Skor Nilai :
Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Marsigit, M.A.
DISUSUN OLEH :
NOVEMBER 2023
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat yang telah
diberikan sehingga penulis telah berhasil menyusun makalah ini sesuai dengan prosedur hingga tepat
pada waktu yang di tentukan. Dengan terselesaikanya makalah yang penulis buat kali ini diharapkan
pembaca dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang Konstruksi dan Implementasi
Filsafat Ilmu: Matematika Dan Pendidikan Matematika.Penulis menyadari sepenuhnya tanpa ada
bantuan dari berbagai pihak, makalah ini tidak akan terwujud, maka penulis ucapkan terimakasih
kepada: Bapak Prof. Dr. Marsigit, M.A. selaku Dosen pembimbing mata kuliah Filsafat Ilmu yang
telah memberikan Tugas Makalah Konstruksi dan Implementasi Filsafat Ilmu: Matematika Dan
Pendidikan Matematika ini pada penulis.
Dalam menyusun makalah ini penulis menemukan cukup banyak kendala dan kesulitan, jika
mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman dalam membuat makalah yang baik dan benar.
Apabila terjadi kesalahan dalam penulisan makalah ini penulis mohon maaf yang setulus-tulusnya.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, penulis menyadari sepenuhnya bahwa
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna, baik dari segi susunan kalimat maupun
tata bahasanya. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran, dan usulan yang membangun
demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang.
Yosua Tumanggor
I. FILSAFAT UMUM
Filsafat dan ilmu pengetahuan saling beriringan, dengan pertanyaan-pertanyaan tentang ilmu
yang pada dasarnya melibatkan dimensi filsafat. Pertanyaan-pertanyaan tersebut mencakup apa,
bagaimana, dan apa tujuan dari pengetahuan tersebut. Filsafat memainkan peran kunci dalam
memberikan pemahaman menyeluruh terhadap pengetahuan. Filsafat bukanlah ilmu yang
langsung ada, dan pemahaman tentang bagaimana filsafat dibangun membantu kita
mempelajarinya.
Matematika juga memiliki sejarah perkembangan dari zaman Sebelum Masehi hingga saat
ini, dan evolusinya sejalan dengan evolusi cara pengajaran matematika. Konstruktivisme menjadi
pendekatan pembelajaran yang relevan, di mana siswa menjadi subjek pembelajaran dan dituntut
untuk aktif dalam belajar agar tujuan pembelajaran yang bermakna dapat tercapai. Ini
mencerminkan hubungan antara filsafat ilmu dan implementasinya dalam konteks matematika
dan pendidikan matematika.
Ilmu dan filsafat memiliki hubungan erat, di mana ilmu bertujuan untuk menggambarkan
sesuatu yang ada, sedangkan filsafat berfokus pada memperjelas fenomena yang dijelaskan oleh
ilmu pengetahuan untuk mengetahui kebenarannya. Meskipun demikian, banyak orang tidak
sepenuhnya memahami peran filsafat dalam ilmu pengetahuan. Aspek-aspek filsafat terdiri dari
ontologi (penelitian tentang hakikat eksistensi), epistemologi (penelitian tentang sumber, bentuk,
dan batasan pengetahuan), dan aksiologi (penelitian tentang nilai). Ketiga aspek ini memiliki
peran penting dalam membentuk dasar filsafat ilmu pengetahuan.
A. Ontologi
Ontologi adalah cabang ilmu dalam filsafat yang mengkaji segala sesuatu, baik yang dapat
diamati secara fisik maupun yang bersifat abstrak atau tidak tampak. Dalam bidang filsafat,
istilah “apa” digunakan untuk merujuk pada suatu objek atau konsep. Namun, ontologi dalam
filsafat tidak hanya membahas pemahaman tentang suatu entitas, melainkan juga menjelaskan
hubungan antara entitas-entitas yang berkaitan dan metode-metode yang digunakan untuk
menjawab pertanyaan ontologis tersebut. Ontologi juga mencakup perbedaan antara benda mati
dan makhluk hidup dalam ruang lingkup kajiannya.
Ada tiga teori yang mencakup ontologi, antara lain:
1. Idealisme
Idealisme adalah pandangan filsafat yang menyatakan bahwa realitas sejati atau yang benar-
benar ada, terletak pada ide atau pemikiran, bukan pada benda-benda materi yang dapat diamati.
Menurut idealisme, segala sesuatu yang tampak nyata di dunia ini merupakan manifestasi dari
ide atau kesadaran. Artinya, kenyataan di dunia ini dianggap sebagai refleksi dari realitas mental
atau pikiran. Dalam konteks ini, realitas fisik dianggap sebagai ilusi atau sekadar penampakan
dari realitas yang lebih mendasar, yaitu ide atau pemikiran.
2. Materialisme
Materialisme adalah pandangan filsafat yang menyatakan bahwa keberadaan yang nyata
terletak pada materi atau substansi fisik. Menurut materialisme, segala sesuatu yang benar-benar
ada dapat dijelaskan dan diukur melalui bahan atau zat yang dapat diobservasi secara empiris.
Bentuk nyata dipandang sebagai hasil dari keberadaan materi dan segala aspek kehidupan dapat
dijelaskan oleh prinsip-prinsip fisika dan kimia. Dalam pandangan materialisme, konsep-konsep
abstrak atau non-materi dianggap sebagai hasil dari proses fisik atau material, dan keberadaannya
tidak memiliki realitas yang mandiri. Dengan demikian, materialisme menekankan bahwa aspek-
aspek non-material atau abstrak yang dianggap sebagai ilusi harus diabaikan demi memahami
realitas yang sebenarnya.
3. Dualisme
Dualisme adalah pandangan filsafat yang mengakui keberadaan substansi individual yang
terdiri dari dua tipe fundamental yang berbeda, yaitu materi dan mental. Dalam dualisme, diakui
bahwa ada dua aspek utama yang menyusun realitas: satu berupa materi yang dapat diamati
secara fisik, dan yang lainnya bersifat mental atau non-material. Pandangan ini menganggap
bahwa realitas fisik yang terlihat dan realitas mental saling berhubungan dan saling menyusun
realitas secara keseluruhan. Dengan demikian, dualisme mengakui adanya dua dimensi yang
berbeda, namun saling terkait, yang membentuk substansi individu dalam konsep filosofis ini.
