung masuk ke dalam
jalur peredaran darah. Misalnya pada kasus infeksi bakteri dalam peredaran darah (sepsis).
Sehingga memberikan keuntungan lebih dibandingkan memberikan obat oral. Namun sering
terjadi, meskipun pemberian antibiotika intravena hanya diindikasikan pada infeksi serius,
rumah sakit memberikan antibiotika jenis ini tanpa melihat derajat infeksi. Antibiotika oral
(dimakan biasa melalui mulut) pada kebanyakan pasien dirawat di rumah sakit dengan infeksi
bakteri, sama efektifnya dengan antibiotika intravena, dan lebih menguntungkan dari segi
kemudahan administrasi rumah sakit, biaya perawatan, dan lamanya perawatan.

15
Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral (efektivitas darah jika dimasukkan
melalui mulut) yang terbatas. Atau hanya tersedia dalam intravena (sebagai obat suntik).
Misalnya antibiotika golongan aminoglikosida yang susunan kimiawinya “polications” dan
sangat polar, sehingga tidak dapat diserap melalui jalur gastrointestinal (di usus hingga
sampai masuk ke dalam darah). Maka harus dimasukkan ke dalam pembuluh darah langsung.
Pasien tidak dapat minum obat karena muntah, atau memang tidak dapat menelan obat (ada
sumbatan di saluran cerna atas).

Pada keadaan seperti ini, perlu dipertimbangkan pemberian melalui jalur lain seperti
rektal (anus), sublingual (di bawah lidah), subkutan (di bawah kulit), dan intramuskular
(disuntikkan di otot). Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedakobat masuk
ke pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain dipertimbangkan. Kadar puncak obat
dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan melalui injeksi bolus (suntikan
langsung ke pembuluh balik/vena). Peningkatan cepat konsentrasi obat dalam darah tercapai,
misalnya pada orang yang mengalami hipoglikemia berat dan mengancam nyawa, pada
penderita diabetes mellitus. Alasan ini juga sering digunakan untuk pemberian antibiotika
melalui infus/suntikan, namun perlu diingat bahwa banyak antibiotika memiliki
bioavalaibilitas oral yang baik, dan mampu mencapai kadar adekuat dalam darah untuk
membunuh bakteri.

Menurut Darmadi (2008) kontraindikasi pada pemberian terapi intravena: Inflamasi


(bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus. Daerah lengan bawah pada
pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena
(A-V shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci darah). Obat-obatan yang berpotensi iritan
terhadap pembuluh vena kecil yang aliran darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di
tungkai dan kaki).

2.3.6 Tipe-tipe Cairan Intravena

Cairan hipotonik: osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion


Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan
osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan
sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah keosmolaritas tinggi), sampai
akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi,

16
misalnya pada pasien cuci darah 17 (dialysis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien
hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik.

Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam


pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan
intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa
2,5%. Cairan Isotonik: osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum
(bagiancair dari komponen darah), sehingga terus berada di osmolaritas (tingkat kepekatan)
cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di
dalam pembuluh darah.

Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh,


sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan
cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah
cairan RingerLaktat (RL), dan normalsaline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%). Cairan,
hipertonik: osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan dan
elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan
darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya
kontradiktif dengan cairan Hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik,
Dextrose 5%+RingerLactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.

Tekanan osmotic adalah gaya yg diperlukan untuk mengimbangi desakan zat pelarut
yang melalui selaput semipermiabel ke dalam larutan. Membran semipermiabel adalah suatu
selaput yang dapat dilalui molekul-molekul pelarut & tidak dapat dilalui oleh zat terlarut.
Cairan yg digunakan dalam IV harus mempunyai tekanan osmotic yg kira-kira sama dengan
tekanan osmotic dalam sel darah. Karena, jika konsentrasi cairan tidak sesuai dapat
mengakibatkan krenasi (pengerutan sel) dan hemolisis (sel darah merah pecah). (Perry &
Potter, 2006)

Pembagian cairan lain adalah berdasarkan kelompoknya:

a. Cairan Kristaloid : bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan
(volume expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu 18 yang singkat, dan berguna
pada pasien yang memerlukan cairan segera. Misalnya Ringer-Laktat dan garam fisiologis.

17
b. Cairan Koloid : ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan
keluar dari membrane kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya
hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah albumin
dan steroid (Perry & Potter, 2006).

