Anda di halaman 1dari 24

REVIEW 3

MATA KULIAH LABORATORIUM LINGKUNGAN

CHEMISTRY FOR ENVIRONMENTAL ENGINEERING AND SCIENCE

Disusun Oleh:

Jasminesia Sekarsrai Bayu 25322925

PROGRAM MATRIKULASI MAGISTER TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2023
Konsep Dasar Kimia Kualitatif
Analisis kuantitatif adalah salah satu bidang analisis yang bertujuan untuk mengetahui
kuantitas atau jumlah zat yang terkandung dalam suatu sampel. Aspek yang diperlu diperhatikan
dalam pelaksaan analisis kimia meliputi beberapa hal, yaitu pengambilan sampel (sampling), alat
laboratium dan reagen, presipitasi, filtrasi, dan pengeringan serta pembakaran.
Pada pengambilan sampel, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain
jumlah sampel, biaya, serta waktu pengambilan sampel. Jumlah sampel harus dapat mewakili
data yang akan diambil serta harus mempertimbangkan biaya yang harus dikeluarkan. Sedangkan
waktu pengambilan sampel sangat mempengaruhi data yang akan didapatkan, sebagai contoh
sampling untuk influen dan efluen. Pengambilan sampel efluen harus berjarak setidaknya lebih
dari 8 jam dari pengambilan sampel influen.
Alat laboratorium dan kondisi larutan (reagen) yang akan digunakan menjadi salah satu
faktor penting karena bersinggungan langsung dengan zat yang akan diamati. Alat laboratorium
harus selalu dalam keadaan bersih, memiliki kelarutan yang rendah (meminimalisir adanya zat
terlarut yang berasal dari alat), serta memiliki koefisien ekspansi yang rendah. Pemilihan reagen
juga harus mementingkan kejernihan dari reagen tersebut untuk mencegah adnaya kontaminasi
dengan zat lainnya.
Analisis kuantitatif kadang bergantung pada presipitasi ion agar dapat memisahkan dan
menghitung berat asli dari bahan pemisahnya (precipitated). Bahan-bahan tersebut harus
memiliki ciri-ciri berupa kelarutan yang rendah, dapat dipresipitasi pada kejernihan tinggi, dapat
dikeringkan dengan suhu di atas 100oC, dan tidak boleh bersifat hidroskopik pada suhu ruang.
Pengeringan dan pembakaran menggunakan suhu yang bervariasi bergantung pada tujuan
dilakukannya hal tersebut. Pengeringan dapat menggunakan dua suhu, yaitu 103 oC yang
berfungsi untuk menghilangkan air bebas serta meminimalisir kehilangan air dalam bentuk
kristal. Selain itu dapat digunakan suhu 180 oC yang bertujungan untuk menghilangkan
konsentrasi bahan organic dalam air. Sedangkan pada pembakaran biasanya menggunakan suhu
550oC yang bertujuan untuk menghancurkan bahan organic melalui oksidasi CO 2 dan H2O,
mengurangi kehilangan garam anorganik melalui volatilisasi dan dekomposisi.
Setelah dilakukan pengeringan dan pembakaran, dilanjutkan dengan kegiatan desikasi,
yaitu residu yang dihasilkan dari proses pembakaran didinginkan pada suhu ruang sebelum
ditimbang. Kelembaban harus dijaga di angka mendekati 0%.
1) Analisis Gravimetri
Gravimetri merupakan metode analisis kuatitatif yang didasarkan pada penimbangan zat
yang dianalisis (analit) pada berat konstan. Berat konstan adalah berat pada penimbangan setelah
zat dikeringkan selama satu jam tidak berbeda lebih dari 0,5 mg dari berat zat pada penimbangan
sebelumnya. Kadar sampel yang dianalisis dapat diperoleh dari perhitungan reaksi stoikiometri
massa molar dari zat yang ditimbang. Misalnya, analisis klorida dengan mengendapkannya
sebagai endapan AgCl. Jika suatu sampel mengandung klorida 1 mol, maka sesuai reaksi
stoikiometri endapan AgCl yang terbentuk adalah 1 mmol;
Cl- + Ag+ → AgCl(s)
Pada gravimetri seringkali melibatkan pembentukan endapan dari zat yang dianalisis dan
kadar analit tersebut dapat ditentukan berdasarkan penimbangan berat endapan yang terbentuk.
Senyawa yang dianalisis menggunakan gravimetri harus membentuk endapan yang sangat tidak
larut, sehingga kehilangan endapan akibat kelarutannya dalam air bisa diabaikan. Disamping itu,
endapan harus mudah disaring dan sangat murni. Teknik ini memerlukan pemanasan untuk
mengeringkan endapan dan kadang diperlukan pembakaran untuk merubah endapan yang
diperoleh menjadi endapan lain dalam bentuk yang lebih stabil dan memiliki komposisi atau
rumus molekul yang pasti sehinga menghindarkan kesalahan perhitungan. Dalam hal diperlukan
pembakaran, maka kertas saring yang digunakan adalah kertas saring bebas abu sehingga pada
pembakaran kertas akan hilang sebagai CO2 dan uap air.
Semua pengukuran gravimetri memerlukan semacam wadah atau piring untuk menahan
residu atau endapan. Berat wadah (tara) ini harus diketahui dan dikurangi, dari berat kotor untuk
mendapatkan berat bersih bahan yang diukur. Cawan lebur atau piring porselen atau silika tinggi
biasanya digunakan dalam pengukuran gravimetri. Pengkondisian cawan lebur dan piring untuk
pekerjaan gravimetri melibatkan perlakuan awal untuk menghilangkan kotoran dan kelembapan.
Semua wadah harus dibersihkan secara menyeluruh dengan air dan kemudian dipanaskan di
bawah kondisi yang sama persis seperti yang wadah akan dikenakan dalam penentuan yang
sebenarnya. Jika wadah yang akan digunakan untuk mengukur total padatan pada 103 atau 180 °
C, itu harus dikondisikan pada suhu itu. Untuk memanaskan piring, khususnya peralatan
porselen, pada suhu yang lebih tinggi, seperti pada 550 °C, akan mengeluarkan lebih banyak uap
air daripada yang diinginkan. Piring harus dipanaskan atau dibakar pada suhu yang diinginkan,
didinginkan dalam desikator dan ditimbang, dipanaskan dan dibakar, didinginkan dan ditimbang,
berulang kali, sampai wadah mencapai apa yang dikenal sebagai berat konstan.
2) Analisis Volumetri
Analisis volumetrik merupakan suatu fase analisis kuantitatif yang bergantung pada
pengukuran reagen cair dari larutan standar yang diperlukan dalam menyelesaikan reaksi tertentu
dalam suatu sampel pengujian. Larutan standar dapat diartikan sebagai larutan yang memiliki
konsentrasi atau nilai reaksi per satuan volume yang diketahui. Peralatan yang diperlukan untuk
melakukan analisis volumetrik sederhana ialah sebagai berikut: (1) peralatan untuk mengukur
sampel secara akurat, baik timbangan analitik maupun pipet volumetrik; (2) larutan standar
dengan kekuatan yang telah disesuaikan; (3) indikator untuk menunjukkan titik akhir
stoikiometri; (4) buret yang telah dikalibrasi untuk mengukur volume larutan standar yang
diperlukan untuk mencapai titik akhir stoikiometri.

