Disusun Oleh:
H +¿+OH ¿
Dari persamaan di atas terlihat bahwa 1 gram berat atom atau 1,008gram ion hidrogen
bereaksi dengan 1 gram berat ion atau 17,007 gram ion hidroksil. Larutan yang mengandung
jumlah ion hidrogen atau ion hidroksil ini dapat dianggap setara. Berat ekivalen suatu senyawa
dapat didefinisikan sebagai berat senyawa yang mengandung satu gram atom hidrogen yang
tersedia atau ekuivalen kimianya. Berat ekivalen dapat ditentukan sebagai berikut:
FW
Equivalent weight =
Z
Keterangan:
FW = berat rumus senyawa
Z = bilangan bulat positif
+¿¿
Pada larutan asam, nilai Z adalah nilai dari mol ion H yang diperoleh dari 1 mol asam.
Sedangkan untuk HCl nilai Z= 1, H2S04 nilai Z= 2, dam untuk asam asetat (CH3COOH) nilai
Z= 1, karena hanya 1 atom hidrogen saja dalam molekul asam asetat. Normal solutions dapat
disimbolkan dengan huruf “N”, jadi setengah normal solutions dapat dinyatakan sebagai 0,5 N
atau sebagai N/2.
Pengunaan larutan normal dipakai untuk pengukuran volumetrik seperti klorida dapat
diukur dengan uji titrasi dengan reagen seperti perak nitrat. Reaksi dapat melibatkan
pengendapan ion klorida sebagai perak klorida. Adapun beberapa contoh persamaan yang
digunakan adalah sebagai berikut:
+¿→ AgCl ¿
Cl−¿+ Ag ¿
−¿¿
+¿+Cl ¿
HCl → H
Pada reaksi pertama merupakan 1 mol dari Ag+¿¿ adalah ekivalen untuk 1 mol Cl−¿¿,
sedangkan reaksi kedua 1 mol Cl−¿¿ adalah ekivalen untuk 1 mol H +¿¿ . Dapat disimpulkan bahwa
nilai 1 mol Ag+¿¿ setara dengan 1 mol H +¿¿ . Jadi, larutan normal Ag+¿¿ mengandung 1 mol Ag+¿¿
per liter.
Bentuk ketiga dari larutan normal melibatkan nilai oksidasi dan reduksinya. Contohnya
yaitu larutan kalium dikromat, besi amonium sulfat, dan sodium tiosulfat. Berat ekivalen atau
berat senyawa yang diperlukan untuk membuat 1 liter larutan pengoksidasi atau pereduksi
normal diperoleh dari persamaan berikut:
0
+¿+ H ¿
0 +¿→ Na ¿
Na + H
Dalam kasus reaksi KH ¿ harus menghitung berat ekivalen. Untuk reaksi biasa adalah
FW/10, tetapi untuk reaksi biasa dengan KI adalah FW/12. Berat ekivalen Na SO3 harus dihitung
secara tidak langsung karena adanya perubahan bilangan oksidasi belerang yang tidak diketahui.
Dalam reaksi dengan yodium, satu Na2 S2 O3 setara dengan satu atom yodium. Oleh karena itu,
berat ekivalennya adalah FW/1.
Konsep atau teknik ketiga yaitu primary standards. Standarisasi atau pengukuran kekuatan
yang tepat dari larutan normal atau larutan lain yaitu bergantung pada penggunaan beberapa
bahan standar yang nilai kemurniannya diketahui. Standar primer biasanya garam atau garam
asam dengan kemurnian tinggi yang dapat dikeringkan pada suhu tertentu tanpa terurai dan dapat
ditimbang dengan tingkat akurasi yang tinggi. Contohnya adalah natrium karbonat dan kalium
asam ftalat, yang masing-masing digunakan untuk menstandardisasi larutan asam dan basa;
kalium bioodat dan kalium dikromat untuk larutan pereduksi; kalium oksalat untuk larutan
oksidasi; dan natrium klorida untuk larutan ion perak.
Konsep atau teknik keempat yaitu secondary standards. Setiap larutan yang telah
terstandarisasi oleh standar primer dapat dianggap sebagai standar sekunder. Teknik ini sering
dilakukan karena dapat menghemat waktu.