2.3.7 Komposisi Cairan Terapi Intravena

Larutan Nacl (berisi air dan elektrolit (Na+, cl-), Larutan dextrose (berisi air atau
garam dan kalori), Ringer laktat, berisi air (Na+ , K+ , cl- , ca ++, laktat), Balans isotonic
berisi (air, elektrolit, kalori ( Na+ , K+ , Mg++, cl- , HCO, glukonat), Whole blood (darah
lengkap) dan komponen darah, Plasma expanders (berisi albumin, dextran, fraksi protein
plasma 5%, hespan yang dapat meningkatkan tekanan osmotic, menarik cairan dari
intertisiall, kedalam sirkulasi dan meningkatkan volume darah sementara), Hiperelimentasi
parenteral (berisi cairan, elektrolit, asam amino, dan kalori) (Smeltzer & Bare, 2002).

2.3.8 Menentukan kecepatan cairan Intravena (Infus)

Pertama atur kecepatan tetesan pada tabung IV. Tabung makrodrip dapat meneteskan
10 atau 15 tetes per 1 ml. Tabung mikrodrip meneteskan 60 tetes per 1 ml. Jumlah tetesan
yang diperlukan untuk 1 ml disebut faktor tetes. Atur jumlah mililiter cairan yang akan
diberikan dengan jumlah total cairan yang akan diberikan dengan jumlah jam infus yang
berlangsung. Kemudian kalikan hasil tersebut dengan faktor tetes. Untuk menentukan berapa
banyak tetesan yang 19 akan diberikan permenit, bagi dengan 60. Hitung jumlah tetesan
permenit yang akan diinfuskan. Jika kecepatan alirannya tidak tepat, sesuaikan dengan
kecepatan tetesan (Smeltzer & Bare, 2002).

2.3.9 Hal-hal yang harus diperhatikan terhadap Tipe-tipe Infus

Dextrose 5% in water (D 5 W) digunakan untuk menggantikan air (cairan hipotonik)


yang hilang, memberikan suplai kalori, juga dapat dibarengi dengan pemberian obat-obatan
atau berfungsi untuk mempertahankan vena dalam keadaan terbuka dengan infus tersebut.
Hati-hati terhadap terjadinya intoksikasi cairan (hiponatremia, sindroma pelepasan hormon
antidiuretik yang tidak semestinya). Jangan digunakan dalam waktu yang bersamaan dengan
pemberian transfusi (darah atau komponen darah).

18
Natrium Clorida (Nacl) 0,9% digunakan untuk menggantikan garam (cairan isotonik) yang
hilang, diberikan dengan komponen darah, atau untuk pasien dalam kondisi syok
hemodinamik. Hati-hati terhadap kelebihan volume isotonik (misalnya: gagal jantung dan
gagal ginjal). Ringer laktat digunakan untuk menggantikan cairan isotonik yang hilang,
elektrolit tertentu, dan untuk mengatasi asidosis metabolik tingkat sedang. (Perry & Potter,
2006).

2.3.10 Tipe-tipe Pemberian Terapi Intravena (Infus)

Intravena (IV) push (IV bolus) adalah memberikan obat dari jarum suntik secara
langsung kedalam saluran/jalan infus. Indikasi: pada keadaan emergency resusitasi jantung
paru, memungkinkan pemberian obat langsung kedalam intravena, Untuk mendapat respon
yang cepat terhadap pemberian obat (furosemid dan digoksin), Untuk memasukkan dosis obat
dalam jumlah besar secara terus menerus melalui infus (lidocain, xilocain), Untuk
menurunkan ketidaknyamanan pasien dengan mengurangi kebutuhan akan injeksi, Untuk
mencegah masalah yang mungkin timbul apabila beberapa obat yang dicampur. Continous
Infusion (infus berlanjut) dapat diberikan secara tradisional melalui cairan yang digantung,
dengan atau tanpa pengatur kecepatan aliran. Infus melalui intravena, intra arteri, dan intra
thecal (spinal) dapat dilengkapi dengan menggunakan pompa khusus yang ditanam maupun
eksternal.

