Anda di halaman 1dari 7

INTERNALISASI NILAI-NILAI KESETARAAN GENDER

PERSPEKTIF TAFSIR SURAT AL-HUJURAT AYAT 13


DI SMP ISLAM TERPADU AL-IKHWAN PACET CIANJUR

A. Latar Belakang Masalah

Di Tengah kemajuan teknologi yang semakin membuat hubungan sosial

tidak berjarak, kenyataannya dibalik kemudahannya tersimpan misteri

kesenjangan sosial yang membuat hubungan-hubungan tersebut mudah rapuh dan

rusak, salahsatunya adalah karena isu kesetaraan gender. Di negara Seperti halnya

Indonesia yang tumbuh dengan berbagai macam budaya dan adat istiadat, isu

kesetaraan gender menjadi penyebab dominan dalam ketidakadilan hak-hak

Perempuan. Menurut Dr. Nur Azizah, M.Si., Dosen Hubungan Internasional

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Beliau memaparkan bukti nyata belum

terealisasinya kesetaraan gender—dapat dilihat dari diskriminasi pekerjaan, dan

stigma pemikiran bahwa pemimpin itu harus laki-laki.

”Gender quality indeks Indonesia pada tahun 2021 nomor 111 jika ditelaah
terdapat kebijakan yang belum mengarahkan kesetaraan gender.Contohnya dilihat
pada regulasi di Indonesia tentang kekerasan seksual belum sesuai dengan
implementasiannya. Oleh karena itu, perlu ada penekanan bahwa pentingnya
pemahaman kesetaraan gender dalam regulasi maupun implementasiannya,”1
Padahal seyogyanya jika kita lihat dari segi keberagaman sosial budaya dan

kemasyarakatan di Indonesia, tentunya isu ini dapat diatasi jika kesadaran

kesetaraan terinternalisasi lewat sikap toleransi yang tinggi. Namun kenyataannya

tidak begitu. Kesetaraan gender di Indonesia bisa dibilang belum bisa dirasakan

oleh semua perempuan, karena hal tersebut belum sepenuhnya merata. Budaya

maupun keadaan adat istiadat di Indonesia yang masih melekat pada lingkungan

1
https://www.umy.ac.id/problem-diskriminasi-perempuan-marak-terjadi-pentingnya-regulasi-
berbasis-kesetaraan-gender, 14/08/2023, 16.00 WIB
sosial di Indonesia menjadi salah satu pengaruh ketidakmerataannya kesetaraan

gender baik sosial ataupun ekonomi termasuk tujuan politik (Riviansyah, 2013).

Hal tersebut pun tidak terlepas dari feminisme di lingkungan sosial Indonesia

yang muncul bersamaan dengan emansipasi perempuan dalam menghadapi

kesetaraan gender, dimana norma-norma tradisional, nilai-nilai sosial, agama,

ideolgi patriarki di Indonesia. Stereotipe akan perempuan di masyarakat adalah

bahwa perempuan hanyalah digambarkan sebagai seseorang yang bekerja di dapur

umum dibalik perjuangan bersenjata para lelaki. Dalam literatur sejarah Indonesia

pun pada umumnya jarang sekali mencatat soal perempuan sebagai pengambil

keptusan dan penentu proses-proses politik yang berlangung (Arivia & Subono,

2018).

Dalam Islam, Kesetaraan adalah Gerakan yang Nabi Muhammad SAW.

Perjuangan sejak beliau diutus menjadi Nabi bahkan saat menjadi Rasul. Tentunya

gerakan tersebut tidak mudah serta merta disuarakan dengan aksi kata saja. Beliau

memulai dengan Akhlak yang beliau lakukan bahkan saat beliau remaja. Cara-cara

beliau memuliakan semua orang tidak membedakan jenis kelamin atau status

sosial. Sebagaimana Akhlak beliau adalah Al-Qur’an, kesetaraan gender yang

beliau tawarkan adalah yang bersumber dari ayat-ayat Al-Qur’an diantaranya

Surat Al-Hujurat ayat 13 :

