Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PAI

MANUSIA DAN AGAMA


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. H. Makhmud Syafe’i

Disusun Oleh:

KELOMPOK 2
Amanda Olivia Sikumbang
NIM 2300618
Vika Az-Zahra
NIM 2305133
Wildi Nurbanani Aulia
NIM 2303658

KELAS A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA & ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2023
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, makalah berjudul Manusia dan Agama ini
dapat diselesaikan oleh penulis dengan sebaik-baiknya. Sholawat serta salam semoga
dilimpahkan kepada junjunan Nabi Muhammad SAW.
Harapan kami makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih kepada
rekan-rekan sekalian yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis
menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kelemahan dan
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan masukan dari berbagai pihak untuk menyempurnakan
makalah ini sangat penulis nantikan. Semoga makalah ini bermanfaat dan menjadi amal salih
bagi kita semua. Aamiin.

Bandung, 26 September 2023


Penyusun
BAB 1
MANUSIA DAN AGAMA

A. Agama dan Keberagaman

1. Definisi Agama Secara Leksikal

Secara umum, istilah agama disebut sebagai Religion dan juga Ad-din. Adapun kata
“agama” berasal dari bahasa sanskerta untuk menunjuk pada sistem kepercayaan dalam
tradisi agama Hindu/ Budha. Secara etimologis, kata agama berasal dari kata Gam yang
berarti pergi, sebagaimana kata ga, gaan (Belanda) dan go (Inggris), setelah mendapatkan
awalan dan akhiran A (Agama) pengertiannya berubah menjadi jalan. Ada juga yang
mengartikan agama yaitu “A” yang berarti tidak, dan “GAMA” berarti kacau sehingga
agama berarti “tidak kacau”. Maka makna etimologis dapat diartikan agama merupakan
jalan suatu peraturan yang bertujuan untuk membimbing manusia mencapai kehidupan
yang baik sesuai dengan Jalan Tuhan.
Setelah pengaruh Eropa masuk ke Indonesia muncul istilah agama, yaitu “religion”
(B.Inggris) yang berasal dari bahasa latin yaitu “relegere” kata ini berasal pada kata kerja
re-legare yang berarti “mengikat kembali” dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan
sebutan “religi”.
Pada Qs.Al-Kafirun ayat 109 dan Qs.Ali-Imran ayat 85 dilengkapkan tentang agama
islam dan agama selain islam sebagai dua agama yang berbeda. Sedangkan pada Qs. Al-
Fath ayat 28 dibicarakan tentang keunggulan agama kebenaran (Islam yang dibawa Nabi
Muhammad SAW) atas semua agama baik agama Islam yang dibawa oleh nabi-nabi
sebelumnya maupun agama dan kepercayaan yang sesat. Semuanya itu digunakan istilah,
baik pada agama yang benar maupun agama yang rusak (ad-Din al bathil), dan baik
agama yang berdasarkan wahyu ilahi (agama langit, revealed religion) maupun agama
produk (kebudayaan) manusia (agama budaya, natural religion). Dengan demikian, kata
din tidak bisa didefinisikan secara sepihak atau hanya sebagian agama dan kepercayaan
saja melainkan harus didefinisikan dengan pengertian yang menyeluruh yang
menghimpun semuanya, meskipun antara agama agama itu terdapat perbedaan baik dar
sisi eksistensi, sumber, tujuan dan milai agama itu sendiri.
Dalam berbagai kamus bahasa Arab, ditemukan bahwa kata Din adalah bentuk
mashdar (kata dasar) dari kata kerja doma vadinu yang memiliki banyak makna antara
lain sebagai berikut: (1) Ketaatan dan kemaksiatan (ath-tha ah wa al mashiyah), (2)
Kemuliaan dan kehinaan (al-izzah wal-adzillah), (3) Paksaan (al-ikrah), kemenangan (al-
qahr wal-ghalabah), (4) Kesalehan (al-wara) (5) Perhitungan (al-hisab) (6) Pembalasan
(al-jaza wa l-mukafa'ah), (7) Putusan pengurusan (at-tadbir), (10) Tingkah laku (as-sirah),
(11) Adat kebiasaan (al addah), (12) Keadaan (al-hal), (13) Perkara, urusan (asy-syan ),
(14) Kepercayaan (al-i’tiqad) (15) Tauhid (at-tauhid) (16), Ibadah (al-ibadah), (17) Millah
dan madzhab (al-millah wa madzhab) (18) Nama bagi semua apa yang dijadikan sarana
untuk menyembah Allah (Kamus al-Munid. 231, Al-Mu jam al- Wasith, 307, dan 41-
Munawwir, 437).
Dari perbedaan makna Din tersebut, Muhammad Abdullah Daraz menyatakan bahwa
dibalik perbedaan makna tersebut sebenarnya terdapat hubungan yang sempurna pada
esensinya dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bagian yaitu:
Pertama, kata Din berkisar pada kewenangan dan kepemilikkan serta tindakan yang
dilakukan oleh para penguasa, raja atau pemimpin seperti menyiasati, mengurus,
mengatur, menghukum dan lain sebagainya.
Kedua, kata Din bermakna athaa'ahu artinya menaatinya dan khadha'a lahu artinya
tunduk patuh kepadanya.
Ketiga, kata Din bermakna madzhab atau thoriqah (metode, jalan khusus) artinya
dimana seorang berjalan baik secara teoretik (keyakinan atau pendapat yang dianut)
maupun praktik (kebiasaan dan tingkah laku).
Dari uraian diatas, dapat diketahui letak keunggulan kata Din dibandingkan dengan
kata agama dan religion dimana kata Din mengandung makna dasar yang lebih luas
dimana yang satu dan lainnya memiliki hubungan yang sangat erat dan
saling melengkapi.