Hal yang perlu dipertimbangkan yatu: Keuntungan: mampu untuk mengimpus cairan
dalam jumlah besar dan kecil dengan akurat, adanya alarm menandakan adanya masalah
seperti adanya udara di selang infus atau adanya penyumbatan, mengurangi waktu perawatan
untuk memastikan kecepatan aliran infus. Kerugian: memerlukan selang yang khusus dan
biaya lebih mahal Intermitten Infusion (Infus Sementara) dapat diberikan melalui heparin
lock, “piggy bag” untuk infus yang kontiniu, atau untuk terapi jangka panjang melalui
perangkat infus. (Perry & Potter, 2006).

2.3.11 Komplikasi Terapi Intravena (Infus)

Menurut Darmadi (2010) beberapa komplikasi yang dapat terjadi dalam pemasangan
infus:

1) hematoma, yakni darah mengumpul dalam jaringan 21 tubuh akibat pecahnya


pembuluh darah arteri vena, atau kapiler, terjadi akibat penekanan yang kurang tepat
19
saat memasukkan jarum, atau “tusukan” berulang pada pembuluh darah.
2) Infiltrasi, yakni masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan pembuluh
darah), terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh darah.
3) Plebitis, atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi akibat infus yang
dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar.
4) Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi akibat
masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah, rasa
perih/sakit dan reaksi alergi.
5) Hipevolemia/ overload cairan adalah kondisi tubuh yang menyimpan terlalu banyak
kelebihan volume cairan.

Gejala-gejala seseorang mengalami overload cairan:


 Wajah bengkak (terutama pada area mata)
 Retensi air didaerah perut
 Kaki dan pergelangan kaki bengakak
 Terdapat ruam dan nyeri
 Kaki dan perut bengkak
2.4 Transfusi Darah

2.4.1 Pengertian Transfusi Darah

Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis darah dari satu
orang ke sistem peredaran orang lainnya. Transfusi darah berhubungan dengan kondisi medis
seperti kehilangan darah dalam jumlah besar disebabkan trauma, operasi, syok dan tidak
berfungsinya organ pembentuk sel darah merah. Pemberian transfusi darah diberikan dokter
sesuai dengan indikasi medis. Berikut beberapa manfaat transfusi darah :

 Meningkatkan kadar Hb (Hemoglobin) pada keadaan anemia,


 Mengganti darah yang hilang karena perdarahan misalnya perdarahan saat
melahirkan,
 Mengganti kehilangan plasma darah misalnya pada luka bakar,
 Mencegah dan mengatasi perdarahan karena kekurangan/kelainan komponen darah
misalnya pada penderita thalassemia.

20
Melakukan donor darah secara rutin terbukti dapat memberikan beragam manfaat bagi
kesehatan tubuh orang yang melakukananya. Lakukan donor darah secara rutin pada: Setiap 3
bulan sekali (laki-laki) Setiap 4 bulan sekali (perempuan). Manfaat yg dimaksud adalah:
1. Menurunkan risiko penyakit jantung
2. Membuang zat besi yg berlebhan
3. Menurunkan risiko kanker
4. Menurunkan berat badan
5. Pemeriksaan kesehatan gratis

Autotransfusion

Merupakan proses dimana seseorang menerima darahnya sendiri untuk transfusi,alih-


alih darah alogenik yang disimpan di bank (donor terpisah). Ada dua juenis autotrsnsfusion
utama: darah dapat secara autologis "disumbangkan" (disebut demikian meskipun
"sumbangan "biasanya tidak Mengacu pada pemberian kepada diri sendiri). Autotransfusi
ditujukan pada situasi dimana terjadi kehilangan satu atau lebih unit darah. Manfaat
autotransfusi yaitu pada kasus golongan darah yang sangat langka, berisiko penularan
penyakit menular, pasokan terbatas dari darah homolog, atau situasi medis lain yang
merupakan kontraindikasi bagi darah homolog.

Autotransfusi juga diperlukan dalam prosedur pembedahan untuk mencegah


kehilangan darah yang berlebihan. Dalam mempersiapkan autotransfusi, diperlukan
pemahaman mengenai autotransfusi, terutama teknik-teknik autotransfusi perioperatif serta
indikasi dan kontraindikasinya. Teknik-teknik autotransfusi perioperatif dibagi atas
predeposit autologous blood donation, intraoperative blood salvage, postoperative blood
salvage, dan acute normovolemic haemodilution; masing-masing memiliki indikasi dan
kontraindikasi. Salah satu contoh indikasi autotransfusi yaitu prosedur ortopedik dan untuk
kontraindikasi yaitu keganasan. Penggunaan autotransfusi khususnya perioperatif dapat
dimaksimalkan dengan memilih teknik yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan pasien.

