Laporan Kasus Fahreza
Laporan Kasus Fahreza
HERPES ZOOSTER
Disusun Oleh :
dr. Fahreza
Pendamping :
dr. Maria Inge Jammin
2023
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS DOKTER INTERNSIP PUSKESMAS KEBON HANDIL
Laporan kasus ini disusun sebagai tugas wajib untuk menyelesaikan Program
Waktu :
Mengetahui, Pendamping:
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat waktu.
Laporan kasus berjudul “Herpes Zooster” ini disusun dalam rangka mengikuti
Program Intership Dokter Indonesia (PIDI) angkatan II periode Mei 2023 – 2024.
2. dr. Palma dan dr. Putri selaku dokter organik di Puskesmas Kebon Handil
3. dr. Dini Rahayu Handayani selaku pendamping bagian RSUD H. Abdul Manap
4. dr. Sri Rosianti selaku pendamping bagian Puskesmas Paal X
5. Rekan-rekan dokter internsip
6. Pihak-pihak lain yang telah banyak membantu
Akhir kata penulis menyadari bahwa penulisan ini masih banyak kekurangan,
oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan laporan kasus ini.
Semoga laporan kasus ini dapat memberi manfaat khususnya kepada penulis
dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari sebagai dokter. Terima
kasih
Penulis
iii
Daftar Isi
Judul I
Lembar Pengesahan...............................................................................................................ii
Kata Pengantar......................................................................................................................iv
Daftar Isi................................................................................................................................v
BAB I: Pendahuluan..............................................................................................................6
BAB II: Laporan
Kasus..........................................................................................................7
BAB III: Tinjauan
Pustaka...................................................................................................12
3.1 Etiologi dan Epidemiologi TB
Paru...................................................................12
3.2 Patogenesis dan Patofisiologi
Tuberkulosis.......................................................12
3.3 Diagnosis TB Paru.............................................................................................15
3.4 Tatalaksana TB Paru..........................................................................................21
3.5 Efek Samping Pengobatan TB
Paru...................................................................26
3.6 Komplikasi dan Prognosis TB Paru...................................................................31
BAB IV:
Kesimpulan...........................................................................................................32
Daftar Pustaka......................................................................................................................33
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Herpes zoster adalah radang kulit akut dan setempat ditandai adanya
rasa nyeri radikuler unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas
pada dermatom yang dipersarafi serabut spinal maupun ganglion serabut
saraf sensorik dari nervus kranialis. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus
varisela zoster dari infeksi endogen yang menetap dalam bentuk laten setelah
infeksi primer oleh virus (1)
Herpes zoster terjadi secara sporadis sepanjang tahun tanpa
prevalensi musiman. Terjadinya herpes zoster tidak tergantung pada
prevalensi varisela, dan tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa herpes
zoster dapat diperoleh oleh kontak dengan orang lain dengan varisela atau
herpes. Sebaliknya, kejadian herpes zoster ditentukan oleh faktor-faktor yang
mempengaruhi hubungan host-virus (2). Salah satu faktor risiko yang kuat
adalah usia lebih tua (2,3,4). Ada peningkatan insidens dari zoster pada anak
– anak normal yang terkena chicken pox ketika berusia kurang dari 2 tahun
(5). Faktor resiko utama adalah disfungsi imun selular. Pasien imunosupresif
memiliki resiko 20 sampai 100 kali lebih besar dari herpes zoster daripada
individu imunokompeten pada usia yang sama(2). Immunosupresif kondisi
yang berhubungan dengan risiko tinggi dari herpes zoster termasuk “human
immunodeficiency virus” (HIV), transplantasi sumsum tulang, leukimia dan
limfoma, penggunaan kemoterapi pada kanker, dan penggunaan
kortikosteroid (2).
Pasien dengan herpes zoster kurang menular dibandingkan pasien
dengan varisela. Virus dapat diisolasi dari vesikel dan pustula pada herpes
zoster tanpa komplikasi sampai 7 hari setelah munculnya ruam, dan untuk
waktu yang lebih lama pada individu immunocompromised. Pasien dengan
zoster tanpa komplikasi dermatomal muncul untuk menyebarkan infeksi
melalui kontak langsung dengan lesi mereka.2 Pasien dengan herpes zoster
dapat disebarluaskan, di samping itu, menularkan infeksi pada aerosol,
1
sehingga tindakan pencegahan udara, serta pencegahan kontak diperlukan
untuk pasien tersebut (6).
Manifestasi dari herpes zoster biasanya ditandai dengan rasa sakit
yang sangat dan pruritus selama beberapa hari sebelum mengembangkan
karakteristik erupsi kulit dari vesikel berkelompok pada dasar yang
eritematosa.