Konsep atau teknik kelima yaitu pilihan indikator. Analisis prosedur volumetrik
memberikan isyarat bahwa beberapa metode yang digunakan untuk menunjukkan titik akhir
stoikiometri yaitu titik ekivalen. Dalam proses menuju titik akhir stoikiometri diperlukan adanya
indikator untuk memberikan sinyal apabila mendekati titik akhir stoikiometri. Namun, apabila
tidak diberikan indikator maka dapat menyebabkan kesalahan yang cukup serius pada pekerjaan
volumetrik. Beberapa indikator yang sering digunakan ialah elektrometri, titrasi asam-basa,
pengendapan (presipitasi), adsorpsi, dan reduksi oksidasi. Semua jenis ini digunakan secara
teratur untuk melakukan analisis lingkungan.
Titrasi Asam dan Basa
Dalam titrasi asam-basa, zat pentitrasi yang digunakan selalu asam kuat ataupun basa kuat,
hal ini tentu saja akan menyebabkan terionisasi dengan sempurna. Oleh karena itu, kombinasi
yang terlibat dalam titrasi adalah kuat tambah kuat, atau lemah tambah kuat. pH titik ekivalen
yang terlibat dalam titrasi asam dan basa bervariasi, tergantung pada konstanta ionisasi dan
konsentrasi bahan yang digunakan. Untuk alasan ini, penggunaan indikator Potensiometri (pH
meter) lebih baik untuk mengukur titik akhir dalam titrasi asam atau basa, dan merupakan
praktik standar di sebagian besar laboratorium. Dalam indikator potensiometri (pH meter)
terdapat beberapa warna indikator dengan range pH 0-13 diantaranya yaitu apabila acid color
menunjukkan warna kuning dengan warna dasar violet terindikator methyl violet dengan nilai
range pH berkisar 0-2, apabila acid color menunjukkan warna kuning dengan warna dasar biru-
hijau terindikator acidic dengan nilai range pH berkisar 0-1.8, apabila acid color menunjukkan
warna merah dengan warna dasar kuning terindikator thymol blue (acidic) dengan nilai range pH
berkisar 1.2 - 2.8, dan seterusnya.
Indicators Acid Color Base Color pH Range
Methyl violet Yellow Violet 0-2
Malachite green (acidic) Yellow Blue-green 0-1.8
Thymol blue (acidic) Red Yellow 1.2-2.8
Bromphenol blue Yellow Blue 3.0-4.6
Methyl orange Red Yellow-orange 3.1-4.6
Indicators Acid Color Base Color pH Range
Bromcresol green Yellow Blue 3.8-5.4
Methyl red Red Yellow 4.4-6.2
Litmus Red Blue 4.5-8.3
Bromothymol blue Yellow Blue 6.0-7.6
Phenol red Yellow Red 6.8-8.4
Metacresol purple Yellow Purple 7.6-9.2
Thymol blue (alkaline) Yellow Blue 8.0-9.6
Phenolphthalein Colorless Red 8.2-9.8
Thymolphthalein Colorless Blue 9.3-10.5
Alizarin yellow Yellow Lilac 10.1-11.1
Malachite green (alkaline) Green Colorless 11.4-13.0
Apabila pH larutan di bawah angka 7, maka larutan tersebut bersifat asam. Namun, apabila
pH larutan di atas angka 7, maka larutan tersebut bersifat basa. Dicatat bahwa kurva titrasi untuk
semua asam dengan konstanta ionisasi lebih besar dari 10−7 menunjukkan titik belok pada atau di
bawah pH 8,3. Dengan demikian, titik akhir stoikiometrik untuk semua pengukuran tersebut
dapat dikatakan telah dicapai pada pH 8,3, dan setiap indikator yang memberikan perubahan
warna yang jelas pada pH seperti itu memuaskan untuk mengukur asam. Pada pengukuran basa
lemah menggunakan indikator yang akan berubah warna pada tingkat pH 3,7 hingga 4,5.