B. Epistemologi
Epistemologi berasal dari kata Yunani “episteme” yang artinya pengetahuan atau kebenaran,
dan “logos” yang berarti pikiran, kata, atau teori. Epistemologi dapat diartikan sebagai kajian
mengenai pengetahuan yang benar. Topik epistemologi mencakup asal muasal sumber
pengetahuan, metode, struktur, serta validitas kebenaran pengetahuan. Pertanyaan-pertanyaan
epistemologi mencakup asal muasal pengetahuan, landasan keyakinan, dan pertanggungjawaban
kebenaran suatu pengetahuan. Dalam konteks ini, segala hal yang dibahas dalam epistemologi
harus dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, menjadikan epistemologi sebagai kajian
yang mendalam terkait sumber, validitas, dan dasar keyakinan dari pengetahuan.
C. Aksiologi
Aksiologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu “axios” yang berarti nilai, dan “logos” yang
berarti ilmu. Aksiologi berkaitan dengan nilai dan manfaat dari pengetahuan yang diperoleh serta
tujuan dari ilmu pengetahuan tersebut. Pandangan aksiologi menyatakan bahwa ilmu
pengetahuan sejati tidak akan sia-sia jika dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Dua pokok
pembahasan dalam aksiologi melibatkan pertama, kegunaan pengetahuan filsafat, dan kedua,
cara menyelesaikan masalah. Aksiologi mengakui pengaruh besar ilmu pengetahuan terhadap
peradaban manusia, karena melalui ilmu, kebutuhan manusia dapat terpenuhi. Untuk mencapai
tujuan filsafat, pemahaman terhadap filsafat sebagai kumpulan teori, metode pemecahan
masalah, dan pandangan hidup merupakan hal yang penting.
Pengetahuan, termasuk matematika, memiliki peran penting dalam meningkatkan taraf hidup
manusia. Matematika secara erat terkait dengan kehidupan sehari-hari, dan setiap aspek kehidupan
manusia dapat melibatkan konsep matematika, baik dengan sadar maupun tanpa disadari.
Misalnya, perbandingan dua benda melibatkan konsep matematika seperti "lebih besar." Filsafat
matematika, dengan fokus pada ontologi, epistemologi, dan aksiologi, membantu memperjelas
komponen-komponen matematika, mengakui bahwa filsafat juga memainkan peran dalam
memahami dan mengembangkan pengetahuan matematika.
A. Ontologi Ilmu
Ontologi matematika mempelajari sifat dasar matematika dan fokus pada pernyataan-
pernyataan matematika yang bersifat konkret hingga pada teorema-teorema. Dalam ontologi
matematika, matematika dianggap sebagai kebenaran mutlak. Matematika dipandang sebagai alat
pikiran, bahasa, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, serta sebagai konsep ruang dan
waktu. Sebagai alat pikiran, matematika dianggap sebagai solusi untuk permasalahan kehidupan
manusia. Sebagai bahasa, matematika menyatukan manusia melalui fungsi berhitung, yang
berbeda dengan bahasa sosial sebagai sarana komunikasi. Matematika juga dipandang sebagai
ilmu pengetahuan alam, menunjukkan sifat eksaknya, dan ilmu pengetahuan sosial,
menggambarkan kontribusinya dalam konteks sosial. Dengan demikian, ontologi matematika
mencakup berbagai aspek yang memandang matematika sebagai inti kebenaran dan alat penting
dalam memahami dan mengatasi tantangan kehidupan.
B. Epistemologi Ilmu
Epistemologi matematika mencakup pemahaman tentang pengetahuan dalam konteks
matematika, termasuk matematika murni, matematika terapan, dan cabang ilmu matematika
lainnya. Tujuan epistemologi matematika adalah mengatasi kekacauan, kerancuan, dan
ketidakpastian yang mungkin muncul dari dasar pengetahuan sebelumnya. Sebagai cabang filsafat
matematika, epistemologi matematika berkaitan dengan pengetahuan matematika, termasuk
sumber, hakikat, batasan, dan kebenaran matematika. Matematika dipandang sebagai ilmu
pengetahuan yang diperoleh melalui proses pembelajaran, dan epistemologi matematika berupaya
memberikan landasan filosofis untuk memahami dan merinci aspek-aspek pengetahuan
matematika.
C. Aksiologi Ilmu
Aksiologi matematika adalah ilmu yang mempelajari manfaat matematika dalam kehidupan
sehari-hari. Pembahasan dalam aksiologi matematika mencakup semua aspek yang terkandung
dalam matematika dan menekankan pada kegunaan dan nilai-nilai praktisnya. Matematika
dianggap bermanfaat dalam membantu memecahkan permasalahan, melatih berpikir kritis, logis,
dan sistematis. Selain itu, matematika dapat digunakan untuk melakukan penarikan kesimpulan
deduktif dan melatih keterampilan teliti, cermat, serta kesabaran. Dengan demikian, aksiologi
matematika menjelaskan peran matematika dalam meningkatkan keterampilan berpikir dan
kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari.
Kehidupan manusia itu metafisik yang tidak akan pernah selesai, sebelum dan sesudah yang
ada akan ada lagi kedepannya. Manusia diciptakan oleh dimensi yang diatas nya secara tidak
sempurna supaya manusia bisa hidup menurut syarat pencipta nya. Kehidupan awal mannusia
bersifat fatal dan vital. Fatal berarti terpilih yang bermakna suatu takdir (yang sudah direncanakan
oleh dimensi diatas manusia) sedangkan vital berarti memilih yang bermakna suatu ikhtiar.
Manusia itu harus memilih, tidak bisa manusia melakukan lebih dari satu pilihan, sebagaimana
contohnya : ketika saya memilih pergi ke kampus untuk kuliah, saya tidak bisa memasak dirumah
secara sekaligus, karena posisi badan saya ada di kampus, sesuai jadwal saya prioritas saya pada
saat itu adalah ke kampus, lalu bisa memasak dirumah setelah pulang kampus misalnya. Manusia
itu juga terbatas, dan saya harus mengakui bahwa saya bersyukur dengan keterbatasan yang telah
diberikan dimensi yang diatas saya, karena kalau tidak maka kehidupan saya akan berlangsung
dengan sangat cepat, sebagaimana contohnya : pencipta saya hanya bisa memberikan saya
penglihatan kepada dimensi yang terbatas dengan ruang dan waktu, saya tidak bisa menembus dari
yang telah diberikan sang pencipta. Seandainya saja jika saya bisa melihat itu semua, mungkin saja
saya bisa hidup saya berlangsung sangat cepat karena saya bisa melihat dimensi dimensi yang
bukan sesuai dengan batasan saya. Tidak ada seorangpun bisa mengubah takdir yang sudah terpilih
kecuali Kuasa Tuhan. Fatal bersifat tetap sedangkan vital bersifat berubah. Keduanya harus ada,
jika salah satu tidak ada maka tidak akan ada kehidupan.