Gambar 1. Peralatan Titrasi dan Perubahan Warna Indikator


Keunggulan dari analisis volumetrik dibandingkan dengan metode analisis lainnya, seperti
metode gravimetri yaitu dalam segi efisiensi waktunya. Pada umumnya metode analisis
volumetrik dapat digunakan pada beberapa larutan seperti oksigen terlarut (Dissolved Oxygen),
BOD, COD, dan klorida. Terdapat beberapa konsep dan teknik terkait pengukuran volumetrik
untuk mendapatkan hasil yang akurat.
Konsep dan teknik yang pertama yaitu kalibrasi glassware. Kalibrasi glassware dibagi
menjadi 2 tipe, yaitu (1) untuk menampung volume tertentu, misalnya labu takar dan gelas ukur;
(2) untuk menghasilkan volume yang akan ditentukan, misalnya pipet dan buret. Fungsi dari
kalibrasi yaitu untuk menetralkan kembali alat yang telah digunakan agar tidak terkontaminasi
oleh cairan yang sebelumnya digunakan maupun bakteri yang menempel pada alat. Jenis-jenis
pipet dibagi menjadi 2 tipe, yaitu tipe transfer atau volumetrik dan tipe mohr. Tipe pipet transfer
(volumetrik) memiliki tingkat akurasi yang tinggi. Tipe pipet mohr terbuat dari pipa kaca dengan
ukuran lubang yang seragam. Kapasitas pipet mohr yaitu 5 ml atau kurang dan masih dapat
digunakan dalam jumlah kecil dengan cukup akurat. Namun, apabila ukuran 10 ml atau bahkan
lebih, maka tidak bisa mendapatkan hasil yang cukup akurat. Pipet mohr dapat digunakan untuk
mengukur volume pecahan 1 ml. Pipet volumetrik dapat digunakan pada pengukuran sampel dan
larutan standar. Sedangkan pipet mohr dapat digunakan pada penambahan reagen yang tidak
standar. Peralatan glassware yang dikalibrasi harus dijaga kebersihannya secara menyeluruh.
Kalibrasi dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa deterjen atau dengan menggunakan
preparat komersial.
Konsep dan teknik yang kedua yaitu equivalent atau normal solutions. Normal solutions
merupakan suatu larutan yang dibuat dengan melarutkan 1gram ekivalen suatu zat untuk
menghasilkan 1 liter larutan. Teknik ini dapat dilakukan dengan jauh lebih mudah apabila
konsentrasi larutan yang digunakan sama atau setara satu sama lain, sehingga 1 ml reagen A
akan bereaksi dengan tepat 1 ml reagen B, begitupun seterusnya. Dalam menetapkan dasar untuk
sistem larutan equivalent untuk pengukuran asam maupun basa dapat menggunakan formula
persamaan sebagai berikut:
−¿→ H 2 O ¿

H +¿+OH ¿

Dari persamaan di atas terlihat bahwa 1 gram berat atom atau 1,008gram ion hidrogen
bereaksi dengan 1 gram berat ion atau 17,007 gram ion hidroksil. Larutan yang mengandung
jumlah ion hidrogen atau ion hidroksil ini dapat dianggap setara. Berat ekivalen suatu senyawa
dapat didefinisikan sebagai berat senyawa yang mengandung satu gram atom hidrogen yang
tersedia atau ekuivalen kimianya. Berat ekivalen dapat ditentukan sebagai berikut:
FW
Equivalent weight =
Z
Keterangan:
FW = berat rumus senyawa
Z = bilangan bulat positif
+¿¿
Pada larutan asam, nilai Z adalah nilai dari mol ion H yang diperoleh dari 1 mol asam.
Sedangkan untuk HCl nilai Z= 1, H2S04 nilai Z= 2, dam untuk asam asetat (CH3COOH) nilai
Z= 1, karena hanya 1 atom hidrogen saja dalam molekul asam asetat. Normal solutions dapat
disimbolkan dengan huruf “N”, jadi setengah normal solutions dapat dinyatakan sebagai 0,5 N
atau sebagai N/2.
Pengunaan larutan normal dipakai untuk pengukuran volumetrik seperti klorida dapat
diukur dengan uji titrasi dengan reagen seperti perak nitrat. Reaksi dapat melibatkan
pengendapan ion klorida sebagai perak klorida. Adapun beberapa contoh persamaan yang
digunakan adalah sebagai berikut:
+¿→ AgCl ¿

