Anda di halaman 1dari 6

Mata Pelajaran :Sejarah Musik – Musik Abad Pertengahan (3.

Perkembangan Musik Gereja)


Kelas : XI

3. Perkembangan Musik Gereja

Pada masa abad permulaan, banyak pengikut Kristus berusaha mengembangkan agama

Kristen.Tetapi pada masa itu, agama tersebut dilarang oleh negara, karena dianggap berbahaya

bagi kehidupan manusia. Banyak para penganut Kristen yang ditangkap untuk disiksa atau

dibunuh. Karenanya, para penganut Kristen tersebut dalam melaksanakan upacara keagaamaan

dilakukan secara tertutup (sembunyi-sembunyi). Hal ini membuat perkembangan musik pada

masa itu menjadi tidak begitu berarti.

Pada tahun 313, raja Konstantin yang Agung (Constantine The Great) mengakui agama

Kristen sebagai agama yang sah. Baru mulai saat inilah umat Kristiani mendapat kebebasan

seluas-luasnya untuk mengembangkan agama. Musik bagi agama Kristen tidak dapat dipisahkan

dengan kehidupan beragama, karena itu para pemuka agama selalu berusaha mencari cara-cara

yang paling mudah dipahami oleh para umatnya untuk melaksanakan ibadah keagamaan.

Pada tahap permulaan, musik gereja masih merupakan lanjutan atau tiruan dari lagu-lagu

(nyanyian-nyanyian) gereja lama dari negeri timur, terutama Yunani dan Hebrew (Yahudi). Dan

karena pengaruh yang besar dari kebudayaan Hellenisme (bergaya Yunani), maka lagu-lagu

gereja pada masa itu masih memakai bahasa Yunani.

Selama 1000 tahun, atas usaha para biarawan, telah banyak hasil yang dicapai dalam seni

musik. Hasil dari orang-orang gereja tersebut antara lain:

1
Sejarah Musik - Abad Pertengahan
(3. Perkembangan Musik Gereja)
1. Paus Sylvester pada tahun 330 mendirikan sebuah sekolah untuk melatih penyanyi

yang disebut dengan “Schola Cantorum”. Namun sayang, peningalan-peninggalan

yang memberikan keterangan tentang metode/sistem yang dipakai tidak ditemukan.

2. Paus Santo Ambrossius (333-397), seorang Uskup dari Milan telah berhasil

mengumpulkan lagu-lagu gereja lama untuk dipakai dalam upacara gereja (ibadat).

Kumpulan lagu ini disebut dengan “Ambrossius Chant”. Beliau telah mengganti teks

dari bahasa Yunani menjadi bahasa Latin. Di samping itu, beliau juga menjadi yang

pertama kali menggunakan 4 tangganada otentik Yunani, yakni Doris, Phrygis, Lydis,

dan Mixolydis.

3. Boethius (480-524) seorang filsuf Romawi telah berhasil mengganti nama 15 nada

(The Greater Perfect System) dengan alfabet latin, yakni dengan huruf A-P (huruf J

tidak dipakai).

4. Paus Santo Gregorius Agung (540-604) berusaha menghimpun nyanyian untuk

kepentingan upacara keagamaan. Beliau memerintahkan untuk menghapus pemakaian

“Ambrossius Chant”, untuk diganti dengan hasil himpunan nyanyiannya sendiri yang

diberi nama “Antiphonal Gregorianum”. Untuk mengembangkan musik, beliau

banyak mendirikan sekolah untuk melatih para penyanyi khusus pria. Tradisi ini

sebenarnya sudah ada sejak jaman Hebrew (Yahudi). Di dalam pemakaian tangga

2
Sejarah Musik - Abad Pertengahan
(3. Perkembangan Musik Gereja)
nada, disamping menggunakan 4 tangganada otentik, beliau menambah 4 tangganada

plagal, yakni Hypodoris, Hypophrygis, Hypolydis, dan Hypomixolydis. Nama nada

yang disusun oleh Boethius (15 nada), oleh beliau disingkat menjadi 7 yakni:

Selain hal diatas, dikembangkan juga notasi Neumes (Yunani: neuma = isyarat) untuk

penulisan lagu-lagu Gregorian. Notasi tersebut berupa isyarat (lambang) yang mirip

tulisan steno (tulisan yang berwujud simbol yang telah disepakati/ sandi) dengan teks

dibawahnya. Neumes digunakan untuk menentukan tinggi/ rendah nada yang sangat

relatif. Sehingga tidak menunjukkan tinggi/ rendah nada absolute maupun nilai nada-

nadanya.

5. Huchbald (840-930) seorang rahib dari Flanders adalah ahli teori musik yang pertama

kali menggunakan garis pararel dalam notasi musik untuk membedakan tinggi/

rendah nada, meski hanya terbatas mengguakan satu garis saja. Selain itu, beliau juga

3
Sejarah Musik - Abad Pertengahan
(3. Perkembangan Musik Gereja)
menjadi orang pertama yang menemukan tangganada baru, dengan menyusun deretan

tetrachord yang diisi dengan nada tengah (selipan) antara nada ke-2 dan ke-3. Dengan

deretan nada dalam tangganada menjadi seperti berikut:

- Tetrachord pertama, B menjadi Bb

- Tetrachord ketiga, Bb kembali menjadi B (natural)

- Tetrachord keempat, F menjadi F#

6. Santo Odo dari Cluny (+/- 942) juga menggunakan nama a-b-c-d-e-f-g-a untuk

menunjukkan nada-nada.

7. Guideo d’ Arezzo (995 – 1050), adalah seorang rahib yang menjadi pastur dan

kemudian menjadi guru. Karya beliau dalam perkembangan musik adalah sebagai

berikut:

a. Penamaan nada menjadi: ut (do)-re-mi-fa-sol-la (sistem heksachord).

b. Penggunaan sangkar nada (meski terbatas hanya 4 garis), yang sampai

sekarang masih dipergunakan dalam penulisan lagu-lagu Gregorian.

c. Penggunaan kunci pada sangkar nada.

a. Penamaan Nada (Nama-nama nada)

Setiap nada dalam susunan suatu tangganada memiliki nama. Nama-nama nada tersebut

adalah do – re – mi – fa – sol – la – si – do. Yang sebelumnya ditemukan oleh Guideo d’

Arezzo melalui system hexachord (susunan yang terdiri hanya enam nada). Penyebutan

4
Sejarah Musik - Abad Pertengahan
(3. Perkembangan Musik Gereja)
nada-nada tersebut sebenarnya diambil dari suku-suku pertama kata dalam himne yang

diciptakan untuk menghormati Santo Yohanes Pembaptis.

Permulaan suku kata tersebut terdiri dari enam nada, yang kemudian ditambah perkataan

nada yang ke tujuh (si, dari permulaan huruf: Sancto+Ioannes). Kemudian sekitar abad ke-

16, nada si (ke tujuh) ditambah lagi dengan ut (do) sehingga genap menjadi satu oktaf.

Sekitar tahun 1673, di Italia pelafalan ut diganti dengan do, supaya suara menjadi lebih

jernih.

b. Garis Para Nada

Guideo d’ Arezzo melengkapi garis paranada menjadi 4 baris. Sitem paranada tersebut

(empat baris pararel) sampai saat ini masih digunakan dalam penulisan lagu-lagu Gregorian.

5
Sejarah Musik - Abad Pertengahan
(3. Perkembangan Musik Gereja)
c. Kunci

Untuk memebedakan nama dan tinggi nada dalam garis paranada, Guideo d’ Arezzo

menuliskan huruf C dan F. Yang kemudian disebut dengan kunci do (alto) dan kunci fa

(bass).

Letak dari kunci-kunci tersebut dapat dipindah-pindahkan pada keempat garis paranada.

Dalam prakteknya, kunci do (alto) diletakkan pada garis ke-4, ke-3, atau ke-2. Sedangkan

kunci fa (bass) diletakkan pada garis ke-3 atau ke-4.

8. Franco dari Cologne pada abad ke-13 berhasil menuliskan nada-nada dengan bentuk-

bentuk tertentu yang memiliki nilai (panjang/pendek) tertentu. Selama abad ke-13,

nada-nada yang dipakai adalah Longa, Brevis, Semibrevis, dan Duplex Loma/

Maxima.

Disamping nilai nada, dia juga sudah menggunakan garis birama walaupun belum

berfungsi sebagai pembatas birama seperti saat ini. Fungsi garis birama pada masa itu

hanya untuk pernafasan saja. Selanjutnya, nilai nada yang lebih kecil seperti Minima

dan Semiminima juga digunakan selama abad ke-13. Nada – nada yang digunakan

seperti saat ini merupakan kelanjutan dari model abad ke-15 (jaman Renaisans).

Demikianlah hasil-hasil penting yang telah dicapai oleh orang-orang gereja dalam

mengembangan mutu seni musik. Usaha mereka sangat besar pengaruhnya untuk musik abad

selanjutnya.

6
Sejarah Musik - Abad Pertengahan
(3. Perkembangan Musik Gereja)

Anda mungkin juga menyukai