Syarat-syarat melakukan transfusi darah adalah sebagai berikut :


1. Usia 17-60 tahun (usia 17 tahun diperbolehkan menjadi donor bila mendapat izin tertulis
dari orang tua)
2. Berat badan minimal 45 kg
3. Temperatur tubuh 36,6 – 37,5 derajat Celcius
21
4. Tekanan darah baik yaitu sistole = 110-160 mmHg, diastole = 70-100 mmHg
5. Denyut nadi teratur yaitu sekitar 50-100 kali/menit
6. Hemoglobin perempuan minimal 12 gram, sedangkan untuk laki-laki minimal 12,5 gram
7. Jumlah penyumbangan per tahun paling banyak 5 kali dengan jarak penyumbangan
sekurang-kurangnya 3 bulan
8. Calon donor dapat mengambil dan menandatangani formulir pendaftaran, lalu menjalani
pemeriksaan pendahuluan, seperti kondisi berat badan, HB, golongan darah, dan dilanjutkan
dengan pemeriksaan dokter.

2.4.2 Indikasi

1) Pasien dengan kehilangan darah dalam jumlah besar (operasi besar, perdarahan
postpartum, kecelakaan, luka bakar hebat, penyakit kekurangan kadar Hb atau
penyakit kelainan darah).
2) Pasien dengan syok hemoragi
3) Penderita anemia, perdarahan saat melahirkan, kehilangan plasma darah misalnya
pada luka bakar, dan penderita thalassemia.

2.4.3 Kontraindikasi

1. Hb dan jumlah eritrosit dan leukosit pasien yang tidak normal.


2. Pasien yang memiliki tekanan darah rendah
3. Transfusi dengan golongan darah yang berbeda.
4. Transfusi dengan darah yang mengandung penyakit, seperti HIV/AIDS, Hepatitis B.

2.4.4 Hal-hal yang perlu diperhatikan :

1. Kondisi pasien sebelum ditranfusi


2. Kecocokan darah yang akan dimasukkan
3. Label darah yang akan dimasukkan
4. Golongan darah klien
5. Periksa warna darah (terjadi gumpalan atau tidak)
6. Homogenitas (darah bercampur semua atau tidak).
22
2.4.5 Persiapan Pasien :

1) Jelaskan prosedur dan tujuan tranfusi darah yang akan dilakukan


2) Jelaskan kemungkinan reaksi tranfusi darah yang kemungkinan terjadi dan pentingnya
melaporkan reaksi dengan cepat kepada perawat atau dokter
3) Jelaskan kemungkinan reaksi lambat yang mungkin terjadi, anjurkan untuk segera
melapor apabila reaksi terjadi
4) Apabila klien sudah dipasang infus, cek apakah set infusnya bisa digunakan untuk
pemberian transfuse
5) Apabila klien belum dipasang infus, lakukan pemasangan
6) Pastikan golongan darah pasien sudah teridentifikasi

2.4.6 Persiapan Alat :

1. Standar infuse
2. Set transfuse
3. Botol berisi NaCl 0,9%
4. Produk darah yang benar sesuai program medis
5. Pengalas
6. Torniket
7. Kapas alcohol
8. Plester
9. Gunting
10. Kasa steril
11. Betadine
12. Sarung tangan

2.4.7 Prosedur kerja :

1) Jelaskan prosedur kepada klien


2) Pastikan bahwa klien telah menandatangani persetujuan (informed consent)
3) Identifikasi kebenaran produk darah dan klien
4) Cuci tangan
23
5) Gantungkan larutan NaCl 0,9%
6) Gunakan selang infus yang mempunyai filter (selang Y atau Tunggal)
7) Pakai sarung tangan
8) Lakukan pemasangan infus NaCl 0,9% terlebih dahulu sebelum pemberian transfusi
darah
9) Lakukan lebih dahulu transfusi darah dengan memeriksa identifikasi kebenaran
produk darah : periksa komtabilitas dalam kantong darah, periksa kesesuaian dengan
identifikasi pasien, periksa kadaluwarsa, dan periksa adanya bekuan
10) Buka set pemberian darah
 Untuk selang Y, atur ketiga klem
 Untuk selang Tunggal, klem pengatur pada posisi off

