Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MAKALAH

TEORI ABDUKSI UMBERTO ECO


Dosen pengampu: Yohanes Padmo Adi Nugroho, S.S. M. Hum.

Disusun oleh:

ASSAFFA KUMALASARI (205110201111022)


NIDA ATHIFAH RAHMADHANI (205110201111023)
MUHAMMAD FIKRI FIRMANSYAH (205110201111024)
IRMA KHAIRUNNISA (205110201111028)
ADELIA FARA DEVA (205110201111030)
NUR LAILIYUL MUKARROMAH (205110201111034)
SINTA FADILA (205110201111035)

FAKULTAS ILMU BUDAYA


PRODI SASTRA JEPANG
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan masalah.......................................................................................... 1
1.3 Tujuan ......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................... 3
2.1 Biografi Umberto Eco .................................................................................... 3
2.2 Teori Abduksi ............................................................................................... 4
2.3 Konsep Semiotika Menurut Umberto Eco......................................................... 6
BAB III PENUTUPAN ........................................................................................... 9
3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 10

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Shalawat, rahmat, dan salam
selalu tercurahkan kepada Baginda nabi besar Muhammad SAW atas limpahan
rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Teori Abduksi Umberto Eco” tepat pada waktunya. Penulisan makalah ini dibuat
untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Filsafat Ilmu di Universitas Brawijaya.

Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Yohanes Padmo Adi Nugroho, S.S.
M. Hum. selaku dosen yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga
mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak lainnya yang telah turut
membagi pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Malang, 10 Mei 2022

Penulis

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Sumarna (2020) berpendapat bahwa filsafat berasal dari kata philosophia atau
philosophos. Keduanya terstruktur dari dua suku kata, yakni philos yang berarti
cinta dan sophia atau shofos yang berarti bijaksana. Mudhafir (1996) mengatakan
bahwa filsafat dalam bahasa Indonesia memiliki padanan kata falsafah (Arab),
philosopia (Inggris), philosopie (Jerman, Belanda, dan Perancis). Kata-kata tadi
berasal dari sumber yang sama, yakni bahasa Yunani, philosopia (philein dan
philos), yang berarti mencintai dan berteman. Secara historis filsafat merupakan
induk dari ilmu pengetahuan yang mendasari logika, bahasa, dan matematika. Suatu
hal yang biasanya tidak dapat terjawab oleh ilmu akan menjadikan filsafat sebagai
tumpuan untuk mendapatkan jawabannya.

Pada kehidupan sehari-hari tentu saja kita akan menemukan tanda-tanda baik dalam
bentuk simbol, bahasa, rambu, dan lainnya. Tanda yang kita lihat tentu memiliki
maksud di baliknya. Maka dari itu lahirlah sebuah ilmu pengetahuan yang khusus
mengkaji tanda-tanda dan makna yang disebut dengan semiotika. Pada makalah ini
kami akan menjelaskan salah satu tokoh yang bisa dianggap sebagai pelopor
modern ilmu semiotika. Ia adalah Umberto Eco, seorang filsuf sekaligus novelis
yang terkenal akan novelnya yang berjudul “The Name of The Rose” atau dalam
bahasa Italia menjadi “Il nome della rosa”.

1.2 Rumusan masalah


1. Siapa itu Umberto Eco?
2. Apa yang dimaksud dengan abduksi?
3. Apa yang dimaksud dengan konsep semiotika Eco? Dan bagaimana cara
kerjanya?

1
1.3 Tujuan
1. Untuk dapat mengetahui siapa itu Umberto Eco.
2. Untuk dapat mengetahui maksud dari abduksi.
3. Untuk dapat mengetahui maksud dari konsep semiotika Eco dan juga cara
kerjanya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Biografi Umberto Eco