‫ٰٓيَاُّيَها الَّناُس ِاَّنا َخ َلْقٰن ُك ْم ِّم ْن َذ َك ٍر َّو ُاْنٰث ى َو َجَع ْلٰن ُك ْم ُش ُعْو ًبا َّو َقَبۤا ِٕىَل ِلَتَع اَر ُفْو ا ۚ ِاَّن َاْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد‬
‫ِهّٰللا َاْتٰق ىُك ْم ۗ ِاَّن َهّٰللا َع ِلْيٌم َخ ِبْيٌر‬
Artinya : “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya
yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling
bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.”
Gender merupakan konstruksi sosial tentang bagaimana menjadi laki-laki

dan perempuan sebagaimana tuntutan masyarakat. Gender erat kaitannya dengan

pembagian peran, kedudukan dan tugas antara laki-laki dan perempuan yang

ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat yang dianggap pantas bagi laki-laki

dan perempuan menurut norma, adat, kepercayaan dan kebiasaan masyarakat.

Ketika konstruksi sosial itu kemudian dihayati sebagai sesuatu yang tidak boleh

diubah karena ‘dianggap’ kodrati dan alamiah.2

Nabi Muhammad ‫ﷺ‬ diutus menjadi Rasul adalah dengan tujuan

untuk menyempurnakan ajaran Akhlak pada dinamika sosial hidup manusia. Pada

saat itu di Masyarakat dimana Nabi dilahirkan memang terjadi marak kejumudan

bahkan kebodohan tentang gender. Seperti halnya malu jika memiliki anak

Perempuan, laki-laki boleh semena-mena terhadap Wanita, derajat seseorang

dilihat dari seberapa banyak harta dan status latar belakang sosialnya. Upaya Nabi

‫ﷺ‬ dimulai dengan aksi nyata dimulai dengan bagaimana beliau

memperlakukan Perempuan di sekelilingnya, sehingga pada saat itu di mana

akhlak seperti beliau ini jarang sekali dilakukan oleh lelaki-lelaki bangsa Arab

yang menjadi stereotype akhlak seluruh manusia di belahan bumi lainnya. Dan

Akhlak beliau yaitu memuliakan Perempuan atau bahkan mereka kaum lemah dan

miskin yang tidak memiliki harta dan status sosial agar menjadi mulia, Nabi

2
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-pontianak/baca-artikel/15582/Masyarakat-dan-
Persoalan-Gender.html
‫ﷺ‬ dengan kelembutannya memuliakan mereka sehingga mereka sukarela

memuliakan Nabi ‫ ﷺ‬juga orang-orang yang berada di lingkungan Nabi.

Kiranya konsep apakah yang Nabi tawarkan sehingga semua orang merasa

tidak terdiskriminasi meskipun kenyataannya secara lahiriyah menurut mereka

memang berbeda? Meninjau Tafsir Syaikh Nawawi Al-Bantani tentang Surat Al-

Hujurat ayat 13 bahwa pada penggalan ayat pertama ( ‫ٰٓيَاُّيَها الَّناُس ِاَّنا َخ َلْقٰن ُك ْم ِّم ْن‬

‫)َذ َك ٍر َّو ُاْنٰث ى‬, beliau mengemukakan bahwa Manusia tercipta dari satu sumber
yaitu Adam dan Hawa, dari Ibu dan Bapak. Maka semuanya adalah sama, tidak

ada yang perlu dibanggakan karena Nasab, karena semuanya dari sumber yang

sama. Pada penggalan selanjutnya (‫ِلَتَع اَر ُفْو ا‬ ‫ )َو َج َع ْلٰن ُك ْم ُش ُعْو ًبا َّو َقَبۤا ِٕىَل‬Beliau
mengemukakan tingkatan sosial nasab agar saling mengenal. Di bangsa arab, ada