Indikator yang biasa digunakan di masa lalu untuk tujuan tersebut adalah jingga metil (methyl
orange). "Metode Standar" sekarang menyarankan sebagai alternatif untuk metil oranye (methyl
orange) bahwa bromfenol biru digunakan sebagai indikator pH 3,7 untuk pengukuran keasaman
dan bromcresol hijau atau campuran bromcresol hijau-metil merah digunakan sebagai indikator
pH 4,5 untuk pengukuran alkalinitas total.
Metode Presipitasi
Salah satu contoh dari penggunaan metode presipitasi analisis lingkungan ialah penentuan
ion klorida dengan titrasi perak nitrat. Indikator yang digunakan biasanya adalah kalium kromat (
−¿¿ −¿¿
K 2 Cr O4 ). Seperti persamaan berikut ini yaitu Cl , Cr O 4 juga membentuk
presipitasi/pengendapan dengan Ag+¿¿
2−¿→ Ag 2 Cr O4 ¿
2 Ag+ ¿+Cr O 4 ¿
Silver kromat berwarna merah dan penampilannya digunakan untuk menunjukkan
penyelesaian proses presipitasi/pengendapan dari Cl−¿¿. Agar Cr O 42−¿¿ berfungsi dalam
kapasitas ini, kelarutan Ag2 Cr O4 harus lebih besar dari AgCl, sehingga pada dasarnya semua ion
klorida akan diendapkan sebelum Ag2 Cr O4 terbentuk. Hal ini berarti kelarutan efektif dari
Ag2 Cr O4 harus lebih sedikit lebih besar daripada kelarutan AgCl. Karena indikator seperti ini
memerlukan reagen berlebih untuk mendapatkan endapan berwarna yang cukup untuk dideteksi
secara visual.
Metode Oksidasi-Reduksi
Indikator internal yang akan berubah warna dengan perubahan potensial oksidasi-reduksi
(ORP) biasanya akan digunakan. Indikator tersebut biasanya merupakan zat organik terlarut yang
ada dalam dua keadaan oksidasi, kedua bentuk tersebut berada dalam kesetimbangan dan
memiliki warna yang sangat berbeda. Contoh untuk metode oksidasi-reduksi adalah Ferroin
(ferro 1,10-fenantrolin sulfat), yang digunakan untuk menunjukkan apabila titran besi amonium
sulfat yang cukup akan ditambahkan untuk mengukur kelebihan ion dikromat dalam uji chemical
oxygen demand (COD). Harus disebutkan bahwa pemilihan indikator ORP tergantung pada ORP
pada titik akhir stoikiometrik untuk reaksi tertentu yang terlibat, seperti pemilihan indikator
untuk asidimetri atau alkalimetri tergantung pada pH larutan yang dihasilkan pada titik ekivalen.
Kalkulasi/Perhitungan
Data yang diperoleh dari hasil titrasi harus disesuaikan dengan satuan massa agar memiliki
nilai yang praktis. Karena satuan volume yang digunakan untuk mengukur jumlah titran yang
ditambahkan ke sampel adalah milimeter (ml). Untuk sistem normal larutan standar, satu berat
ekivalen suatu zat, dalam gram, dalam satu liter larutan adalah larutan normal 1.0. Setiap
milimeter larutan seperti itu akan mengandung 1/1000 berat ekivalen atau biasa disebut dengan
miliekivalen (meq). Jadi, ketika bekerja dengan solusi normalitas (normal solutions) (N), maka
dapat diketahui formulanya yaitu sebagai berikut:
V1N1 = V2N2
meq sampel = meq titran
mL titrant x N = meq (miliekivalen bahan aktif yang akan digunakan)
Keuntungan menggunakan larutan ekivalen adalah meq bahan aktif dalam titran yang
digunakan sama dengan meq bahan aktif dalam sampel yang dititrasi. Untuk mengetahui
konsentrasi bahan aktif dalam sampel, maka harus diketahui volume sampel terlebih dahulu.