Cl−¿+ Ag ¿

−¿¿
+¿+Cl ¿
HCl → H
Pada reaksi pertama merupakan 1 mol dari Ag+¿¿ adalah ekivalen untuk 1 mol Cl−¿¿,
sedangkan reaksi kedua 1 mol Cl−¿¿ adalah ekivalen untuk 1 mol H +¿¿ . Dapat disimpulkan bahwa
nilai 1 mol Ag+¿¿ setara dengan 1 mol H +¿¿ . Jadi, larutan normal Ag+¿¿ mengandung 1 mol Ag+¿¿
per liter.
Bentuk ketiga dari larutan normal melibatkan nilai oksidasi dan reduksinya. Contohnya
yaitu larutan kalium dikromat, besi amonium sulfat, dan sodium tiosulfat. Berat ekivalen atau
berat senyawa yang diperlukan untuk membuat 1 liter larutan pengoksidasi atau pereduksi
normal diperoleh dari persamaan berikut:
0
+¿+ H ¿
0 +¿→ Na ¿
Na + H
Dalam kasus reaksi KH ¿ harus menghitung berat ekivalen. Untuk reaksi biasa adalah
FW/10, tetapi untuk reaksi biasa dengan KI adalah FW/12. Berat ekivalen Na SO3 harus dihitung
secara tidak langsung karena adanya perubahan bilangan oksidasi belerang yang tidak diketahui.
Dalam reaksi dengan yodium, satu Na2 S2 O3 setara dengan satu atom yodium. Oleh karena itu,
berat ekivalennya adalah FW/1.
Konsep atau teknik ketiga yaitu primary standards. Standarisasi atau pengukuran kekuatan
yang tepat dari larutan normal atau larutan lain yaitu bergantung pada penggunaan beberapa
bahan standar yang nilai kemurniannya diketahui. Standar primer biasanya garam atau garam
asam dengan kemurnian tinggi yang dapat dikeringkan pada suhu tertentu tanpa terurai dan dapat
ditimbang dengan tingkat akurasi yang tinggi. Contohnya adalah natrium karbonat dan kalium
asam ftalat, yang masing-masing digunakan untuk menstandardisasi larutan asam dan basa;
kalium bioodat dan kalium dikromat untuk larutan pereduksi; kalium oksalat untuk larutan
oksidasi; dan natrium klorida untuk larutan ion perak.
Konsep atau teknik keempat yaitu secondary standards. Setiap larutan yang telah
terstandarisasi oleh standar primer dapat dianggap sebagai standar sekunder. Teknik ini sering
dilakukan karena dapat menghemat waktu.
Konsep atau teknik kelima yaitu pilihan indikator. Analisis prosedur volumetrik
memberikan isyarat bahwa beberapa metode yang digunakan untuk menunjukkan titik akhir
stoikiometri yaitu titik ekivalen. Dalam proses menuju titik akhir stoikiometri diperlukan adanya
indikator untuk memberikan sinyal apabila mendekati titik akhir stoikiometri. Namun, apabila
tidak diberikan indikator maka dapat menyebabkan kesalahan yang cukup serius pada pekerjaan
volumetrik. Beberapa indikator yang sering digunakan ialah elektrometri, titrasi asam-basa,
pengendapan (presipitasi), adsorpsi, dan reduksi oksidasi. Semua jenis ini digunakan secara
teratur untuk melakukan analisis lingkungan.
Titrasi Asam dan Basa
Dalam titrasi asam-basa, zat pentitrasi yang digunakan selalu asam kuat ataupun basa kuat,
hal ini tentu saja akan menyebabkan terionisasi dengan sempurna. Oleh karena itu, kombinasi
yang terlibat dalam titrasi adalah kuat tambah kuat, atau lemah tambah kuat. pH titik ekivalen
yang terlibat dalam titrasi asam dan basa bervariasi, tergantung pada konstanta ionisasi dan
konsentrasi bahan yang digunakan. Untuk alasan ini, penggunaan indikator Potensiometri (pH
meter) lebih baik untuk mengukur titik akhir dalam titrasi asam atau basa, dan merupakan
praktik standar di sebagian besar laboratorium. Dalam indikator potensiometri (pH meter)
terdapat beberapa warna indikator dengan range pH 0-13 diantaranya yaitu apabila acid color
menunjukkan warna kuning dengan warna dasar violet terindikator methyl violet dengan nilai
range pH berkisar 0-2, apabila acid color menunjukkan warna kuning dengan warna dasar biru-
hijau terindikator acidic dengan nilai range pH berkisar 0-1.8, apabila acid color menunjukkan
warna merah dengan warna dasar kuning terindikator thymol blue (acidic) dengan nilai range pH
berkisar 1.2 - 2.8, dan seterusnya.
Indicators Acid Color Base Color pH Range
Methyl violet Yellow Violet 0-2
Malachite green (acidic) Yellow Blue-green 0-1.8
Thymol blue (acidic) Red Yellow 1.2-2.8
Bromphenol blue Yellow Blue 3.0-4.6
Methyl orange Red Yellow-orange 3.1-4.6
Indicators Acid Color Base Color pH Range
Bromcresol green Yellow Blue 3.8-5.4
Methyl red Red Yellow 4.4-6.2
Litmus Red Blue 4.5-8.3
Bromothymol blue Yellow Blue 6.0-7.6
Phenol red Yellow Red 6.8-8.4
Metacresol purple Yellow Purple 7.6-9.2
Thymol blue (alkaline) Yellow Blue 8.0-9.6
Phenolphthalein Colorless Red 8.2-9.8
Thymolphthalein Colorless Blue 9.3-10.5
Alizarin yellow Yellow Lilac 10.1-11.1
Malachite green (alkaline) Green Colorless 11.4-13.0

Apabila pH larutan di bawah angka 7, maka larutan tersebut bersifat asam. Namun, apabila
pH larutan di atas angka 7, maka larutan tersebut bersifat basa. Dicatat bahwa kurva titrasi untuk
semua asam dengan konstanta ionisasi lebih besar dari 10−7 menunjukkan titik belok pada atau di
bawah pH 8,3. Dengan demikian, titik akhir stoikiometrik untuk semua pengukuran tersebut
dapat dikatakan telah dicapai pada pH 8,3, dan setiap indikator yang memberikan perubahan
warna yang jelas pada pH seperti itu memuaskan untuk mengukur asam. Pada pengukuran basa
lemah menggunakan indikator yang akan berubah warna pada tingkat pH 3,7 hingga 4,5.
Indikator yang biasa digunakan di masa lalu untuk tujuan tersebut adalah jingga metil (methyl
orange). "Metode Standar" sekarang menyarankan sebagai alternatif untuk metil oranye (methyl
orange) bahwa bromfenol biru digunakan sebagai indikator pH 3,7 untuk pengukuran keasaman
dan bromcresol hijau atau campuran bromcresol hijau-metil merah digunakan sebagai indikator
pH 4,5 untuk pengukuran alkalinitas total.
Metode Presipitasi
Salah satu contoh dari penggunaan metode presipitasi analisis lingkungan ialah penentuan
ion klorida dengan titrasi perak nitrat. Indikator yang digunakan biasanya adalah kalium kromat (
−¿¿ −¿¿
K 2 Cr O4 ). Seperti persamaan berikut ini yaitu Cl , Cr O 4 juga membentuk
presipitasi/pengendapan dengan Ag+¿¿
2−¿→ Ag 2 Cr O4 ¿

2 Ag+ ¿+Cr O 4 ¿
Silver kromat berwarna merah dan penampilannya digunakan untuk menunjukkan
penyelesaian proses presipitasi/pengendapan dari Cl−¿¿. Agar Cr O 42−¿¿ berfungsi dalam
kapasitas ini, kelarutan Ag2 Cr O4 harus lebih besar dari AgCl, sehingga pada dasarnya semua ion
klorida akan diendapkan sebelum Ag2 Cr O4 terbentuk. Hal ini berarti kelarutan efektif dari
Ag2 Cr O4 harus lebih sedikit lebih besar daripada kelarutan AgCl. Karena indikator seperti ini
memerlukan reagen berlebih untuk mendapatkan endapan berwarna yang cukup untuk dideteksi
secara visual.
Metode Oksidasi-Reduksi
Indikator internal yang akan berubah warna dengan perubahan potensial oksidasi-reduksi
(ORP) biasanya akan digunakan. Indikator tersebut biasanya merupakan zat organik terlarut yang
ada dalam dua keadaan oksidasi, kedua bentuk tersebut berada dalam kesetimbangan dan
memiliki warna yang sangat berbeda. Contoh untuk metode oksidasi-reduksi adalah Ferroin
(ferro 1,10-fenantrolin sulfat), yang digunakan untuk menunjukkan apabila titran besi amonium
sulfat yang cukup akan ditambahkan untuk mengukur kelebihan ion dikromat dalam uji chemical
oxygen demand (COD). Harus disebutkan bahwa pemilihan indikator ORP tergantung pada ORP
pada titik akhir stoikiometrik untuk reaksi tertentu yang terlibat, seperti pemilihan indikator
untuk asidimetri atau alkalimetri tergantung pada pH larutan yang dihasilkan pada titik ekivalen.
Kalkulasi/Perhitungan
Data yang diperoleh dari hasil titrasi harus disesuaikan dengan satuan massa agar memiliki
nilai yang praktis. Karena satuan volume yang digunakan untuk mengukur jumlah titran yang
ditambahkan ke sampel adalah milimeter (ml). Untuk sistem normal larutan standar, satu berat
ekivalen suatu zat, dalam gram, dalam satu liter larutan adalah larutan normal 1.0. Setiap
milimeter larutan seperti itu akan mengandung 1/1000 berat ekivalen atau biasa disebut dengan
miliekivalen (meq). Jadi, ketika bekerja dengan solusi normalitas (normal solutions) (N), maka
dapat diketahui formulanya yaitu sebagai berikut:
V1N1 = V2N2
meq sampel = meq titran
mL titrant x N = meq (miliekivalen bahan aktif yang akan digunakan)
Keuntungan menggunakan larutan ekivalen adalah meq bahan aktif dalam titran yang
digunakan sama dengan meq bahan aktif dalam sampel yang dititrasi. Untuk mengetahui
konsentrasi bahan aktif dalam sampel, maka harus diketahui volume sampel terlebih dahulu.
Berikut formula yang digunakan dalam mengetahui volume sampel:
mL titran x N x 1000
Meq/liter bahan aktif dalam sampel =
Volume sampel dalam mL
Namun ada juga formula yang menggunakan satuan mg/L, karena satuan ekivalen dirasa
kurang nyaman untuk berpikir dalam gram. Formula yang digunakan sebagai berikut:
mL titran x N x EW x 1000
mg/L bahan aktif dalam sampel =
Volume sampel dalam mL
Sampel biasanya diukur berdasarkan volume, dan untuk menghindari penghitungan yang
tidak perlu dan berulang, maka ukuran sampel dan normalitas titran sering dipilih, sehingga
pembacaan buret dalam mililiter dikalikan bilangan bulat, seperti 1,10,20, 50, atau 100 ,
memberikan jumlah miligram bahan per liter.
3) Analisis Kolorimetri
Metode kolorimetri paling banyak diterapkan di bidang larutan encer karena sebagian besar
sampel lingkungan termasuk dalam klasifikasi ini. Agar metode kolorimetri menjadi kuantitatif,
ia harus membentuk senyawa dengan karakteristik warna tertentu dan dalam jumlah yang
berbanding lurus dengan konsentrasi zat yang diukur. Larutan senyawa atau kompleks berwarna
harus memiliki sifat yang sesuai dengan hukum Beer dan hukum Lambert.
(Lambert’s Law) Hukum Lambert
Hukum Lambert, atau hukum Bouguer, menghubungkan penyerapan cahaya dengan
kedalaman atau ketebalan cairan berwarna. Hukum ini menyatakan bahwa setiap lapisan dengan
ketebalan yang sama menyerap fraksi yang sama dari cahaya yang melintasinya. Jadi, ketika
seberkas cahaya monokromatik melewati medium penyerap, intensitasnya berkurang secara
eksponensial dengan bertambahnya panjang medium,
I −a l
T= =10 , atau
1

I0
I0
A=log =a 1 l
I
Dimana
I0 = intensitas cahaya yang masuk ke larutan
I = intensitas cahaya yang meninggalkan larutan
l = panjang lapisan penyerap
a1 = konstanta untuk solusi tertentu
T = transmisi solusi
100T = persentase transmisi larutan
A = absorbansi, atau kerapatan optik larutan
Jika intensitas cahaya berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya kedalaman atau
ketebalan, larutan berwarna berperilaku sesuai dengan hukum ini. Tidak ada pengecualian yang
diketahui untuk hukum ini selama bahan homogen terlibat.
Hukum Beer
Hukum Beer berkaitan dengan penyerapan cahaya dalam kaitannya dengan konsentrasi
larutan. Menyatakan bahwa intensitas sinar cahaya monokromatik berkurang secara eksponensial
dengan meningkatnya konsentrasi media penyerap,
I −a c
T= =10 , atau
2