tujuh tingkatan keturunan yang perlu diketahui mereka—bahkan mungkin bangsa

lain hanya saja berbeda penggunaan istilah—yaitu diantaranya : Asy-Sya’b, Al-

Qobilah, Al-Imaroh, Al-Bathn, Al-Fakhdz, Al-Fasilah dan Al-Asyiroh. Dan fungsi

mengetahui tingkatan keturunan itu adalah bukan untuk berbangga-bangga tapi

untuk saling mengenal satu sama lain, sehingga mereka mampu berkaca dan

menyadari semuanya sama. Pada penggalan selanjutnya adalah tentang hakikat

perbedaan yang mutlak tidak bisa ditawar dan tidak bisa diupayakan dengan

mudah kecuali kepada mereka yang Allah izinkan, ‫ِاَّن َاْك َر َم ُك ْم ِع ْنَد ِهّٰللا َاْتٰق ىُك ْم‬. Bahwa

yang membedakan setiap keturunan adam dan Hawa satu sama lain hanyalah

dalam segi ketakwaannya. Ketakwaan adalah tentang bagaimana seseorang


membangun hubungan kepada Tuhannya, baik itu melalui interaksi melalui

Ibadah atau interaksi sosial. Pada ranah Takwa, seringkali tidak terbatas

implementasi atau wujudnya. Bisa saja pada hal sekecil niat yang tulus Ikhlas ia

mengandung takwa.

Kesetaraan gender ini bisa terjadi di mana saja, peneliti sebagai pendidik

melihat kesetaraan gender belum sepenuhnya terpraktekkan di SMP Islam

Terpadu Al-Ikhwan. Hal ini dipengaruhi berbagai factor, diantaranya role model

orang tua bahkan orang-orang dewasa di sekitar peserta didik. Padahal, kesetaraan

gender merupakan hal penting yang perlu dipelajari dan diaplikasikan oleh pelajar

usia SMP untuk menjadi pondasi dasar, bahkan menjadi bekal bagi mereka meraih

kesuksesan di jenjang selanjutnya.

Maka, merujuk Kembali kepada Kesetaraan Gender, yang masih menjadi isu

sosial terkini, Konsep dalam Surat Al-Hujurat ini menawarkan kemudahan dalam

mewujudkan solusi atas isu kesetaraan gender. Perempuan atau bahkan kaum

lainnya yang merasa termarginalkan, tidak perlu khawatir jika dalam diri mereka

tertanam bahwa kemuliaan itu sejatinya datang dari ketakwaan. Apapun peran

yang mereka lakukan, ketakwaan menjadi pondasi utama.

Maka dari itu, penelitian ini adalah tentang Internalisasi Nilai-Nilai

kesetaraan gender menurut Tafsir Surat Al-Hujurat ayat 13 di SMP Islam Terpadu

Al-Ikhwan Pacet Cianjur.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan di atas, maka dapat

diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut :

1. Belum meratanya praktek kesetaraan gender dalam semua tingkatan

sosial.

2. Tidak ada atau bahkan tidak banyak diketahui konsep kesetaraan

gender yang mudah dan aplikatif.

3. Usia SMP adalah usia yang perlu dibimbing dalam internalisasi dan

aplikasi nilai-nilai kesetaraan gender dalam kehidupan sehari-hari

mereka.

C. Batasan Masalah

Untuk membatasi masalah agar pembahasan focus pada suatu topik saja, maka

penulis membatasi pembahasan hanya pada yang berkaitan dengan “Internalisasi

Nilai-Nilai Kesetaraan Gender Perspektif Tafsir Surat Al-Hujurat Ayat 13 Di

SMP Islam Terpadu Al-Ikhwan Pacet Cianjur.”

D. Rumusan Masalah

Berikut rumusan Masalah dalam penelitian ini :


1. Seberapa jauh pemahaman dan kesadaran Siswa SMP Islam Terpadu Al-

Ikhwan tentang Kesetaraan Gender?

2. Bagaimana Kesetaraan Gender Perspektif Tafsir Surat Al-Hujurat ayat 13?

3. Bagaimana Internalisasi Kesetaraan Gender Perspektif Tafsir Surat Al-

Hujurat ayat 13 di SMP Islam Terpadu Al-Ikhwan?

E. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Metode Kualitatif Deskriptif sehingga yang

dikumpulkan adalah data-data naratif berdasarkan hasil observasi, wawancara,

angket dan catatan pribadi juga sumber data lainnya yang bukan berupa angka-

angka.

Anda mungkin juga menyukai