Berikut formula yang digunakan dalam mengetahui volume sampel:
mL titran x N x 1000
Meq/liter bahan aktif dalam sampel =
Volume sampel dalam mL
Namun ada juga formula yang menggunakan satuan mg/L, karena satuan ekivalen dirasa
kurang nyaman untuk berpikir dalam gram. Formula yang digunakan sebagai berikut:
mL titran x N x EW x 1000
mg/L bahan aktif dalam sampel =
Volume sampel dalam mL
Sampel biasanya diukur berdasarkan volume, dan untuk menghindari penghitungan yang
tidak perlu dan berulang, maka ukuran sampel dan normalitas titran sering dipilih, sehingga
pembacaan buret dalam mililiter dikalikan bilangan bulat, seperti 1,10,20, 50, atau 100 ,
memberikan jumlah miligram bahan per liter.
3) Analisis Kolorimetri
Metode kolorimetri paling banyak diterapkan di bidang larutan encer karena sebagian besar
sampel lingkungan termasuk dalam klasifikasi ini. Agar metode kolorimetri menjadi kuantitatif,
ia harus membentuk senyawa dengan karakteristik warna tertentu dan dalam jumlah yang
berbanding lurus dengan konsentrasi zat yang diukur. Larutan senyawa atau kompleks berwarna
harus memiliki sifat yang sesuai dengan hukum Beer dan hukum Lambert.
(Lambert’s Law) Hukum Lambert
Hukum Lambert, atau hukum Bouguer, menghubungkan penyerapan cahaya dengan
kedalaman atau ketebalan cairan berwarna. Hukum ini menyatakan bahwa setiap lapisan dengan
ketebalan yang sama menyerap fraksi yang sama dari cahaya yang melintasinya. Jadi, ketika
seberkas cahaya monokromatik melewati medium penyerap, intensitasnya berkurang secara
eksponensial dengan bertambahnya panjang medium,
I −a l
T= =10 , atau
1
I0
I0
A=log =a 1 l
I
Dimana
I0 = intensitas cahaya yang masuk ke larutan
I = intensitas cahaya yang meninggalkan larutan
l = panjang lapisan penyerap
a1 = konstanta untuk solusi tertentu
T = transmisi solusi
100T = persentase transmisi larutan
A = absorbansi, atau kerapatan optik larutan
Jika intensitas cahaya berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya kedalaman atau
ketebalan, larutan berwarna berperilaku sesuai dengan hukum ini. Tidak ada pengecualian yang
diketahui untuk hukum ini selama bahan homogen terlibat.
Hukum Beer
Hukum Beer berkaitan dengan penyerapan cahaya dalam kaitannya dengan konsentrasi
larutan. Menyatakan bahwa intensitas sinar cahaya monokromatik berkurang secara eksponensial
dengan meningkatnya konsentrasi media penyerap,
I −a c
T= =10 , atau
2
I0
I0
A=log =a 2 c
I
di mana a2 adalah konstanta untuk larutan tertentu dan c adalah konsentrasi larutan. Jika cahaya
diserap secara eksponensial dengan konsentrasi pada rentang konsentrasi yang wajar dan praktis,
bahan berwarna dikatakan sesuai dengan hukum Beer. Cara terbaik untuk menentukan apakah
senyawa atau kompleks berwarna mematuhi hukum Beer adalah dengan menyiapkan
serangkaian sampel dalam kisaran konsentrasi yang diinginkan dan mengirimkannya untuk diuji
pada kolorimeter fotolistrik atau spektrofotometer. Jika pengamatan persen transmisi cahaya
diplot sepanjang garis lurus pada grafik semilog, bahan tersebut dapat dianggap memenuhi
hukum Beer. Banyak sistem berwarna tidak sesuai dengan hukum Beer, dan oleh karena itu
pengembangan metode kolorimetri baru harus melibatkan prosedur pengujian semacam itu.
Dengan menggabungkan kedua hukum absorpsi, diperoleh hukum Lambert-Beer atau
Bouguer-Beer:
I '
−a cl
T= =10 , atau
I0
I0 '
A=log =a cl
I
di mana a’ adalah konstanta absorptivitas. Ini mengikuti dari hukum Lambert-Beer bahwa jika
cahaya dengan intensitas yang sama memasuki dua solusi yang berbeda dan penyesuaian
kedalaman dilakukan sehingga sinar yang muncul memiliki intensitas yang sama, maka
transmisinya sama, dan persamaan :
c 1 l 1=c 2 l 2
yang menunjukkan bahwa jika kedalaman sampel divariasikan sehingga intensitas warna sesuai
dengan standar, maka konsentrasi sampel terkait dengan konsentrasi standar dengan rasio
kedalamannya.