Gejala prodormal biasanya nyeri, disestesia, parestesia, nyeri tekan
intermiten atau terus menerus, nyeri dapat dangkal atau dalam terlokalisir,
beberapa dermatom atau difus.1 Nyeri prodormal tidak lazim terjadi pada
penderita imunokompeten kurang dari usia 30 tahun, tetapi muncul pada
penderita mayoritas diatas usia 60 tahun.4 Nyeri prodormal : lamanya kira –
kira 2 – 3 hari, namun dapat lebih lama (5).
Tujuan dari pengobatan adalah menekan inflamasi, nyeri dan infeksi.
(7) Pengobatan zoster akut mempercepat penyembuhan, mengkontrol sakit,
dan mengurangi resiko komplikasi (7). Obat yang biasa digunakan ialah
asiklovir dan modifikasinya,
2
LAPORAN KASUS
HERPES ZOSTER
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. O H
Usia : 54 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen
Pekerjaan : Mekanik
Alamat : RT 24 Kebun Handil
Tanggal Berobat : 26 Juni 2023
3
Di Keluarga tidak ada yang memiliki keluhan yang sama dengan
pasien
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada yang seperti pasien
E. Riwayat sosial ekonomi :
Kepala : Normocephali
Thorak :
4
Auskultasi : Bunyi nafas bronkovesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Cor :
Abdomen :
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), massa (-), hepar dan lien tidak
teraba.
B. STATUS DERMATOLOGIS
5
Lokasi : Regio Abdomen (Hipocondrium Sinistra,
Umbilical)
Distribusi : Unilateral, Regional
Bentuk : Tidak Teratur
Susunan : Hepertiformis
Batas : Tidak Tegas
Ukuran : Lentikuler, numular
IV. DIAGNOSIS BANDING
1. Herpes Simpleks
2. Varisela
V. DIAGNOSIS KERJA
Herpes Zooster setinggi dermatom Thoracal 8-9 sinistra
VI. USULAN PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Tzanc Test
VII. PENGOBATAN
Papul
a. Umum Eritema
pustul
Istirahat
b. Medikamentosa
Topikal
Salisil talk 2%
Oral
- Ibuprofen 2 x 400 mg
- Vit. B6 3 x 1
6
IX. PROGNOSIS
- Qua ad Vitam : ad Bonam
- Qua ad Fungtionam : ad Bonam
- Qua ad Sanationam : ad Bonam
- Qua ad Cosmetikan : ad Bonam
BAB II
TINJUAN PUSTKA
2.1 Definisi
Virus ini tidak hilang tuntas dari tubuh setelah infeksi primernya dalam bentuk
varisela melainkan dorman pada sel ganglion dorsalis sistem saraf sensoris yang
kemudian pada saat tertentu mengalami reaktivasi dan bermanifestasi sebagai
herpes zoster.1
7
Gambar 2.1
http://www.medicinenet.com/shingles/article.htm
2.2 Epidemiologi
8
AIDS pada individual dengan resiko tinggi. 8 Dengan demikian, infeksi HIV harus
dipertimbangkan pada individu yang terkena herpes zooster.4
2.3 Patogenesis
9
pada ganglion akar dorsal saraf sensorik.1,2,3,4,5,8 Latensi adalah tanda utama virus
Varisela zooster dan tidak diragukan lagi peranannya dalam patogenitas. 1 Sifat
latensi ini menandakan virus dapat bertahan seumur hidup hospes dan pada suatu
saat masuk dalam fase reaktivasi yang mampu sebagai media transmisi penularan
kepada seseorang yang rentan.1
http://www.moondragon.org/health/disorders/eyesshingles.html
10
Gambar 2.3 Virus Varicella Dorman di Medulla Spinalis
http://www.herpes.com/herpes-zoster.html
11
Gambar 2.4
http://www.pyroenergen.com/articles08/herpes-zoster-shingles.htm
Penyebab reaktivasi tidak diketahui pasti tetapi biasanya muncul pada keadaan
imunosupresi.1 Insidensi herpes zooster berhubungan dengan menurunnya
imunitas terhadap VZV spesifik.1
Selama proses varisela berlangsung, VZV lewat dari lesi pada kulit dan
permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik menular dan dikirim secara
sentripetal, naik ke serabut sensoris ke ganglia sensoris.4 Di ganglion, virus
membentuk infeksi laten yang menetap selama kehidupan. 4 Herpes zoster terjadi
paling sering pada dermatom dimana ruam dari varisela mencapai densitas
tertinggi yang diinervasi oleh bagian (oftalmik) pertama dari saraf trigeminal
ganglion sensoris dan tulang belakang dari T1 sampai L2.4
12
Gambar 2.5
http://en.wikipedia.org/wiki/Herpes_zoster#Pathophysiology
http://hardinmd.lib.uiowa.edu/dermnet/shingles72.html
13
Gambar 2.7 vesikel berumbilikasi dan membentuk krusta
http://hardinmd.lib.uiowa.edu/dermnet/shingles91.html
http://hardinmd.lib.uiowa.edu/dermnet/shingles90.html
Gambar 2.9 vesikel pecah menjadi krusta dan mungkin dapat menjadi
“scar” jika inflamasi berat
http://hardinmd.lib.uiowa.edu/dermnet/shingles95.html
14
2.4 Gejala Klinis
Varisela biasanya dimulai dengan demam prodromal virus, nyeri otot, dan
kelelahan selama 1 sampai 2 hari sebelum erupsi kulit.3 Inisial lesi kutaneus
sangat gatal, makula dan papula eritematosa pruritus yang dimulai pada wajah dan
menyebar ke bawah.3 Papula ini kemudian berkembang cepat menjadi vesikel
kecil yang dikelilingi oleh halo eritematosa, yang dikenal sebagai “tetesan embun
pada kelopak mawar” (“dew drop on rose petal”).3 Setelah vesikel matang, pecah
membentuk krusta.3 Lesi pada beberapa tahapan evolusi merupakan karakteristik
dari varisela.3
Manifestasi dari herpes zooster biasanya ditandai dengan rasa sakit yang
sangat dan pruritus selama beberapa hari sebelum mengembangkan karakteristik
erupsi kulit dari vesikel berkelompok pada dasar yang eritematosa.3
Gejala lain dapat berupa rasa terbakar dangkal 1,7, malaise, demam, nyeri
kepala, dan limfadenopati, gatal1,7, tingling.1 Lebih dari 80% pasien biasanya
diawali dengan prodormal, gejala tersebut umumnya berlangsung beberapa hari
sampai 3 minggu sebelum muncul lesi kulit.1
15
Lesi kulit yang paling sering dijumpai adalah vesikel dengan eritema di
sekitarnya8 herpetiformis berkelompok dengan distribusi segmental unilateral. 1
Erupsi diawali dengan plak eritematosa terlokalisir atau difus kemudian
makulopapuler muncul secara dermatomal.1
Lesi baru timbul selama 3-5 hari. 8 Bentuk vesikel dalam waktu 12 sampai
24 jam dan berubah menjadi pustule pada hari ketiga. 4 Pecahnya vesikel serta
pemisahan terjadi dalam 2 – 4 minggu. 8 Krusta yang mongering pada 7 sampai 10
hari.4 Pada umumnya krusta bertahan dari 2 sampai 3 minggu. 4 Pada orang yang
normal, lesi – lesi baru bermunculan pada 1 sampai 4 hari ( biasanya sampai
selama 7 hari).4 Rash lebih berat dan bertahan lama pada orang yang lebih tua.,
dan lebih ringan dan berdurasi pendek pada anak – anak.4
16
unilateral pada kulit.
Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah
disertai gejala konstitusi seperti lesu, demam ringan. Gejala prodromal
berlangsug 1 sampai 4 hari sebelum kelainan kulit timbul. Fotofobia,
banyak kelar air mata, kelopak mata bengkak dan sukar dibuka.
17
Gambar 2.13 Herpes zoster torakalis sinistra.
5. Herpes zooster lumbalis
Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral
pada kulit.
6. Herpes zooster sakralis
Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral
pada kulit.
2.5 Diagnosis
18
Dalam stadium pra erupsi, penyakit ini sering dirancukan dengan
penyebab rasa nyeri lainnya, misalnya pleuritis, infark miokard,
kolesistitis, apendisitis, kolik renal, dan sebagainya.4 Namun bila erupsi
sudah terlihat, diagnosis mudah ditegakkan. Karakteristik dari erupsi kulit
pada herpes zooster terdiri atas vesikel-vesikel berkelompok, dengan dasar
eritematosa, unilateral, dan mengenai satu dermatom.
19
Dermatitis kontak.3
Pemphigus dan bulosa lainnya yang melepuh tapi tidak ada
distribusi dermatomal klasik.10
Molluscum contagiosum dengan papul putih atau kuning dengan
umbilikasi sentral yang disebabkan oleh pox virus. Lesinya lebih
lunak dan tidak ada dasar eritem seperti zoster. 10
Scabies dapat muncul dengan rash pustul yang tidak tebatas pada
dermatom dan mengikuti jaringan laba – laba.4,10
Gigitan serangga (Insect bite).4,10
2.7 Komplikasi
20
selama rash, terdapat ulkus kornea, keratitis punctata.15
http://www.thachers.org/dermatology.htm
Gambar 2.16
http://www.entusa.com/oral_pictures_htm/
shingles_herpes_zoster.htm
21
5. Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat
perjalanan virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem
saraf yang berdekatan. Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak
munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi seperti: di wajah,
diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus. Umumnya
akan sembuh spontan.