Fatal memiliki sifat idealis yang menimbulkan absolut dan spritual sehingga tercipta Kuasa
Tuhan atau Causa Prima. Fatal berjalan berdasarkan sifat logika (logicism). Logika dan koheren
yang menyebabkan manusia membentuk pola pikir yang dapat menganalisis sesuatu. Pengetahuan
kita pada dunia fatal mengandung sifat rasionalism. Vital memiliki sifat realism dan berdasarkan
hukum alam. Realita dan fakta kehidupan manusia menimbulkan adanya presepsi. Pengetahuan
kita pada dunia vital berdasarkan pengalaman dan empiricism.
Tokoh dari ketetapan hidup manusia adalah Permendes. Dia menyatakan bahwa segala
sesuatu itu bersifat tetap sedangkan sifat manusia yang berubah dikemukakan oleh Heracitos. Sifat
tetap dan berubah yang ada pada manusia dibatasi dengan adanya filsafat sehingga bisa menyadari
bahwa pada diri manusia ada hal yang tetap dan ada hal yang berubah. Sehingga tidak ada sesuatu
yang benar-benar tetap pada kehidupan kecuali suatu pikiran manusia dan pada diri manusia tidak
ada segala sesuatu yang semuanya berubah. Ilmu fisafat adalah olah pikir.
Pada tahun 1671, Immanuel Khant menengahi perbedaan pendapat antara R.Descartes
tentang rasionalism dan sceptism dengan David Humes yang menyatakan tentang empirism.
Menurut R.Descartes, sebenar-benarnya ilmu adalah memiliki pikiran dan rasio sedangkan menurut
David Hume bahwa sebenar-benarnya ilmu adalah berdasarkan pengalaman. Perdebatan inilah
sebagai cikal bakal zaman modern. Sehingga, Immanuel Khant berpendapat sebagai jalan tengah
perdebatan itu bahwa sebenar-benarnya ilmu adalah perpaduan A priori dan Sintetik.
Hadirnya Immanuel Khant tidak menutup kemungkinan adanya penentang lainnya.
Auguste Compte (1857) menentang ketiga pendapat tersebut dengan berpendapat yang penuh
dengan kontroversi. Pendapat kontroversinya berbunyi “agama tidak dapat membangun dunia
karena tidak logis”. Aliran positivism yang dianut menaruh agama pada tahta paling bawah. Namun
sebenarnya pada realitanya, sebenarnya kita lebih dari Auguste Compte dalam kesadaran beragama
karena kita juga sering lalai dalam beribadah.
Perkembangan teknologi saat ini dapat memberikan dampak positif dan negatif dalam
kehidupan manusia. Kemudian, kehidupan manusia berkembang seperti saat ini dari zaman
contemporer hingga pos modern. Meskipun demikian, ancaman-ancaman selalu ada baik secara
internal maupun eksternal. Iniliah pentingnya belajar ilmu filsafat untuk mengerti batasan-batasan
dalam menjalankan kehidupan sebagai manusia.
IV. MENERAPKAN FILSAFAT ILMU
Filsafat ilmu bukan sekadar teori, melainkan dapat diterapkan dalam berbagai bidang, seperti
matematika. Pendekatan ini melibatkan pemahaman sejarah bidang tersebut, ideologi pendidikan
yang mendasarinya, serta paradigma, teori, model, dan pendekatan yang dapat diterapkan secara
terstruktur dalam bidang tersebut. Dengan demikian, filsafat ilmu tidak hanya menjadi landasan
konseptual, tetapi juga menjadi panduan praktis untuk menerapkan pengetahuan dalam bidang
khusus seperti matematika.
A. Sejarah/Perkembangan Matematika
Perkembangan matematika sendiri berasal dari dua suku kata yaitu perkembangan dan
matematika. Perkembangan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dimaknai sebagai hal yang
berkaitan dengan kata berkembang yang berarti menjadi bertambah sempurna. Atho Muzhar
memberi makna perkembangan adalah upaya perubahan yang relatif sistematis dan menuju ke
arah yang lebih baik. Pengertian lain dari perkembangan adalah “the process in wich someone or
something grows or changes and becomes more advanced,” berarti proses yang mana seseorang
atau sesuatu tumbuh atau berubah dan menjadi lebih maju. Sedangkan matematika merupakan
sebuah ilmu, dalam hal ini matematika merupakan objek dari perkembangan. Berdasarkan
pengertian tersebut dapat diartikan bahwa perkembangan matematika adalah suatu upaya
perubahan dalam bidang ilmu matematika yang sistematis dan tertuju ke arah yang lebih baik
dan maju.
Sejarah/Perkembangan Matematika Babilonia
Mesopotamia dikenal sebagai salah satu peradaban tertua di dunia. Berdasarkan letak
geografisnya, Mesopotamia yang kini menjadi Republik Irak terletak di Asia Barat. Secara
etimologis, kata Mesopotamia berasal dari bahasa Yunani yaitu meso yang berarti pertengahan
dan potamia yang berarti sungai. Jadi Mesopotamia berarti daerah yang terletak diantara sungai-
sungai. Arti kata Mesopotamia, bersesuaian dengan letak negara ini yang berada di lembah sungai
Eufrat dan sungai Tigris. Hulu sungai ini bersumber di pegunungan yang terletak di Armenia dan
bermuara di Teluk Persia.
Peradaban bangsa Mesopotamia telah memperlihatkan keunggulan dibidang ilmu
pengetahuan, salah satunya dalam bidang matematika. Beberapa dokumen yang ditemukan
menunjukkan matematika telah digunakan pada saat itu. Menurut Berggren, penemuan
matematika pada jaman Mesopotamia didasarkan pada dokumen-dokumen berupa artefak
(perkakas hasil peradaban kuno). Artefak matematika yang ditemukan menujukkan bahwa
bangsa Mesopotamia telah memiliki pengetahuan matematika yang luar biasa, meskipun
matematika yang mereka miliki belum disusun secara deduktif seperti sekarang ini.
Bangsa-bangsa yang menetap di Mesopotamia, antara lain bangsa Sumeria, Akkadia,
Babilonia, Assyria dan Persia. Menurut catatan sejarah, bangsa Sumeria merupakan bangsa yang
pertama kali menempati Mesopotamia. Bangsa Sumeria diperkirakan telah mengembangkan
tulisan pada tahun 4000-2000 SM. Orang-orang Sumeria asli adalah penemu tulisan pertama kali.
Tulisan yang mereka ciptakan bukan berasal dari masyarakat pra-peradaban atau terilhami dari
masyarakat yang sudah ada sebelumnya. Penemuan tulisan bangsa Sumeria merupakan suatu
karya agung, sehingga dapat memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat. Bangsa Sumeria
menggunakan simbol yang dituliskan pada kepingan tanah liat untuk mencatat kata-kata dan
bilangan.
Tulisan yang paling awal dikenal dalam bentuk pahat (inscription), yang diukir pada kepingan
tanah liat yang masih basah kemudian dikeringkan. Kepingan tanah liat ini berbentuk
pictographic, yakni teknik penulisan dengan menggunakan gambar sebagai pengganti lambang
huruf yang berbentuk gambar orang, benda, peristiwa dan tindakan. Sistem penulisan tersebut
disebut juga dengan nama cuneiform, yang berasal dari bahasa Latin dari kata cuneus yang berarti
bajiataupakudan kata forma yang berarti bentuk. Sehingga cuneiform merupakan tulisan kuno
yang menggunakan huruf paku. Untuk menuliskan karakter- karakter berbentuk piktograf,
bangsa Sumeria menggunakan stylus pada lempengan tanah liat. Lempengan tanah liat ini
kemudian diperkeras dengan cara dibakar atau dijemur dibawah sinar matahari.
Gambar 1.
Bentuk tulisan bangsa Sumeria (cuneiform)
Tulisan ini diciptakan oleh bangsa Sumeria para tahun 3200 SM, kira-kira sejaman dengan
dengan hieroglyph yang merupakan hasil kebudayaan masyarakat Mesir kuno. Tulisan ini hanya
digunakan oleh orang-orang tertentu, karena membaca dan menulis tulisan Sumeria tidaklah
mudah. Susunan alfabetnya terdiri dari 550 karakter. Untuk dapat menulis dan memahami
cuneiform, bangsa Sumeria harus mengenyam pendidikan beberapa tahun untuk mendapatkan
kemahiran. Meskipun agak sulit, namun cuneiform digunakan secara luas di Timur Tengah
selama ratusan tahun.
Selain penemuan tulisan, bangsa Sumeria juga telah mengenal sistem bilangan. Sistem
bilangan bangsa Sumeria menggunakan sistem basis 60 atau sistem sexadesimal. Penggunaan
sistem sexadesimal masih kita rasakan hingga sekarang dalam kehidupan sehari-hari, misalnya
1 jam terdiri dari 60 menit, 1 menit terdiri dari 60 detik, dan besar satu putaran lingkaran adalah
1 1
360 (60 x 6) derajat. Sistem sexadesimal juga digunakan dalam pecahan. Misalnya dan
2 3
dinyatakan dengan 30 dan 20. Tentunya kita harus mengingat bahwa setiap bilangan berpenyebut
60. Penemuan sistem bilangan ini juga banyak membantu para astronom pada waktu itu untuk
melakukan perhitungan berkaitan dengan ilmu-ilmu perbintangan.
Peradaban masa Akkadia kurang berkembang dibandingkan dengan bangsa Sumeria. Dilihat
dari peradaban yang mereka dirikan, bangsa Akkadia hanya mengadopsi dari peradaban yang
pernah ada. Termasuk dalam hal tulisan dan agama, bangsa Akkadia mengambil alih dari
peradaban bangsa Sumeria. Akan tetapi sejak tahun 1792-1750 SM, baik wilayah Sumeria
maupun Akkadia runtuh dengan datangnya orang-orang Amoriah dibawah kepemimpinan
Hammurabi. Hammurabi dikenal sebagai penguasa Babilonia dan penguasa dunia terbesar
sepanjang sejarah kuno. Melaui peperangan, Ia berhasil memperluas wilayah kekuasaannya.
Setelah berhasil menyatukan seluruh wilayah bekas kekuasaan Sumeria-Akkadia, Ia menamakan
negeri ini Babilonia.
Dalam perjalanannya, kerajaan Hammurabi terancam oleh orang-orang pegunungan di
Gutium. Usaha Hammurabi untuk mencegah dan melawan pasukan Gutium tidak membuahkan
hasil. Sehingga setelah kematian Hammurabi, sejarah peradaban bangsa Babilonia tidak lagi
dikenal orang. Suku-suku kecil kemudian menguasai wilayah ini secara bergantian, sampai pada
akhirnya seluruh wilayah ini ditaklukkan oleh bangsa Assyiria.
Peradaban Assyiria banyak mengadopsi dari peradaban Babilonia. Dengan mengambil
peradaban bangsa lain, Assyria mengembangkan peradabannya hingga ke seluruh penjuru dunia.
Peradaban ini memberikan sumbangsih dalam bidang ilmu pengetahuan. Sebagian raja-raja
Assyria merupakan kaum terpelajar dan sangat mencintai kepustakaan. Pada masa
kepemimpinan raja Ashurbanipal, ia mendirikan sebuah perpustakaan yang berisi buku-buku
yang luar biasa. Perpustakaan ini dianggap sebagai perpustakaan tertua di dunia. Selain
perpustakaan, bangsa Assyria juga memberikan warisan pada bidang penulisan. Berbeda dengan
versi penulisan bangsa Sumeria dan Akkadia yang menuangkan tulisan di lempengan tanah liat,
bangsa Assyria telah menulis di atas daun lontar.
Pada tahun 626 SM, setelah kekuasaan Assyria mengalami kehancuran dengan meninggalnya
raja Asshurbanipal, bangsa Babilonia bangkit kembali di bawah kekuasaan dinasti Chaldean dan
membentuk peradaban Babilonia baru. Sejarah peradaban dunia mencatat, bahwa bangsa
Babilonia memberikan peranan yang besar dalam berbagai bidang. Dalam bidang ilmu
pengetahuan, bangsa Babilonia telah mencapai kemajuan, salah satunya dalam bidang
matematika. Bangsa Babilonia dianggap sebagai bangsa yang memiliki pengetahuan matematika
tertinggi. Sehingga perkembangan matematika di Mesopotamia lebih dikenal dengan
“Matematika Babilonia” karena kawasan Babilonia menjadi peran utama sebagai tempat untuk
belajar. Matematika Babilonia merujuk pada seluruh matematika yang dikembangkan oleh
bangsa Mesopotamia sejak kepemimpinan bangsa Sumeria hingga permulaan peradaban
helenistik.
Peradaban bangsa Babilonia di Mesopotamia menggantikan peradaban bangsa Sumeria dan
Akkadia. Dalam bentuk bilangan yang digunakan, bangsa Babilonia mewarisi ide dari bangsa
Sumeria, yaitu menggunakan sistem numerasi sexadesimal yang dicampur dengan basis 10 dan
sudah mengenal nilai tempat. Basis 10 digunakan karena bilangan 1 sampai 59 dibentuk dari
simbol “satuan” dan simbol “puluhan” yang ditempatkan menjadi satu kesatuan. Sistem bilangan
ini mulai digunakan sekitar tahun 2000 SM. Namun kelemahan sistem bilangan Babilonia belum
mengenal lambang nol. Baru beberapa abad kemudian, Sekitar tahun 2000 SM, bangsa Babilonia
membuat sistem penulisan bilangan yang lebih sederhana dengan melambangkan nol yang
ditandai dengan spasi. Dalam sistem ini hanya menggunakan dua simbol, yaitu berbentuk pin
mewakili nilai satu dan berbentuk sayap mewakili nilai 10, sistem penulisan ini dikenal sebagai
aksara runcing.
Gambar 2.
Bilangan 1 Sampai 59 yang Ditulis Menggunakan Aksara Runcing. Aksara runcing ini ditulis
di atas tanah liat basah. Tanah liat akan cepat mengering, sehingga data yang ditulis harus relatif
pendek dan dalam sekali waktu saja, meskipun begitu tanah liat tersebut tidak mudah
dihancurkan ketika dipanggang di dalam oven atau di bawah terik matahari.
Bangsa Babilonia kuno ini memberikan kontribusi matematika pada peradaban Mesopotamia,
ketika mendiskusikan tentang peradaban Mesopotamia pada periode 3500 SM hingga 539 SM
yang merupakan era Babilonia. Jika saat ini kita sering menggunkan sistem nilai tempat desimal
Hindu-Arab yaitu 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9. Posisi angka-angka ini mempengaruhi nilai angka,
misalnya angka 6, 60, dan 600 angka 6 berada di tempat yang berbeda, pertama angka 6 berada
di tempat satuan, angka 6 kedua berada di tempat puluhan, dan angka 6 ketiga berada di tempat
ratusan. Namun bangsa Babilonia mengembangkan sistem bilangan yang bersifat seksagesimal,
yang berarti sistem bilangan dasar 10 (desimal), yang menggunakan sistem basis 60. Bangsa
Babilonia tidak memiliki sitem basis 60 murni, karena mereka tidak menggunakan 60 sebagai
satu-satunya digit, mereka menghitung menggunakan 10-an dan 60-an. Oleh karena itu, sistem
bilangan bangsa Babilonia dianggap sebagai sistem desimal dan seksagesimal.
Peneliti matematika Babilonia, Otto Neugebauer menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa
matematika Babilonia telah mencapai tingkat yang tinggi. Bangsa Babilonia telah
mengembangkan aljabar. Matematika yang mereka kembangkan sudah maju karena dapat
menyelesaikan persamaan kuadrat, persamaan pangkat tiga dan empat. Dan sudah mengenal
hubungan sisi-sisi segitiga siku-siku sejak permulaan tahun 1900 SM.
Bangsa Babilonia memiliki pengetahuan mengenai tabel perkalian dan pembagian.
Pengetahuan matematika Babilonia diperoleh dari ditemukannya kurang lebih ada 400
lempengan tanah liat yang digali sejak tahun 1850-an. Lempengan tanah liat ini ditulis ketika
tanah liat masih basah, kemudian dibakar dalam tungku atau dijemur dibawah sinar matahari.
Beberapa naskah kuno yang berkaitan dengan pengetahuan matematika telah ditemukan di Yale,
Columbia, dan Paris yang berasal dari jaman Babilonia. Di universitas Columbia, terdapat
katalog hasil olahan naskah-naskah kuno Mesopotamia yang ditulis oleh G. A. Plimpton yang
berisi masalah matematika. Katalog ini bernomor 322 sehingga dikenal sebagai Plimpton 322.
Gambar 4.
Sistem Nilai Tempat Bangsa Babilonia
Bentuk pin yang pertama menandakan bilangan 60, kemudian tiga bentuk sayap menandakan
bilangan 10 yaitu 3 × 10 = 30, dan 5 bentuk pin terakhir menandakan bilangan 1 yaitu 5 × 1 = 5,
yang menghasilkan total 60 + 30 + 5 = 95.
Selain sistem bilangan, juga ditemukan suatu akar kuadrat dari 2 (√2), ditemukan ditulis pada
sebuah tablet yaitu YBC 7289. Waktu dituliskannya data pada tablet tidak diketahui, namun
umumnya tanggal pembuatan antara 1800 dan 1650 SM, ada bukti bahwa bangsa Babilonia
adalah pemilik tablet tersebut yaitu pemahaman tentang bilangan irrasional khususnya, dari √2.
Ukiran pada tablet tersebut adalah gambar persegi, dengan satu sisi ditandai dengan bilangan
30. Selain itu, pada diagonal persegi memiliki dua tanda bilangan seksagesimal, salah satunya
adalah
dan yang lainnya adalah
Para ahli sepakat menerjemahkan bilangan pertama tersebut sebagai bilangan 1, 24, 51, dan
24 51 10
10, yang diperkirakan sebagai √2 dimana 1, 24, 51, 10 sama dengan 1 + 601 + 602 + 603 bila
dijumlahkan sama dengan hasil dari √2, yaitu 1,414212 akurat hingga lima tempat desimal.
Berdasarkan penemuan beberapa naskah matematika di Babilonia tersebut, selanjutnya
menginspirasi ilmuwan muslim untuk mengembangkan matematika selanjutnya. Seperti Tsabit
bin Qurrah, yang dikenal sebagai ahli geometri terbesar pada masa itu. Beliau lahir di Haran,
Mesopotamia pada tahun 833 M.
Tsabit menerjemahkan karya orisinil Archimedes yang diterjemahkan dalam bentuk
manuskrip berbahasa Arab. Terjemahan karya Tsabit ditemukan di Kairo dan kemudian
disebarkan pada masyarakat barat. Pada tahun 1929 buku tersebut diterjemahkan ke dalam
bahasa Jerman. Selain Archimedes, ada pula karya Euclides yang diterjemahkan oleh Tsabit,
yaitu On the Promises of Euclid; on the proposition of Euclid, dan sebuah buku tentang dalil dan
pertanyaan yang muncul jika dua garis lurus dipotong oleh satu garis. Ada pula buku Element
karya Euclid yang merupakan titik awal dari berkembangnya studi geometri diantara para
ilmuwan muslim setelah diterjemahkan oleh Tsabit.
Dengan metode geometri, ia mampu memecahkan soal khusus persamaan pangkat tiga.
Persamaan-persamaan geometri yang dikembangkan oleh Tsabit mendapatkan perhatian besar
dikalangan ilmuwan muslim. Para ahli matematika menganggap penyelesaian yang dibuat Tsabit
tergolong kreatif, karena buku-buku yang diterjemahkannya dapat ia kuasai sepenuhnya, dan
dikembangkan olehnya. Dalam waktu yang relatif singkat, metode yang dikembangkan oleh
orang Babilonia kemudian sampai ketangan orang-orang Yunani. Aspek dari matematika
Babilonia yang telah sampai ke Yunani telah meningkatkan kualitas kerja matematika dengan
tidak hanya percaya pada bentuk-bentuk fisiknya saja, melainkan diperkuat dengan bukti-bukti
matematika.
Berdasarkan pemaparan di atas diketahui bahwa perkembangan peradaban di Mesopotamia
membawa dampak yang sangat besar bagi seluruh aspek kehidupan manusia, khususnya dalam
mengembangkan matematika pada tahun 3500 hingga 539 SM yang merupakan era bangsa
Babilonia. Matematika berkembang dengan pesat di era ini dengan mengembangkan sistem
bilangan yang bersifat seksagesimal yang ditulis menggunakan dua simbol berbentuk pin dan
sayap yang disebut sebagai aksara runcing. Pada saat itu penulisan data sistem bilangan ini ditulis
di atas lempengan atau tablet tanah liat basah, sistem bilangan bangsa Babilonia ditulis dengan
memperhatikan posisi. Selain mengembangkan sistem bilangan, ditemukan bahwa bangsa
Babilonia juga memiliki penyelesaian akar pangkat dari dua yang juga ditulis di atas tablet tanah
liat.
Contoh tulisan bilangan 276 dalam hieroglif terlihat pada batu ukiran dari Karnak, berasal
sekital 1500 Sm dan sekarang berada di pamerkan di Louvre, Paris.
Penulisan Angka Desimal
Dalam penulisan bilangan, susunan desimal terbesar ditulis lebih dahulu. Bilangan ditulis dari
kanan ke kiri:
Contohnya dalam penulisan angka 46, 206.
Cara Penulisan Pecahan
Dalam penulisan bilangan pecahan Mesir kuno hanya berlaku pecahan tunggal dalam bentuk
1
dimana 1 mewakili lambang “mulut” yang berarti “bagian” dan “n” adalah bilangan bulat yang
𝑛
Dari contoh diatas bisa diperhatikan bahwa ketika bilangan yang banyak mengandung simbol
“bagian” diletakkan di atas bilangan bulat, seperti di dalam 1/249, maka simbol “bagian”
diletakkan di atas bagian pertama bilangan. Simbol diletakkan diatas bagian pertama karena
bilangan ini dibaca dari kanan ke kiri.
Dalam sistem penulisan angka Hieroglif, ada beberapa sistem pengoperasian matematika
yakni sebagai berikut :
A. Penjumlahan
Penjumlahan sistem bilangan mesir hampir serupa dengan penjumlahan dengan masa kini
yang berbeda hanyalah simbolnya.
contoh :
456265 = 721 = 721
B. Perkalian
Jauh sebelum kalkulator atau bahkan matematika modern, orang Mesir telah menemukan cara
jitu menentukan jumlah bilangan besar dengan cepat. Pada umunya, cara ini menggunakan 2
kolom, tiap kolom diawali oleh salah satu pengali. Isi dikolom pertama adalah dikalikan 2,
sementara itu, isi dikolom kedua adalah dibagi 2 (dengan mengurangi 1 terlebih dahulu pada
angka ganjil). Yang berangka ganjil, di tambahkan (metode ini bekerja karena isi yang berupa
angka ganjil di kolom kedua sesuai dengan isi di kolom pertama dalam skala 2 pada pengali
kedua).
Misalnya, 13 x 12 = ?. Pada selembar kertas, buatlah garis untuk memisahkan dua kolom. Isi
kolom ke bawah di sebelah kiri, dimulai dengan nomor 1. Gandakan dan tulis 2 dibawahnya, lalu
gandakan 2 itu sehingga mendapatkan angka 4, dan seterusnya. Isilah kolom di bawah kanan,
tulislah nomor yang ingin anda kalikan (dalam hal ini, adalah 12). Dibawah 12, gandakan dan tulis
24. Gandakan lagi 24 dan tulis 48, dan seterusnya.
1 12
2 24
4 48
8 96
16 192
Sekarang cari angka di kolom kiri yang kalau ditambahkan akan menghasilkan angka pertama
yang ingin dikalikan (dalam soal ini, 13). Angka 1+4+8=13, lalu garisbawahi nomor di kolom
kanan diseberang nomor ini. Tambahkan angka ini (12+48+96) dan kamu dapat mendapatkan 156,
yang adalah jawaban tepat dari 13 x 12.
C. Pembagian
Pembagian dalam sistem bilangan mesir dikerjakan dari pengulangan pelipat gandaan
bilangan dengan unsur pembaginya kemudian menjumlahkannya. Contohnya 98 : 7 = ? Buatlah
garis untuk memisahkan dua kolom. Isi kolom ke bawah di sebelah kiri, dimulai dengan nomor 1.
Gandakan dan tulis 2 dibawahnya, lalu gandakan 2 itu sehingga mendapatkan angka 4, terus
digandakan sampai angkanya tidak melebihi yang dibagi. Isilah kolom kanan, tulislah nomor
pembaginya (dalam hal ini, adalah 7). Di bawah 7, gandakan dan tulis 14. Gandakan lagi 28 dan
tulis 56, dan seterusnya. (lihat gambar).
1 7
2 14
4 28
8 56
Sekarang cari angka dikolom kanan yang kalau ditambahkan akan menghasilkan angka yang
dibagi (dalam soal ini, adalah 98). Maka angkanya 14 + 28 + 56 = 98, lalu garis bawahi nomor di
kolom kiri diseberang nomor ini. Maka yang di garis bawahi di kolom kiri adalah (2 + 4 + 8) dan
kamu dapat mendapatkan 14, yang adalah jawaban tepat dari 98 : 7 = 14.
Sistem Bilangan Hieratic
Selama Kerajaan Baru masalah matematis disebutkan pada Papyrus Anastasi 1, dan Wilbour
Papyrus dari waktu Ramesses III mencatat pengukuran lahan. Angka hieroglif agak berbeda dalam
periode yang berbeda, namun secara umum mempunyai style serupa. Sistem bilangan lain yang
digunakan orang Mesir setelah penemuan tulisan di papirus, terdiri dari angka hieratic. Angka ini
memungkinkan bilangan ditulis dalam bentuk yang jauh lebih rapi dari sebelumnya saat
menggunakan sistem yang membutuhkan lebih banyak simbol yang harus dihafal. Ada symbol
terpisah untuk :
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9,
10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90,
100, 200, 300, 400, 500, 600, 700, 800, 900,
1000, 2000, 3000, 4000, 5000, 6000, 7000, 8000, 9000
Berikut adalah angka Hieratic:
Sistem bilangan ini dapat dibentuk dari beberapa simbol. Angka 9999 hanya memiliki 4
simbol hieratic sebagai pengganti 36 hieroglif. Salah satu perbedaan utama antara angka keramat
dan sistem bilangan kita adalah angka keramat tidak membentuk sistem posisi sehingga angka
tertentu dapat ditulis dalam urutan apapun.
Berikut ini adalah salah satu cara orang Mesir menulis 2765 dalam angka hieratic.
Berikut ini adalah cara kedua menulis 2765 dalam angka hieratic dengan urutan terbalik
Seperti hieroglif, simbol hieratic berubah dari waktu ke waktu tetapi mereka mengalami
perubahan lagi dengan enam periode yang berbeda. Awalnya simbol-simbol yang digunakan
cukup dekat hubungannya dengan tulisan hieroglip namun bentuknya menyimpang dari waktu ke
waktu. Versi yang diperlihatkan dari angka hieratic dari sekitar 1800 SM. Kedua sistem berjalan
secara paralel selama sekitar 2000 tahun dengan simbol hieratic yang digunakan dalam menulis di
papirus, seperti misalnya dalam papirus Rhind dan papirus Moskow, sementara hieroglif terus
digunakan ketika dipahat pada batu.
Penemuan-Penemuan Matematika Mesir Kuno
A. Perhitungan Volume Limas
Satu satunya sumber informasi dalam matematika Mesir Kuno adalah matematika moskow
Papyrus dan matematika Rhind papyrus, Matematika moskow Papyrus telah tercatat sejak tahu
1850 SM, Sewaktu Abraham V.S Golenishchev memperolehnya di tahun 1893 dan membawanya
ke Moskow.
Permasalahan yang paling menarik dari matematika Papirus Moskow adalah masalah
mengenai perhitungan volume dari sebuah limas, dengan menggunakan rumus yang benar, limas
adalah sebuah piramida dengan potongan yang sama pada puncaknya. Jika limas tersebut adalah
limas dengan alas persegi dan sisi alasnya adalah a dan garis yang menghubungkan alas dengan
puncak limas adalah sisi b dan jika tingginya adalah h , mereka orang orang mesir kuno
menyatakan volume dari limas adalah : h (a2 + ab + b2)
Catatan, Jika b=0, kita akan menyatakan rumus volume piramida dengan alas persegi yaitu
𝑎2 × ℎ.
Kita, tidak tahu bagaimana orang orang mesir menemukan rumus ini, mungkin dengan hanya
mencoba coba dan seatu kesalahan.
B. Perhitungan Waktu Bangsa Mesir
Pada sekitar tahun 1500 SM, orang-orang Mesir kuno menggunakan sistem bilangan berbasis
12, dan mereka mengembangkan sebuah sistem jam matahari berbentuk seperti huruf T yang
diletakkan di atas tanah dan membagi waktu antara matahari terbit dan tenggelam ke dalam 12
bagian.
Para ahli sejarah berpendapat, orang-orang Mesir kuno menggunakan sistem bilangan berbasis
12 didasarkan akan jumlah siklus bulan dalam setahun atau bisa juga didasarkan akan banyaknya
jumlah sendi jari manusia (3 di tiap jari, tidak termasuk jempol) yang memungkinkan mereka
berhitung hingga 12 menggunakan jempol.
Jam matahari generasi berikutnya sudah sedikit banyak merepresentasikan apa yang sekarang
kita sebut dengan “jam”. Sedangkan pembagian malam menjadi 12 bagian, didasarkan atas
pengamatan para ahli astronomi Mesir kuno akan adanya 12 bintang di langit pada saat malam
hari. Dengan membagi satu hari dan satu malam menjadi masing-masing 12 jam, maka dengan
tidak langsung konsep 24 jam diperkenalkan. Namun demikian panjang hari dan panjang malam
tidaklah sama, tergantung musimnya (contoh: saat musim panas hari lebih panjang dibandingkan
malam).
1 1
4. Menentukan akar kuadrat dari ( 𝑏) 2 − 𝑐, sehingga menjadi: √( 𝑏) 2 − 𝑐 ) ; dan
2 2
1
5. 5. Menambahkan atau mengurangkan ( 𝑏 ) yang telah ditemukan sebelumnya dengan
2
1 1 1 1 1
√( 𝑏) 2 − 𝑐 ) , sehingga menjadi: 𝑏 + √( 𝑏) 2 − 𝑐 atau 𝑏 − √( 𝑏) 2 − 𝑐
2 2 2 2 2
Namun perlu diketahui bahwa pada saat itu, al-Khawarizmi (ummnya bangsa Arab) belum
mengenal bilangan negatif,45 sehingga seluruh penyelesaian yang ditemukan pasti berakar postif.
Keseluruhan tipe persamaan kuadrat beserta langkah- langkahnya oleh al-Khawarizmi masih
ditulis dalam bahasa verbal tanpa ada simbol yang digunakan, seperti yang dilakukan oleh bangsa
Babylonia. Dalam menuliskan langkah-langkah penyelesaian persamaan kuadratnya, al-
Khawarizmi memberikan alasan menggunakan teknik geometri cut and paste layaknya bangsa
Babylonia. Namun ada beberapa langkah dari teknik tersebut yang tidak digunakan. Al-
Khawarizmi hanya menggunakan langkah yang memang dianggap perlu untuk digunakan.