Tabung Perbandingan Warna
Pengukuran kolorimetri dapat dilakukan dalam berbagai peralatan. Contohnya adalah
tabung perbandingan warna standar, kolorimeter fotolistrik, atau spektrofotometer. Masing-
masing memiliki tempat dan aplikasi khusus dalam analisis air dan air limbah. Tabung
perbandingan warna, kadang-kadang disebut sebagai tabung Nessler, telah menjadi peralatan
standar untuk melakukan pengukuran kolorimetri selama bertahun-tahun. Penggunaannya
sebagian besar telah diganti, bagaimanapun, karena kenyamanan metode fotolistrik dan
spektrofotometika. Pekerjaan yang tepat dengan tabung perbandingan warna mengharuskan
tabung dengan ukuran atau lubang yang cocok digunakan untuk mematuhi hukum Lambert.
Kesulitan utama dengan penggunaannya adalah bahwa larutan warna standar jarang stabil, dan
setiap kali penentuan harus dibuat, perlu untuk menyiapkan serangkaian standar baru. Ini sangat
menambah tenaga dan waktu yang dibutuhkan. Keberatan lain adalah bahwa semua
perbandingan dibuat dengan mata, dan "kesalahan manusia" yang terlibat sering kali cukup besar
karena kepekaan terhadap warna yang berbeda bervariasi. Selanjutnya, analis diharuskan untuk
menginterpolasi nilai antar standar.
Colorimeter Fotolistrik
Kolorimeter fotolistrik telah digunakan cukup luas dalam pekerjaan kolorimetri dan
sangat memuaskan dalam keterbatasannya. Mereka menggunakan perangkat elektrometrik yang
menggunakan sel fotolistrik sebagai elemen penginderaan. Arus yang dikembangkan oleh sel
fotolistrik diterjemahkan ke dalam persen transmisi atau absorbansi melalui galvanometer yang
sesuai. Sumber cahaya adalah bola lampu biasa, dan cahaya monokromatik diperoleh dengan
membiarkan seberkas cahaya melewati filter warna. Cahaya monokromatik diarahkan melalui sel
yang berisi sampel, dan cahaya yang menembus mengenai sel fotolistrik. Instrumen disesuaikan
untuk menghasilkan transmisi cahaya yang sesuai dengan 100 persen dengan sel yang berisi
"sampel kosong." "Sampel kosong" adalah bagian dari air suling atau air deionisasi yang telah
diperlakukan dengan cara yang sama seperti sampel biasa. Diagram skematik dan instrumen dari
kolorimeter fotolistrik ditunjukkan pada Gambar 2.
Kolorimeter fotolistrik memerlukan filter warna terpisah untuk setiap penentuan kimia
yang berbeda yang akan digunakan; dengan demikian, investasi dapat menjadi besar, dan
jangkauan aplikasi agak terbatas. Mereka tidak cocok untuk tujuan penelitian dan harus
dipertimbangkan untuk digunakan terutama di mana beberapa penentuan kimia yang tepat
terlibat.
Spektrofotometer
Spektrofotometer modern yang menggunakan prisma kaca atau kisi difraksi untuk
menghasilkan cahaya monokromatik adalah instrumen yang sangat berharga untuk analisis
kolorimetri. Ini memiliki berbagai kemampuan beradaptasi yang memungkinkan pemilihan
cahaya monokromatik dari setiap panjang gelombang dalam spektrum yang terlihat. Selain itu,
beberapa instrumen memberikan cahaya di daerah ultraviolet dan inframerah dekat. Satu filter
biasanya cukup untuk seluruh rentang panjang gelombang yang terlihat. Filter terpisah
diperlukan untuk daerah ultraviolet dan inframerah. Prinsip yang menjadi dasar spektrofotometer
adalah sama dengan prinsip kolorimeter fotolistrik, kecuali cara memperoleh cahaya
monokromatik. Gambar 3 menunjukkan diagram skema spektrofotometer dan instrumen
spektrofotometer.