2. Definisi Agama Menurut Para Ulama dan Ilmuwan

Definisi agama yang dikenal di kalangan ulama Islam:


a. “Agama adalah undang undang ketuhanan yang (berfungsi untuk menuntun orang
orang yang berakal sehat untuk memilih kebaikan di dunia dan keberuntungan di
Akhirat (Muh Abdullah Daraz, 33)”
b. “Agama adalah nama bagi apa yang telah dayariatkan Allah kepada para hamba
Nya melaha para nabi agar mereka bisa mencapai kedekatan dengan Allah (Ar-
Raghib al-Ashfahani)”

Sedangkan di kalangan ilmuwan Barat banyak terdapat perbedaan definisi agama


antara lain sebagai berikut :
a. Cicero dalam buku Tentang Undang-undang berkata, "Agama adalah hubungan
yang dibina manusia dan Tuhan"
b. Taylor dalam buku Peradaban Masyarakat Primitif berkata: "Agama adalah
percaya kepada hal-hal yang bersifat spiritual"
c. Max Muller memaknai agama sebagai upaya untuk menggambarkan apa yang
tidak mungkin digambarkan dan mengungkapkan apa yang tidak mungkin
diungkapkan. yakni memandang hal yang berkesudahan yaitu cinta kepada Tuhan.
d. Immanuel Kant dalam buku Agama dan Batas Bbatas Akal berkata "Agama
adalah perasaan tentang kewajiban-kewajiban kita dari segi pelaksanaan perintah-
perintah Tuhan"

Jika dapat dirinci lebih dalam lagi, maka sesungguhnya dalam setiap agama di
dunia
selalu mengandung empat unsur penting :
a. Pengakuan adanya kekuatan gaib yang menguasai, mengatur atau mempengaruhi
kehidupan manusia;
b. Keyakinan bahwa keselamatan hidup manusia tergantung terhadap adanya
hubungan baik dengan kekuatan gaib tersebut;
c. Sikap emosional pada hati dan jiwa manusia terhadap kekuatan gaib itu seperti rasa
takut, hormat, cinta, penuh harap dan pasrah;
d. Tingkah laku atau ritus tertentu yang dapat diamati sebagai buah dari unsur tersebut
di atas seperti shalat, sembahyang, puasa, berdoa, taubat, suka menolong dan
meninggalkan hal-hal buruk.