I0
I0
A=log =a 2 c
I
di mana a2 adalah konstanta untuk larutan tertentu dan c adalah konsentrasi larutan. Jika cahaya
diserap secara eksponensial dengan konsentrasi pada rentang konsentrasi yang wajar dan praktis,
bahan berwarna dikatakan sesuai dengan hukum Beer. Cara terbaik untuk menentukan apakah
senyawa atau kompleks berwarna mematuhi hukum Beer adalah dengan menyiapkan
serangkaian sampel dalam kisaran konsentrasi yang diinginkan dan mengirimkannya untuk diuji
pada kolorimeter fotolistrik atau spektrofotometer. Jika pengamatan persen transmisi cahaya
diplot sepanjang garis lurus pada grafik semilog, bahan tersebut dapat dianggap memenuhi
hukum Beer. Banyak sistem berwarna tidak sesuai dengan hukum Beer, dan oleh karena itu
pengembangan metode kolorimetri baru harus melibatkan prosedur pengujian semacam itu.
Dengan menggabungkan kedua hukum absorpsi, diperoleh hukum Lambert-Beer atau
Bouguer-Beer:
I '
−a cl
T= =10 , atau
I0

I0 '
A=log =a cl
I
di mana a’ adalah konstanta absorptivitas. Ini mengikuti dari hukum Lambert-Beer bahwa jika
cahaya dengan intensitas yang sama memasuki dua solusi yang berbeda dan penyesuaian
kedalaman dilakukan sehingga sinar yang muncul memiliki intensitas yang sama, maka
transmisinya sama, dan persamaan :
c 1 l 1=c 2 l 2
yang menunjukkan bahwa jika kedalaman sampel divariasikan sehingga intensitas warna sesuai
dengan standar, maka konsentrasi sampel terkait dengan konsentrasi standar dengan rasio
kedalamannya.
Tabung Perbandingan Warna
Pengukuran kolorimetri dapat dilakukan dalam berbagai peralatan. Contohnya adalah
tabung perbandingan warna standar, kolorimeter fotolistrik, atau spektrofotometer. Masing-
masing memiliki tempat dan aplikasi khusus dalam analisis air dan air limbah. Tabung
perbandingan warna, kadang-kadang disebut sebagai tabung Nessler, telah menjadi peralatan
standar untuk melakukan pengukuran kolorimetri selama bertahun-tahun. Penggunaannya
sebagian besar telah diganti, bagaimanapun, karena kenyamanan metode fotolistrik dan
spektrofotometika. Pekerjaan yang tepat dengan tabung perbandingan warna mengharuskan
tabung dengan ukuran atau lubang yang cocok digunakan untuk mematuhi hukum Lambert.
Kesulitan utama dengan penggunaannya adalah bahwa larutan warna standar jarang stabil, dan
setiap kali penentuan harus dibuat, perlu untuk menyiapkan serangkaian standar baru. Ini sangat
menambah tenaga dan waktu yang dibutuhkan. Keberatan lain adalah bahwa semua
perbandingan dibuat dengan mata, dan "kesalahan manusia" yang terlibat sering kali cukup besar
karena kepekaan terhadap warna yang berbeda bervariasi. Selanjutnya, analis diharuskan untuk
menginterpolasi nilai antar standar.
Colorimeter Fotolistrik
Kolorimeter fotolistrik telah digunakan cukup luas dalam pekerjaan kolorimetri dan
sangat memuaskan dalam keterbatasannya. Mereka menggunakan perangkat elektrometrik yang
menggunakan sel fotolistrik sebagai elemen penginderaan. Arus yang dikembangkan oleh sel
fotolistrik diterjemahkan ke dalam persen transmisi atau absorbansi melalui galvanometer yang
sesuai. Sumber cahaya adalah bola lampu biasa, dan cahaya monokromatik diperoleh dengan
membiarkan seberkas cahaya melewati filter warna. Cahaya monokromatik diarahkan melalui sel
yang berisi sampel, dan cahaya yang menembus mengenai sel fotolistrik. Instrumen disesuaikan
untuk menghasilkan transmisi cahaya yang sesuai dengan 100 persen dengan sel yang berisi
"sampel kosong." "Sampel kosong" adalah bagian dari air suling atau air deionisasi yang telah
diperlakukan dengan cara yang sama seperti sampel biasa. Diagram skematik dan instrumen dari
kolorimeter fotolistrik ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram Skematik dan Instrumen Kolorimeter Fotolistrik

Kolorimeter fotolistrik memerlukan filter warna terpisah untuk setiap penentuan kimia
yang berbeda yang akan digunakan; dengan demikian, investasi dapat menjadi besar, dan
jangkauan aplikasi agak terbatas. Mereka tidak cocok untuk tujuan penelitian dan harus
dipertimbangkan untuk digunakan terutama di mana beberapa penentuan kimia yang tepat
terlibat.
Spektrofotometer
Spektrofotometer modern yang menggunakan prisma kaca atau kisi difraksi untuk
menghasilkan cahaya monokromatik adalah instrumen yang sangat berharga untuk analisis
kolorimetri. Ini memiliki berbagai kemampuan beradaptasi yang memungkinkan pemilihan
cahaya monokromatik dari setiap panjang gelombang dalam spektrum yang terlihat. Selain itu,
beberapa instrumen memberikan cahaya di daerah ultraviolet dan inframerah dekat. Satu filter
biasanya cukup untuk seluruh rentang panjang gelombang yang terlihat. Filter terpisah
diperlukan untuk daerah ultraviolet dan inframerah. Prinsip yang menjadi dasar spektrofotometer
adalah sama dengan prinsip kolorimeter fotolistrik, kecuali cara memperoleh cahaya
monokromatik. Gambar 3 menunjukkan diagram skema spektrofotometer dan instrumen
spektrofotometer.