2.8 Penatalaksanaan
1. Pengobatan Umum
Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat
menularkan kepada orang lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan
orang dengan defisiensi imun.
Usahakan agar vesikel tidak pecah, misalnya jangan digaruk dan pakai
baju yang longgar. Untuk mencegah infeksi sekunder jaga kebersihan
badan.
2. Pengobatan Khusus
A. Sistemik
A.1. Obat Antivirus
Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya,
misalnya valasiklovir dan famsiklovir. Asiklovir bekerja sebagai
inhibitor DNA polimerase pada virus. Asiklovir dapat diberikan
peroral ataupun intravena. Asiklovir Sebaiknya pada 3 hari pertama
sejak lesi muncul. Dosis asiklovir peroral yang dianjurkan adalah
5×800 mg/hari selama 7 hari, sedangkan melalui intravena
biasanya hanya digunakan pada pasien yang imunokompromise
atau penderita yang tidak bisa minum obat. Obat lain yang dapat
digunakan sebagai terapi herpes zoster adalah valasiklovir.
Valasiklovir diberikan 3×1000 mg/hari selama 7 hari, karena
konsentrasi dalam plasma tinggi. Selain itu famsiklovir juga dapat
dipakai. Famsiklovir juga bekerja sebagai inhibitor DNA
22
polimerase. Famsiklovir diberikan 3×200 mg/hari selama 7 hari.
A.2. Analgetik
Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang ditimbulkan
oleh virus herpes zoster. Obat yang biasa digunakan adalah asam
mefenamat. Dosis asam mefenamat adalah 1500 mg/hari diberikan
sebanyak 3 kali, atau dapat juga dipakai seperlunya ketika nyeri
muncul.
A.3. Kortikosteroid
Indikasi pemberian kortikostreroid ialah untuk Sindrom Ramsay
Hunt. Pemberian harus sedini mungkin untuk mencegah terjadinya
paralisis. Yang biasa diberikan ialah prednison dengan dosis 3×20
mg/hari, setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap.
Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas akan tertekan
sehingga lebih baik digabung dengan obat antivirus.
B. Pengobatan topikal
2.9 Prognosis
23
prognosis baik. Mungkin sering ditemukan serangan berulang,tetapi
serangan ulang tersebut jarang berat, kecuali serangan ulang pada mata
yang dapatmenyebabkan timbulnya jaringan parut pada kornea dan
menimbulkan kebutaan.
24
BAB III
KESIMPULAN
25
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
2. Habif, T.P. Viral Infection. In : Skin Disease Diagnosis and Treatment. 3rd
ed. Philadelphia : Elseiver Saunders. 2011 .p. 235 -239.
3. Schalock C.P, Hsu T.S, Arndt, K.A. Viral Infection of the Skin. In :
Lippincott’s Primary Care Dermatology. Philadelphia : Walter Kluwer
Health. 2011 .p. 148 -151.
4. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ.
Varicella and Herpes Zoster. In : Fitzpatrick. Dermatology in General
Medicine. 7 thed. New York : McGraw Hill Company.2008.p. 1885-1898.
6. Marks James G Jr, Miller Jeffrey. Herpes Zoster. In: J Lookingbill and
Marks’ Principles of Dermatology. 4th ed. Philadelphia : Elseiver Saunders.
2006 .p.145-148.
8. Mandal BK, dkk. Lecture Notes :Penyakit Infeksi.6th ed. Jakarta : Erlangga
Medical Series. 2008 : 115 – 119.
10. Mayeaux EJ. Viral Infection. In : The Color Atlas of Family Medicine.
United State of America : Mc Graw-Hill Companies, 2009 : 493 – 502.
26
11. Brown, R.G. Lecture Notes Dermatology: Penyakit Infeksi.8th ed. Jakarta :
Erlangga Medical Series. 2005 : 29 – 31.
13. Chang Sung Eun, Bae Gee Young, Moon Kee Chan, Do Sang Hwan, Lim
Young Jin. Subcutaneous granuloma annulare following herpes zoster. In :
International Journal of Dermatology. Vol. 43. Number 4. 2004.p. 298 –
299.
15. Ali Asra. Varicella zoster virus (VZV). In : Dermatology a Pictorial Review.
New York : Mc Graw Hill Companies. 2007.p. 22 -23.
16. Handoko RP. Penyakit Virus. In : Djuanda Adhi, Mochtar H, Siti A, eds.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Cetakan V, Jakarta : Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010 : 110-112.
18. Hartadi, Sumaryo S. Infeksi Virus. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates,
2000; 92-4.
27