Umberto Eco adalah seorang filsuf intelektual yang masuk kedalam filsuf era abad
20 dan 21. Ia lahir di Alessandria, Piedmont, Italia pada tanggal 5 Januari 1932 dan
meninggal dunia di Milan, Lombardy, Italia pada 19 Februari 2016 dikarenakan
penyakit kanker pankreas yang ia derita. Selain merupakan seorang filsuf, Eco juga
merupakan seorang novelis dimana tulisan-tulisannya banyak didominasi oleh
karya sastra yang beraliran penyelidikan terhadap ilmu pengetahuan. Karyanya
yang paling terkenal berjudul The Name of The Rose. Ia juga merupakan seorang
medievalist (pakar mengenai abad pertengahan), semiotikawan, kritikus budaya,
dan juga komentator politik dan sosial (Britannica, 2022)

Setelah mendapatkan gelarnya di Universitas Turin pada tahun 1954, Eco bekerja
di Radio Televisi Italia sebagai seorang editor budaya dan juga ia menjadi salah
satu pengajar di Universitas Turin dari tahun 1956 hingga 1964. Pada tahun 1971,
penelitian dan studi awalnya berkaitan dengan estetika, sebuah cabang filsafat yang
berurusan dengan keindahan, seni, rasa dan juga berurusan dengan penciptaan dan
apresiasi keindahan itu sendiri. Karya utamanya di bidang ini adalah Opera aperta
dimana ia berpendapat bahwa di dalam kebanyakan musik modern dan syair
simbolis pesan-pesan yang disampaikan pada dasarnya bersifat ambigu dan
mengundang pendengar untuk turut ikut berpartisipasi dalam proses interpretasi dan
kreatif. Dari karyanya yang berjudul Opera aperta inilah Eco mulai mengeksplor
lebih dalam mengenai komunikasi dan juga semiotika hingga ia akhirnya
menuliskan buku berjudul A Theory of Semiotics dan juga Semiotic and the
Philosophy of Language dimana kedua buku itu dituliskan menggunakan bahasa
Inggris. Pada tahun 1988, Eco mendirikan Departemen Studi Media di Universitas
Republik San Marino lalu pada tahun 1992 ia mendirikan Institut Komunikasi
Disiplin di Universitas Bologna dan kemudian mendirikan Sekolah Tinggi Studi
Humaniora di institusi yang sama. Lalu pada sekitar awal 2000-an, Eco
mengeluarkan novel berjudul Baudolino yang menceritakan mengenai seorang pria

3
Baudolino yang hidup di abad ke 12. Setelah itu ia mengeluarkan buku berjudul
The Mysterious Flame of Queen Loana di tahun 2005, lalu pada 2010 ia merilis
buku berjudul The Prague Cemetery dan pada tahun 2015 buku berjudul Numero
Zero dirilis dan menjadi karya sastra terakhir dari Eco.

Selama hidupnya, Eco banyak dipengaruhi oleh orang-orang disekitarnya. Salah


satunya yakni dari sebuah grup avant-garde yang berisi seorang artis, pelukis,
musisi, dan juga penulis dari Gruppo ‘63. Mereka berperan penting dalam karir
menulis Eco. Lalu di tahun 1971 sebagai co-founder ia membuat jurnal berjudul
Versus: Quaderni di studi semiotici atau yang lebih dikenal dengan sebutan VS
dikalangan akademis Italia. VS diperuntukan bagi mereka yang karyanya berkaitan
dengan tanda dan pemaknaan. Jurnal ini telah banyak berkontribusi pada semiotika
sebagai bidang akademis itu sendiri, baik di Italia maupun di seluruh Eropa.

Sebagai seorang akademisi yang mempelajari filsafat, semiotika, dan budaya, Eco
memisahkan kritiknya. Apakah teorinya harus dilihat sebagai sesuatu yang luar
biasa atau sebagai projek kesombongan yang hanya memperdulikan hal-hal kecil.
Sedangkan karya tulis fiksinya dipenuhi dengan kompleksitas dan kepopuleran.

2.2 Teori Abduksi


Sebelumnya terdapat dua konsep penalaran yang bertahan hingga berabad-abad
lamanya yakni konsep penalaran logika dan konsep penalaran deduksi. Lalu pada
akhir abad ke-18, Charles Sander Pierce melahirkan sebuah pemikiran penalaran
baru bernama abduksi. Pemikiran ini kononnya merupakan bagian dari pemikiran
Aristoteles yang dikenal dengan sebutan epagoge yang lalu dilanjutkan oleh
Pierce sekitar dua ribu tahun kemudian (Rodriguez, 2005).

