Kelompok 11:
Umi Rohmatul Azizah 2004046071
Ahmad Asshodiq 2204046050
Yasir Aliyafi 2204046111
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga tugas
makalah berjudul “Muraqabah dan Qurbah ” dapat selesai tepat pada waktunya. Adapun tujuan
dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Maqamat & Ahwal. Selain
itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang kaidah-kaidah aqidah bagi para
pembaca dan juga penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. H. Ahmad Tajuddin Arafat M.Ag, selaku
dosen pengampu mata kuliah “Muraqabah dan Qurbah ” yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu untuk menyelesaikan tugas makalah ini. Penulis
menyadari, makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan penulis nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 11
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................................................2
BAB I............................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN............................................................................................................................................4
I. Latar Belakang.....................................................................................................................................4
II. Rumusan Masalah...............................................................................................................................4
BAB II...........................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................5
I. Pengertian Muraqabah........................................................................................................................5
II. Tingkatan Muraqabah..........................................................................................................................6
III. Urgensi Muraqabah.............................................................................................................................6
VI. Pengertian Qurbah..........................................................................................................................6
V. Tingkatan Qurbah................................................................................................................................7
IV. Urgensi Qurbah.....................................................................................................................................8
BABIII...........................................................................................................................................................8
PENUTUP.....................................................................................................................................................8
DAFTAR PUSAKA..........................................................................................................................................9
3
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
II. Rumusan Masalah
4
BAB II
PEMBAHASAN
I. Pengertian Muraqabah.
Secara etimologi muraqabah berasal dari kata رقاب;;ة- ي;;رقب- رقبyang berarti
melihat, menjaga, dan mengintip. Muraqabah dapat diartikan mengawas-awasi, atau
berintai-intaian. Sedangkan secara terminology, muraqabah berarti menjaga kesadaran
akan adanya pengawasan dari Allah SWT. 1 selain itu istilah muraqabah diterapkan pada
konsentrasi penuh waspada, dengan segenap jiwa, pikiran, dan imajinasi, serta
pemeriksaan yang hamba mengawasi dirinya sendiri dengan cermat. Sikap mental
muraqabah adalah suatu sikap selalu memandang Allah dengan mata hatinya atau vision
of the heart. Sebaliknya ia pun sadar bahwa Allah juga selalu memandang kepadanya
dengan penuh perhatian.
Muraqabah dalam tradisi sufi adalah kondisi batin dimana seseorang
memposisikan dirinya dalam suatu keadaan waspada dan berkonsentrasi penuh, sehingga
segala pikiran dan perasaannya selalu berfokus pada kesadaran diri yang mantap. 2
Menurut Imam al-Qusyairy, muraqabah berarti keadaan sepenuh hati bahwa Allah selalu
melihat dan mengawasi hambanya.3 Kemudian menurut Imam al-Ghazali dalam
Asmaran, (2002:77) mengatakan muraqabah sama artinya dengan Ihsan. Sedangkan
menurut Abu Zakaria Ansari, kata muraqabah jika dilihat dari segi bahasanya (etimologi)
dapat diartikan dengan “selalu memperhatikan yang diperhatikan.”4
Jadi, pada hakikatnya muraqabah berarti seorang hamba itu merasa bahwa Allah
SWT selalu mengawasi kita. Dengan kesadaran muraqabah, muncul prinsip pengawasan
diri dalam dan saat mengawasi itu, sadar bahwa sedang diawasi oleh-Nya. Muraqabah
adalah pangkal ketaatan dan bisa memelihara diri dari dosa, merasa malu kepada-Nya,
berhati-hati dalam berucap, bersikap dan melakukan perbuatan.5
5
II. Tingkatan Muraqabah.
Menurut Mustafa Zahri dalam bukunya Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, yang
dikutib dari kitab Iqazdul Himam, Muraqabah terbagi kepada tiga tingkatan yaitu:6
1) Muraqabah al-qalbi
yaitu kewaspadaan dan peringatan terhadap hati, agar tidak keluar dari pada
kehadirannya dengan Allah
2) Muraqabah al-ruhi
yaitu kewaspadaan dan peringatan terhadap ruh, agar selalu merasa dalam
pengawasan dan pengintaian Allah
3) Muraqabah al-sirri (Rahasia)
yaitu kewaspadaan dan peringatan terhadap sir (rahasia), agar selalu
meningkatkan amal ibadahnya dan memperbaiki adabnya.
Pada dasarnya muraqabah itu tidak terlepas diri dari kewajiban yang difardukan
Allah swt yang mesti dilaksanakan, dan menjauhi larangan-Nya. Tanpa adanya sikap
seperti ini, akan membawa seseorang pada jurang kemaksiatan kepada Allah swt,
meskipun ilmu dan kedudukan yang dimilikinya sangat tinggi. Selain hal tersebut,
mengevaluasi diri, mengingat-ingat janji diri, punya kesungguhan diri, selalu merasa
diawasi Allah swt dan memberikan hukuman terhadap diri kita sendiri.
