Anda di halaman 1dari 11

EKSISTENSIALISME SOREN AABYE KIERKEGAARD

MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok Mata Kuliah filsafat
umum
Dosen pengampu:

Oleh:

Farid mufidi 10020222071


Aira Fauziah 10020222072
M Thoriq Akbar 100202220

PROGRAM STUDI

KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

2023M/1444
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
segala puji dan syukur hanya milik-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kita, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah untuk memenuhi
tugas mata kuliah Filsafat Umum.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca. Yang benarnya dari Tuhan, dan yang salah dari diri
pribadi.

Bandung,20 Oktober 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1

A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................1
C. Tujuan Masalah.......................................................................................................1
D. Manfaat Penulisan...................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3

A. Eksistensialisme.......................................................................................................3
B. Soren Aabye Kierkegaard.........................................................................................5
C. Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard..............................................................6
BAB III PENUTUP..................................................................................................................10

A. Kesimpulan..............................................................................................................10
B. Saran........................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................11

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat merupakan sebuah dasar dalam perkembangan ilmu pengetahuan,
banyak dalam perkembangan filsafat pada setiap jamannya, pada abad ke-19 ada
sebuah teori filsafat yang menunjukan kepada keberadaan manusia itu sendiri,
eksistensialisme merupakan sebutan dari filsafat itu.
Orang yang menggagas konsep eksistensialisme adalah Jean-Paul Sartre,
namun ada seorang yang bernama Soren Aabye Kierkegaard yang disebut sebagai
dalang dari teori ini, namun beliau tidak menyebutkan eksistensialisme pada
gagasan filsafatnya.
Soren Aabye Kierkegaard merupakan seorang filsuf berkebangsaan
Denmark, beliau menggagas filsafat dengan caranya sendiri, sehingga menjadi
cikal bakal dari Eksistensialisme, namun tidak ada satupun ungkapan dari
pernyataannya yang menyebutkan aliran Eksistensi tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Eksistensialisme?
2. Siapa Soren Aabye Kierkegaard?
3. Bagaimana Eksistensialisme menurut Soren Aabye Kierkegaard?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui konsep Eksistensialisme.
2. Mengetahui tentang Soren Aabye Kierkegaard.
3. Mengetahui Pandangan Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari tulisan ini adalah untuk memberi pengetahuan yang lebih
kepada pembaca bahwa manusia tidak luput dari keadilan, walaupun banyak
konsep tentang hal tersebut namun inti tujuannya sama.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Eksistensialisme
Eksistensialisme berasal dari kata eksistensi dan isme, eksistensi yang
merupakan sebuah keberadaan dan isme sebagai tambahan kata yang menunjukan
kepada suatu aliran pemikiran. Maka eksistensialisme merupakan sebuah aliran
pemikiran tentang penyataan keberadaan.
Eksistensialisme merupakan filsafat yang memandang segala sesuatu
gejala bertitik tolak dari eksistensinya. Eksistensi sendiri dapat diartikan sebagai
suatu bentuk keberadaan. Manusia berada di dalam dunia atau dengan perkataan
lain cara berada manusia di dalam dunia. Kata ‘eksistensi’ berasal dari kata ‘eks’
(keluar) dan ‘sistensi’, yang diturunkan dari kata kerja ‘sisto’ (berdiri,
menempatkan). Oleh karena itu, kata ‘eksistensi’ dapat diartikan manusia yang
berdiri sebagai diri sendiri dengan keluar dari dirinya
Istilah "eksistensialisme" dibuat oleh seorang filsuf Katolik Prancis,
Gabriel Marcel, di pertengahan dekade 1940-an. Pada mulanya, ketika Marcel
mengaplikasikan istilah ini kepada Jean-Paul Sartre di sebuah kolokium pada
tahun 1945, Sartre menolak. Sartre kemudian berubah pikiran dan pada 29
Oktober 1945 mengadopsi label eksistensialis di muka umum, dalam sebuah
kuliah umum yang disampaikan kepada Club Maintenant di Paris. Kuliah umum
ini kemudian diterbitkan sebagai sebuah buku pendek yang amat memopulerkan
pemikiran eksistensialis berjudul L'existentialisme est un humanisme
(Eksistensialisme Adalah Sebentuk Humanisme).

B. Soren Aabye Kierkegaard


Søren Aabye Kierkegaard (5 Mei 1813-11 November 1855) adalah
seorang filsuf dan teolog abad ke-19 yang berasal dari Denmark. Awalnya,
Kierkegaard sendiri melihat dirinya sebagai seseorang yang cenderung religius
ketimbang filosofis dan agak membangun jarak terhadap filsafat, tetapi kemudian
ia justru dikenal sebagai bapak filsafat eksistensialisme. Kierkegaard
menjembatani jurang yang ada antara filsafat Hegelian dan apa yang kemudian
menjadi eksistensialisme. Oleh karena itu, Kierkegaard menjadi kritikus Hegel

