Pada masa abad permulaan, banyak pengikut Kristus berusaha mengembangkan agama
Kristen.Tetapi pada masa itu, agama tersebut dilarang oleh negara, karena dianggap berbahaya
bagi kehidupan manusia. Banyak para penganut Kristen yang ditangkap untuk disiksa atau
dibunuh. Karenanya, para penganut Kristen tersebut dalam melaksanakan upacara keagaamaan
dilakukan secara tertutup (sembunyi-sembunyi). Hal ini membuat perkembangan musik pada
Pada tahun 313, raja Konstantin yang Agung (Constantine The Great) mengakui agama
Kristen sebagai agama yang sah. Baru mulai saat inilah umat Kristiani mendapat kebebasan
seluas-luasnya untuk mengembangkan agama. Musik bagi agama Kristen tidak dapat dipisahkan
dengan kehidupan beragama, karena itu para pemuka agama selalu berusaha mencari cara-cara
yang paling mudah dipahami oleh para umatnya untuk melaksanakan ibadah keagamaan.
Pada tahap permulaan, musik gereja masih merupakan lanjutan atau tiruan dari lagu-lagu
(nyanyian-nyanyian) gereja lama dari negeri timur, terutama Yunani dan Hebrew (Yahudi). Dan
karena pengaruh yang besar dari kebudayaan Hellenisme (bergaya Yunani), maka lagu-lagu
Selama 1000 tahun, atas usaha para biarawan, telah banyak hasil yang dicapai dalam seni
1
Sejarah Musik - Abad Pertengahan
(3. Perkembangan Musik Gereja)
1. Paus Sylvester pada tahun 330 mendirikan sebuah sekolah untuk melatih penyanyi
2. Paus Santo Ambrossius (333-397), seorang Uskup dari Milan telah berhasil
mengumpulkan lagu-lagu gereja lama untuk dipakai dalam upacara gereja (ibadat).
Kumpulan lagu ini disebut dengan “Ambrossius Chant”. Beliau telah mengganti teks
dari bahasa Yunani menjadi bahasa Latin. Di samping itu, beliau juga menjadi yang
pertama kali menggunakan 4 tangganada otentik Yunani, yakni Doris, Phrygis, Lydis,
dan Mixolydis.
3. Boethius (480-524) seorang filsuf Romawi telah berhasil mengganti nama 15 nada
(The Greater Perfect System) dengan alfabet latin, yakni dengan huruf A-P (huruf J
tidak dipakai).
“Ambrossius Chant”, untuk diganti dengan hasil himpunan nyanyiannya sendiri yang
banyak mendirikan sekolah untuk melatih para penyanyi khusus pria. Tradisi ini
sebenarnya sudah ada sejak jaman Hebrew (Yahudi). Di dalam pemakaian tangga
2
Sejarah Musik - Abad Pertengahan
(3. Perkembangan Musik Gereja)
nada, disamping menggunakan 4 tangganada otentik, beliau menambah 4 tangganada
yang disusun oleh Boethius (15 nada), oleh beliau disingkat menjadi 7 yakni:
Selain hal diatas, dikembangkan juga notasi Neumes (Yunani: neuma = isyarat) untuk
penulisan lagu-lagu Gregorian. Notasi tersebut berupa isyarat (lambang) yang mirip
tulisan steno (tulisan yang berwujud simbol yang telah disepakati/ sandi) dengan teks
dibawahnya. Neumes digunakan untuk menentukan tinggi/ rendah nada yang sangat
relatif. Sehingga tidak menunjukkan tinggi/ rendah nada absolute maupun nilai nada-
nadanya.
5. Huchbald (840-930) seorang rahib dari Flanders adalah ahli teori musik yang pertama
kali menggunakan garis pararel dalam notasi musik untuk membedakan tinggi/
rendah nada, meski hanya terbatas mengguakan satu garis saja. Selain itu, beliau juga
3
Sejarah Musik - Abad Pertengahan
(3. Perkembangan Musik Gereja)
menjadi orang pertama yang menemukan tangganada baru, dengan menyusun deretan
tetrachord yang diisi dengan nada tengah (selipan) antara nada ke-2 dan ke-3. Dengan
6. Santo Odo dari Cluny (+/- 942) juga menggunakan nama a-b-c-d-e-f-g-a untuk
menunjukkan nada-nada.
7. Guideo d’ Arezzo (995 – 1050), adalah seorang rahib yang menjadi pastur dan
kemudian menjadi guru. Karya beliau dalam perkembangan musik adalah sebagai
berikut:
Setiap nada dalam susunan suatu tangganada memiliki nama. Nama-nama nada tersebut
Arezzo melalui system hexachord (susunan yang terdiri hanya enam nada). Penyebutan
4
Sejarah Musik - Abad Pertengahan
(3. Perkembangan Musik Gereja)
nada-nada tersebut sebenarnya diambil dari suku-suku pertama kata dalam himne yang
Permulaan suku kata tersebut terdiri dari enam nada, yang kemudian ditambah perkataan
nada yang ke tujuh (si, dari permulaan huruf: Sancto+Ioannes). Kemudian sekitar abad ke-
16, nada si (ke tujuh) ditambah lagi dengan ut (do) sehingga genap menjadi satu oktaf.
Sekitar tahun 1673, di Italia pelafalan ut diganti dengan do, supaya suara menjadi lebih
jernih.
Guideo d’ Arezzo melengkapi garis paranada menjadi 4 baris. Sitem paranada tersebut
(empat baris pararel) sampai saat ini masih digunakan dalam penulisan lagu-lagu Gregorian.
5
Sejarah Musik - Abad Pertengahan
(3. Perkembangan Musik Gereja)
c. Kunci
Untuk memebedakan nama dan tinggi nada dalam garis paranada, Guideo d’ Arezzo
menuliskan huruf C dan F. Yang kemudian disebut dengan kunci do (alto) dan kunci fa
(bass).
Letak dari kunci-kunci tersebut dapat dipindah-pindahkan pada keempat garis paranada.
Dalam prakteknya, kunci do (alto) diletakkan pada garis ke-4, ke-3, atau ke-2. Sedangkan
8. Franco dari Cologne pada abad ke-13 berhasil menuliskan nada-nada dengan bentuk-
bentuk tertentu yang memiliki nilai (panjang/pendek) tertentu. Selama abad ke-13,
nada-nada yang dipakai adalah Longa, Brevis, Semibrevis, dan Duplex Loma/
Maxima.
Disamping nilai nada, dia juga sudah menggunakan garis birama walaupun belum
berfungsi sebagai pembatas birama seperti saat ini. Fungsi garis birama pada masa itu
hanya untuk pernafasan saja. Selanjutnya, nilai nada yang lebih kecil seperti Minima
dan Semiminima juga digunakan selama abad ke-13. Nada – nada yang digunakan
seperti saat ini merupakan kelanjutan dari model abad ke-15 (jaman Renaisans).
Demikianlah hasil-hasil penting yang telah dicapai oleh orang-orang gereja dalam
mengembangan mutu seni musik. Usaha mereka sangat besar pengaruhnya untuk musik abad
selanjutnya.
6
Sejarah Musik - Abad Pertengahan
(3. Perkembangan Musik Gereja)