Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

AHKAMUM MIM ASSAKINAH


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “TAJWID”

Dosen Pengampu Dedi Susanto S.Pd.I. MM.

Disusun Oleh: Farid Amrullah: 23.11.19.01.008

SEMESTER 1A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-HAUDL
KETAPANG TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Hukum Bacaan Mim Mati atau
Sukun.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Dr.
H. Achmadih Rojalih, MA pada mata kuliah Al Qur’an Qira’at. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang pengunaan huruf Mim Mati atau Sukun dalam
pembacaan ayat Al Qur’an bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dedi Susanto S.Pd.I. MM selaku dosen
mata kuliah Tajwid yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan
dan wawasan. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak yang telah membagi
sebagian pengetahuan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw melalui Malaikat
Jibril, sebagai mukjizat dan rahmat bagi alam semesta. Di dalamnya mengandung petunjuk, pedoman,
dan pelajaran bagi siapa yang mempercayainya serta mengamalkannya, sungguh mulianya Al-Qur’an
sehingga hanya dengan membaca saja sudah termasuk ibadah, apalagi dengan merenungkan makna
yang tersimpan di dalamnya. Bukan hanya itu, Al-Quran juga kitab suci terakhir yang diturunkan Allah
Swt, yang isinya mencakup segala pokok-pokok syariat yang terdapat dalam kitab-kitab suci yang
diturunkan sebelumnya. Karena itu, setiap orang yang mempercayai AlQuran, akan bertambah cinta
kepadanya, cinta untuk membacanya, untuk mempelajari dan memahaminya serta pula untuk
mengamalkan dan mengajarkannya. Oleh karena itu, seorang muslim dianjurkan membaca Al-Qur’an
dan mengamalkan isi kandungannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal membaca Al-Qur’an
tentunya itu bukan hal yang biasa, karena salah satu cara agar seseorang bisa membaca Al-Qur’an
dengan baik adalah dengan mengetahui dan menguasai ilmu tajwid dan ghorib sebagai bagian dari
ulumul Qur’an yang perlu dipelajari.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara membaca huruf bacaan saat bertemu mim mati/sukun?


2. Bagaimana posisi bibir saat mengucapkan huruf bacaan mim mati/sukun?
3. Apa yang dimaksud hukum bacaan mim mati?
4. Apa saja huruf-huruf mim mati/sukun?
5. Apa saja jenis bacaan huruf min mati/sukun?

Tujuan Masalah
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui, mempelajari, dan menambah wawasan tentang
proses belajar Hukum Bacaan Huruf Tebal atau Tafkhim dalam Al Qur’an
BAB II
PEMBAHASAN
Hukum bcaan mim sukun merupakan aturan membaca mim mati saat bertemu dengan berbagai jenis
huruf hijaiyah.

Kenyataannya, cara membaca bisa berbeda-beda. Sebagai seorang muslim dan pembelajar al Qur’an.
Tentunya Anda wajib untuk menghafal kaidahnya sekaligus mengaplikasikan hukum bacaan tersebut.

Macam Hukum Mim Sukun

Terdapat 3 (tiga) macam hukum mim mati. Dimana ketiga tersebut memiliki kaidah yang berbeda dalam

cara membacanya. Anda perlu mengetahui dan memahami seluruh macamnya


.

Ikhfa Syafawi
Mungkin bagi Anda yang belum begitu akrab dengan bahasa Arab. Ikhfa itu memiliki makna bahasa
<menyamarkan=, sedangkan syafawi itu <bibir=.

Dlam ilmu tajwid, ikhfa syafawi merujuk pada keadaan dimana mim mati bertemu dengan hurub ba’.
Bila Anda menemukan bacaan tersebut, maka Anda harus menyamarkan pengucapan huruf mim
matinya. Samar bukan berarti dihilangkan, melainkan antara ada dan tiada. Sambil menyamarkan
bacaan min, Anda juga harus menahan bacaan tersebut sebanyak 2 harakat sekaligus membaaca dengan
ghunnah (dengung). Sekilas terlihat mirip dengan Iqlab cara membacanya, namun sebenarnya tidak
selalu begitu.

Dalam iqlab, semua ulama sepakat bahwa cara membacanya dengan merapatkan bibit. Hal tersebut
berbeda pada kasus ikhfa syafawi.

Dikalangan ahli tajwid, terdapat 2 (dua) madzhab penggunaan bibir saat membaca ikhfa ini, yakni:

• Mazhab yang membacanya dengan merapatkan bibir dengan ringan ketika membaca ikhfa
syafawi. Golongan ini diinisiasi oleh seorang ulama bernama Ibnu Ghalbun (wafat 399 H) dalam
kitab at Tazkirah fi al Qiraat ats Tsaman.
• Mazhab yang membacanya dengan membuka sedikit lubang kecil antara kedua bibir saat
membaca mim mati. Aliran ini tokohnya adalah Syaikh Rizq Khalil Habbah (wafat 1425 H)

• Mana yang lebih kuat (rajih)?


• Paling ideal memang Anda mengkajinya sendiri, akan tetapi disekitar kita umumnya paling
banyak menggunakan madzhab merapatkan bibir atau kerap yang disebut cara furjah.
Idhgam Mimi/Mitslain
Dalam khazanah Arab, idgham memiliki arti memasukan. Sementara mitslain memiliki arti
yang sama atau huruf yang sama.
Secara istilah, hal tersebut merujuk pada keadaan dimana mim mati bertemu dengan mim
hidup.
Lain halnya saat membaca ikhfa syafawi yang mana menyamarkan bacaan mim, saat
membaca idgham mimi Anda malah jutru harus melafalkan min dengan secara jelas. Bahkan
saat membacanya selayaknya mentasyidi mim mati itu. Selain itu juga, Anda perlu
membacanya beserta menampakkan ghunnah Berikut .
Terkadang, ada beberapa orang yang keliru menyamakan idghom mitslain atau mini ini dengan
idgham mutamasilain. Padahal, kedua hukum bacan tersebut memiliki perbedaan dalam
beberapa faktor.

Setidaknya, ada dua perbedaan utamanya. Melihat dari segi pembeda


• Idgham mitslain hanya saat mim mati bertemu mim hidup
• Idgham mutamasilain terjadi saat huruf hijaiyah yang sama diluar mim mati bertemu seperti ta
sukun bertemu dengan ta hidup
Melihat dari segi panduan baca

• Idgham mitslain membaca dengan ghunnah atau berdengung


• Idghom mutamasilain membacanya tanpa menggunakan ghunnah atau biasa saja.

Namun terkadang, kesalahan umum dalam membaca al quran adalah kurang ditahan saat membacanya.
Saat hal tersebut dilakukan, maka akan seolah-olah antara idgham mitslain dan mutamasialan cara
membacanya menjadi sama.

Idzhar Syafawi
Hukum mim mati terakhir yaitu idzhar syafawi. Dalam bahasa Arab, idzhar memiliki arti jelas,
sedangkan syafawi memiliki arti bibir. Hukum idzhar syafawi dapat terjadi bila ada huruf mim mati
bertemu dengan huruf selain bad an mim hidup.
Bila saat membaca al quran Anda menjumpai hukum bacaan ini. Maka Anda cukup membcanya
dengan jelas persis sesuai dengan makhorijul hurufnya, tanpa dengung atau menyamarkannnya.
Orang orang kadang menyebut juga mim ini dengan sebutan mim sakinah. Hal penting yang perlu Anda
garis bawahi ketika membacanya antara lain:
 Kadang jika tak hati hati, kerap terdengar suara pantulan pada mim. Padahal, sebaiknya ini
Anda hindari.
 Memang, ketika mim mati bertemu dengan 26 huruf selain ba dan mim semuanya harus
dibaca jelas. Namun ada perhatian khusus pada kasus mimmati bertemu dengan huruf fa
atau wa. Membacanya harus lebih jelas lagi.
 Tentu saja meskipun banyak hurufnya, tapi idzhar ini mudah dihafal. Pasalnya, patokannya
hanya pengecualian dari huruf idgham mimi beserta ikhfa syafawi.
HUKUM MAD