2
pada masanya dan menandai bahwa apa yang dilihatnya sebagai formalisme semu
dari Gereja Denmark. Filsafatnya merupakan sebuah reaksi terhadap dialektika
Hegel.
Banyak dari karya-karya Kierkegaard membahas masalah-masalah agama
seperti misalnya hakikat iman, lembaga Gereja Kristen, etika dan teologi Kristen,
dan emosi serta perasaan individu ketika diperhadapkan dengan pilihan-pilihan
eksistensial. Karya Kierkegaard sering kali digambarkan sebagai eksistensialisme
Kristen dan psikologi eksistensial. Karena ia menulis kebanyakan karya awalnya
dengan menggunakan berbagai nama samaran, yang sering kali mengomentari dan
mengkritik karya-karyanya yang lain yang ditulis dengan menggunakan nama
samaran lain, sangatlah sulit untuk membedakan antara apa yang benar-benar
diyakini oleh Kierkegaard dengan apa yang dikemukakannya sebagai argumen
dari posisi seorang pseudo-pengarang. Ludwig Wittgenstein berpendapat bahwa
Kierkegaard "sejauh ini, adalah pemikir yang paling mendalam dari abad ke-19".

C. Eksistensialisme Soren Aabye Kierkegaard


Menurut Kierkegaard, hidup bukanlah sekedar sesuatu sebagaimana yang
dipikirkan melainkan sebagaimana yang dihayati. Semakin mendalam
penghayatan manusia mengenai kehidupan maka semakin bermakna pula
kehidupannya. Sören Kierkegaard memperingatkan bahwa dalam era kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi manusia sangat mudah untuk diperdaya atau
dimanipulasi oleh kesemuan-kesemuan yang tidak bermakna (meaningless). Hal
ini disebabkan karena manusia cenderung untuk bekerja dan bergaul dengan
kenyataan melalui abstraksi-abstraksi. Menurutnya, setiap deskripsi yang abstrak
mengenai sesuatu kenyataan tidak mungkin akan menampilkan makna yang
sesungguhnya dari kenyataan itu. Baginya pangkal tolak segala sesuatu
pengamatan adalah manusia, yaitu manusia sebagai suatu kenyataan subjektif.
Subjektivitas manusia yakni manusia individual yang menjalankan eksistensinya.
Kierkegaard, seorang filsuf yang mengilhami pemikiran eksistensialis,
menunjukkan tahapan yang bersifat religius walaupun sangat berbeda dengan para
filsuf eksistensialisme yang pada umumnya atheis. Sören Kierkegaard sangat
menekankan masalah Ilahiah/ Ketuhanan pada puncak pemikirannya. Berbicara

3
mengenai filsafat eksistensialisme tentu mempunyai akar genealoginya. Apabila
ditinjau dari alam pikiran Barat dewasa ini maka dapat dikatakan bahwa filsafat
eksistensialisme pada dasarnya merupakan tanggapan terhadap aliran-aliran
filsafat sebelumnya. Filsafat Sören Kierkegaard merupakan penolakan terhadap
filsafat Hegel yang terlalu bersifat idealistik. Mereka memandang yang umum
atau yang abstrak pada seluruh tradisi pemikiran Barat mencapai puncaknya pada
Hegel.
Sören Kierkagaard sulit untuk dapat dikatakan sebagai seorang filsuf
eksistensialisme. Hal ini disebabkan ia tidak tergolong dalam kaum
eksistensialisme karena namanya tidak tercantum dalam sederetan filsuf-filsuf
eksistensialisme. Ia hanya dapat dikatakan sebagai pemberi ilham dari apa yang
setiap saat diungkapkan dan didengungkan oleh kaum eksistensialisme mengenai
eksistensi manusia. Sören Kierkegaard sering juga disebut dengan bapak
eksistensialisme. Walaupun ia disebut bapak eksistensialisme, ia sendiri bukanlah
filsuf eksistensialisme.
Pembagian eksistensi manusia menurut Sören Kierkagaard menjadi tiga
tingkat yang masing-masing memiliki ciri khas, yaitu: (1) Eksistensi yang estetik,
(2) Eksistensi yang etik, (3) Eksistensi yang religius. Ketiga bentuk tingkat
eksistensi inilah yang akan mempengaruhi eksistensi manusia dan ia merupakan
cara keberadaan manusia. Ketiga jenis eksistensi manusia ini yang senantiasa
mendapatkan perhatiannya. Adapun ketiga eksistensi manusia tersebut sebagai
berikut.
1. Eksistensi Estetik
Pada taraf eksistensi yang estetik ini perhatian manusia tertuju kepada
segala sesuatu yeng berada di luar diri dan hidupnya di dalam masyarakat dengan
segala yang dimiliki dunia dan masyarakat. Kenikmatan jasmaniah dan rohaniah
terpenuhi. Walaupun demikian dapat dikatakan batinnya kosong karena ia
menghindari diri dari keputusan-keputusan yang menentukan. Keinginan-
keinginan yang dinikmati seluruhnya hanya ada pada pengalaman emosi dan
nafsu. Dengan dorongan emosi dan nafsu tersebut ia menganggap kesenangan
yang dicapai itu tidak terbatas, tetapi anggapannya itu dapat dikatakan salah sama
sekali. Hal ini karena akan sampai pada kesadaran bahwa keadaan tersebut adanya