3. Fitrah Bertuhan dan Beragama


Di dalam al-Qur'an fitrah bertuhan dan beragama ini dapat ditemukan dalam
surat Al A'raf ayat 172-173 dan dijelaskan pada surat Al Rúm ayat 30 yang
menjelaskan bahwa manusia sejak awal kejadiannya telah membawa fitrah at-Tauhid
(fitrah berketuhanan Yang Maha Esa) dan mengabarkan pada dasarnya manusia
diciptakan dalam keadaan hanif (membawa potensi agama yang lurus) yakni agama
yang berdasarkan pada ma'rifat kepada Allah dan men-tauhid-kan-Nya. Firman Allah
tersebut diatas diperkuat oleh hadits Qudsi bahwasannya Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya Aku telah menciptakan manusia hamba-hamba-Ku dalam keadaan
lurus (hanif); kemudian datanglah setan kepada mereka dan menyimpangkan mereka
dari agamanya..." (HR. Muslim dari lyadh bin Himar-Shahih).
Dari penjelasan di atas, pada dasarnya manusia itu terlahir dalam kondisi fitrah
bertauhid kepada Allah SWT bagaikan kertas putih bersih yang sejak semula
didalamnya tercetak persaksian dan perjanjian suci antara dirinya dengan Tuhan-Nya,
tetapi kemudian ada sebagian manusia yang berpaling dari kesucian perjanjian
tersebut dan mengabaikannya. Fitrah Allah yang hadir pada diri manusia sebagai
bukti bahwa manusia pada dasarnya tidak bisa melepaskan diri dari kebutuhan untuk
ber-Tuhan. Secara fitri manusia merasa dirinya lemah dan butuh
pertolongan yang maha Kuasa.

B. Asal Usul dan Macam-Macam Agama di Dunia

Kebutuhan manusia akan hal- hal yang bersifat keyakinan dan supmnatural menjadi
dasar perkembangan berbagai bentuk agama dan kepercayaan yang ada di dunia.
Agama atau kepercayaan terhadap hal supranatural tersebut secara evolutif dapat
dikelompokan ke dalam berbagai jenis kepercayaan antara lain:

1. Animisme yaitu suatu bentuk kepercayaan kepada adanya kekuatan yang


bersumber dari roh nenek moyang. Faham animisme ini kemudian memunculkan
ritus-ritus seperti upacara penyembahan dengan memberi sesajen dan lain-lain dengan
tujuan agar kiranya roh nenek moyang dapat memberi pertolongan dan melindungi
kehidupannya.
2. Dinamisme yaitu suatu bentuk kepercayaan terhadap adanya kekuatan pada benda-
benda bertuah sehingga dia meyakini semakin banyak benda bertuah yang dimiliki
semakin aman dan berjaya kehidupannya.
3. Politheisme yaitu bentuk kepercayaan kepada banyak dewa-dewa. Keyakinan ini
meniscayakan adanya dewa-dewa besar di dunia dan berusaha mendekatinya dengan
berbagai ritus penyembahan dan lain sebagainya. Muncullah istilah dewa-dewi
tersebut seperti dewa matahari, dewa bulan dan seterusnya.

Selain itu pun dalam perkembangannya, kepercayaari atau keyakinan tersebut


melembaga menjadi agama-agama di dunia. Agama-agama ini ddapat dikelompokkan
menjadi dua kelompok besar yaitu:

1. Agama Samawi (samawi artinya langit, disebut demikian karena mengklaim


ajarannya turun dari langit/Tuhan melalui wahyu). Agama yang masuk kelompok ini
terdiri dari Agama Yahudi yang risalahnya dibawa oleh Nabi Musa as, Nasrani yang
risalahnya dibawa oleh nabi Isa as dan Islam yang dibawa risalahnya oleh Nabi
Muhammad SAW. Dalam hal ini Islam sebagai agama terakhir menjadi penyempurna
dan penutup dari semua agama-agama samawi di dunia. Pada dasarnya agama-agama
ini bersifat Monotheistik, yaitu agama yang hanya mempercayai satu Tuhan,
sekalipun dalam proses kesejarahannya ada yang mengalami penyimpangan sehingga
bersifat politheistik (menuhankan lebih satu Tuhan).
2. Agama Ardhi (ardhi artinya bumi, disebut demikian karena agama ini lahir dari
budaya yang berkembang di atas bumi). Agama yang masuk kelompok ini antara lain
agama Budha, Hindu, Shinto, Taoisme, Konfusianisme dan lain sebagainya. Agama
ardhi cenderung dualistik (percaya pada dua kekuatan langit) atau Politheistik,
(mempercayai banyak tuhan (dewa).