Adapun urgensi sifat muraqabah menurut Imam Ghozali dalam kitab Ihya’
Ulumuddin, yaitu:7
a) Suatu hal yang sudah pasti dari adanya sifat seperti ini adalah optimalnya ibadah
yang dilakukan seseorang serta jauhnya ia dari kemaksiatan. Karena ia menyadari
bahwa Allah SWT senantiasa melihat dan mengawasinya. Abdullah bin Dinar
mengemukakan, bahwa suatu ketika saya pergi bersama Umar bin Khattab ra,
menuju Mekah. Ketika kami sedang beristirahat, tiba-tiba muncul seorang
penggembala menuruni lereng gunung menuju kami. Umar berkata kepada
6
6
penembala: “Hai pengembala, jual-lah seekor kambingmu kepada saya.” Sang
pengembala menjawab, “Tidak!!, saya ini seorang budak”, Umar menimpali lagi,
“Katakan saja kepada tuanmu bahwa dombanya diterkam serigala.” Pengembala
mengatakan lagi, “kalau begitu, dimanakah Allah?” Mendengar jawaban seperti
itu, Umar menangis, Kemudian Umar mengajaknya pergi ke tuannya lalu
dimerdekakannya. Umar mengatakan pada pengembala tersebut, “Kamu telah
dimerdekakan di dunia oleh ucapanmu dan semoga ucapan itu bisa
memerdekakanmu di akhirat kelak.” Pengembala ini sangat menyadari bahwa
Allah SWT memahami dan mengetahuinya, sehingga ia dapat mengontrol segala
perilakunya. Ia takut melakukan perbuatan kemaksiatan, kendatipun hal tersebut
sangat memungkinkannya. Karena tiada orang yang akan mengadukannya pada
tuannya, jika ia berbohong dan menjual dombanya tersebut.
b) Urgensi lainnya dari sifat muraqabah ini adalah rasa kedekatan kepada Allah
SWT. Dalam Alquran pun Allah pernah mengatakan, “Dan Kami lebih dekat
padanya dari pada urat lehernya sendiri.”8 Sehingga dari sini pula akan timbul
kecintaan yang membara untuk bertemu dengan-Nya. Ia pun akan memandang
dunia hanya sebagai ladang untuk memetik hasilnya di akhirat, untuk bertemu
dengan Sang Kekasih, yaitu Allah swt. Dalam sebuah hadits Rasulullah
saw mengatakan:9
َو َم ْن َك ِر َه ِلَقاَء ِهللا َك ِر َه ُهللا ِلَقاَء, َم ْن َأَح َّب ِلَقاَء ِهللا َأَح َّب ِهللا ِلَقاَءُه: َقاَل َر ُسوُل ِهللا َص َّلي ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم
Artinya: “Barang siapa yang merindukan pertemuan dengan Allah, maka Allah
pun akan merindukan pertemuannya dengan diri-Nya. Dan barang siapa yang
tidak menyukai pertemuan dengan Allah, maka Allah pun tidak menyukai
pertemuan dengannya.” (HR. Bukhori)
Dan rasa rindu seperti ini tidak akan muncul kecuali dari adanya sifat muraqabah.
7
menjaga dirinya dari syahwat, manundukkan dirinya dari keharaman, dan
membiasakan diri mengkonsumsi makanan yang halal, maka firasatnya tidak akan
salah.” (Ighaśatul Lahfan, juz I/ 48)
V. Tingkatan Qurbah.
a) Tingkatan Pertama
Orang-orang yang mendekat kepada Allah adalah orang-orang yang berjuang
mendekati Allah dengan berbagai macam ketaatan, karena mereka memilki
pengetahuan yang diberikan oleh Allah,mengetahui kedekatan dan kekuasaan
Allah kepada mereka
b) Tingkatan kedua
10
8
Orang yang sudah sempurna dengan keadaan tingkat pertama. Artinya, dengan
ketaatan dan ilmunya tentang Allah ia yakin merasa melihat dan dekat kepada
Allah. Al-Junaid juga menjelaskan bahwa Allah mendekati hati-hati para hamba-
Nya sesuai dengan kedekatan hatihati mereka kepada Allah. Sufi lain juga
menerangkan bahwa Allah memiliki hamba-hamba yang didekati oleh- Nya
sesuai dengan kedekatan mereka kepada-Nya, dan mereka mendekati Allah sesuai
dengan kedekatan Allah kepada mereka
c) Tingkatan ketiga
Menurut al-Sarraj, kaum agung dan kaum akhir (hal al-Kubara wa ahl Nihayah).
Kondisi qurb mereka seperti yang diceritakan oleh Hassain al-Nuri, ketika ada
seorang lelaki yang datang kepadanya, al- Nuri bertanya, “Dari mana engkau?” ia
menjawab, “Dari Baghdad.” “Siapa yang bersamamu?”, Tanya al-Nuri lagi,
kemudian lelaki itu menjawab, “Dengan Abu Hamzah.” Kemudian Nuri berkata,
“Jika engkau kembali ke Baghdad katakan kepada Abu Hamzah: Sedekat-
dekatnya kedekatan dalam pandangan kami adalah sejauh- jauhnya kejauhan.”
Artinya dalam pandangan kaum sufi, teman sejati adalah Allah dan bukan yang
lain. Kedekatan kepada Allah jauh lebih baik daripada kedekatan sepasang
sahabat, dan kedekatan sepasang sahabat boleh jadi itu artinya semakin jauhnya
sang hamba dari Allah.
9
c. Spiritualitas dan Kehidupan Bersama: Qurbah mengajarkan nilai-nilai spiritualitas,
kepedulian sosial, dan kehidupan bersama. Praktik kurban memberikan pelajaran
tentang berbagi dan peduli terhadap kebutuhan sesama.
d. Peningkatan Taqwa: Amalan qurbah dapat menjadi sarana untuk meningkatkan
tingkat taqwa (kesadaran Allah) melalui ketaatan dan pengabdian kepada-Nya.
e. Penguatan Ukhuwah Islamiyah: Qurbah juga memiliki dimensi sosial yang kuat,
dengan menyatukan umat Muslim dalam pelaksanaan ibadah yang sama pada waktu
tertentu, memperkuat rasa persaudaraan dan solidaritas di antara mereka.
Melalui qurbah, umat Muslim diingatkan tentang nilai-nilai penting seperti taqwa,
pengorbanan, dan rasa kebersamaan dalam kerangka ketaatan kepada Allah.
10
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pada hakikatnya muraqabah berarti seorang hamba itu merasa bahwa Allah SWT selalu
mengawasi kita. Dengan kesadaran muraqabah, muncul prinsip pengawasan diri dalam dan saat
mengawasi itu, sadar bahwa sedang diawasi oleh-Nya. Muraqabah adalah pangkal ketaatan dan
bisa memelihara diri dari dosa, merasa malu kepada-Nya, berhati-hati dalam berucap, bersikap
dan melakukan perbuatan. Sedangkan qurbah ialah kedekatan yang sesungguhnya dengan Allah
Swt. Allah itu Maha Dekat dan lebih dekat daripada urat nadi yang ada dileher. Hal ini sesuai
dengan firman- Nya: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepada mu tentang Aku, maka
sesungguhnya Aku adalah dekat.” (Q.S. Al-Baqarah: 186).
Kemudian tingkatan muraqabah ada tiga yaitu Muraqabah al-qalbi, Muraqabah al-ruhi,
dan Muraqabah al-sirri. lalu tingkatan qurbah ada tiga yaitu orang yang dekat dengan Allah,
Orang yang sudah sempurna, dan kaum agung dan kaum akhir.
Adapun urgensi dari muraqabah ialah Suatu hal yang sudah pasti dari adanya sifat seperti
ini adalah optimalnya ibadah yang dilakukan seseorang serta jauhnya ia dari kemaksiatan.
Karena ia menyadari bahwa Allah SWT senantiasa melihat dan mengawasinya.
11
DAFTAR PUSAKA
Moenir Nahrowi Tohir, Menjelajahi Eksistensi Tasawuf: Meniti Jalan Menuju Tuhan, PT As-
Salam Sejahtera, Jakarta, Cet. I, 2012, h. 101
Esti Edyarti, 2015 “hubungan antara muraqabah dan tingkat kedisiplinan siswa ma nu 04 al-
ma’arif boja” diakses 25 November 2023
Mustafa Zahri, kunci memahami ilmu tasawuf, PT Bina Ilmu, Surabaya, 1979, h. 216
Muhammad Rohmat, 2010 “muraqabah dan perubahan perilaku (Sebuah Kajian Fenomenologi
pada Jam’iyah Thoriqoh Qadariyah Naqsyabandiyah Desa Topang Kecamatan Rangsang
Kabupaten Kepulauan Meranti)” diakses 25 November 2023
H.R Bukhari, Kitab Sahih Bukhari, Bab Keutamaan Dzikir, juz 8, h. 106.
Supian Ramli, Maqamat Taswuf dan Terapi Anti Korupsi, (Jambi, 2017), Volume 13, hlm. 196
12