4
terbatas sehingga ia akan sampai kepada keputusasaan. Pada kenyataannya dalam
bentuk eksistensi ini manusia tidak akan dapat menemukan sesuatu yang bisa
meniadakan keputusasaan. Dengan demikian, manusia harus dapat memilih untuk
keluar dari keputusasaannya itu dengan upaya berpindah kepada bentuk eksistensi
berikutnya, yaitu dengan perbuatan atau sikap memilih. Hal ini karena manusia
senantiasa berhadapan dengan berbagai pilihan yang berkaitan dengan persoalan
yang baik dan buruk serta sekaligus harus dapat menempatkan diri di antara
pilihan-pilihan tersebut. Sifat yang hakiki pada taraf eksistensi estetik ini, yakni
tidak adanya ukuran-ukuran moral umum yang ditetapkan, juga kesadaran dan
kepercayaan akan nilai-nilai keagamaan.
2. Eksistensi Etik
Pada taraf eksistensi etik perhatian manusia tertuju benarbenar kepada
batinnya, yakni ia hidup dalam hal-hal yang kongkrit adanya. Sikap manusia
sudah mengarah pada segi kehidupan batiniah. Pergeseran dari taraf estetik ke
taraf yang etik digambarkan oleh Kierkegaard sebagai orang yang meninggalkan
nafsu sementara dan masuk ke segala bentuk kewajiban. Dalam hidupnya manusia
telah menyadari dan menghayati akan adanya patokanpatokan nilai yang sifatnya
umum. Oleh karena itu, manusia secara terus-menerus dihadapkan pada pilihan-
pilihan. Pilihan manusia yang pertama dan senantiasa harus diputuskan, yaitu
yang berhubungan dengan persoalan baik dan buruk. Kemudian dalam waktu
yang bersamaan ia harus pula mampu menempatkan diri di antara kedua pilihan
tersebut. Dengan berbuat dan bersikap terhadap keadaan tersebut maka
keputusannya itu menjadi bermakna. Sebaliknya, jika tanpa pendirian yang tegas
mengenai pilihan terhadap keputusan tersebut maka sebenarnya manusia tidak
menjalani suatu bentuk eksistensi yang berarti atau bermakna. Hal ini karena
dalam hidup dan kehidupannya manusia itu bebas untuk memilih dan membuat
keputusan. Artinya, manusia harus mampu mempertanggungjawabkan dirinya.
Dengan kesediaan bertanggung jawab ini kebebasannya untuk memilih dan
memutuskan menjadi bermakna pula. Dalam hidup dan kehidupannya seseorang
harus terlebih dahulu dapat menetapkan bagi dirinya sendiri, yaitu siapa, apa, dan
kemudian ia bertindak sesuai dengan pilihannya sebagai suatu keputusan baginya.
Oleh karena itu, semua tindakannya tersebut didukung oleh suatu sikap etis yang

5
tidak melepaskan tindakan-tindakannya tersebut dari tanggung jawab. Pada taraf
eksistensi ini manusia telah menyadari akan adanya suatu pertimbangan-
pertimbangan etis dan menghayati kesadaran moral.
3. Eksistensi Religius
Setelah manusia meningkat atau menyadari dan menghayati dengan
kesadaran moralnya, ia akan dihadapkan pada kekurangankekurangan dan
kesalahan-kesalahan serta dosanya. Pada tingkatan eksistensi etik hal ini mulai
disadari oleh manusia. Dalam perkembangannya, untuk mengatasi kesulitan pada
taraf eksistensi etik, manusia harus menerangi dirinya kepada taraf eksistensi
religius. Dalam perpindahan kepada eksistensi religius ini manusia harus
melakukannya dengan kesadaran akan keimanan. Manusia yang menurut
Kierkegaard dapat dijadikan contoh sebagai yang mampu mencapai tingkatan
religius adalah Abraham. Dalam Fear and Trembling, Kierkegaard menulis,
Abraham was the greatest of all, great by that power whose strength is
powerlessness, great by that wisdom whose secret is foolishness, great by that
hope whose form is madness, great by the love that is hatred to oneself.

6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Eksistensialisme merupakan sebuah aliran filsafat yang menyatakan
keberadaan manusia secara seutuhnya. Pada awalnya, pernyataan filsafat ini di
kemukakan oleh Gabriel Marcel kepada Paul Sartre, namun Paul Sartre mengakui
filsafat ini di kuliah umum dan dibuat buku tentang itu, sehingga Paul Sartre
menjadi bapak dari eksistensialisme.
Sören Kierkagaard merupakan filsuf religi berkebangsaan Denmark.
Dalam hidupnya, Sören Kierkagaard merupakan seorang penulis buku yang
agamis namun tidak lepas dari pemikiran pemikiran logis. Disamping
kesuksesannya, Sören Kierkagaard mengalami banyak benturan dalam
kehidupannya.
Sören Kierkagaard bukan seorang bapak eksistensialisme. Namun,
karyanya yang mengilhami dan menjadi cikal bakal dari terbentuknya filsafat
eksistensialisme pada masa setelahnya.
B. Saran

7
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai