Pasca lulus Sekolah Menengah Atas, aku melanjutkan
pendidikan di salah satu perguruan tinggi swasta yang terletak di kota serang, Universitas Primagraha itulah nama kampusku.
Meskipun pada waktu itu aku sempat gapyear (menunda
kuliah), karena jujur aku terlena oleh dunia kerja. Keadaan finansial keluarga yang melatarbelakangi aku untuk kerja waktu itu. Namun, aku merasakannya sendiri bahwa cari duit itu tak semudah yang dibayangkan. Aku sempat kerja di salah satu perusahaan di Cengkareng PT. Sinar Selaras Lestari Aluminium. Masa kerjaku bertahan cuma tiga bulan, karena waktu itu Covid-19 sedang marak-maraknya. Akhirnya perusahaan memutuskan untuk mengurangi jumlah karyawan, dan aku salah satunya yang terisolir kala itu.
Semenjak PHK itu aku berdiam diri dirumah tanpa
mengetahui apa yang harus aku lakukan, tak tahu arah mau kemana. Sebenarnya dari dulu aku sangat berharap untuk bisa kuliah seperti orang lain. Namun karena aku mempertimbangkan keadaan ekonomi keluarga aku merasa berat untuk hal itu. Pertolongan Allah datang kala itu, ada salah satu dari temanku membawa kabar baik. Sebuah brosur Universitas yang dilengkapi dengan beasiswa. Aku sangat tertarik kala itu, karena aku memang mengharapkan kuliah apalagi ini gratis.
Aku memutuskan untuk melanjutkan kuliah mengambil
beasiswa itu. Aku masuk Fakultas Hukum Program Studi Ilmu Hukum. Berharap dengan masuk ke Fakultas Hukum aku bisa membenahi sistem hukum yang ada di daerahku yang masih berantakan, masih banyak orang dengan keadaan sadar yang melanggar dan menyalahgunakan hukum. Beberapa bulan kemudian semester satu telah aku lalui, menginjak semester dua kala itu. Aku merasa terbebani oleh banyak kebutuhan namun tak punya jalan keluarnya untuk memenuhi kebutuhan itu. Aku masih pengangguran, aku masih minta pada orang tua, aku masih sangat merepotkan orang tuaku. Aku dengan segala keresahanku kala itu. Ketika temanku sanggup membeli buku, aku hanya bisa melihatnya tanpa bisa memilikinya seperti yang dia rasakan. Ketika temanku berpakaian rapih, aku hanya bisa melihatnya tanpa tahu rasanya seperti apa. Ketika temanku bergaul dengan segala gayanya, aku hanya berdiam diri dan lagi-lagi cuma bisa melihatnya tanpa tahu rasanya.
Aku sangat bimbang, aku tidak mau meminta kepada
orang tua lagi, namun di sisi lain, aku belum bisa mempunyai pekerjaan. Aku sangat merasa paling bodoh kala itu. Banyak temanku yang sudah kerja, sudah bisa beli kopi pakai duit sendiri. Sudah bisa beli rokok pakai duit sendiri, hasil keringat sendiri. Sedangkan aku, aku bisa apa kala itu. Aku tidak bisa apa-apa, kerjaan sangat sulit karena angka Covid-19 selalu saja meningkat dan disertai varian-varian yang baru.
Aku takut, aku resah, aku akan begini-begini saja..
Aku takut aku tak bisa mendapatkan apa yang menjadi
harapanku.
Aku hanya bisa merasakan kesedihan, dan berdo’a
semoga di lain waktu aku bisa merasakan apa yang mereka rasakan, aku bisa beli kebutuhan dengan duit hasil keringatku sendiri, bahkan aku berharap lebih dari itu.