Peirce membedakan tiga bentuk kesimpulan, yaitu deduksi, induksi, dan abduksi.
Menurut Peirce, abduksi adalah membuktikan bahwa sesuatu mungkin akan
berjalan dengan cara tertentu. Abduksi adalah cara pembuktian yang
memungkinkan hipotesis dibentuk. Bagi Peirce, abduksi merupakan bentuk

4
inferensi yang probabel, yang berarti tidak memberikan kepastian mutlak. Dari
ketiga bentuk tersebut, hanya abduksi yang merupakan bentuk argumen yang
memperluas pengetahuan manusia karena abduksi menawarkan suatu hipotesis.
Lalu dengan deduksi kita mengembangkan konsekuensi dari hipotesis tersebut dan
menguji kemungkinan prediksi itu diperkuat dengan induksi.

Metode penalaran abduksi sekilas mirip dengan pendekatan deduksi. Mirip


dikarenakan abduksi berangkat dari metode deduktif, yang oleh Aristoteles disebut
dengan apagoge. Metode abduksi berangkat dari hukum, kasus dan kesimpulan.
Pada metode abduksi dibuat dengan pendekatan silogisme layaknya pendekatan
deduktif, namun pendekatan yang dipakai adalah untuk membangun hipotesa dan
menyimpulkan dari hipotesa-hipotesa yang dikumpulkan tersebut.

Dikarenakan merupakan bagian dari membangun hipotesa dari sebuah kasus, dan
menyimpulkannya, maka abduksi digunakan sebagai tahap pertama penelitian.
Dikarenakan sebagai bagian dari hipotesa (dalam bentuk silogisme), maka
penggalian atas fakta menjadi tidak begitu penting (Keraf dan Dua, 2001). Sebagai
awal penelitian, peneliti lebih memfokuskan pada bagaimana membangun hipotesa
secara general terhadap sebuah kasus.

Contoh yang di gambarkan oleh James Ladyman (2002) sebagai berikut;


Anda pergi menjumpai teman Anda di rumahnya. Anda kemudian menekan bel
rumah, namun lama teman Anda tidak membuka pintu rumahnya. Di sini Anda
akan membuat hipotesa-hipotesa yang mungkin dapat menjawab rasa penasaran
Anda
1. Teman Anda menjadi paranoid dan berpikir bahwa yang menekan bel adalah
orang jahat.
2. Teman Anda tiba-tiba tuli.
3. Teman Anda pura-pura tinggal di rumah tersebut, namun sebenarnya tidak.
4. Teman Anda tengah pergi.

5
Hipotesa-hipotesa akan dicoba, dan hipotesa mana yang dirasa mampu menjelaskan
fakta.

Dalam pendekatan abduksi apakah seseorang bisa membangun hipotesa semaunya?


Dalam pendekatan abduksi, hipotesa tidak bisa dibangun dengan semaunya. Ada
syarat mengajukan hipotesa tersebut, yakni mempunyai pengalaman-pengalaman
dalam konteks tersebut, ilmiah dan rasional. walaupun tidak perlu observasi
langsung, namun hipotesa harus melalui syarat ideal keilmiahan yang dapat diuji,
sebagai bagian dari tanggung jawab keilmuan. Bagaimana caranya? yakni dengan
menggunakan pengalaman keilmuan dan akal manusia.

2.3 Konsep Semiotika Menurut Umberto Eco


Semiotika Umberto Eco merupakan semiotika yang memiliki sifat elektif
komprehensif. Oleh karena itu, semiotika Umberto Eco mengkaji sesuatu secara
lebih mendalam. Yang dimaksud ialah semiotika signifikasi dan komunikasi
(Kaelan, 2009). Eco sering disebut sebagai tokoh yang menegahi pemahaman
semiotika Saussure dengan semiotika Pierce. Eco menjelaskan bahwa perbedaan
teori semiotika miliki Saussure dan Peirce hanya berbeda di penamaannya saja
sedangkan teorinya saling berhubungan dan melengkapi satu sama lain. Menurut
Eco, ketika seseorang ‘menuturkan’ kata, maka ia terlibat di dalam sebuah proses
‘produksi tanda’ yang melibatkan berbagai lapisan pekerja, khususnya pekerja
tanda (Sobur, 2004). Namun, sesungguhnya Eco lebih condong mengikuti
pemahaman semiotika milik Peirce. Konsep semiotika Peirce memfokuskan kepada
hubungan trikotomi antara tanda-tanda. Peirce mengatakan semiotika adalah kajian
alamiah yang fundamental dari berbagai kemungkinan terjadinya proses semiosis.
Semiosis adalah sistem operasi kognitif yang berbasis pada korelasi tiga subjek,
atau biasa disebut dengan trikotomi. Itu difungsikan untuk melihat suatu tanda,
seperti gambar, ikon, token, kata, dsb, dalam proses abstraksi yang hasilnya berupa
makna ketika ‘tanda’, ‘objek’, dan ‘interpretan’ diasosiasikan secara bersama-sama
dalam satu waktu (Eco, 1979). Misalnya pada kata ‘paus’ yang disini merupakan
tanda verbal yang kita tangkap oleh panca indra yakni kuping lalu berubah menjadi

6
things. Things lalu masuk ke dalam kognisi dan menjadi objek representasi dari
gajah. Dengan begitu terciptalah korelasi antara things dengan objek yang
memunculkan sebuah space untuk menafsirkan kata ‘gajah’ yang akan kita pahami
bahwa gajah adalah hewan mamalia terbesar di darat.

Konsep semiotika milik Eco lebih memilih untuk menyelidiki sifat-sifat dinamis
pada tanda. Eco menjelaskan perkembangan dan pembaruan kode dengan konsep
abduksi, ia melihat bahwa “Suatu konteks ambigu yang tidak terkodekan yang
ditafsirkan secara konsisten, jika diterima masyarakat, menghasilkan konvensi, dan
dengan demikian menimbulkan pasangan pengkodean”. Menurut Eco,
pembentukan tanda melalui empat tahap sebagai berikut (Eco, 2009):
1. Kerja fisik
Upaya yang dilakukan untuk membuat tanda.
2. Pengenalan
Objek atau peristiwa dilihat sebagai suatu ungkapan kandungan tanda
seperti tanda, gejala, atau bukti.
3. Penampilan
Suatu objek atau tindakan menjadi contoh jenis objek atau tindakan.
4. Replika
Kecenderungan ke arah ratio difficilis secara prinsip, tapi mengambil
bentuk-bentuk kodifikasi melalui pengayaan.
5. Penemuan
Kasus yang paling jelas dari ratio difficilis. Sebagai yang tidak terlihat oleh
kode dan menjadi landasan continum materi baru.

Sebelum membahas pendekatan, ada baiknya mengetahui terlebih dahulu jenis


pengetahuan yang terbagi menjadi 2, yang pertama yaitu pengetahuan yang didasari
oleh usaha aktif seseorang menemukan kebenaran yang didapat dari penalaran atau
intuisi. Dari keinginan aktif tersebut seseorang bisa mendapatkan pengetahuan.
Pengetahuan yang kedua yaitu "pemberian" yang diberikan langsung oleh Tuhan.

7
Membahas penalaran abduksi, dimana sebuah penalaran ilmiah bisa berangkat
hanya dari bermodal hipotesis semata dan digunakan sebagai tahap pertama
penelitian, metode ini digunakan untuk menjelaskan event yang kita amati. Perlu
diingat bahwa dalam pendekatan abduksi, hipotesis tersusun dari kemungkinan-
kemungkinan sehingga mungkin sekali terdapat kesalahan dalam membangun
hipotesis. Namun penjelasan hipotesis tersebut harus mampu dijelaskan sesuai fakta
yang menjadi objek masalah. Dalam pendekatan abduksi, ada syarat dalam
mengajukan hipotesis dengan pendekatan tersebut, yakni mempunyai pengalaman
mengenai konteks tersebut secara ilmiah dan rasional. Mungkin tidak dapat
diandalkan. Namun, manusia sering menerangkan sesuatu dengan cara tersebut, dan
mempertahankan hipotesanya hingga ada bukti lain yang mendukung penjelasan.
Karena pendekatan ini bertumpu pada hipotesa dan kesimpulan, jadi tidak
diperlukan observasi langsung, namun cukup melakukan verifikasi saja dan
prosesnya bisa terus berlanjut sesuai dengan hipotesis yang dikemukakan.
Walaupun tidak perlu observasi langsung, namun hipotesis harus melalui syarat
ideal keilmiahan yang dapat diuji sebagai bagian dari tanggung jawab keilmuan
yakni dengan menggunakan pengalaman keilmuan dan akal manusia. Dengan
penjelasan hipotesis yang rasional dan logis, metode ini bisa menjelaskan fakta
yang ada.

8
BAB III
PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan
Umberto Eco adalah seorang filsuf intelektual yang masuk ke dalam filsuf era abad
20 dan 21. Ia lahir di Alessandria, Piedmont, Italia pada tanggal 5 Januari 1932 dan
meninggal dunia di Milan, Lombardy, Italia pada 19 Februari 2016 dikarenakan
penyakit kanker pankreas yang ia derita. Selain merupakan seorang filsuf, Eco juga
merupakan seorang novelis dimana tulisan-tulisannya banyak didominasi oleh
karya sastra yang beraliran penyelidikan terhadap ilmu pengetahuan. Karyanya
yang paling terkenal berjudul The Name of The Rose. Ia juga merupakan seorang
medievalist (pakar mengenai abad pertengahan), semiotikawan, kritikus budaya,
dan juga komentator politik dan sosial. Sebagai seorang akademisi yang
mempelajari filsafat, semiotika, dan budaya, Eco memisahkan kritik dengan
karyanya.

Lalu selanjutnya adalah teori abduksi. Sebelumnya terdapat dua konsep penalaran
yang bertahan hingga berabad-abad lamanya yakni konsep penalaran logika dan
konsep penalaran deduksi. Lalu pada akhir abad ke-18, Charles Sander Pierce
melahirkan sebuah pemikiran penalaran baru bernama abduksi. Pemikiran ini
kononnya merupakan bagian dari pemikiran Aristoteles yang dikenal dengan
sebutan epagoge yang lalu dilanjutkan oleh Pierce sekitar dua ribu tahun kemudian.
Penalaran abduksi Eco ini berhubungan dengan konsep semiotikanya. Dimana ia
menjadi penegah bagi konsep-konsep sebelumnya yang telah ada. Namun, konsep
miliknya ini lebih condong kepada konsep milik Peirce.

9
DAFTAR PUSTAKA

Britannica, T. Editors of Encyclopaedia (2022, February 15). Umberto Eco.


Encyclopedia Britannica. Diperoleh dari
https://www.britannica.com/biography/Umberto-Eco
Eco, U. (1979). A Theory of Semiotics. Bloomington: Indiana University Press.
Eco, U. (2009). Teori Semiotika. Yogyakarta: Kreasi Wacana
Kaelan, M. S. (2002). Filsafat Bahasa Semiotika dan Hermeneutika. Yogyakarta:
Paradigma
Keraf, A., Dua, M. (2001). Ilmu Pengetahuan; Sebuah Tinjuan Filosofis.
Yogyakarta: Kanisius.
Ladyman, J. (2002). Understanding Philosophy of Science. New York: Routledge.
M, Ali. (1996). Kamus Teori dan Aliran dalam Filsafat dan Teologi. Yogyakarta:
Gajahmada University Press.
Rodriguez, R. (2005). Abducción en el contexto del descubrimiento científico.
Revista de Filosofía de la Universidad de Costa Rica, 43(109/110), 87-97.
Sobur, A. (2004). Semiotika Komunikasi. Cetakan Kedua. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Sumarna, C. (2020). Filsafat Ilmu. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Yogyakarta.

10

Anda mungkin juga menyukai