Gambar 3. Diagram Skema dan Instrumen Spektrofotometer


Sebuah spektrofotometer sangat dianjurkan di mana berbagai macam penentuan dibuat.
Fleksibilitasnya memungkinkan panjang gelombang cahaya terbaik untuk digunakan setiap saat.
Panjang gelombang optimum dapat ditentukan setiap saat dengan membentuk kurva transmisi
spektral. Ini adalah bagian penting dari penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan metode
baru analisis kolorimetri. Kurva dibuat dengan membuat serangkaian pengamatan transmisi
cahaya pada beberapa panjang gelombang cahaya yang berbeda saat menggunakan larutan
berwarna khas di dalam sel. Sebagai contoh, panjang gelombang optimal untuk nitrit adalah 525
nanometer (nm).
Kalibrasi dan Penggunaan
Kolorimeter fotolistrik dan spektrofotometer dikalibrasi untuk digunakan dalam
penentuan tertentu dengan menyiapkan serangkaian standar dengan cara yang sama seperti
pengujian biasa yang akan dijalankan dan dengan melakukan pengamatan pada transmisi cahaya,
menggunakan panjang gelombang yang ditentukan untuk penentuan. Ketika data tersebut diplot
pada kertas semilog, kurva pada dasarnya harus berupa garis lurus. Kurva kalibrasi, bila
disiapkan dengan hati-hati, akan berfungsi selama bertahun-tahun dan menghilangkan kebutuhan
untuk persiapan serangkaian standar.
Metode Instrumental Analisis

1) Metode Analisis secara Optik


Metode optik merupakan salah satu metode analisi yang menekankan pada perhitungan
jumlah interaksi antara energi yang dipancarkan dengan bahanvn. Energi yang dipancarkan yang
dapat digunakan bervariasi seperti X-ray, sinar tampak, hingga gelombang radio. Sedangkan
parameter yang paling sering digunakan untuk mencirikan energi pancar adalah panang
gelombang, yang biasanya dihitung dalam angstroms (Å, 1 Å = 10 -8-) atau nanometer (nm, 1 nm
= 10-7 cm = 10 Å). Energi pacnar dianggap memiliki foton yang berhubungan dengan panjang
gelombang dengan rumus:
hc h: konstanta Planck (6,63 x 10-27 erg
E=
λ
c: kecepatan cahaya (3 x 1010 cm/s)
λ: panjang gelombang
Metode otpik dapat dirancang untuk menghitung kemampuan suatu bahan atau larutan
untuk mengabsorpsi (menyerap) energi pancar, mengeluarkan radiasi, atau untuk memecah
radisai. Ketiga prinsip tersebut akan dijelaskan di bawah ini:
a. Metode absorpsi
Ketika sumber energi pancar (cahaya putih) melewati suatu larutan, intensitas cahaya
yang dipancarkan akan lebih kecil dibandingkan dengan cahaya yang masuk. Jika lartuan tidak
memiliki partikel tersuspensi yang dapat memancarkan cahaya, berkurangnya intensitas cahaya
diakibatkan oleh absorpsi (penyerapan) dari larutan tersebut. Penyerapan cahaya putih lebih
besar dibandingkan dengan warna lain.
Alat yang biasa digunakan untuk menentukan nilai absorpsi dari berbgaia macam panjang
gelombang adalah spektofotometer, yang terdiri dari tiga komponen yaitu (Gambar 4) (1)
Sumber energi (energy source) yang menyediakan radiasi, (2) Energy spreader yang
memisahkan radiasi suatu panjang gelombang yang diinginkan dari radiasi lainnya, (3) energy
detector yang berfungsi untuk menghitung radiasi yang melewati sampel. Alat yang digunakan
untuk menyerap radiasi ultraviolet dan infrared dinakaman ultraviolet spectroscopy dan infrared
spectroscopy

Gambar 4. Komponen spektofotometer


b. Metode emisi
Salah satu cara menangani masalah logam berat yang ada di lingkungan adalah dengan
melakukan perhitungan menggunakan metode emisi. Logam berat memancarkan radiasi dengan
berbagai variasi panjang gelombang sehingga jenis logam berat yang ada di lingkungan dapat
terdeteksi. Metode emisi memiliki beberapa cara perhitungan, yaitu atomic emission
spectroscopy (digunakan untuk mengetahui konsentrasi senyawa alkali di air; sodium, potassium,
kalsium), atomic absorption spectroscopy (mengetahui keberadaan senyawa tembaga, besi,
magnesium, nikel, dan besi di air), dan inductively coupled plasma spectroscopy.
c. Dispersi dan menghamburkan (scattering)
Jumlah cahaya yang melewati suatu larutan akan dihitung, di mana semakin tinggi
turbiditas, akan semakin sedikit pula jumlah cahaya yang bisa diteruskan.
2) Metode Analisis dengan Menggunakan Arus Listrik
Metode elektrik memanfaatkan hubungan antara kelistrikan dengan fenomena kimia
seperti pada penggunaan pH meter. Terdapat 4 metode yang biasa digunakan, yaitu
potentiometric, polarographic, dan conductimetry.
Analisis potentiometric memberikan hubungan antara potensi relative dari suatu
elektroda dan konsentrasi ion pada larutan. Gelas elektroda dan elektroda rujukan akan
dimasukkan kedalam larutan, kemudian konsentrasi hidrogen dan ion yang terhitung dianggap
sebagai potensi listrik (voltase). Sebagai contoh, konsentrasi klorida di larutan dapat dihitung
dengan sel elektroda (Gambar 5).

Gambar 5. Ilustrasi konsentrasi klorin dalam sel elektroda


Elektroda pada metode potentiometric memiliki beberapa jenis yaitu:
a. Gas electrode terdiri dari sebatang metal non-reaktif seperti platinum atau emas yang
akan bersinggungan langsung dengan larutan dan udara.
b. Metal electrode, yang memiliki sebatang metal yang akan bersinggungan dengan ion-ion
yang ada dalam larutan
c. Oxidation-reduction electrode, terdiri dari elektroda non-reaktif yang akan dibenamkan
di larutan kaya ion pada saat proses oksidasi dan reduksi
d. Electrode with metal contacting slightly soluble salt, terdiri dari elektroda metal yang
bersinggungan dengan garam terlarut
e. Membrane electrode
f. Glass electrode, biasa digunakan untuk mengukur pH
g. Liquid membrane electrode
h. Gas-permeable membrane probes
i. Crystalline membrane electrode
Analisis secara polarographic menggunakan elektroda yang sesuai (suitable) yang
dimasukan kedalam larutan sembari diberikan voltase lemah. Aliran listrik yang mengalir
bergantung pada komposisi larutan disebut voltammetry. Ketika elektroda dicelupkan ke dalam
larutan dan dialiri listrik, voltase akan meningkat, sedangkan arus listrik akan tetap mendekati 0
hingga akan mencapai titik di mana akan menyebabkan reduksi dari ion yang ada di larutan.
3) Metode Analisis secara Kromatografi
Kromatografi menjelaskan suatu proses untuk memisahkan beberapa komponen dalam satu
campuran berdasarkan afinitas relatif pada beberapa fase. Sebagai contoh karbodioksida lebih
mudah larut di dalam air dibandingkan di dalam metana, sehingga apabila kedua gas berada pada
udara yang bersinggungan dengan air, karbondioksida akan berpartisi lebih kuat di air
dibandingkan dengan metana.
Pada modern kromatografi, terdapat dua fase berbed ayang digunakan untuk memisahkan
dua campuran, yaitu fase stationary dan fase moving. Fase stationary dapat berupa cairan atau
padatan, sedangkan fase moving dalam bentuk padatan atau gas. Ketika fase moving berupa gas,
proses ini dinamakan kromatografi, sedangkan ketika berbentuk cairan disebui liquid
chromatography.
Turbiditas
Turbiditas adalah hal yang patut dipertimbangkan dalam penyediaan air untuk umum
dikarenakan tiga alasan penting yang meliputi keindahan, penyaringan (filtering), dan desinfeksi.
Kekeruhan (turbiditas) pada air minum berkaitan erat dengan air limbah karena pada dasarnya air
limbah memiliki kekeruhan yang tinggi. Oleh karena itu, air yang dikonsumsi masyarakat harus
memiliki turbiditas yang rendah (atau tidak keruh sama sekali).
Selain itu, air yang keruh membutuhkan biaya yang lebih besar untuk penyaringannya.
Bahan yang biasa digunakan untuk kegiatan penyaringan air adalah sand filter, penyaring yang
memanfaatkan pasir untuk menyaring kotoran yang ada di air. Namun, penggunaan sand filter
sulit diaplikasikan di beberapa lokasi karena ketika air memiliki turbiditas yang tinggi akan
mempersingkat laju penyaringan dan meningkatkan biaya pembersihan.
Desinfeksi dari air minum dapat dilakukan dengan pemberian klorin, ozon,
klorindioksida, atau radiasi ultraviolet. Agar kegiatan disinfeksi berjalan efektif, diperlukan
kontak langsung antara desinfektan dan organisme yang akan dibunuh. Pada air yang keruh,
organimes yang berada di air akan terlapisi oleh padatan terlarut yang berasal dari runoff atau
pakan ternak sehingga organisme tersebut tidak dapat bersentuhan langsung dengan desinfektan.
Salah satu cara mengatrasi kekeruhan pada kasus tersebut adalah dengan memanfaatkan
penyaring air (filter) dibandingkan dengan penggunaan senyawa-senyawa kimia seperti klorin.
Tingkat kekeruhan pada air minum tidak boleh melewati 1 NTU (Nephelometric Turbidity Unit)
dan tidak boleh melebihi 0.3 NTU dalam 95% sampel air harian dalam satu bulan.
Karena beragamnya jenis bahan-bahan yang mampu membuat air keruh, dibutuhkan
sebuah standar kekeruhan dengan mempertimbangkan alat yang menggunakan prinsip
nephelometry. Pada alat tersebut, sumber cahaya akan menyinari sampel (air) dan alat pendeteksi
fotoelektrik akan memberikan indikasi mengenai intensitas cahaya yang tersebar. Satu alat
pengukur turbiditas dapat digunakan untuk mengukur turbiditas dalam skala luas serta dapat
bekerja secara otomatis.
Nilai turbiditas dapat digunakan sebagai salah satu standar air bersih untuk digunakan
masyarakat (konsumsi dan kegiatan rumah tangga). Nilai tersebut mempengaruhi bagaimana
cara air yang akan digunakan untuk masyarakat perlu diolah terlebih dahulu agar tidak
membahayakan karena kandungan kimia dan organisme berbahaya yang mungkkin terkandung
di dalam air. Sehingga air yang nantinya akan disalurkan untuk masyarakat dapat memenuhi
standar operasional dan kebijakan.
Pada pengolahan limbah industri dan domestic, nilai turbiditas digunakan untuk
mengetahui efektifitas dari kegiatan pneghilangan padatan tersuspensi yang ada di air. Nilai
turbiditas dapt membantu dalam menentukan jumlah bahan kimia yang harus ditambahkan atau
dikurangkan dari perlakuan tersebut. Sehingga, sistem pengolahan limbah akan berjalan lebih
efektif dan efisien.
Warna
Air permukaan yang berasal dari daerah basah (rawa) biasanya memiliki warna (tidak
bening) yang mana tidak dapat digunakan untuk kegiatan rumah tangga atau industri tanpa
adanya pengolahan untuk menghilangkan warna tersebut. Air dapat memiliki warna karena
tercampur dengan materi tersuspensi yang berwarna, seperti tanah merah, dinamakan apparent
colour (warna tampak). Sedangkan warnah yang berasal dari ekstrak tanaman atau bahan organik
yang berbentuk koloid dinamakan true colour (warna asli).
Warna air yang berasal dari dekomposisi bahan organik (rawa dan gambut) dianggap
tidak berbahaya karena tidak memiliki kandungan bahan kimia yang dapat mengganggu
kesehatan. Meskipun begitu, masyarakat cenderung mencari sumber air yang dianggap lebih
bersih (dari segi keindahan, air bening lebih baik dibandingkan air berwarna). WHO telah
menentukan standar warna air yang dapat/aman dikonsumsi, yaitu tidak melebihi 12 warna unit.
Karena sangat bervariasinya zat pemberi warna pada air, maka dibutuhkan sebuah standar
untuk menentukan tingkat pewarnaan warna tersebut. Sampel air akan dioleh terlebih dahulu
(pretreatment) untuk menghilangkan materi tersuspensi sehingga akan didapatkan warna aslinya.
Metode untuk pengolahan awal dapat dilakukan dengan tiga acara, yaitu:
1) Pembuatan larutan standar warna
Larutan potassium kloroplatinat (K2PtCl6) memiliki warna yang mirip dengan air berwarna
natural (kuning kecoklatan). Warna yang diproduksi dari 1 mg/L platinum (dalam bentuk
K2PtCl6) dijadikan standar unit warna air. Air tersebut akan dimasukan ke dalam Nessler tubes
(Gambar 6) untuk dijadikan pembanding dengan sampel air.

Gambar 6. Nessler tubes berisi larutan standar warna air


2) Menggunakan peralatan yang memiliki hak milik
Saat ini, sudah banyak peralatan yang dikembangkan untuk mengukur warna air untuk
menghindari kebutuhan pembaharuan larutan standar warna (K 2PtCl6). Kebanyakan instrumen
ini menggunakan disk kaca berwarna yang mensimulasikan berbagai standar warna saat
digunakan pada suatu perlatan tertentu. Namun, cara tersebut tidak diterima sebagai standar
prosedur karena bervariasinyta wana disk kaca dan adanya kecenderungan perubahan sifat.
Sehingga akan selalu distandarisasi ulang menggunakan (K2PtCl6).
3) Metode Spektofotometri untuk imbah domestik dan industri
Metode standar menerangkan tiga metode spektofotometri untuk menentukan warna.
Pertama, penggunaan spektofotometri dengan jangkauan 400-700 nm dan pengumpulan nilai
sampel (%) pada beberapa panjang gelombang. Dua prosedur sisanya menggunakan filter
fotometer dan tiga warna filter yang bebeda untuk mengdapatkan hasil yang mirip dengan yang
dihasilkan oleh spektofotometer. Prosedur ini dapat memberikan hasil yang lebih rinci mengenai
warna dibandingkan dengan penggunaan K2PtCl6.
Larutan Standar
1) Penentuan Normalitas
Analisis air dan air limbah biasanya memberikan nilai dalam satuan milligram per liter
untuk beberapa ion, unsur, dan senyawa tertentu. Pada umumnya, hal yang paling mudah
dilakukan adalah dengan memilih bahan titrasi yang berninal 1 mL sama dengan 1 mg bahan
yang sedang dihitung. Sehingga, 1 L larutan standar sama dengan 1000 mg atau 1 g larutan yang
akan diukur. Hal ini akan menandakan bahwa 1 L sampel yang akan dititrasi, bacaan pada buret
akan menunjukkan milligram per liter secara langsung. Biasanya, sampel yang digunakan
sejumlah 1 L agar perhitungan lebih mudah dilakukan
1000
mg/ L=mLtitrant x
mLsampel
2) Persiapan Larutan Normalitas
Larutan standar dapat dibuat dari bahan dengan kemurnian yang diketahui yang dapat
ditimbang secara akurat pada timbangan analitik, jumlah yang diinginkan dapat ditimbang,
kemudian dipindahkan ke labu takar, dan diencerkan hingga volume yang tepat, sehingga
standarisasi dapat dilakukan tanpa menggunakan standar utama. Sedangkan larutan yang tidak
diketahui kemurniannya secara akurat, atau mungkin tidak mungkin untuk menimbangnya
dengan tepat, larutan yang disiapkan harus sedikit lebih kuat dari larutan yang diinginkan.
Standarisasi kemudian menggunakan standar utama yang sesuai.
3) Standarisasi Larutan dengan Standar Utama
Enam Langkah utama dalam standarisasi larutan:
a. Menimbang berat standar primer (sama dengan 1 L larutan yang akan distandarisasi)
b. Menimbang 3 dari 4 sampel standar utama yang sudah dikeringkan (20 mL larutan)
c. Menghitung volume tittrasi normalitas yang diinginkan
d. Menambahkan air bebas mineral dan reagen lainnya
e. Menambahkan air ke dalam larutan yang tersisa sesuai dengan rumus:
Volume sisa
mL= x (titrasi terhitung−titrasi aktual)
Titrasi aktual
f. Mentitrasi sampel tambahan dan mengulang Langkah 4-5 sampai didapatkan kekuatan
yang sesuai
Persiapan larutan H2SO4 1.00 N dan 0.02 N
Larutan standar asam sulfat digunakan untuk menentukan alkalinitas yang biasanya
dalam bentuk CaCO3 yang setara dengan berat 50 (membutuhkan larutan N/50 atau 0.020 N).
Karena besarnya reagen yang dibutuhkan, larutan yang dapat disiapkan berupa 1.00 N asam dan
larutan 0.020 N. Langkah-langkah dalam mempersiapkan larutan tersebut adalah sebagai berikut:
1) Menghitung konsentrasi H2SO4 yang dibutuhkan
2) Menyiapkan larutan asam 1.00 N
3) Menghitung larutan standar utama yang dibutuhkan
4) Menyiapkan larutan asam 0.020 N
Persiapan larutan NaOH 1.00 N dan 0.02 N
Larutan standar sodium hidroksida digunakan untuk menghitung karbondioksida dan
keasaman (asiditas). Berat karbondioksida ketika bereaksi dengan sodium hidroksida pada pH
8.3 atau end point phenopthalein bernilai 44. Sehingga larutan NaOH N/44 atau 0.0227 N
merupakan larutan paling cocok untuk menentukan nilai karbondioksida. Keasaman selalu
digambarkan oleh nilai kalsium karbonat, yang memiliki berat ekuivalen 50, dan larutan 0.020 N
digunakan dalam penentuannya. Langkah-langkah dalam mempersiapkan larutan tersebut adalah
sebagai berikut:
1) Melakukan penjernihan NaOH
2) Menghitung konsentreasi NaOH yang dibutuhkan
3) Menyiapkan larutan NaOH 1.00 N
4) Menghitung larutan standar utama yang dibutuhkan
5) Menyiapkan larutan NaOH 0.020 N
6) Standarisasi menggunakan secondary standard

Anda mungkin juga menyukai