11). Transfusi darah dengan selang Y

 Tusuk kantong NaCl 0,9%


 Isi selang dengan NaCl 0,9%
 Buka klem pengatur pada selang Y dan hubungkan ke kantong NaCl 0,9%
 Tutup/klem pada selang yang tidak digunakan
 Tekan sisi balik dengan ibu jari dan jari telunjuk (biarkan ruan filter terisi sebagian)
 Buka klem pengatur bagian bawah dan biarkan selang terisi NaCl 0,9%
 Kantong darah perlahan dibalik-balik 1-2 kali agar sel-selnya tercampur. kemudian
tusuk kantong darah dan buka klem pada selang dan filter terisi darah

12). Transfusi darah dengan selang Tunggal

 Tusuk kantong darah


 Tekan sisi balik dengan ibu jari dan jari telunjuk (biarkan ruan filter terisi sebagian)
 Buka klem pengatur biarkan selang infuse terisi darah
Maka berdasarkan langkah-langkah pemasangan transfusi darah menggunakan selang
Y dan selang Tunggal yang lebih efektif adalah menggunakan selang Tunggal.

13). Hubungkan selang transfusi ke kateter IV dengan membuka klem pengatur bawah

24
14). Setelah darah masuk, pantau tanda vital tiap 5 menit selama 15 menit pertama ,
dan tiap 15 menit selama 1 jam berikutnya

15). Setelah darah diinfuskan, bersihkan selang dengan NaCl 0,9%

16). Catat tipe, jumlah, dan komponen darah yang diberikan

17). Tahap terminasi

 Mengevaluasi hasil tindakan


 Berpamitan dengan pasien
 Membereskan dan kembalikan alat ke tempat semula
 Mencuci tangan
 Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan.

2.4.8 Risiko Komplikasi Dan Efek Samping Transfusi Darah

Sebagian besar jarang terjadi, simak beberapa komplikasi dan efek samping transfusi
darah ini:
1. Demam
Demam sebenarnya tidak dianggap berbahaya jika dialami pasien 1-6 jam setelah
transfusi. Namun, apabila demam diiringi dengan mual dan sakit di dada, pasien harus
menghubungi dokter dengan segera karena dapat mengindikasikan kondisi yang serius.
2. Reaksi alergi
Ya, reaksi alergi tetap mungkin terjadi walau pasien menerima darah dengan tipe
yang cocok. Gejala reaksi alergi yang bisa dirasakan pasien yaitu gatal-gatal dan biduran.
Reaksi alergi tersebut bisa terjadi saat proses transfusi sedang berlangsung atau setelahnya.
3. Reaksi hemolitik imun akut
Komplikasi ini jarang terjadi, namun sifatnya bisa gawat darurat jika dialami pasien.
Reaksi hemolitik imun akut terjadi ketika tubuh menyerang sel darah merah yang berasal dari
darah donor. Reaksi dapat terjadi saat proses transfuse atau sesudahnya. Reaksi hemolitik
imun akut menimbulkan beberapa gejala, seperti demam, menggigil, mual, serta nyeri di dada
atau punggung bagian bawah, urine menjadi gelap.
25
4. Reaksi hemolitik tertunda
Reaksi hemolitik tertunda sebenarnya mirip dengan reaksi hemolitik akut. Namun,
reaksi ini terjadi secara perlahan.
5. Reaksi anafilaktik
Reaksi anafilaktik ini terjadi saat pasien baru memulai transfusi dan berisiko
mengancam nyawa. Resipien atau penerima donor akan menunjukkan gejala seperti
pembengkakan di wajah dan tenggorokan, napas pendek, serta tekanan darah rendah.
6. Cedera paru-paru akut terkait transfusi (TRALI)
Cedera paru-paru akut terkait transfusi (TRALI) merupakan reaksi yang langka
namun berisiko fatal jika terjadi. Sesuai namanya, reaksi ini terjadi ketika paru-paru menjadi
rusak yang bisa dipicu oleh antibodi atau zat yang terkandung dalam darah donor. TRALI
bisa mulai terjadi dalam beberapa jam setelah dimulainya transfuse di mana pasien
mengalami demam dan tekanan darah rendah.
7. Hemokromatosis
Hemokromatosis merupakan kondisi saat kadar zat besi terlalu tinggi di dalam darah –
yang berisiko terjadi jika pasien menerima beberapa transfusi. Kondisi ini berbahaya karena
dapat merusak jantung dan hati.
8. Graft versus host disease
Komplikasi ini terjadi ketika sel darah putih dari darah donor menyerang sumsum
tulang penerima. Komplikasi langka namun berisiko fatal ini lebih rentan terjadi apabila
resipien memiliki sistem imun yang lemah.
9. Infeksi
Darah dari donor sebenarnya sudah melewati tahap pemeriksaan patogen di bank
darah. Namun, pada kasus langka, donor darah mungkin masih mengandung virus, bakteri,
maupun parasit sehingga memicu infeksi pada penerimanya.

Dari penjelasan beberapa contoh efek samping yang dapat ditimbulkan ketika
melakukan transfusi darah maka efek samping tersebut tidak berlangsung selama 1 bulan.
Misalnya pada yang mengalami demam biasanya hanya berlangsung selama 1-6 jam saja dan
itu merupakan efek yang normal dan wajar terjadi, namun apabila melebihi dari batas waktu
yang ditentukan segera lah periksa kan ke dokter, bidan, atau tenaga medis lainnya karena
dapat menyebabkan masalah yang lebih serius.

26
BAB III

PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

1. Flebotomi (bahasa inggris: phlebotomy) berasal dari kata Yunani phleb dan tomia. Phleb
berarti pembuluh darah vena dan tomia berarti mengiris/memotong (“cutting”). Teknik
flebotomi merupakan suatu cara pengambilan darah (sampling) untuk tujuan tes laboratorium
atau bisa juga pengumpulan darah untuk didonorkan.

2. Venipuncture (terkadang disebut sebagai venapuncture, venepuncture atau bahkan venu


puncture) adalah pengumpulan darah dari vena yang biasanya dilakukan untuk pengujian
laboratorium. Darah biasanya diambil dari pembuluh darah di bagian atas tangan atau dari
bagian dalam siku.

3. Terapi Intravena (IV) adalah menempatkan cairan steril melalui jarum, langsung ke vena
pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit (natrium, kalsium, kalium), nutrient
(biasanya glukosa), vitamin atau obat (Brunner & Sudarth, 2002). Terapi intravena adalah
pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena
(pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh
(Darmadi,2010).

4. Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis darah dari satu
orang ke sistem peredaran orang lainnya. Transfusi darah berhubungan dengan kondisi medis
seperti kehilangan darah dalam jumlah besar disebabkan trauma, operasi, syok dan tidak
berfungsinya organ pembentuk sel darah merah. Pemberian transfusi darah diberikan dokter
sesuai dengan indikasi medis.

3.2 SARAN

Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini akan


tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini
dikarenakan masih minimnya pengetahuan penulis. Oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan sebagai bahan evaluasi untuk
kedepannya.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Arfan, Andhy. Makalah Flebotomi. Diunduh dari


(https://www.academia.edu/35649352/MAKALAH_FLEBOTOMI?
show_app_store_popup=tru) pada tanggal 15 Agustus 2020 pukul 20.00 WIB.
2. Medline Plus, 2019. Venipucture Medline Plus Medical Encyclopedia. Diunduh dari
https://medlineplus.gov/ency/article/003423.htm pada tanggal 19 Agustus 2020 pukul
11.00 WIB.
3. PC Phlebotomy, 2018. What is Venipuncture. Diunduh dari
https://phlebotomycoach.com/faqs/what-is venipuncture#:~:text=Venipuncture
%20(sometimes%20referred%20to%20as,the%20inside%20of%20the%20elbow.
pada tanggal 19 Agustus 2020 pukul 15.00 WIB.
4. Raka, Pratama. 2015. Transfusi Darah. Diunduh dari
https://www.google.co.id/amp/s/www.kompasiana.com/amp/raka_pratama/transfusi-
darah_54f9530ba333115f378b501f pada tanggal 15 Agustus 2020 pukul 20.40 WIB.
5. Sinta, 2017. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Diunduh dari
https://sinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1202116032-3-BAB%20II%20BUDI.pdf pada
tanggal 19 Agustus 2020 pukul 16.00 WIB.

28

Anda mungkin juga menyukai