Anda di halaman 1dari 44

KONSTRUKSI DAN IMPLEMENTASI FILSAFAT ILMU: Matematika dan

Pendidikan Matematika

Disusun untuk memenuhi tugas ujian akhir semester mata kuliah Filsafat Ilmu

Dosen pengampu: Prof. Dr. Marsigit, M.A

Disusun Oleh:
Novi Eriyantika (23031140063)

PROGRAM STUDI PASCASARJANA PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN ALAM DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Segala puji kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan karunia-
Nya sehingga makalah yang berjudul “KONSTRUKSI DAN IMPLEMENTASI
FILSAFAT ILMU: Matematika dan Pendidikan Matematika ” dapat terselesaikan.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah bagi Nabi Muhammad SAW
beserta pengikutnya. Atas terealisasikan makalah ini, penyusun juga mengucapkan
terimakasih kepada Prof. Dr. Marsigit, M.A. Selaku dosen pengampu pada mata
kuliah Filsafat Pendidikan Matematika. Penyusun menyadari bahwa makalah ini
masih banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berdampak positif
sekaligus bermanfaat bagi masyarakat luas.

Yogyakarta, 25 November 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER .............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I FILSAFAT UMUM ............................................................................... 1
A. Ontologi .................................................................................................. 1
B. Epistemologi ........................................................................................... 2
C. Aksiologi ................................................................................................. 3

BAB II FILSAFAT ILMU ................................................................................ 4


A. Ontologi Ilmu (menuju Matematika/Pendidikan Matematika) ............... 5
B. Epistemologi Ilmu (Idem) ....................................................................... 6
C. Aksiologi Ilmu (Idem)............................................................................. 7

BAB III MEMBANGUN FILSAFAT ILMU .................................................. 8


A. Mereview Video Kuliah Filsafat Pof. Marsigit ....................................... 8
B. Mereview CPR Immanuel Kant .............................................................. 10
C. Pergulatan Dunia dalam kehidupan ........................................................ 14

BAB VI MENERAPKAN FILSAFAT ILMU ................................................. 18


A. Sejarah/Perkembangan Matematika ........................................................ 19
B. Ideologi Pendidikan (Paul Ernest) .......................................................... 22
C. Paradigma/Teori/Model/Pendekatan/Metode/Strategi/PraksisCMAP
Theory Learning menuju Bidang Ilmu.................................................... 25

BAB V PENDIDIKAN/PEMBELAJARAN KONSTRUKTIF ..................... 36


A. Pengertiak Pembelajaran Konstruktif ..................................................... 36
B. Contoh Pembelajaran Konstruktif ........................................................... 36

KESIMPULAN PENULIS ............................................................................... 38


DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 40

iii
BAB I
FILSAFAT UMUM

Filsafat umum adalah cabang filsafat yang mencakup berbagai


pertanyaan dan konsep dasar yang relevan dengan semua bidang pengetahuan
dan kehidupan manusia. Filsafat umum memiliki keterkaitan dengan berbagai
disiplin ilmu lainnya, seperti ilmu pengetahuan, matematika, logika, psikologi,
sosiologi, dan lain-lain. Dalam konteks pendidikan, filsafat umum juga memiliki
peran penting. Filsafat pendidikan, sebagai cabang filsafat yang berkaitan
dengan pendidikan, menggunakan konsep-konsep dan pemikiran filsafat umum
untuk memahami tujuan, metode, dan nilai-nilai dalam pendidikan. Filsafat
pendidikan membantu dalam membentuk pandangan dan pendekatan dalam
proses belajar mengajar, serta memberikan pedoman dalam menghadapi
berbagai masalah dan tantangan dalam dunia pendidikan (Yulianto, 2021).
Filsafat memiliki hubungan erat dengan aksiologi, epistemologi, dan
ontologi. Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari nilai dan etika,
sementara epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari pengetahuan
dan cara kita memperolehnya. Ontologi, di sisi lain, adalah cabang filsafat yang
mempelajari tentang eksistensi dan sifat-sifat dari entitas yang ada dalam
realitas. Filsafat mempertanyakan nilai-nilai, etika, dan tujuan dari pengetahuan
(aksiologi), serta cara kita memperoleh pengetahuan dan sifat pengetahuan itu
sendiri (epistemologi). Selain itu, filsafat juga mempertanyakan eksistensi dan
sifat-sifat dari entitas yang ada dalam realitas (ontologi). Dengan demikian,
filsafat memiliki keterkaitan yang erat dengan aksiologi, epistemologi, dan
ontologi dalam upaya memahami realitas dan eksistensi.(Simangunsong, 2021)
A. Ontologi
Ontologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang hakikat
keberadaan, realitas, dan kategori-kategori yang ada dalam dunia ini.
Ontologi berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang apa yang
ada, bagaimana hal-hal tersebut berhubungan, dan bagaimana kita dapat
memahami dan menggambarkan realitas. (Aliyu, Aliyu Ahmad; Singhry,
Ibrahim Musa; Adamu, 2015) Ontologi melibatkan pemikiran tentang hal-

1
hal yang melebihi dunia fisik atau kerangka penjelasan yang melampaui
pemikiran biasa yang terbatas atau tidak memadai. Ontologi juga dapat
diartikan sebagai ilmu yang menyelidiki sifat dasar dari apa yang ada di balik
dunia nyata. Dalam matematika, ontologi juga memiliki peran penting.
Matematika melibatkan pemikiran tentang entitas matematis dan
hubungannya dengan realitas. Ontologi matematika juga membahas tentang
hubungan antara matematika dan dunia fisik, serta peran matematika dalam
pemahaman kita tentang realitas. Dengan demikian, ontologi adalah cabang
filsafat yang mempelajari hakikat keberadaan dan realitas. Ontologi
memiliki peran penting dalam berbagai bidang. Dalam filsafat, ontologi
membantu dalam memahami hakikat keberadaan dan realitas, serta
mempertanyakan sifat dasar dari apa yang ada di dunia ini. Dalam ilmu
pengetahuan, ontologi digunakan untuk membangun kerangka pemikiran
yang konsisten dan sistematis dalam mempelajari fenomena-fenomena alam
dan sosial. Ontologi membantu dalam mengidentifikasi entitas-entitas yang
relevan dan hubungan antara entitas-entitas tersebut. (Aliyu, Aliyu Ahmad;
Singhry, Ibrahim Musa; Adamu, 2015).
B. Epistemologi
Epistemology adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang sumber,
alasan, dan batasan pengetahuan. Epistemologi berusaha untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimana kita memperoleh pengetahuan,
apa yang dapat dianggap sebagai pengetahuan yang sahih, dan bagaimana
kita dapat membenarkan keyakinan kita. Menurut Aliyu et al. (2021),
epistemologi dalam konteks ilmu manajemen berkaitan dengan proses
memperoleh pengetahuan dalam bentuk ilmu pengetahuan. Epistemologi
dalam ilmu manajemen membahas tentang prosedur-prosedur yang harus
diperhatikan untuk memperoleh pengetahuan yang benar, kriteria kebenaran,
dan alat-alat yang membantu manusia dalam memperoleh pengetahuan
dalam bentuk ilmu pengetahuan. Dalam konteks ilmu pengetahuan secara
umum, epistemologi berhubungan dengan cara kita memperoleh
pengetahuan dan bagaimana kita dapat membenarkan keyakinan kita.
Epistemologi mencakup pertanyaan-pertanyaan tentang sumber-sumber

2
pengetahuan, metode-metode yang digunakan dalam memperoleh
pengetahuan, dan kriteria kebenaran yang digunakan untuk membedakan
antara pengetahuan yang sahih dan pengetahuan yang tidak sahih. Dengan
demikian, epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang
sumber, alasan, dan batasan pengetahuan. Epistemologi membahas tentang
cara kita memperoleh pengetahuan, kriteria kebenaran, dan alat-alat yang
digunakan dalam memperoleh pengetahuan dalam bentuk ilmu pengetahuan.
C. Aksiologi
Axiology adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai-nilai dan
evaluasi. Axiology berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang
apa yang dianggap baik, buruk, benar, atau salah, serta bagaimana kita dapat
menilai dan memilih nilai-nilai tersebut. Menurut Aliyu et al. (2021),
axiology dalam konteks ilmu manajemen berkaitan dengan teori nilai-nilai
yang diinginkan atau teori nilai-nilai yang baik dan dipilih. Axiology dalam
ilmu manajemen membahas tentang sifat nilai-nilai yang didukung oleh
pemenuhan keinginan, kesenangan, kepuasan, kepentingan, kehendak
rasional murni, dan persepsi mental yang erat sebagai hubungan antara hal-
hal sebagai sarana untuk mencapai titik akhir atau menuju pencapaian hasil
yang nyata. Dalam mempelajari ilmu manajemen, tentu didasarkan pada
keinginan untuk mendapatkan kepuasan yang terkait dengan rasionalitas.
Dalam konteks ilmu pengetahuan secara umum, axiology berhubungan
dengan penilaian nilai-nilai dan evaluasi. Axiology mencakup pertanyaan-
pertanyaan tentang apa yang dianggap berharga, bagaimana kita
mengevaluasi sesuatu, dan bagaimana kita membuat pilihan nilai-nilai.
Dengan demikian, axiology adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang
nilai-nilai dan evaluasi. Axiology membahas tentang apa yang dianggap
baik, buruk, benar, atau salah, serta bagaimana kita menilai dan memilih
nilai-nilai tersebut.

3
BAB II
FILSAFAT ILMU

Filsafat ilmu adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang sifat,


metode, dan tujuan ilmu pengetahuan. Filsafat ilmu berusaha untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimana ilmu pengetahuan dikembangkan,
bagaimana ilmu pengetahuan memperoleh pengetahuan yang sahih, dan
bagaimana ilmu pengetahuan dapat digunakan untuk memahami dunia. Menurut
Kuhn (1962), filsafat ilmu mencakup pemahaman tentang paradigma-paradigma
ilmiah, perubahan paradigma, dan struktur ilmiah. Filsafat ilmu juga membahas
tentang hubungan antara teori dan pengamatan, serta peran paradigma dalam
memandu penelitian dan pengembangan ilmiah. Dalam konteks ilmu
pengetahuan secara umum, filsafat ilmu mencakup pertanyaan-pertanyaan
tentang sifat pengetahuan ilmiah, metode-metode yang digunakan dalam ilmu
pengetahuan, dan tujuan dari ilmu pengetahuan. Filsafat ilmu membantu dalam
memahami bagaimana ilmu pengetahuan beroperasi, bagaimana ilmu
pengetahuan memperoleh pengetahuan yang sahih, dan bagaimana ilmu
pengetahuan dapat digunakan untuk memahami dunia secara lebih baik. Dengan
demikian, filsafat ilmu adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang sifat,
metode, dan tujuan ilmu pengetahuan (Aliyu, Aliyu Ahmad; Singhry, Ibrahim
Musa; Adamu, 2015).
Filsafat ilmu dan matematika memiliki hubungan yang erat dengan
aksiologi, epistemologi, dan ontologi. Aksiologi, sebagai cabang filsafat yang
mempelajari nilai dan etika, memainkan peran penting dalam penelitian ilmu dan
matematika dengan mempertanyakan nilai-nilai yang mendasari praktik ilmiah
dan matematika, serta implikasinya dalam masyarakat dan budaya
(Simangunsong et al., 2021). Sementara itu, epistemologi, yang mempelajari
pengetahuan dan cara memperolehnya, juga relevan dalam konteks filsafat ilmu
dan matematika. Epistemologi membantu dalam memahami sifat pengetahuan
ilmiah dan matematika, serta metodologi yang digunakan dalam memperoleh
pengetahuan tersebut (Simangunsong et al., 2021). Ontologi, sebagai cabang
filsafat yang mempelajari tentang eksistensi dan sifat-sifat dari entitas yang ada
dalam realitas, juga terkait dengan filsafat ilmu dan matematika. Ontologi

4
membantu dalam memahami sifat dasar dari objek-objek yang dipelajari dalam
ilmu dan matematika, serta hubungan-hubungan antara objek-objek
tersebut(Simangunsong, V. H., Perangin-angin, R. B., Gultom, D. I., & Naibaho,
2021).
Dengan demikian, aksiologi, epistemologi, dan ontologi memainkan
peran penting dalam memahami dan mempertanyakan nilai-nilai, pengetahuan,
serta eksistensi dan sifat-sifat dari entitas yang terkait dengan ilmu dan
matematika.

A. Ontologi Ilmu (menuju Matematika/Pendidikan Matematika)


Ontology matematika adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang sifat
dan eksistensi entitas matematika. Ontologi matematika berusaha untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang apa yang ada dalam matematika,
apakah entitas matematika itu nyata atau hanya konstruksi pikiran, dan
bagaimana entitas matematika berhubungan satu sama lain. Menurut Resnik
(1997), ontologi matematika mencakup pertanyaan-pertanyaan tentang
apakah entitas matematika seperti angka, himpunan, atau struktur
matematika itu nyata dan independen dari pikiran manusia, atau apakah
mereka hanya konstruksi pikiran yang bergantung pada konvensi dan
kesepakatan manusia. Ontologi matematika juga membahas tentang
hubungan antara entitas matematika, apakah mereka memiliki eksistensi
yang objektif atau hanya merupakan produk dari pemikiran manusia. Dalam
konteks matematika, ontologi matematika mencakup pertanyaan-
pertanyaan tentang sifat dan eksistensi entitas matematika seperti angka,
himpunan, ruang, dan struktur matematika lainnya. Ontologi matematika
membantu dalam memahami apakah entitas matematika itu nyata dan
independen dari pikiran manusia, atau hanya konstruksi pikiran yang
bergantung pada konvensi dan kesepakatan manusia. Filsafat pendidikan
matematika adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang prinsip-
prinsip, konsep-konsep, dan teori-teori yang mendasari pendidikan
matematika. Filsafat pendidikan matematika membahas tentang sifat dasar
matematika, sejarah matematika, psikologi belajar matematika, teori

5
mengajar matematika, pengembangan kurikulum matematika, dan
penerapan kurikulum matematika di kelas. Menurut Wein (1973), filsafat
pendidikan matematika adalah "suatu studi aspek-aspek tentang sifat-sifat
dasar dan sejarah matematika beserta psikologi belajar dan mengajarnya
yang akan berkontribusi terhadap pemahaman guru dalam tugasnya
bersama siswa, bersama-sama studi dan analisis kurikulum sekolah, prinsip-
prinsip yang mendasari pengembangan dan praktik penggunaannya di
kelas". Dengan demikian, filsafat pendidikan matematika membahas
tentang pemahaman sifat dasar matematika, sejarah matematika, psikologi
belajar matematika, teori mengajar matematika, pengembangan kurikulum
matematika, dan penerapan kurikulum matematika di kelas (Simangunsong,
2021).

B. Epistemologi Ilmu(idem)
Epistemology pendidikan matematika adalah cabang filsafat yang
mempelajari tentang sifat, asal-usul, dan validitas pengetahuan dalam
konteks pendidikan matematika. Epistemologi pendidikan matematika
membahas pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimana pengetahuan
matematika diperoleh, bagaimana pengetahuan matematika dapat diuji
kebenarannya, dan bagaimana pengetahuan matematika dapat diterapkan
dalam konteks pendidikan. Menurut Resnik (1997), epistemologi
pendidikan matematika mencakup pertanyaan-pertanyaan tentang sumber-
sumber pengetahuan matematika, metode-metode yang digunakan untuk
memperoleh pengetahuan matematika, dan kriteria validitas pengetahuan
matematika. Epistemologi pendidikan matematika juga membahas tentang
hubungan antara pengetahuan matematika dan pengajaran matematika, serta
bagaimana pengetahuan matematika dapat dikembangkan dan diterapkan
dalam konteks pendidikan. Dengan demikian, epistemologi pendidikan
matematika adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang sifat, asal-usul,
dan validitas pengetahuan dalam konteks pendidikan matematika (Yulianto,
2021).

6
C. Aksiologi Ilmu (idem)
Axiology pendidikan matematika adalah cabang filsafat yang mempelajari
tentang nilai-nilai yang terkait dengan pendidikan matematika. Axiology
membahas tentang pertanyaan-pertanyaan mengenai nilai-nilai yang ada
dalam konteks pendidikan matematika, seperti nilai-nilai yang terkait
dengan pemahaman matematika, kegunaan matematika dalam kehidupan
sehari-hari, dan nilai-nilai moral yang terkait dengan pengajaran dan
pembelajaran matematika. Menurut Resnik (1997), axiology pendidikan
matematika mencakup pertanyaan-pertanyaan tentang nilai-nilai yang
terkait dengan matematika, seperti apakah matematika memiliki nilai
intrinsik, apakah matematika memiliki nilai praktis, dan apakah matematika
memiliki nilai moral. Axiology pendidikan matematika juga membahas
tentang bagaimana nilai-nilai ini dapat diintegrasikan dalam pengajaran dan
pembelajaran matematika, serta bagaimana nilai-nilai ini dapat membentuk
sikap dan karakter siswa terhadap matematika. Dengan demikian, axiology
pendidikan matematika adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang
nilai-nilai yang terkait dengan pendidikan matematika, termasuk nilai-nilai
yang terkait dengan pemahaman matematika, kegunaan matematika dalam
kehidupan sehari-hari, dan nilai-nilai moral yang terkait dengan pengajaran
dan pembelajaran matematika.

7
BAB III
MEMBANGUN FILSAFAT ILMU

Dari realita/contoh menuju Idealita/Konsep Membangun filsafat ilmu


dari realita atau contoh menuju idealitas atau konsep melibatkan proses
abstraksi dan generalisasi. Proses ini melibatkan pengamatan dan analisis
terhadap realitas atau contoh konkret, kemudian mengidentifikasi pola, prinsip,
atau konsep umum yang mendasarinya. Sebagai contoh, dalam matematika,
kita dapat memulai dengan pengamatan tentang pola-pola dalam bilangan
bulat. Dari sana, kita dapat mengidentifikasi konsep-konsep seperti bilangan
prima, faktorisasi, atau sifat-sifat operasi matematika. Kemudian, dengan
menggunakan proses abstraksi dan generalisasi, kita dapat mengembangkan
teorema-teorema matematika yang lebih umum dan konsep-konsep yang lebih
luas, seperti teorema bilangan prima atau hukum asosiatif dalam operasi
matematika. Proses ini melibatkan perpindahan dari realitas konkret ke
idealitas atau konsep yang lebih umum, yang memungkinkan kita untuk
memahami dan menerapkan prinsip-prinsip yang mendasari realitas tersebut
(Widiati & Juandi, 2019).

A. Mereview Video Kuliah Filsafat Pof. Marsigit


Kajian tentang Tuhan manusia dan alam merupakan obyek makro, jika
ada hakikat hakikat maka ada hakikat pertama hakikat pertama adalah
Tuhan atau disebut Causa Prima “sebab dari segala sebab” dan berakhir
atau kembali pada Tuhan pula manusia merupakan pengelolaan ciptaan
Tuhan sedangkan alam sarana manusia berbuat. Kemampuan manusia
untuk mengelola alam dan menerjemahkan wahyu Tuhan adalah wujud dari
sikap yang Harmonis sebaliknya kemampuan manusia mengelola alam
namun tidak mampu menerjemahkan wahyu Tuhan dianggap sebagai
penyimpangan karena manusia mengabaikan cintanya disisi lain
kemampuan manusia menerjemahkan wahyu Tuhan tetapi tidak mampu
menerjemahkan alam dianggap sebagai bentuk pengingkaran terhadap
fasilitas yang diberikan Tuhan kepada manusia.
Menurut Immanuel kant filsafat pengetahuan yang menjadi pangkal
dan puncak segala pengetahuan yang mencakup dalam empat hal yaitu

8
pertama yakni (1) apa yang bisa diketahui (metafisika), (2) apa yang
seharusnya dilakukan (etika), (3) sampai mana harapan kita (agama), (3)
apa hakikat manusia (Anthropologi). Kecerdasan filsafat yaitu paham ruang
dan waktu. Manusia tidak sempurna agar bisa hidup, yang berarti
kesempurnaan manusia itu tidak sempurna atau tidak sempurna dalam
ketidak sempurnaan. Sebenar-benarnya sifat mendahului sifat, sifat
mengikuti sifat, sifat mempunyai sifat. Pengetahuan a priori adalah
pengetahuan yang tidak tergantung adanya pengalaman sedangkan
pengetahuan a posteriori terjadi akibat pengalaman Immanuel kan
menganggap empirisme atau pengalaman itu bersifat relatif bisa tanpa ada
landasan teorinya. Rene Descartes yang mendirikan aliran Rasionalisme
berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang dipercaya adalah akal hanya
pengetahuan yang diperoleh lewat akallah yang mampu memenuhi syarat
yang dituntut oleh semua pengetahuan yang ilmiah. Sedangkan skeptisisme
adalah aliran atau paham yang memandang suatu selalu tidak pasti atau
meragukan dan mencurigakan. Hidup dalam kesadaran; meminjam istilah
Rene Descartes “Cogito Ergo Sum” saya berfikir maka saya ada kalimat ini
menegaskan bahwa filsafat itu memiliki ciri selalu hidup dalam kesadaran.
Pemikir utama yang mengembangkan rasionalisme antara lain René
Descartes. Kant meyakini bahwa segala pengetahuan diawali dan didasari
oleh pengetahuan terhadap filsafat. Ia meyakini bahwa kenyataan yang
dilandasi oleh pengetahuan bersifat objektif. a mengembangkan metode
penelusuran filsafat yang transendental. de transendental dianggapnya
sebagai cita yang mengendalikan pemikiran dalam kerangka kerja
keilmuan. Ia memulai pemikiran filsafat dengan pertanyaan mengenai
sumber dari dasar ilmu alam dalam diri subjek. Tingkatannya dari dimensi
rendah meliputi Archaic, Tribal, Tradisional, Feudal, Modern, Pos Modern
dan Power Now. Maka sebenar-benar yang terjadi adalah bahwa Tribal
adalah dewanya para Archaic, Tradisional adalah dewanya para Tribal,
Feudal adalah dewanya para Tradisional, Modern adalah dewanya para
Feudal dan Pos Modern adalah dewanya para Modern. Dimulai dengan
peradaban Archaic yang merupakan kehidupan manusia pada zaman batu

9
kemudian Tribal yang merupakan masyarakat pedalaman dilanjutkan
tradisional, modern dan Power Now. Istilah modern yang sebenarnya telah
ada pada masa 1700an pada masa Rene Decrates pada masa kontemporer.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dewanya adalah Barat Obama
sedangkan Power Now adalah kekuasaan dari negara Dewa tersebut

B. Mereview CPR Immanuel Kant


Manusia memiliki pemikiran yang misteri, dimana ketika manusia
mengajukan pertanyaan itu maka pikirannya akan memunculkan
pertanyaan-pertanyaan baru. Akal budi manusia dalam satu lingkup
kognisinya dituntut untuk menjawab pertanyaan yang tidak dapat ditolak,
kerena pertanyaan itu diajukan oleh sifatnya sendiri, tetapi pertanyaan itu
tidak bisa dijawab karena berada di luar kemampuan pikiran. Konidisi ini
masuk ke dalam kesulitan ini tanpa kesalahannya sendiri. Itu dimulai
dengan prinsip-prinsip, yang tidak dapat ditiadakan di bidang pengalaman,
dan kebenaran dan kecukupannya, pada saat yang sama, diasuransikan oleh
pengalaman. Dengan prinsip-prinsip ini, dalam kepatuhannya pada hukum-
hukum alamnya sendiri, ke kondisi yang semakin tinggi dan semakin jauh.
Tetapi dengan cepat menemukan, dengan cara ini, pekerjaannya harus tetap
tidak lengkap, karena pertanyaan baru tidak pernah berhenti muncul sendiri;
dan dengan demikian ia merasa perlu untuk meminta bantuan kepada
prinsip-prinsip yang melampaui wilayah pengalaman, sementara mereka
dianggap dengan akal sehat tanpa rasa curiga. Dengan demikian ia jatuh ke
dalam kebingungan dan kontradiksi, yang darinya ia menduga adanya
kesalahan laten, yang, bagaimanapun, ia tidak dapat menemukan, karena
prinsip-prinsip yang digunakannya, melampaui batas-batas pengalaman,
tidak dapat diuji dengan kriteria itu. Arena dari kontes tanpa akhir ini disebut
Metafisika.
Hidup manusia itu metafisik, jadi setelah yang ada masih ada yang ada
lagi terus dan tidak akan selesai, sebelum yang ada, ada lagi, terus sampai
tidak selesai (maju tidak selesai, mundur tidak selesai) kenapa? Karena
manusia tidak sempurna. Kenapa tidak sempurna, supaya manusia bisa

10
hidup, sebab kalau manusia itu sempurna maka dia tidak bisa hidup.
Kesempurnaan manusia itu tidak sempurna, atau bisa dikatakan manusia itu
sempurna di dalam ketidaksempurnaan dan tidak sempurna dalam
kesempurnaan. metafisik adalah sifat dibalik sifat, sifat mendahului sifat,
sifat mengikuti sifat, sifat mempunyai sifat. Maka sebenar-benar manusia
adalah sifat mengikuti sifat. Kebenar-benar dirimu adalah bahasamu.
Sebenar-benar bahasamu adalah tulisanmu. Sebenar-benar tulisanmu adalah
kata-katamu. Jadi sebenar-benar pikiran adalah bahasa. Karena kemunculan
metafisika dalam aliran filsafat, tidak bisa terlepas dari filsafat itu sendiri.
Rene Descartes menyatakan “ Aku berpikir, maka aku ada”, untuk
membuktikan keberadaan yang tidak ada dengan cara berpikir dan bertanya,
sehingga bisa membedakan antara mimpi dengan dunia nyata. Sebagai
ilustrasi, keberadaan Indonesia dalam konferensi internasional ada tetapi
keberadaannya dianggap tidak ada, karena hanya diam dan tidak
memberikan kontribusi masukan, baik berupa masukan, pertanyaan atau
protes, sehingga dianggap tidak ada. Jadi, agar kita ada maka harus banyak
membaca sehingga kita berpikir dan bertanya. Tidak ada itu memiliki arti
tidak dapat dilihat, tidak dapat disentuh, dan tidak dapat didengar. Ada itu
bermacam-macam dan berdimensi. Objek filsafat bukan terfokus kepada
sulit atau tidak sulit sesuatu hal dipikirkan, akan tetapi bergantung kepada
kemampuan kita dalam memikirkannya. Awal dari aktifitas manusia itu
sendiri adalah fatal dan fital, fatal itu terpilih, dan terpilih itu takdir. Sebagai
contoh saya akan memilih dua benda dengan warna yang berbeda (satu
benda berwarna putih dan satu lainnya berwarna mera), saya memilih benda
yang berwarna putih, ini takdir. Kenapa takdir karena sudah terjadi.
Sedangkan fital itu memilih, memilih itu ikhtiar. Kehidupan itu tidak
terlepas dari fital dan fatal. Fital sesuai dengan ruang dan waktu kemudian
diimbang fatal dengan berdoa setelah sebelumnya berikhtiar. Dimensi
spiritual seperti doa dan ibadah ini juga yang mendasari munculnya
metafisika, karena ini berkaitan dengan kepercayaan tentang sesuatu yang
ada dan tidak ada.

11
Pikiran itu sendiri bersifat ontologis. Ada yang bersifat di dalam pikiran
(monoisme) dan diluar pikiran (pluralisme). Monoisme itu kuasa Tuhan
bersifat absolut atau ideal. Dari sinilah muncul aliran absolutism atau
idealism yang diprakarsai oleh Plato. Sedangkan pluralism merupakan
urusan dunia, yang berasal dari pemikiran Aristoteles. Urusan dunia bersifat
materialisme sedangkan urusan dengan Tuhan bersifat spiritualisme.
Menurut Plato, dalam filsafat, kebenaran yang hakiki dapat diraih melalui
ilmu pengetahuan. Filsafat adalah penyelidikan tentang sebab-sebab dan
asas-asas yang paling akhir dari segala sesuatu yang ada. Objek filsafat yang
ada dan mungkin ada itu bersifat tetap, misal pikiran. Dalam konteks ini
Plato lebih menekankan pada sifat idealisme. karena hakikatnya pemikiran
dapat memerintah pemikiran itu sendiri.
Karena pada kenyataannya adalah sia-sia jika kita mengaku acuh tak
acuh terhadap pertanyaan-pertanyaan yang ada pada pikiran, yang
tujuannya tidak bisa diabaikan begitu saja terhadap kemanusiaan. Selain itu,
orang-orang yang berpura-pura acuh tak acuh ini, betapa pun mereka
berusaha menyamarkan diri mereka dengan asumsi gaya populer dan
dengan perubahan bahasa sekolah, mau tidak mau akan terjerumus ke dalam
deklarasi dan proposisi metafisik, yang mereka anggap sangat meremehkan.
Pada saat yang sama waktu, ketidakpedulian ini, yang muncul dalam dunia
sains, dan yang berhubungan dengan jenis pengetahuan yang kita ingin lihat
dihancurkan. terakhir, merupakan fenomena yang patut kita perhatikan dan
renungkan. Hal ini jelas bukan akibat dari kesembronoan, namun karena
penilaian yang matang* dari zaman, yang tidak mau lagi dihibur dengan
pengetahuan yang bersifat khayalan. Faktanya, hal ini merupakan panggilan
untuk berpikir, sekali lagi untuk melakukan hal yang paling melelahkan dari
semuanya. tugas-tugasnya—yaitu pemeriksaan diri, dan untuk membentuk
sebuah pemikiran, yang dapat mengamankan klaim-klaimnya yang
beralasan, sementara pengadilan menentang semua asumsi dan pretensi
yang tidak berdasar, bukan dengan cara yang sewenang-wenang, tetapi
sesuai dengan hukum-hukumnya yang abadi dan tidak dapat diubah. Maka
sebenar-benar manusia adalah sifat mengikuti sifat. Kebenar-benar dirimu

12
adalah bahasamu. Sebenar-benar bahasamu adalah tulisanmu. Sebenar-
benar tulisanmu adalah kata-katamu. Jadi sebenar-benar pikiran adalah
bahasa. Karena kemunculan metafisika dalam aliran filsafat, tidak bisa
terlepas dari filsafat itu sendiri. Yang saya maksud di sini bukanlah kritik
terhadap buku-buku dan sistem-sistem, melainkan sebuah penyelidikan
kritis terhadap kemampuan nalar, dengan mengacu pada kognisi-kognisi
yang menjadi landasannya. ia berusaha mencapainya tanpa bantuan
pengalaman; dengan kata lain pemecahan persoalan mengenai
kemungkinan atau ketidakmungkinan metafisika, dan penentuan asal usul,
serta luas dan batasan ilmu tersebut. Semua ini harus dilakukan berdasarkan
prinsip.
Tidak ada itu memiliki arti tidak dapat dilihat, tidak dapat disentuh, dan
tidak dapat didengar. Ada itu bermacam-macam dan berdimensi. Objek
filsafat bukan terfokus kepada sulit atau tidak sulit sesuatu hal dipikirkan,
akan tetapi bergantung kepada kemampuan kita dalam memikirkannya.
Apakah alat yang digunakan benar? Apakah wadahnya benar? Karena untuk
memikirkan sesuatu kita harus memiliki alat bisa berupa pengetahuan dan
wadah berupa tempat, situasi, atau waktu yang tepat untuk memikirkan dan
mengungkapkannya. Jangan sampai memikirkan dan mengungkapkan
sesuatu tidak pada tempatnya, karena isi tanpa wadah itu berarti kosong.
Hakekat filsafat itu salah tafsir, atau tafsiran yang disalah-salahkan, dengan
demikian kita dapat berpikir kritis. Akan tetapi, proses berpikir kritis dalam
penafsiran tersebut harus memperhatikan Etik dan estetika, ditujukan bagi
kebaikan dan kemaslahatan umat manusia. Tidak merupakan penafsiran
yang asal dan menyesatkan.
Metafisik adalah apa yang ada di balik realita, mencakup sesuatu yang
ada dan mungkin ada. Immanuel Kant menyebutkan ada fenomena dan
noumena. Fenomena adalah objek ditangkap oleh indera, dimaknai
menggunakan indera. Sedangkan noumena adalah objek pada dirinya
sendiri yang tidak dapat dipahami manusia. Sedangkan ilmu yang
mempelajari tentang keberadaan atau realitas adalah metafisika. Cabang
utama dari metafisika adalah ontologi, yaitu studi mengenai benda-benda di

13
alam dan hubungannya. Kami diingatkan untut selalu berpikir agar tidak
terjebak dalam mitos. Meskipun demikian, kemampuan berpikir manusia
yang terbatas akan membuat beberapa hal memang tetap dalam ranah mitos.
keberadaan ruang dan waktu. Manusia harus hidup dalam ruang dan waktu,
serta tidak menggesernya untuk sesuatu. Ilmu yang tinggi ditunjukkan
melalui sopan santun pada ruang dan waktu. Selain itu, manusia juga harus
menjaga sistem, bukan merusaknya. Posisi manusia juga harus menjaga
harmonisasi antara ruang dan waktu. Seperti posisi atasan dan bawahan,
yang harus saling memahami. Atasan memahami jika perlu melakukan
koordinasi, sedangkan bawahan menerima jika dikoordinasi oleh atasan.
Pengetahuan apriori ada yang murni dan ada yang tidak murni.
Pengetahuan apriori murni adalah pengetahuan yang denganya tidak ada
unsur empiris yang menyertai. Mengenai metafisika, bahkan jika kita
memandangnya hanya sebagai ilmu uji coba, namun berdasarkan sifat akal
budi manusia yang sangat diperlukan, kita menemukan bahwa ia berisi
proposisi sintesis apriori. Sebuah intuisi dapat terjadi hanya jika objek
tersebut diberikan kepada kita. Sekali lagi, hal ini hanya mungkin terjadi
setidaknya pada manusia dengan syarat bahwa objek tersebut
mempengaruhi pikiran dengan cara tertentu. Intuisi yang berhubungan
dengan objek dengan cara penginderaan disebut dengan intuisi empiris.

C. Pergulatan Dunia dalam Kehidupan


Berdasarkan materi yang dijelaskan oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A
bahwa manusia itu mempertahankan kehidupan didunia dengan Esensi
kekuasaan bisa berupa uang, jabatan, keukuasaan dll. Contohnya adalah
merebutkan wilayah palestina yang selalu terjadi peperangan, karena di
daerah tersebut terdapat 1 gedung dengan perbedaan agama. Masjid Al-
Aqsa terletak di Yerusalem Timur, wilayah kota tua yang memiliki luas
sekitar 35 hektar. Karena nilai sejarahnya yang panjang dan bermakna
penting bagi tiga agama abrahamik: Islam, Yahudi, dan Kristen. Masjid Al-
Aqsa dahulu adalah Baitul Maqdi, yaitu kiblat pertama, Sebelum hijrah ke
Madinah, Rasulullah pun sholat menghadap ke Masjid Al Aqsha. Kurun

14
waktunya berkisar 16 bulan. Hingga turunlah wahyu tentang perintah sholat
menghadap Ka'bah Mekkah. Masjid al-Aqsha al-Mubarak berlokasi di
Kota al-Quds, Palestina, yang hingga kini dijajah Israel. Pondasinya telah
diletakkan oleh Allah SWT di muka bumi sejak Nabi Adam, Sedangkan
pembangunannya secara turun temurun dilanjutkan oleh para Nabi-Nabi
khususnya yang diutus kepada kaum Bani Israil. Masjid Al Aqsha dibangun
kembali di atas pondasinya oleh cucu Nabi Ibrahim, yakni Nabi Yaqub bin
Ishaq. Dilanjutkan dengan keturunan berikutnya yakni Nabi Daud. Lalu,
bangunan Masjid Al-Aqsha diperbaharui kembali oleh putra Nabi Daud
yakni Nabi Sulaiman. Masjid Al Aqsha juga merupakan masjid kedua yang
diletakkan Allah di muka bumi setelah Masjidil Hara.
Didalam masjid itu terdapat pintu besi untuk turun ke gua yang
berada dibawah masjid itu. Pintu besi itu di tutup dan digembok. Karena
pengunjung tidak diperbolehkan turun ke bawah. Makam makam inilah
yang diklaim oleh umat ketiga agama Ibrahimi, yaitu Islam, Yahudi dan
Nasrani. Masjid ini di jaga ketat oleh Tentara Israil karena pada saat itu
seorang penganut yahudi dari Amerika yang bernama Baruch Goldstein
menembaki umat Islam ketika ia sedang sholat subuh berjamaah dengan
jumlah 29 jamaah yang mati syahid di dalam masjid ini. Goldstein lalu
dibunuh di dalam masjid itu juga oleh para jama'ah yang selamat dari
pembantaian itu. Pemerintah Israel kemudian membagi masjid ini menjadi
dua bagian, area utama masjid tetap difungsikan sebagai masjid untuk umat
Islam, sedangkan area lainnya dijadikan sinagog atau tempat ibadah bagi
kaum Yahudi. Makam Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ishaq AS berada di area
masjid, sedangkan makam Nabi Yakub AS dan Nabi Yusuf AS berada di
area sinagog. Masjid ini hanya boleh dikunjungi oleh turis muslim 3 kali
dalam setahun, yaitu pada hari raya Idul Fitri, Idul Adha, dan Isra Miraj.
Sehingga diperbolehkan berziarah ke semua makam nabi dan keluarganya
yang ada di situ, termasuk makamnya Nabi Yakub AS dan Nabi Yusuf AS
yang berada di dalam sinagog. Makam para nabi dan keluarganya itu
memiliki bentuk yang berbeda antara makam laki-laki dan perempuan.
Makam laki-laki berbentuk segi delapan. Sedangkan makam perempuan

15
berbentuk persegi enam, seperti makamnya Sarah dan Leah. Di atas gua
tersebut terdapat al-Haram al-Ibrahim atau Masjid Ibrahim. Tempat sujud
ini dianggap bangunan suci keempat dalam Islam dan tempat suci kedua di
Palestina setelah al-Aqsha. Kata haram yang dimaksud adalah suci seperti
yang diistilahkan bagi Masjidil Haram. Artinya, setiap orang diharamkan
untuk melakukan perbuatan yang melanggar kesuciannya.
Latar belakang konflik Palestina Israel adalah masing-masing pihak
ingin mendirikan negara di tanah yang sama. Alasan Palestina dan Israel
perang adalah masing-masing ingin mendapatkan dan menguasai wilayah
yang sama. Yang diperebutkan Palestina dan Israel adalah wilayah geografis
yang terletak di antara Laut Mediterania dan Sungai Jordan. Tetapi wilayah
ini diberi label Israel di peta saat ini. Terdapat kota Yerusalem yang
dianggap suci bagi orang Arab Palestina maupun orang Yahudi Israel. Meski
sederhananya demikian, tetapi pada kenyataannya konflik yang terjadi
antara Palestina dan Israel menimbulkan banyak masalah pelik.
Sehingga setiap orang yang inin mempertahankan dunia nya dalam
kehidupan ini yaitu sebuah pencapaian dimana setiap orag ingin memiliki
hal yang ingin dicapainya untuk memenuhi esesnsi seperti uang dan
kekuasaan. Perang tersebut terjadi karena kedua belah pihak ingin
mempertahankan wilayahnya yang dianggap sebagai suatu kepemilikan atas
agamanya. Walaupun jika dilihat dari sejarahnya mereka berasal dari nenek
moyang yang sama, namun mereka memiliki keyakinan yang berbeda.
Disisi lain pihak israel akan mendapat dukungan dari Amerika serikat, Ini
yang dilakukan sekarang oleh Israel. Israel saat ini sedang mencari
dukungan terutama dari Amerika Serikat. Karena kalau dia tidak dapat
dukungan dari Amerika Serikat, tentu dia tak bisa sendirian. Amerika
Serikat menjadi semakin terlibat dalam mengelola perselisihan dan masalah
di Timur Tengah selama Perang Dingin, dan mempertahankan peran itu
sebagai satu-satunya negara adidaya di dunia pada tahun 1990-an. Stabilitas
di Timur Tengah terus menjadi kepentingan utama Amerika, karena
sejumlah alasan termasuk pasar minyak global, dan AS mengambil peran
sebagai penjamin stabilitas regional. Pandangan Israel sebagai "kekuatan

16
untuk stabilitas" membantu mempertahankan dukungan Amerika Serikat.
Sehingga Netanyahu kemarin mengontak Joe Biden dan lain sebagainya;
dan menceritakan bahwa ini lebih dari holocaust, katakanlah begitu. Karena
memang yang diserang itu oleh Hamas itu ada semacam acara, anak-anak
muda sipil yang diserang. Lalu kemudian, mohon maaf, sampai ada yang
ditelanjangi dan lain sebagainya. Kalau menurut saya sebenarnya tidak
sesuai dengan hukum humaniter internasional. Bahkan juga tidak sesuai
dengan hukum perang dalam Islam. Karena hukum humaniter internasional
ini mengambilnya juga dari hukum Islam. Sekarang ini tentu negara-negara
akan terpecah. Dan memanfaatkan perang Israel dengan Hamas untuk skala
yang lebih besar. Seperti misalnya Cina, mereka justru mendukung Palestina
karena mereka tidak suka dengan Amerika Serikat, karena Amerika Serikat
ada di belakang Israel. Mungkin Rusia juga akan mengambil sikap yang
sama. Ini yang kemudian kalau bicara dalam Dewan Keamanan Peserikatan
Bangsa-Bangsa tidak akan selesai masalah ini. Karena pasti negara-negara
yang punya hak veto tidak akan sepakat. Misalnya saya ambil contoh Cina.
Tentu dia juga tidak mau mengabaikan suara dari rakyatnya. Kalau dia
mengabaikan suara rakyat, akan bermasalah sebagai pemerintah. Sehingga
dugaan saya kalau ada masalah yang berkaitan dengan pengutukan terhadap
Hamas atau Palestina, maka Cina akan abstain. Sementara Rusia, karena
tahu Amerika Serikat berada di belakang Israel, pasti dia akan memveto
resolusi. Tapi juga kalau ada resolusi yang akan mengutuk Hamas seolah-
olah berpihak pada Israel. Tapi kalau yang mengutuk Israel karena dia
melakukan serangan-serangan yang luar biasa kepada Hamas bahkan
sekarang. Semua (akses) listrik, air, semua ditutup; yang jadi korban adalah
rakyat sipil, maka itu juga akan dilawan oleh negara-negara seperti
Amerika, Perancis, Inggris, semua (negara) yang punya hak veto itu.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa seseorang bergulat
mempertahankan dunia dalam kehidupan itu karena memiliki esensi
kepentingan yang ingin dicapai bisa berupa uang, jabatan, kekuasaan dan
lain sebagainya. Sehingga seseorang dapat melakukan apapun untuk
mempertahankan hal yang ingin di capai.

17
BAB IV
MENERAPKAN FILSAFAT ILMU

Cara menerapkan filsafat ilmu melibatkan pemahaman mendalam


terhadap aspek-aspek filosofis dalam ilmu pengetahuan. Hal ini meliputi
pemahaman tentang sifat dasar ilmu pengetahuan, metode ilmiah, asumsi-
asumsi yang mendasari pengetahuan, serta pertanyaan-pertanyaan filosofis
yang muncul dalam konteks ilmu pengetahuan. Menerapkan filsafat ilmu juga
melibatkan refleksi kritis terhadap asumsi-asumsi yang mendasari pengetahuan
dan proses ilmiah, serta mempertimbangkan implikasi filosofis dari temuan
ilmiah. Dalam konteks pendidikan, menerapkan filsafat ilmu juga melibatkan
pemahaman tentang filsafat pendidikan, yang mencakup konsep-konsep, ide-
ide, dan metode-metode ilmu pendidikan. Hal ini meliputi pemahaman tentang
sifat dasar matematika, sejarah matematika, psikologi belajar matematika, teori
mengajar matematika, psikologi anak dalam kaitannya dengan belajar
matematika, pengembangan kurikulum matematika sekolah, dan pelaksanaan
kurikulum matematika di kelas. Menerapkan filsafat ilmu juga melibatkan
penerapan prinsip-prinsip filosofis dalam praktik ilmiah dan pendidikan, serta
penggunaan refleksi filosofis untuk memperdalam pemahaman terhadap ilmu
pengetahuan dan pendidikan (Widiati & Juandi, 2019).
Sehingga diperlukan mempelajari Sejarah dan perkembangan
matematika agar dapat menerapkan filsafat ilmu karena Sejarah matematika
memiliki hubungan yang sangat penting dengan perkembangan filsafat.
Sejarah matematika memberikan wawasan tentang bagaimana konsep-konsep
matematika telah berkembang dari masa ke masa, serta bagaimana pemikiran
filosofis telah memengaruhi perkembangan matematika. Dalam konteks ini,
sejarah matematika dapat membantu dalam memahami bagaimana konsep-
konsep matematika telah dipahami, dipertanyakan, dan dikembangkan oleh
para pemikir filosofis.
Sebaliknya, perkembangan filsafat juga memengaruhi cara kita
memahami dan menginterpretasikan sejarah matematika. Pemikiran filosofis
tentang sifat dasar matematika, kebenaran matematika, dan hubungannya

18
dengan realitas telah memainkan peran penting dalam memandu penelitian
sejarah matematika.

Dengan demikian, hubungan antara sejarah matematika dan


perkembangan filsafat sangat penting karena saling memengaruhi dan saling
melengkapi. Sejarah matematika memberikan konteks bagi perkembangan
pemikiran filosofis tentang matematika, sementara pemikiran filosofis
membantu dalam memahami dan menginterpretasikan sejarah matematika.

A. Sejarah/Perkembangan Matematika
Sejarah perkembangan matematika dimulai sejak zaman kuno,
ketika peradaban seperti Mesir, Babilonia, dan Yunani kuno mulai
mengembangkan konsep-konsep matematika awal. Di Mesir kuno,
matematika digunakan untuk mengukur tanah dan membangun piramida.
Sementara itu, di Babilonia, mereka mengembangkan sistem angka berbasis
60 dan tabel perhitungan matematika. Di Yunani kuno, tokoh-tokoh seperti
Pythagoras, Euclid, dan Archimedes membuat kontribusi besar dalam
pengembangan geometri, teori bilangan, dan perhitungan matematika.
Pada Abad Pertengahan, matematika terus berkembang di dunia
Islam, di mana para matematikawan seperti Al-Khwarizmi membuat
kontribusi penting dalam pengembangan aljabar dan sistem angka Hindu-
Arab. Selama Renaisans, matematika mengalami perkembangan pesat di
Eropa, dengan tokoh-tokoh seperti Leonardo Fibonacci yang
memperkenalkan sistem angka Hindu-Arab ke Eropa dan Nicolaus
Copernicus yang mengembangkan teori heliosentris. Pada abad ke-17 dan
ke-18, matematika terus berkembang dengan kontribusi besar dari tokoh-
tokoh seperti Isaac Newton dan Gottfried Leibniz dalam pengembangan
kalkulus. Pada abad ke-19, matematika semakin terdiversifikasi dengan
perkembangan dalam bidang geometri non-Euklides, teori bilangan, dan
aljabar abstrak. Pada abad ke-20, matematika terus berkembang dengan
pesat, dengan kontribusi besar dalam bidang logika matematika, teori
himpunan, dan pengembangan komputasi. Saat ini, matematika terus

19
berkembang dengan pesat, dengan aplikasi yang semakin luas dalam
berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Matematika memiliki hubungan yang erat dengan filsafat, terutama
dalam konteks pengembangan konsep-konsep matematika dan pemahaman
tentang sifat-sifat dasar matematika. Sejak zaman kuno, matematika telah
dikenal sebagai alat bantu untuk memecahkan berbagai persoalan non-fisik
maupun praktis. Para filsuf Yunani yang mengembangkan matematika
percaya bahwa kebenaran pada hakikatnya hanya bersangkut paut dengan
suatu entitas permanen serta suatu keterhubungan dan pertalian yang tidak
berubah-ubah. Dengan demikian, matematika bukan hanya merupakan alat
bagi pemahaman filsafat, tetapi juga merupakan bagian dari pemikiran
filsafat itu sendiri. Filsafat pendidikan matematika juga mempersoalkan
masalah-masalah seperti sifat dasar matematika, sejarah matematika,
psikologi belajar matematika, teori mengajar matematika, psikologi anak
dalam kaitannya dengan belajar matematika, pengembangan kurikulum
matematika sekolah, dan pelaksanaan kurikulum matematika di kelas.
Dengan demikian, hubungan antara matematika dan filsafat terlihat
dalam pemikiran-pemikiran filsafat tentang pendidikan matematika, serta
dalam kontribusi matematika terhadap pemahaman filsafat dan sebaliknya.
Filsafat memandang matematika sebagai suatu alat untuk memahami
realitas dan mencari kebenaran. Para filsuf Yunani yang mengembangkan
matematika percaya bahwa kebenaran pada hakikatnya hanya bersangkut
paut dengan suatu entitas permanen serta suatu keterhubungan dan pertalian
yang tidak berubah-ubah. Dengan demikian, matematika bukan hanya
merupakan alat bagi pemahaman filsafat, tetapi juga merupakan bagian dari
pemikiran filsafat itu sendiri. Matematika juga dianggap sebagai suatu
sumber pengetahuan tertentu yang paling dikenal umat manusia, dan
memiliki peran penting dalam memajukan daya pikir manusia serta
memecahkan berbagai persoalan non-fisik maupun praktis. Peran filsafat
matematika adalah untuk memberikan landasan yang sistematis dan absolut
untuk pengetahuan matematika, yaitu dalam nilai kebenaran matematika.
Asumsi ini adalah dasar dari foundationism, doktrin bahwa fungsi filsafat

20
matematika adalah untuk memberikan dasar-dasar tertentu untuk
pengetahuan matematika. Pandangan Foundationism terhadap pengetahuan
matematika terikat dengan pandangan absolutist, yaitu menganggap bahwa
kebenaran matematika adalah mutlak.
Salah satu isu sentral filsafat pendidikan matematika adalah
hubungan antara filsafat matematika dan praktik matematika. Klaim yang
tersebar luas adalah adanya hubungan yang kuat namun rumit antara filsafat
dan pedagogi. Seperti yang dikatakan Steiner (1987: 8) “semua konsepsi,
epistemologi, metodologi, filsafat matematika yang kurang lebih dijabarkan
(secara keseluruhan atau sebagian) mengandung - seringkali secara implisit
- gagasan, orientasi atau bibit teori tentang pengajaran dan pembelajaran
matematika.”
Dalam filsafat matematika terdapat berbagai perspektif yang dapat
disebut 'absolut'. Mereka memandang matematika sebagai suatu kumpulan
pengetahuan yang obyektif, absolut, pasti, dan tidak dapat diperbaiki, yang
bertumpu pada landasan logika deduktif yang kokoh. Di antara perspektif
abad ke-20 dalam filsafat matematika, Logika, Formalisme, dan sampai
batas tertentu Intuitionisme, dapat dikatakan bersifat absolut (Ernest 1991,
1998). Filsafat matematika absolut bukanlah filsafat deskriptif, namun
berkaitan dengan proyek epistemologis dalam menyediakan sistem yang
ketat untuk menjamin pengetahuan matematika secara mutlak (setelah krisis
dasar-dasar matematika sekitar tahun 1900). Banyak dari klaim filosofi ini
– izinkan saya menyebutnya sebagai absolutisme – berasal dari identifikasi
matematika dengan struktur logis kaku yang diperkenalkan untuk tujuan
epistemologis. Jadi menurut absolutisme, pengetahuan matematika tidak
lekang oleh waktu, meskipun kita mungkin menemukan teori dan kebenaran
baru untuk ditambahkan; itu adalah manusia super dan ahistoris, karena
sejarah matematika tidak relevan dengan sifat dan pembenaran pengetahuan
matematika; itu adalah pengetahuan murni yang terisolasi, yang berguna
karena validitasnya yang universal; ia bebas nilai dan bebas budaya, karena
alasan yang sama. (Ernest, 1991).

21
Sejarah filsafat matematika mencakup pemikiran-pemikiran
filosofis tentang sifat dasar matematika, sejarah perkembangan matematika,
dan hubungannya dengan pemikiran filosofis. Ideologi pendidikan, di sisi
lain, mencakup nilai-nilai, tujuan, dan metode-metode dalam pendidikan
matematika. Sejarah filsafat matematika memberikan landasan filosofis
bagi pengembangan kurikulum matematika, teori mengajar matematika,
dan pemahaman psikologi belajar matematika. Ideologi pendidikan
memengaruhi cara pendidikan matematika diajarkan, nilai-nilai yang
ditekankan dalam pembelajaran matematika, dan tujuan dari pendidikan
matematika itu sendiri.
Dengan demikian, hubungan antara ideologi pendidikan dan sejarah
filsafat matematika adalah bahwa pemikiran filosofis tentang matematika
dalam sejarah memengaruhi ideologi pendidikan dalam pengembangan
kurikulum, metode pengajaran, dan tujuan pendidikan matematika.

B. Ideologi Pendidikan (Paul Ernest)


Menurut Paul Ernest, ideologi pendidikan adalah filsafat pendidikan
yang mencakup konsep-konsep, ide-ide, dan metode-metode ilmu
pendidikan. Ideologi pendidikan juga mempertimbangkan asumsi-asumsi
yang mendasari pengetahuan dan proses ilmiah, serta pertanyaan-
pertanyaan filosofis yang muncul dalam konteks ilmu pengetahuan. Adapun
menurut (Ernest, 1991), ideologi Pendidikan dapat dibagi menjadi 5
kategori, diantaranya: aliran Industrial Trainer, Technological Pragmatist,
Old Humanist, Progressive Educator dan Public Educator. Paradigma dari
ideologi Pendidikan ini secara jelas dapat dilihat melalui tabel berikut:

22
Pertama, aliran Industrial Trainer secara konseptual adalah berupa
alur pengajaran atau pemahaman yang menekankan pada pendidikan atau
pelatihan industri. Dalam konteks pembelajaran matematika atau
pendidikan dasar, alur instruktur industri yang dimaksud adalah kegiatan
pelatihan yang dilakukan untuk siswa.
Kedua, Aliran Technological Pragmatist adalah kelompok
kontemporer yang diturunkan dari pendidik industri yang misinya
mempromosikan versi modern dari sebuah ideologi dengan tujuan
utilitarian, prinsip utilitas atau kemanfaatan. Secara konseptual,
Technological Pragmatist ini dapat digambarkan sebagai sikap atau
perilaku ideologis, mazhab, atau politik yang tidak mau mengubah sistem
secara radikal. Sikap ini biasanya dipegang oleh mereka yang memegang
status atau kekuasaan khusus di dalam struktur, atau setidaknya mereka
yang merasa sangat diuntungkan dari sistem yang ada.

23
Ketiga, aliran Old Humanist atau sering disebut sebagai "Alto-
Humanist" atau "Humani Lama". Aliran ini berpendapat bahwa sains
murni hanya baik untuk dirinya sendiri. Namun kenyataannya,
matematikawan kuno memandang matematika sebagai komoditas yang
berharga dan elemen sentral dari budaya. Dalam matematika yang
membuktikan logika, ada nilai dalam struktur, abstraksi, dan
penyederhanaan. Berdasarkan nilai tersebut, maka tujuan pembelajaran
matematika adalah untuk mengajarkan matematika itu sendiri. Ideologi
kelompok ini dibagi oleh relatif absolut. Kelompok humanis kuno adalah
kelompok yang menekankan perbaikan diri dengan membangun
kemanusiaan.
Keempat, Aliran Progressive Educator atau sering disebut sebagai
aliran pendidikan progresif. Dalam hal ini, pendidikan progresif
didasarkan pada progresivisme, dan pendidikan harus didasarkan pada
sifat manusia sebagai makhluk sosial dan paling baik dipelajari dalam
situasi kehidupan nyata dengan orang lain. Progressive Educator
sebenarnya merupakan perpanjangan dari gagasan tentang pragmatisme
pedagogis. Pembelajaran pada aliran ini berpusat pada siswa (student
centered), dalam arti bahwa subjek dari kegiatan pembelajaran. Siswa
tidak hanya menerima semua ilmu dari gurunya, tetapi mencari atau
membangun sendiri ilmunya.
Kelima, aliran Public Educator yaitu sekelompok atau orang-orang
dengan ideologi demokrasi. Di era sekarang ini, pendidikan bisa menjadi
milik semua orang. Dengan kata lain, pendidikan tidak memandang jenis
kelamin, ras, jenis kelamin, status sosial, dan lain-lain. Dalam
perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan ini disebut Pendidikan
Inklusif, Kesetaraan Gender, Disabilitas dan Inklusi Sosial (GEDSI).
Pemikiran filosofis tentang matematika dalam sejarah memengaruhi
ideologi pendidikan dalam pengembangan kurikulum, metode pengajaran,
dan tujuan pendidikan matematika. Sejarah filsafat matematika
memberikan landasan filosofis bagi pengembangan kurikulum
matematika, teori mengajar matematika, dan pemahaman psikologi belajar

24
matematika. Ideologi pendidikan, di sisi lain, mencakup nilai-nilai, tujuan,
dan metode-metode dalam pendidikan matematika.
Pemikiran filosofis tentang matematika telah memengaruhi cara
pendidikan matematika diajarkan, nilai-nilai yang ditekankan dalam
pembelajaran matematika, dan tujuan dari pendidikan matematika itu
sendiri. Sebagai contoh, Pythagoras menemukan bahwa fenomena yang
berbeda dapat menunjukkan sifat-sifat matematis yang identik, dan dari
pemikiran ini, ia menyimpulkan bahwa sifat-sifat tersebut dapat
dilambangkan ke dalam bilangan dan dalam keterhubungan angka-angka.
Hal ini memengaruhi cara matematika diajarkan dan dipahami dalam
konteks pendidikan.
Dengan demikian, pemikiran filosofis tentang matematika dalam
sejarah memiliki dampak yang signifikan terhadap ideologi pendidikan
dalam pengembangan kurikulum, metode pengajaran, dan tujuan
pendidikan matematika.

C. Paradigma/Teori/Model/Pendekatan/Metode/Strategi/Praksis CMAP
Theory Learning menuju Bidang Ilmu
Menurut Harmon (dalam Moleong, 2004: 49) Paradigma adalah
cara mendasar untuk memahami, berpikir, menilai dan melakukan yang
berkaitan dengan sesuatu yang khusus tentang realitas. Menurut Bogdan
(dalam Mackenzie & Knipe, 2006) Menyatakan bahwa paradigma adalah
kumpulan longgar sejumlah asumsi, konsep, atau proposisi logis terkait,
yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian.
Pendekatan Pembelajaran Teori CMAP (Peta Konsep) merupakan
metode yang dapat diterapkan di berbagai bidang studi. Ini melibatkan
penciptaan representasi visual dari pengetahuan, yang dapat membantu
peserta didik untuk mengatur dan memahami informasi yang kompleks.
Pendekatan ini didasarkan pada teori bahwa pembelajaran bermakna terjadi
ketika informasi baru dikaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada.
Dengan merepresentasikan hubungan-hubungan ini secara visual, pelajar
dapat memahami dan mengingat materi dengan lebih baik.

25
Pendekatan Pembelajaran Teori CMAP sejalan dengan teori
pembelajaran konstruktivis, yang menekankan pada konstruksi aktif
pengetahuan oleh pembelajar. Hal ini juga berkaitan dengan filsafat
pendidikan, khususnya di bidang pendidikan matematika, karena
menekankan pentingnya pemahaman konsep-konsep dasar dan
keterkaitannya. Pendekatan ini dapat digunakan dalam metodologi
penelitian kualitatif dan kuantitatif, karena memberikan representasi visual
dari data dan konsep. Hal ini juga sejalan dengan filsafat ilmu sosial, karena
mendorong eksplorasi pengetahuan dan pengembangan teori berdasarkan
observasi empiris.
Teori belajar adalah salah satu aspek penting dalam pengembangan
metode pembelajaran. Ibarat membangun rumah, teori belajar berperan
sebagai pondasi yang mendasari proses pembelajaran. Model pembelajaran
merupakan pedoman bagi tenaga pendidik dalam melangsungkan kegiatan
belajar mengajar di kelas. Model ini mencakup pendekatan, strategi, hingga
metode pembelajara, Sedangkan metode pembelajaran menurut pendapat
para ahli pengertian metode pembelajaran adalah suatu cara atau alat yang
digunakan oleh guru dalam pembelajaran untuk mengimplementasikan
rencana yang disampaikan kepada peserta didik demi mencapai tujuan
pembelajaran (Shilphy A. Octavia :2020).
Menurut Siregar (2010 : 3) strategi pembelajaran merupakan sebuah
proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang berlangsung seumur
hidup, sejak masih bayi (bahkan dalam kandungan) hingga liang lahat.
Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya
perubahan tingkah laku dalam dirinya. Adapun contoh teori, model, metode
dan strategi, pembelajaran yaitu sebagi berikut:

26
No Paradigma/Teori/ Sintak Penilaian Referensi
Metode
Pendekatan/Mode
l/Strategi
1. Teori Behaviorism 1. Menentukan tujuan dan indikator pembelajaran - Authentic https://id.scribd.com/docu
2. Menganalisis lingkungan belajar dan mengidentifikasi ment/419967848/Sintak-
pengetahuan awal peserta didik. ta didik. teori-behavioristik-docx
3. Menentukan materi pembelajaran. https://pgsd.binus.ac.id/2
4. Menguraikan materi pembelajaran menjadi bagian-bagian 021/07/07/implementasi-
5. Menyajikan pembelajaran. teori-belajar-
6. Memberi stimulus kepada peseta didik. behaviorisme-dalam-
7. Mengamati dan mengkaji respons yang diberikan peserta didik. pandangan-edward-
8. Memberikan penguatan baik yang positif maupun negatif. thorndike/#:~:text=Tahap
9. Memberi stimulasi ulang. %20Penilaian&text=Pada
10. Mengamati mengkaji respons dari peserta didik. %20teori%20behavioristi
11. Memberi penguat penguatan. k%2C%20hal%20yang,y
12. Mengevaluasi hasil belajar peserta didik. ang%20diberikan%20ole
h%20guru%20tersebut.

27
2. Meaningful 1. Menentukan sebuah tujuan pembelajaran. Penilaian tidak ada yang https://www.researchgate.
Learning 2. Melakukan identifikasi terkait karakteristik siswa, mulai dari spesifik namun net/figure/Rating-of-
kemampuan awal, gaya belajar, motivasi, dan lain sebagainya. mengandung beberapa lesson-for-theoretical-
3. Memilih materi pelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa aspek berikut : learning-by-meaningful-
dan mengaturnya ke dalam bentuk konsep inti. 1. Active learning-dimensions-
4. Menentukan topik-topik dan menampilkannya dalam bentuk 2. Constructvie Low-
advance organizer yang nantinya akan dipelajari oleh para siswa. 3. Authentic Medium_tbl1_320957119
5. Mempelajari konsep - konsep inti tersebut dan menerapkannya 4. Intentional https://www.gramedia.co
ke dalam bentuk nyata atau konkret. 5. Collaborative m/literasi/teori-
Menurut Herliani : ausubel/#Langkah-
1. Advance Organizer atau Handout langkah_Meaningful_Lea
2. Progressive Differensial rning
3. Integrative Reconciliation
4. Consolidation
3. Problem Solving Langkah-langkah: - Authentic (guru https://www.scribd.com/d
1. Memahami masalah mengoreksi dan ocument/539710946/SIN
2. Merencanakan pemecahannya menilai siswa selama TAK-MODEL-
3. Menyelesaikan masalah sesuai rencana proses pembelajaran, PROBLEM-BASED-
4. Memeriksa kembali hasil yang diperoleh baik dari kerjasama, LEARNING

28
Ciri-ciri: keaktifan siswa, serta
1. Orientasi peserta didik pada masalah hasil kerja sama Jonassen, D.H. (2011).
2. Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar siswa. Guru dapat Learning to solve
3. Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok memberikan reward problem : An
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya kepada siswa/ instructional design
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah kelompok yang guided. New York, NY:
berprestasi. Routledge
- penilaian Assesment
4. PJBL 1. Menentukan pertanyaan mendasar - Proyek
2. Menyusun desain perencanaan proyek - Assesment Anshori, Achmad Zanuar.
3. Membuat jadwal aktivitas (2017). Teknik Penilaian
4. Melakukan monitor pada perkembangan kinerja peserta didik Proyek Dalam
5. Menguji hasil kinerja peserta didik Pembelajaran Biologi Di
6. Mengevaluasi pengalaman Madrasah Aliyah. Jurnal
Diklat Keagamaan, Vol
11 (1)
https://man3jkt.sch.id/blo
g/sintaks-pembelajaran-
berbasis-projek-pjbl-

29
dalam-penerapan-
merdeka-belajar/

5. Realistic 1. Memotivasi siswa (memfokuskan perhatian siswa) De Lange (1995) https://www.e-


Mathematics 2. Mengkomunikasikan tujuan pembelajaran merumuskan lima prinsip iji.net/dosyalar/iji_2019_
Education (RME) 3. Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang penilaian sebagai berikut 3_44.pdf
“riil” bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat sebagai pedoman dalam
pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam melakukan penilaian: Lange, J. de (1995).
pelajaran secara bermakna - Tujuan utama Assessment: No Change
4. Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai pengujian adalah without Problems, in:
dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut untuk meningkatkan Romberg, T.A. (eds).
5. Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model pembelajaran dan (1995). Reform in School
simbolik secara informal terhadap persoalan/masalah yang pengajaran. Mathematics and
diajukan - Metode penilaian Authentic Assessment.
6. Pengajaran berlangsung secara interaktif, siswa menjelaskan harus New York, Sunny Press,
dan memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memungkinkan 87-172.
memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap siswa untuk
jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari mendemonstrasikan Heuvel-Panhuizen, M.
alternatif penyelesaian yang lain; dan melakukan refleksi apa yang mereka van den. (1996).

30
terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil ketahui, bukan apa Assessment and Realistic
pelajaran. yang tidak mereka Mathematics Education.
Menurut Hobri (2009 : 170-172) ketahui. The Netherlands, Utrecht:
1. Memahami masalah kontekstual - Penilaian harus Freudenthal Institute.
2. Menjelaskan masalah kontekstual mengoperasionalkan
3. Menyelesaikan masalah kontekstual seluruh tujuan Hobri. 2009. Model-
4. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban pendidikan Model Pembelajaran
5. Menyimpulkan matematika, tingkat Inovatif. Jember: Center
berpikir tingkat for Society Studies.
rendah, menengah,
dan tinggi.
- Kualitas penilaian
matematika tidak
ditentukan oleh
aksesibilitasnya
terhadap penilaian
objektif.
- Alat penilaian harus
praktis, dapat

31
diterapkan dalam
budaya sekolah, dan
dapat diakses oleh
sumber daya dari
luar.
6. Saintifik 1. Mengamati: Materi yang disajikan diawali dengan fenomena - Assessment https://www.gramedia.co
spesifik seperti peristiwa, tempat, benda, rekaman, ataupun - Authentic (guru m/literasi/pendekatan-
gambar yang dapat menjadi sumber observasi bagi siswa mengoreksi dan saintifik/
2. Menanya: Kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan cara menilai siswa selama
mengajukan pertanyaan suatu penjelasan yang belum proses pembelajaran,
dimengerti dari yang diamati baik dari kerjasama,
3. Mencoba: Kegiatan pembelajaran yang berupa perlakuan keaktifan siswa, serta
melalui percobaan dalam mencari informasi, seperti: hasil kerja sama
membaca buku teks atau website, melihat suatu objek/ siswa. Guru dapat
kejadian/aktivitas, dan wawancara dengan narasumber. memberikan reward
4. Mengasosiasi/mengola informasi: Kegiatan pembelajaran kepada siswa/
yang berupa pengolahan informasi yang sudah dikumpulkan kelompok yang
dari hasil kegiatan percobaan eksperimen maupun hasil dari berprestasi.
kegiatan mengumpulkan informasi.

32
5. Mengkomunikasi: Menyampaikan atau mempresentasikan
hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil pengamatan,
kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis
7 JIGSAW 1. Peserta didik dikelompokkan ke dalam beberapa anggota tim Assessment for Learning https://eprints.ums.ac.id/7
2. Setiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda (AFL) 9772/17/Naskah%20Publ
3. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian ikasi%20Putri.pdf
atau sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru https://www.researchgate.
(kelompok ahli) untuk mendiskusikan bagian mereka yang net/publication/32769983
sudah dipahami 8_Metode_JIGSAW_dala
4. Setelah selesai melakukan diskusi, anggota tim ahli kembali ke m_Pembelajaran_Matem
kelompok semula dan bergantian mengajar teman satu tim atika_untuk_Meningkatk
mereka mengenai sub bab atau bagian yang telah mereka an_Hasil_Belajar_Peserta
kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan penuh _Didik_Kelas_V_di_MI_
keseriusan Darut_Taqwa
5. Setiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi yang sudah
dilakukan
6. Guru memberikan evaluasi atas pelaksanaan pembelajaran
7. Guru menutup kegiatan

33
8 Two Stay-Two 1. Guru membagi siswa dalam kelompok yang heterogen, yang - Authentic http://repository.uinsu.ac.i
Stray terdiri dari 4 orang siswa - Observasi d/11097/1/SKRIPSI%20
2. Guru memberikan materi kepada masing-masing kelompok - Evaluasi Proses : GITA%20ANDRIANI%2
untuk dibahas bersama kelompoknya masing-masing Keaktifan siswa di 00305162144%20PMM-
3. Setelah selesai dibahas, dua orang dari masing-masing kelas %206.pdf
kelompok bertugas bertamu kepada kelompok lain sedangkan - Evaluasi Hasil :
dua orang lagi bertugas sebagai tuan rumah yang memberikan Test Formatif &
informasi kepada tamu. Sumatif
4. Tamu Kembali ke kelompok masing-masing untuk melaporkan
hasil temuannya dari kelompok lain.
5. Masing-masing kelompok mencocokkan dan membahas hasil
kerja mereka.
6. Kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka.
9 Auditory, 1. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang - Authentic https://media.neliti.com/
Intellectually, beranggotakan 4-5 orang pada setiap kelompok. - Observasi media/publications/20549
Repetition (AIR) 2. Auditory (Belajar dengan Menyimak): Siswa mendengarkan - Evaluasi Proses : 9-none.pdf
dan memperhatikan penjelasan dari guru. Setiap kelompok Keaktifan siswa di
mendiskusikan materi yang mereka pelajari, kemudian kelas

34
menuliskan hasil diskusi yang akan dipresentasikan - Evaluasi Hasil :
(Auditory). Test Formatif &
3. Intellectually (Belajar dengan memecahkan masalah): Ketika Sumatif
diskusi berlangsung, siswa mendapatkan soal atau
permasalahan yang berkaitan dengan materi. Masing-masing
kelompok memikirkan cara menerapkan hasil diskusi dan
meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah
(Intellectually).
4. Repetition (Pengulangan agar lebih efektif): Setelah diskusi
selesai, masing-masing siswa mendapatkan pengulangan
materi melalui pengerjaan tugas atau kuis secara individu
(Repetition).
10 Discovery 1. Stimulation (Pemberian Rangsang) Assesment : https://blog.kejarcita.id/si
Learning 2. Problem Statement (Pernyataan atau Identifikasi Masalah) - Sikap ntaks-pembelajaran-
3. Data Collection (Pengumpulan Data) - Pengetahuan discovery-learning-dan-
4. Data Processing (Pengolahan Data) - Keterampilan contoh-rpp/
5. Verification (Pembuktian)
6. Generalization (Menarik Kesimpulan atau Generalisasi)

35
BAB V
PENDIDIKAN/PEMBELAJARAN KONSTRUKTIF

A. Pembelajaran Konstruktitif
Pembelajaran konstruktif merujuk pada pendekatan pembelajaran di
mana siswa aktif terlibat dalam membangun pemahaman mereka sendiri melalui
pengalaman langsung, refleksi, dan interaksi dengan materi pelajaran.
Pendekatan ini menekankan pentingnya siswa untuk membangun pengetahuan
mereka sendiri melalui eksplorasi, diskusi, dan pemecahan masalah, daripada
hanya menerima informasi dari guru. Pembelajaran konstruktif juga mengakui
peran penting pengalaman, latar belakang, dan pemahaman sebelumnya siswa
dalam proses pembelajaran (Cakir, 2008).
Ada dua konsep penting dalam Konstruktivisme menurut Vygotsky
dalam (Slavin, 1997) yaitu Zone of proximal development (ZPD) dan
Scaffolding. ZPD merupakan jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya
yang didefinisikan sebagai kemampuan dalam memecahkan masalah secara
mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai
kemampuan pemecahan masalah dibawah bimbingan orang dewasa/ ahli atau
kerja sama dengan teman sejawat yang lebih ahli. Scaffolding merupakan
bantuan yang diberikan kepada seseorang untuk belajar dan memecahkan
masalah, berupa petunjuk, dorongan, peringatan, memberikan contoh sehingga
seseorang bisa effektif dalam belajar mandiri. Menurut Karli, Hilda dan
Margaretha Sri Y. (2002) implikasi pembelajaran konstruktivisme meliputi 4
(empat) tahap yaitu : (1) Apersepsi, (2) Eksplorasi, (3) Diskusi dan penjelasan
konsep dan (4) Pengembangan dan aplikasi.

B. Contoh Pembelajaran Konstruktif


Salah Satu contoh pembelajaran konstruktivisme adalah pembelajaran
yang dilaksanakan dikelas filsafat oleh Prof. Marsigit, dalam pendekatan ini,
siswa diberikan Quiz yang menantang dan diharapkan untuk menggunakan
pengetahuan dan keterampilan mereka untuk menemukan solusi. Quiz yang

36
diberikan memungkinkan mahasiswa untuk membangun pemahaman mereka
sendiri melalui pengalaman langsung dan refleksi atas proses pemecahan
masalah. Karena pembelajaran konstruktif merujuk pada pendekatan
pembelajaran di mana siswa aktif terlibat dalam membangun pemahaman
mereka sendiri melalui pengalaman langsung, refleksi, dan interaksi dengan
materi pelajaran. Pendekatan ini menekankan pentingnya siswa untuk
membangun pengetahuan mereka sendiri melalui eksplorasi, diskusi, dan
pemecahan masalah, daripada hanya menerima informasi dari guru.
Pembelajaran konstruktif juga mengakui peran penting pengalaman, latar
belakang, dan pemahaman sebelumnya siswa dalam proses pembelajaran
dimana guru memberikan pembelajaran dengan memberikan informasi terkait
kehidupan sehari-hari dan siswa diminta aktif untuk mengkonstruksi
pengetahuan mereka sendiri dan menghubungkan pengetahuan sebelumnya
dengan pengetahuan baru. Siswa diberikan masalah matematika yang relevan
dengan kehidupan sehari-hari atau konteks nyata. Siswa kemudian didorong
untuk menemukan solusi masalah tersebut melalui eksplorasi, diskusi, dan
pemecahan masalah secara kolaboratif. Pendekatan ini memungkinkan siswa
untuk membangun pemahaman matematika mereka sendiri melalui pengalaman
langsung, dan mempromosikan konstruksi pengetahuan yang lebih mendalam
dan berkelanjutan.

37
KESIMPULAN PENULIS

Mempelajari filsafat penting karena membantu kita memahami asal-usul,


sifat, dan batasan pengetahuan manusia. Filsafat membantu kita mempertanyakan
asumsi, nilai, dan keyakinan yang mendasari pemikiran dan tindakan kita. Selain
itu, filsafat juga memberikan landasan untuk memahami dan mengevaluasi
berbagai disiplin ilmu, termasuk ilmu pengetahuan, seni, agama, dan etika. Melalui
filsafat, kita dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis, analitis, dan
reflektif yang penting dalam kehidupan sehari-hari, serta dalam pengambilan
keputusan yang kompleks. Filsafat juga membantu kita memahami hubungan
antara individu dan masyarakat, serta memberikan wawasan tentang makna
kehidupan dan eksistensi manusia. Dengan demikian, mempelajari filsafat dapat
memberikan pemahaman yang mendalam tentang dunia dan diri kita sendiri.
Guru harus mempelajari filsafat karena masalah-masalah pendidikan tidak
hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi juga
masalah-masalah yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih kompleks, yang tidak
dibatasi pengalaman maupun fakta-fakta pendidikan, dan tidak memungkinkan
dapat dijangkau oleh sains pendidikan. Seorang guru perlu memahami dan tidak
boleh buta terhadap filsafat pendidikan, karena tujuan pendidikan senantiasa
berhubungan langsung dengan tujuan hidup dan kehidupan individu maupun
masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan. Filsafat pendidikan harus mampu
memberikan pedoman kepada para pendidik (guru) dan akan mewarnai sikap
perilakunya dalam mengelola proses belajar mengajar (PBM).
Sehingga filsafat memiliki peran penting dalam pendidikan matematika.
Filsafat pendidikan matematika membantu dalam memahami asal-usul, sifat, dan
batasan pengetahuan matematika. Hal ini penting karena memungkinkan
pengembangan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan sifat dan tujuan
matematika sebagai disiplin ilmu. Selain itu, filsafat juga memungkinkan
pengembangan kurikulum matematika yang memperhatikan nilai-nilai, etika, dan
tujuan pendidikan yang lebih luas. Dengan memahami filsafat matematika,
pendidik dapat mengembangkan metode pengajaran yang mempromosikan
pemikiran kritis, analitis, dan reflektif dalam memahami konsep matematika.

38
Filsafat juga memungkinkan integrasi nilai-nilai dan kepekaan terhadap isu-isu
global dalam pendidikan matematika, seperti dalam pendidikan untuk
pembangunan berkelanjutan. Dengan demikian, pemahaman filsafat sangat penting
dalam membentuk pendekatan pembelajaran dan kurikulum yang sesuai dengan
sifat dan tujuan pendidikan matematika.

39
DAFTAR PUSTAKA

Abulencia, J. P & Theodore, L., . (2015). Open-ended Problems: A Future Chemical


Engineering Education Approach. John Wiley & Sons.

Afriani, A. 2018. Pembelajaran Kontekstual (CTL) dan Pemahaman Konsep Siswa.


Jurnal Al-Muta’aliyah STAI Darul Kamal NW Kembang Kerang.

Aliyu, Aliyu Ahmad; Singhry, Ibrahim Musa; Adamu, H. A. M. M. (2015).


Ontology, Epistemology and Axiology in Quantitative and Qualitative
Research: Elucidation of the Research Philophical Misconception.
Proceedings of The Academic Conference: Mediterranean Publications &
Research International on New Direction and Uncommon, July 2017, 2–27.
https://www.researchgate.net/publication/318721927

Cakir, M. (2008). Constructivist approaches to learning in science and their


implication for science pedagogy: A literature review. International Journal
of Environmental and Science Education, 3(4), 193–206.

Ernest, P. (1991). The Philosophy of Mathematics Education. First published 1991


This edition published in the Taylor & Francis e-Library, 2004.

Marsigit. (n.d.). the Role of Kant ’ S Theory of Knowledge in Setting Up the


Epistemological.

Simangunsong, V. H., Perangin-angin, R. B., Gultom, D. I., & Naibaho, T. (2021).


Hubungan Filsafat Pendidikan dan Filsafat Matematika dengan Pendidikan.
SEPREN: Journal of Mathematics Education and Applied, 02(02), 14–25.

Simangunsong, V. H. (2021). Hubungan Filsafat Pendidikan Dan Filsafat


Matematika Dengan Pendidikan. Sepren, 2(2), 14–25.
https://doi.org/10.36655/sepren.v2i2.513

Widiati, I., & Juandi, D. (2019). Philosophy of mathematics education for


sustainable development. Journal of Physics: Conference Series, 1157(2), 0–

40
7. https://doi.org/10.1088/1742-6596/1157/2/022128

Yulianto, H. (2021). Philosophy of Management Science: Ontology, Epistemology,


and Axiology Perspectives. Cross-Border Jounal of Business Management,
1(1), 152–162.
http://journal.iaisambas.ac.id/index.php/cbjbm/article/view/655

41

Anda mungkin juga menyukai