Mad menurut istilah para Qurro’ ialah memanjangkan suaranya huruf mad. Huruf mad itu ada 3 yaitu
alif, waw dan ya’ dengan syarat harus mati dan jatuh setelah harokat yang munasabah: waw setelah
dhommah, ya’ setelah kasroh dan alif setelah fathah.27

Adapun mad itu ada 2 macam yaitu:

1. Mad Ashli/Mad Thobi’I (Panjang bunyi suaranya 2 harkat/2 detik)

Hukum bacaan disebut mad thobi’i apabila huruf yang dipanjangkan bunyi suaranya berupa:

Alif mati sesudah huruf yang berbaris fathah ( ) Misalnya:

Wau mati sesuadah huruf yang berbaris dhommah

Misalnya:

Misalnya:

Keterangan:

Harkat ialah gerakan bilangan atau ketukan irama yang sederhana cepatnya, dalam ruas lagu/bunyi
suara not musik. Maka 1 alif = 2 harkat panjang bunyi suaranya. Agar mudah menghitungnya, maka
lipatkan jari tangan satu persatu untuk setiap harkat. Mad Thobi’i tersebut terdapat dalam berbagai
surah, diantaranya:

Surah Al-Kahfi ayat 38:

dibaca pendek karena asalnya

Jadi yang berarti saya harus dibaca pendek:

Kecuali bila diwaqafkan/berhenti, maka dibaca panjang seperti

Alif tersebut bukan untuk mad, tetapi untuk menyatakan bahwa huruf WAUnya berbaris fathah.
Kalimat-kalimat tersebut harus dibaca pendek. Juga terdapat dalam surah dibawah ini.

1) Surah Ad Dahr ayat 4

(Menurut Qiro’at Hafs dan Warasy) yaitu terdapat dalam kalimat berikut ini:

Dibaca demikian karena Alif yang terletak disana bukan untuk mad, tetapi untuk tempat Hamzah (Jadi
dibaca pendek, tidak panjang). Sedangkan kalimat berikut tidak dibaca panjang bunyi suara “U” nya dan
tidak jelas/samar bunyinya, karena Wau nya itu bukan untuk tanda mad , tetapi sebagai tanda Hamzah
yang berbaris dhommah.

2. Mad Far’i

Adapun mad far’I ini ada 13 macam yaitu:

1) Mad Wajib Muttashil

Berkata Imam Ibnul Jazariy Rohimahullah:

Yakni: Apabila huruf mad bertemu hamzah yang masih dalam satu kalimah maka namanya mad wajib
muttashil. Cara membacanya dipanjangkan 5 harkat. HUKUM MAD

Mad menurut istilah para Qurro’ ialah memanjangkan suaranya huruf mad. Huruf mad itu ada 3
yaitu alif, waw dan ya’ dengan syarat harus mati dan jatuh setelah harokat yang munasabah: waw
setelah dhommah, ya’ setelah kasroh dan alif setelah fathah.27
Adapun mad itu ada 2 macam yaitu:
1. Mad Ashli/Mad Thobi’I (Panjang bunyi suaranya 2 harkat/2 detik)
Hukum bacaan disebut mad thobi’i apabila huruf yang dipanjangkan bunyi suaranya berupa:

Alif mati sesudah huruf yang berbaris fathah ( ) Misalnya:

Wau mati sesuadah huruf yang berbaris dhommah


Misalnya:

Ya mati sesudah huruf yang berbaris kasroh


Misalnya:

Keterangan:
Harkat ialah gerakan bilangan atau ketukan irama yang sederhana cepatnya, dalam ruas lagu/bunyi
suara not musik. Maka 1 alif = 2 harkat panjang bunyi suaranya. Agar mudah menghitungnya, maka
lipatkan jari tangan satu persatu untuk setiap harkat. Mad Thobi’i tersebut terdapat dalam berbagai
surah, diantaranya:
Surah Al-Kahfi ayat 38:
dibaca pendek karena asalnya
dibaca
Jadi yang berarti saya harus dibaca pendek:
Kecuali bila diwaqafkan/berhenti, maka dibaca panjang seperti

Alif tersebut bukan untuk mad, tetapi untuk menyatakan bahwa huruf WAUnya berbaris fathah.
Kalimat-kalimat tersebut harus dibaca pendek.1 Juga terdapat dalam surah dibawah ini.
1) Surah Ad Dahr ayat 4 dibaca

(Menurut Qiro’at Hafs dan Warasy) yaitu terdapat dalam kalimat berikut ini:

Dibaca demikian karena Alif yang terletak disana bukan untuk mad, tetapi untuk tempat Hamzah
(Jadi dibaca pendek, tidak panjang). Sedangkan kalimat berikut tidak dibaca panjang bunyi
suara “U” nya dan tidak jelas/samar bunyinya, karena Wau nya itu bukan untuk tanda mad , tetapi
sebagai tanda Hamzah yang berbaris dhommah.
2. Mad Far’i
Adapun mad far’I ini ada 13 macam yaitu:

1) Mad Wajib Muttashil


Berkata Imam Ibnul Jazariy Rohimahullah:
Yakni: Apabila huruf mad bertemu hamzah yang masih dalam satu kalimah maka namanya
mad wajib muttashil. 2 Cara membacanya dipanjangkan 5 harkat.

1
Sjafi’i, A. Mas’ud, Pelajaran Tajwid, (Bandung: PT.MG. Semarang,1967), hlm. 36
Qur’anil Karim, Pon. Pes. Lirboyo, 2019), hlm.122
2) Mad Jaiz Munfashil
Mad Jaiz Munfashil yaitu huruf mad di satu kalimat bertemu dengan Hamzah di kalimat berikutnya.
Cara membacanya dipanjangkan 2 harkat , boleh 4 dan 6 harkat.
Misalnya

3. Mad ‘Aridl Lissukun


Apabila huruf mad bertemu sukun yang baru datang karena waqof, maka namanya mad ‘aridl
lisukun. Cara membaca suara dipanjangkan 2 harkat, 4 dan 6 harkat. Apabila kalimat tidak
diwaqafkan/berhenti, maka tidak menjadi Mad ‘Aridl Lissukun, tetapi menjadi Mad Thabi'i. Panjangnya 2
harkat.

4. Mad Badal
Apabila ada hamzah berada pada sebelum huruf mad yang dalam satu kalimah, maka namanya mad
badal, terbaca panjang satu alif ( 2 harokat) menurut selain imam Warsy (bacaan imam Warsy 1,2,3 alif).
Bernama mad badal (pergantian) sebab mad ini asalnya hamzah. Kaidahnya apabila ada hamzah dua
berkumpul dalam satu kalimah dan yang sani mati maka yang sani harus diganti huruf mad yang
mujanasah dengan huruf sebelumnya, menjadi mad badal namanya.
Misalnya :
Ya" dan "wau" itu sebagai pengganti/Badal daripada "Hamzah" yang dihilangkan.
Dan asalnya :
5. Mad Iwadl
Mad Iwadl yaitu apabila pada akhir kalimatnya/hurufnya bertanda saksi tanwin "Fathatain" dan
diwaqafkan/berhenti, maka dibaca panjang 2 harkat. Misalnya :

Kecuali kalimat yang huruf terakhirnya "TA' MARBUTHOH" yang bertanda saksi Fathah/Fathatain,
Dhommah/Dhomatain, Kasroh/Kasrotain. Apabila
diwaqafkan/berhenti tidak menjadi Mad-'Iwadl, tetapi "Ta' Marbutho" itu dibaca "HA"

6. Mad Lazim Mutsaqqol Kalimi

Adapun Mad Lazim Mutsaqqol Kalimi yaitu Mad Thabi'i bertemu dengan huruf yang bertasydid.
Cara membacanya dipanjangkan 6 harkat. Misalnya :

7. Mad Lazim Mukhofaf Kalimi

Mad Lazim Mukhofaf Kalimi yaitu Mad Badal bertemu dengan huruf bersukun/mati.
Cara membacanya dipanjangkan 6 harkat.35 Misalnya :

8. Mad Lazim Harfi Musyba'

Mad Lazim Harfi yaitu huruf-huruf yang ada pada permulaan dalam Al Qur'an.
Cara membacanya panjang bunyi suaranya 6 harkat. Dan huruf tersebut ada 8 yaitu :
Misalnya :

6. Mad Lazim Mukhofaf Harfi


Mad Lazim Mukhofaf Harfi yaitu huruf-huruf yang ada pada permulaan surat dalam
Al Qur'an. Cara membacanya dipanjangkan 2 harkat.3 Huruf Mad
Lazim Mukhofaf Harfi ada 5 yaitu :

Misalnya :
Keterangan : Dalam kalimat HAA-MIIM dan YAA-SIIN, maka HA'-Nya dibaca 2 harkat dan mimnya
dibaca 6 harkat. Demikian pula kalimat YAA-SIIN, maka YA'Nya dibaca 2 harkat dan Sin-nya dibaca 6
harkat.

7. Mad Layin
Mad Layin yaitu huruf Wau sukun/mati atau ya dan sesudahnya huruf yang berfathah,
kemudian huruf yang bertanda saksi hidup.
Mad Layin ini terjadi apabila diwaqafkan/berhenti, dan apabila membacanya tidak diwaqafkan
maka tidak menjadi Mad Layin/tidak panjang bunyi suara tersebut.
Cara membacanya bunyi suara dipanjangkan 2 s/d 6 harkat.4 Misalnya :
8. Mad Shilah
Mad Shilah ada 2 macam yaitu :

1) Mad Shilah Qoshiiroh

Mad Shilah Qoshiiroh yaitu apabila ada HA' kata ganti orang/benda ketiga berada
sesudah huruf yang berharokat. Bertanda saksi Dhommah terbalik atau Kasroh tegak. Cara
membacanya dipanjangkan sampai 1 Alif atau 2 harokat atau seperti panjang mad Thobi'i,
demikian itu jika tidak didahului huruf mati/sukun atau tidak dihubungkan dengan huruf
lain berikutnya.5 Misalnya :
2) Mad Shilah Thowiilah

Adapun Mad Shilah Thowiilah yaitu bila Mad Shilah Qoshiiroh bertemu dengan
Hamzah. Karena HA' dhomir bertemu dengan huruf "Hamzah".
Panjang bunyi suaranya 2 harkat.6 Misalnya
9. Mad Far’i
Mad Far’i yaitu Mad Badal bertemu dengan huruf yang bertasydid dan untuk membedakan
antara kalimat istifham/pertanyaan (pokok kalimat) dan sebutan/berita.
Cara membacanya bunyi suara dipanjangkan 6 harkat.7 Misalnya :
10. Mad Tamkiin
Mad Tamkiin yaitu 2 huruf "YA" bertemu dalam satu kalimat, yang pertama bertanda saksi Kasroh serta
bertasydid dan yang kedua/YA' tersebut bertanda saksi sukun, dan berikut nya huruf bertanda saksi
hidup. Cara membacanya dipanjangkan 2 sampai 6 harkat.42

3
Sjafi’i, A. Mas’ud, Pelajaran Tajwid, (Bandung: PT.MG. Semarang,1967), hlm. 41
4
Sjafi’i, A. Mas’ud, Pelajaran Tajwid, (Bandung: PT.MG. Semarang,1967), hlm. 42
5
Ust. Hanafi, Pelajaran Tajwid Praktis dan Lengkap, (Jakarta: Bintang Indonesia, 2005), hlm.50
6
Ust. Hanafi, Pelajaran Tajwid Praktis dan Lengkap, (Jakarta: Bintang Indonesia, 2005), hlm.51
7
Ust. Hanafi, Pelajaran Tajwid Praktis dan Lengkap, (Jakarta: Bintang Indonesia, 2005), hlm.51 42 Ust.
Hanafi, Pelajaran Tajwid Praktis dan Lengkap, (Jakarta: Bintang Indonesia, 2005), hlm.52

Anda mungkin juga menyukai