C. Islam sebagai Agama Para Nabi

1. Islam sebagai Agama yang Bersumber dari Tuhan

Islam pada hakikatnya adalah penyebutan bagi agama-agama yang Allah


SWT. turunkan melalui para nabi dan Rasulnya sejak nabi Adam as hingga Nabi
Muhammad SAW. Hal ini telah ditegaskan bahwa agama di hadirat Allah SWT.
hanyalah Islam dan Dia tidak akan menerima kecuali Agama Islam. Banyaknya nabi
yang diutus Allah SWT. kepada umat-umat yang berbeda-beda tidaklah berarti bahwa
agama Allah SWT. itu banyak adanya karena seluruh agama (millah, sebutan untuk
agama-agama sebelum nabi Muhammad) atau ajaran yang dibawa semua nabi dan
rasul-Nya berada di bawah satu panji, yakni Islam. Memang secara syariat setiap nabi
dan rasul-Nya berbeda satu dengan yang lainnya sesuai dengan tingkatan umat dan
kondisi jamannya namun pada dasarnya semua syariat tersebut berdiri di atas pondasi
yang sama yaitu akidah keesaan Allah SWT (agaidah at-Tauhid).

a. Pengakuan Nabi Nuh a.s. (Qs. Yunus/10:72)


b. Doa Nabi Ibrahim a.s. dan Ismail a.s. (Qs. Al-Baqarah/2:128)
c. Perintah Nabi Musa a.s. kepada kaumnya (Qs. Yunus/10:72)
d. Doa Nabi Yusuf a.s. (Qs. Yusuf/12:101)
e. Pernyataan para sahabat Nabi Isa a.s., yaitu kaum Hawariyyun (Qs. Ali
Imran/3:52)
f. Ikrar keislaman Ratu Saba’ (Qs. Al-Naml/27:44)

Kemudian firman Allah SWT. tersebut dipertegas oleh sabda Rasulullah SAW yang
artinya:

“Para nabi itu bersaudara (mereka) putera-putera orang dari berbagai perempuan
Ibu mereka berlainan, tetapi agama mereka satu” (HR. Asyaikhani dan Abu Dawud-
Sahih)

Dengan demikian, puncak kesempurnaan dan universalitas syariat Islam ada


pada risalah nabi Muhammad SAW. Kesempurnaan dan universalitas inilah yang
menjadi karakteristik Islam yang di bawa oleh nabi Muhammad SAW sebagai agama
penutup dan penyempurna bagi risalah agama sebelumnya. Hal ini pula yang menjadi
dasar bahwa Islam inilah yang sah untuk dianut oleh umat manusia sejak masa
Rasululloh Muhammad SAW hingga hari kiamat, sebab datangnya Islam (risalah
Muhammad SAW) secara otomatis menasakh (menghapus) berlakunya syariat nabi-
nabi terdahulu.
2. Islam sebagai Hidayah

a. Hidayah Allah untuk Manusia


Hidayah merupakan modal dasar serorang hamba dalam meraih kebahagiaan
dunia dan akhirat. Alqur'an menyebut kata yang bermakna petunjuk dengan kata al-
huda sebanyak 85 yang bermakna memberi petunjuk (atau) suatu yang mengantar
kepada apa yang diharapkan, yang disampaikan kepada manusia secara halus dan
lemah lembut.

At-Thabathaba'i dalam Al-Mizan fi Tafsir al-Qur'an membagi hidayat Allah


menjadi dua yaitu:
1) Hidayah Takwiniyah, yaitu hidayah Allah yang berkaitan langsung dengan urusan
penciptaannya. Hidayah ini diberikan kepada semua makhluk sesuai dengan
spesiesnya masing-masing sebagai petunjuk kepada kesempurnaan perbuatan masing-
masing yang telah ditentukan untuknya.
2) Hidayah Tasyri'iyyah, yaitu hidayah Allah yang berhubungan dengan urusan-
urusan syariat yakni petunjuk kepada akidah yang benar dan amal saleh (Hamzah
dalam Tafisr al Muntaha, 193)

Selanjutnya, Dr. Wahbah az-Zuhaili (dalam Hamzah dalam Talir al Mu 194)


mengemukakan bahwa Allah SWT memberikan lima macam hidayah kepada manusia
untuk mencapai kebahagian, yaitu:
1) Hidayah al ilhami l-fithriy (Hidayah instinktif-inspiratif). Hidayah semacam ini
tidak hanya diberikan kepada manusia akan tetapi juga kepada hewan sekalipun
Hidayah ini diberikan oleh Allah SWT kepada manusia sejak masih kelahirannya.
2) Hidayah al-Hawasi (Hidayah Inderawi). Bisa juga disebut dengan hidayah
pancaindra. Panca indra yang dimaksud adalah alat melihat, alat mendengar, alat
pencium, alat perasa, dan alat peraba Hidayah ini dianugerahkan Allah Swt baik
kepada manusia maupun kepada hewan. Namun dalam beberapa hal indra hewani
lebih sempurna dibandingkan dengan indra manusia.
3) Hidayah al-Aqli (Hidayah Akal/Intelektual) Hidayah ini hadir untuk meluruskan
kekeliruan-kekeliruan panca indra. Akal memiliki tingkatan yang lebih tinggi dari
jenis hidayah sebelumnya. Hidayah akal inilah yang menyebabkan manusia berbudaya
dan sekaligus membedakan antara hewan dan insan.
4) Hidayah ad-din, biasa juga disebut dengan hidayah agama. Inilah hidayah yang
tidak mungkin keliru dan sumber yang tidak mungkin sesat. Sungguh kadang akal
membuat kekeliruan karena terpengaruh oleh potensi nafsu yang kadang
menjerumuskan. Oleh karena itu, manusia memerlukan sesuatu hidayah yang dapat
meluruskan, membimbing dan menunjukkan ke jalan yang paling lurus. Hidayah
inilah yang senantiasa terpercaya menjadi tempat bernaung manusia dan
membekalinya dengan kunci kunci kebajikan dan mempersenjata diri atas jebakan
keburukan. Oleh karena itu, hidayah ini adalah hidayah yang paling dibutuhkan
manusia guna memperoleh kebahagian di dunia dan akhirat.
5) Hidayah al-Ma'unah wa t-Taufiqi. Hidayah ini semata-mata berada dalam tangan
Allah Swt, tidak ada seorangpun yang dapat memberikannya kepada manusia lain.
Ternyata Rasulullah SAW sekalipun tak mampu memberikan hidayah kepada
pamannya Abu Thalib, walaupun Abu Thalib telah berusaha dibujuk oleh beliau akan
tetapi kenyataan berbicara lain. Abu Thalib meninggal dunia dalam keadaan tidak
beriman, padahal Rasul sangat mencintai dan menyayangi beliau. Oleh karena itu,
Allah SWT berfirman QS. al-Qashash ayat 56 yang artinya:

"Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu
kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya,
dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk".
(Qs. Al Qashash/:56)

b. ISLAM, Satu-Satunya Hidayah Agama dari Allah SWT.

Untuk membimbing manusia dalam memperoleh kebahagiaan di dunia dan di


akhirat, Allah Swt. menurunkan agama Islam sebagai pedoman yang memanndu
kehidupan sekaligus menghindarkan manusia dari tipuan syaitan dan jalan kesesatan.
Firman Allah yang artinya:

“Nanti akan Aku berikan kepadamu petunjuk (dalam menempuh kehidupan). Barang
siapa yang mengikuti petunjuk-Ku tersebut, niscaya mereka tidak akan ditimpa rasa
khawatir dan takut(dalam kehidupan) dan tidak akan bersedih hati.” (Qs. Al-
Baqarah/2:38)

Dengan menjadikan Islam sebagai agama yang kita anut sekarang, berarti kita
telah mendapatkan hidayah dari Allah SWT yang harus dipupuk dan ditumbuhkan
dalam pribadi kita dengan amal kebajikan dan ketaatan kepada Allah dan Rasulnya
serta senantiasa memohon pertolongan agar selalu diberi bimbingan untuk berada
pada jalan yang lurus hingga akhir hayat. Paling tidak sebanyak 17 kali umat Islam
memohon hidayah jalan lurus sehari semalam dengan membaca yang artinya:
"Tunjukilah kami jalan yang lurus".
Oleh karena itu agama Islam, dapat berperan dan berfungsi bagi manusia,
yang dapat dikembangkan oleh setiap individu, sebagai berikut:
1) Pemberi makna bagi perbuatan manusia.
2) Alat kontrol bagi perasaan dan emosi.
3) Pengendali bagi hawa nafsu yang terus berkembang.
4) Pemberi reinforcement (dorongan penguat) terhadap kecenderungan berbuat baik
pada manusia.
5) Penyeimbang bagi kondisi psikis yang sedang berkembang.

3. Islam sebagai Agama Akhir Zaman

a. Nama, Pengertian, dan Misi Islam

1) Nama Agama : Islam

Ada dua sisi untuk memahami pengertian agama Islam, yaitu sisi kebahasaan dan sisi
peristilahan.
a) Dari segi kebahasaan, kata Islam berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata aslama-
yuslimu-islaman yang mempunya arti semantik sebagai berikut:
- Tunduk dan patuh (khadha’a- khudhu'an wa istaslama-istislaam)
- Berserah diri, menyerahkan, memasrahkan (sallama- tasliim)
- Mengikuti (atba’a-itba’)
- Menunaikan, menyampaikan (adda- ta'diyah)
- Masuk dalam kedamaian, keselamatan atau kemurnian.
b) Dari segi istilah banyak para ahli dan ulama yang mendefinisikan tentang Islam,
diantaranya.
Sayyidina Ali KWA berkata:
"Islam adalah penyerahan diri, penyerahan diri adalah keyakinan, keyakinan adalah
pembenaran, pembenaran adalah pengakuan, pengakuan adalah penunaian dan
penunaian adalah pengamalan. Orang mukmin mengambil agama dari tuhan-Nya
Sungguh, orang mukmin itu diketahui keimanannya pada amalnya sedangkan orang
kafir diketahui kekafirannya dengan keingkarannya"

"Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat


manusia melalui Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul-Nya."

Jika seseorang telah mengucapkan syahadat (kesaksian bahwa tidak ada tuhan selain
Allah dan bahwa Muhammad itu adalah Rasulullah) berarti ia telah masuk Islam dan
secara formal disebut sebagai Muslim baik betul-betul dengan hatinya atau pun tidak.
Oleh karena itu dalam istilah syariat, keislaman seseorang dapat dibedakan menjadi
dua macam:

(1) Dina l-Iman (tanpa Iman), yaitu pengakuan keislaman dengan lisan tanpa adanya
iman di hati. Islam disini hanya berarti penyerahan diri secara lahir saja tanpa
diikuti oleh keyakinan dan pembenaran dalam bathin. Inilah gambaran yang
dilakukan oleh orang munafik.
(2) Fauqa l-Iman (dengan Iman), yaitu pengakuan Islam yang dibarengi dengan
keyakinan dalam hati, penunaian dalam perbuatan dan ketertundukkan serta
penyerahan diri kepada Allah SWT dalam semua qadha dan qadar-Nya. Inilah
yang disebut Islam dalam arti sebenarnya (hakiki, haqqan) dan pelakunya
disebut muslim sejati.

2) Tujuan dan Misi Diturunkannya Agama Islam

Islam memiliki tujuan menjaga hak-hak dasar manusia agar senantiasa terpelihara
kebaikannya sesuai dengan tuntuan Allah SWT dan rasul-Nya. 5 hak dasar setiap
manusia:
a) Hifzhu d-Din (menjaga agama). Ajaran Islam diturunkan bertujuan untuk
menjaga manusia dari segala kepercayaan dan keyakinan syirik kepada Allah
SWT Islam mengajak manusia untuk hanya bertauhid kepada Allah semata dan
menjauhi segala perbuatan-perbuatan menyekutukan Allah SWT.
b) Hifzhu n-Nafs (menjaga jiwa/nyawa). Setiap syariat dan aturan dalam Islam
sekali lagi bertujuan menjaga nyawa atau kehidupan. Hukum qishas misalnya atau
bukuman mati untuk seorang pembunuh, tentunya bertujuan untuk menjaga orang
yang tidak bersalah lebih banyak lagi..
c) Hifzhu l-‘aql (menjaga akal). Agama Islam adalah agama yang sangat
mementingkan akal dalam segala hal, maka kita sering mendengar atau membaca
dalam Al Qur'an yang yang berbunyi "Afalaa ta'qiluun" "wa hum laa ya qiluun"
dan beberapa redaksi lainnya yang intinya menanyakan pada manusia apakah
kalian tidak menggunakan akal? Karena begitu pentingnya akal maka Allah
mengharamkan manusia untuk mengkonsumsi sesuatu yang dapat menghilangkan
akal baik sedikit atau banyak, baik sebagian atau semuanya, seperti khamr atau
minuman keras narkoba dan hal apa saja yang dapat merusak atau menghilangkan
akal.
d) Hifzhu l-Mal (menjaga harta) Ajaran Islam sangat menghormati hak
kepemilikan manusia di alam semesta ini, sehingga Islam tidak
membenarkan sama sekali perbuatan-perbuatan merebut hak kepemilikan orang
lain melalui bentuk pencurian dan bentuk kriminalitas lainnya.
e) Hifzu n-Nasl (menjaga keturunan dan kehormatan). Islam sangat memahami
manusia yang memiliki fitrah untuk menyenangi lawan jenis, dan fitrah untuk
mencintai anak dan keturunan. Oleh karena itu, Islam mengatur fitrah ini dengan
memberikan syariat berupa akad pernikahan agar manusia terbebas dari segala
bentuk perzinahan yang akan menodai kehormatan dan mengaburkan keturunan.

Adapun misi ajaran Islam dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Misi Aqidah (Kredial)


Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa misi kehadiran Islam bagi umat
membebaskan manusia dari segala keyakinan dan perbuatan syirik yakni meyakini
adanya tuhan selain Allah SWT dalam arti Islam mengajak manusia untuk
bertauhid hanyak kepada Allah SWT. implementasi dari misi akidah ini adalah
munculnya bentuk keterikatan atau keterkaitan antara seorang hamba dengan
Allah SWT, sehingga kondisi ini selalu mempengaruhi hamba dalam seluruh
perilaku, aktivitas dan pekerjaan yang ia lakukan. Dengan kata lain keterikatan
tersebut akan mempengaruhi dan mengontrol dan mengarahkan semua tindak-
tanduknya kepada nilai-nilai dan keyakinan kebenaran ajaran agama.
Masalah-masalah aqidah selalu dikaitkan dengan keyakinan terhadap Allah,
Rasul dan hal-hal yang ghaib yang lebih dikenal dengan istilah rukun iman. Di
samping itu juga menyangkut dengan masalah eskatologi, yaitu masalah akhirat
dan kehidupan setelah berbangkit kelak. Keterkaitan dengan keyakinan dan
keimanan, maka muncul arkanul iman, yakni, iman kepada Allah, Malaikat, Kitab,
Rasul, hari akhirat, qadha dan qadar.
b. Misi Ibadah (Ritual)
Ibadah berasal dari kata ‘abdi yang berarti hamba. Dari kata ini muncul kata
al-‘ibadati yang berarti (memperlihatkan/ mendemonstrasikan ketundukan dan
kehinaan). Secara istilah ibadah berarti usaha menghubungkan dan mendekatkan
diri kepada Allah SWT sebagai Tuhan yang disembah.
Ibnu Taimiyyah menjelaskan bahwa ibadah berawal dari suatu hubungan dan
keterkaitan yang erat antara hati dengan yang disembah. Kemudian hubungan dan
keterkaitan tersebut meningkat menjadi kerinduan karena tercurahnya perasaan
hati kepada-Nya. Kemudian rasa rindu itu pun meningkat menjadi kecintaan yang
kemudian meningkat pula menjadi keasyikan. Sehingga akhirnya membuat cinta
yang amat mendalam yang membuat orang yang mencitai bersedia melakukan
apa saja demi yang dicintai. Oleh karena itu, betapapun seseorang menundukkan
diri kepada sesama manusia, ketundukan demikian tidak dapat disebut sebagai
ibadah sekalipun antara anak dan bapaknya.
Dari segi manfaatnya ibadah dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu; pertama,
ibadah perorangan (fardhiyyah), yakni ibadah yang menyangkut diri pelakunya
sendiri serta tidak ada hubungannya dengan orang lain seperti shalat dan puasa.
Kedua, ibadah kemasyarakatan (ijtima 'iyyah), yakni ibadah yang memiliki
keterkaitan dengan orang lain.
c. Misi Akhlak (Etik/Moral)
Akhlaq dapat dimaknai sebagai tingkah laku yang lahir dari manusia dengan
sengaja, tidak dibuat-buat dan telah menjadi kebiasaan sebagao buah dari
keyakinan atas kekuasaan dan keeasaan Tuhan. Islam kehadirannya ditengah-
tengah manusia adalah untuk memperbaiki dan menyempurnakan akhlak. Hal ini
sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya: "Sesungguhnya saya
diutus untuk meyempurnakan akhlak manusia".

d. Misi Mu'amalah (Sosial)


Mu'amalah dapat dipahami sebagai gambaran suatu aktivitas yang dilakukan
seseorang dengan orang lain atau beberapa orang dalam memenuhi kebutuhan
masing- masing. Dalam Islam istilah ini lebih dikenal dengan istilah fiqh
muamalah, yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan tindak-tanduk manusia
dalam persoalan- persoalan keduniaan.
Misi Islam dalam aspek mua'amalah ini adalah bahwa tidak boleh ada
sesuatupun dari tindak-tanduk manusia yang lari dari prinsip-prinsip ajaran Islam,
Allah SWT telah memberikan konsep dan prinsip-prinsip umum bagi manusia
dalam berhubungan dengan sesamanya. Dengan demikian, maka seluruh aktivitas
dan tindak-tanduk manusia harus sesuai, menjurus dan sinergis dengan apa yang
telah ditetapkan di dalam nash, baik dari nash al-Qur'an maupun dari hadits.
RINGKASAN

1. Tuhan dan Agama adalah kebutuhan yang bersifat dharuri bagi setiap manusia.
Manusia tidak bisa melepaskan diri dari kebutuhan ber-Tuhan dan beragama.

2. Hal beragama (at-tadayyun) merupakan fenomena masyarakat yang sangat jelas


sehingga dimana ada masyarakat disitulah ada agama.

3. Agama dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu agama Samawi
(turun dari langit) dan Ardhi (budaya) manusia.

4. Agama Islam merupakan ajaran yang bersumber dari Allah SWT. yang diturunkan
melalui nabi dan rasulnya sejak nabi Adam as hingga Nabi Muhammad SAW.

5. Agama Islam adalah satu-satunya agama yang diridhoi oleh Allah SWT.

6. Agama Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia dan memiliki misi
menjunjung tinggi nilai kemanusiaan sebagai makhluk yang paling mulia.

7. Misi ajaran Islam adalah kontekstualisasi dari fungsi manusia di alam semesta
sebagai Abdun (hamba yang beribadah) kepada Allah SWT dan wakil Allah
(Khalifah) di muka bumi.

Anda mungkin juga menyukai