Misalnya: Untuk menyelesaikan persamaan 𝑥 2 − 10𝑥 = 39, al-Khawarizmi menggambarkan
sebuah persegi dengan panjang sisi x, kemudian menambahkan 4 buah persegi panjang yang
ekuivalen dengan panjang 2,5 dan lebar x sebagai berikut:
Jika pada setiap ujung persegi panjang ditarik ruas garis dengan panjang 2,5, maka akan
terbentuk 4 persegi seperti gambar di bawah ini.
Karena diketahui 𝑥 2 − 10𝑥 = 39, maka luas persegi baru dengan sisi 5 + 𝑥 adalah
39 + 4 . (2,5)2 = 39 + 4 . (6,25) = 39 + 25 = 64. Demikian salah satu cara al-Khawarizmi dalam
memberikan alasan langkah-langkah penyelesaiannya secara geometris.
2. Omar Khayyam
Omar Khayyam dikenal sebagai pemuda yang luar biasa cerdas. Dalam usianya yang belum
genap 25 tahun, ia telah mampu menulis banyak buku tentang aritmatika, aljabar, dan musik.53
O‟Connor dan Robertson menyatakan bahwa Omar Khayyam adalah orang pertama yang
menemukan teori umum dari persamaan berderajat tiga. Omar Khayyam mengembangkan
persamaan aljabar polinomial berderajat tiga dan menyatakan bahwa suatu persamaan berderajat
tiga dapat memiliki lebih dari solusi/penyelesaian. Ia mampu menunjukkan bagaimana sebuah
persamaan berderajat tiga memiliki dua solusi, namun masih gagal menunjukkan persamaan
berderajat tiga memiliki tiga solusi sekaligus. Dalam bukunya yang berjudul Risala fi’l-barahin
‘ala masa’il al-Jabr wa’l-Muqabala,54 ia memperkenalkan lebih dari dua puluh jenis persamaan
kubik dan memberikan dua cara alternatif dalam menyelesaikan suatu persamaan berderajat tiga:
Pertama, menggunakan pendekatan geometri melalui belahan kerucut. Ia menentukan
penyelesaian persamaan kubik melalui titik potong sebuah parabola yang dipotong oleh sebuah
lingkaran. Karya Omar Khayyam ini selanjutnya pada abak XVII menginspirasi Rene Descartes
dalam merelasikan geometri dan aljabar; dan
Kedua, memperkirakan kemungkinan solusi melalui metode Horner. Omar Khayyam
membagi persamaan menjadi dua, yakni persamaan sederhana (persamaan binomial):
𝑎=𝑥 𝑏𝑥 = 𝑥 2 𝑥 2 + 𝑏𝑥 = 𝑎
𝑎 = 𝑥2 𝑐𝑥 2 = 𝑥 3 𝑥 2 + 𝑎 = 𝑏𝑥
𝑎 = 𝑥3 𝑏𝑥 = 𝑥 3 𝑏𝑥 + 𝑎 = 𝑥 2
3. Thabit ibn Qurra(826 -901)
Selain Al-Khawarismi, terdapat matematician Arab lainnya yaitu Thabit ibn Qurra. Thabit ibn
Qurra adalah matematician arab yang memberikan kontribusinya dalam bidang aljabar. Dia
membuka sekolah untuk para penterjemah.Terjemahan Thabit terhadap karya
Apolonius,Archimedes,Eulid, Ptolemy,dan Theodorus adalah yang dianggap paling baik.
Desertasi Thabit ibn Qurra mengenai rumus untuk menentukan bilangan bersahabat (amicable
numbers) adalah merupakan karya asli bangsa arab.Thabit memberikan rumus untuk bilangan
bersahabat. Seperti halnya Pappus, Thabit juga memberikan generalisasi dari teorema Phytagoras
yang berlaku untuk semua segitiga, baik lancip maupun tumpul. Apabila dari sudut A suatu segitiga
ABC sembarang dibuat garis-garis yang memotong BC pada B’ dan C’, sedemikian sehingga sudut
AB’B dan sudut AC’C sama dengan sudut A,maka AB2 + AC2 = BC(BB’ + CC’).
Kontribusi lain dari Thabit ibn Qurra alternatif lain dari pembuktian Phytagoras, karya-karya
tentang parabola dan segmen-segmen parabola, tentang bujursangkar ajaib,serta teoro-teori baru
tentang astronomi.
persamaan yang nilai -nya kurang dari d, dapat dipastikan tidak memiliki penyelesaian positif.
Jika nilai x-nya sama dengan d, maka fungsi tersebut memiliki satu penyelesaian, dan suatu fungsi
yang didapati nilai x-nya lebih dari d, fungsi tersebut memiliki dua penyelesaian, dimana satu
2𝑏 2𝑏
penyelesaian berada dalam interval 0 dan dan satu yang lainnya di antara dan b. Kekurangan
3 3
dari apa yang telah dilakukan al-Tusi adalah ia tidak menuliskan dalam bukunya mengapa syarat-
syarat tersebut dapat ditemukannya. Juga sangat disayangkan lagi, sesudah al-Tusi tidak ada
cendekiawan muslim yang berkeinginan untuk menemukan alasannya hingga saat ini. Salah satu
kemungkinan sebab terjadinya hal tersebut adalah karena al-Tusi sama sekali tidak menggunakan
simbol dalam menuliskan teorinya. Padahal suatu persamaan polinomial akan sangat sulit
dipelajari apabila tidak ada simbol yang digunakan dalam menyatakan persamaan yang
dimaksudkan.
B. Ideologi Pendidikan
Filsafat berasal dari kata Yunani "philosophia" yang berasal dari kata kerja "philosophein",
yang artinya menginginkan kebijaksanaan. Ada juga pandangan bahwa istilah ini berasal dari
bahasa Arab "falsafah" yang berarti hikmah. Filsafat melibatkan berpikir secara teratur, bebas
dari tradisi, dogma, atau agama, dan memiliki kedalaman yang mencapai inti permasalahan.
Menurut Ibnu Sina, filsafat terbagi menjadi teori dan praktik, keduanya terikat pada agama dan
berakar pada syariat Tuhan, dengan penjelasan dan penyelesaiannya diperoleh melalui kekuatan
akal manusia. Filsafat didefinisikan sebagai proses pencarian kebenaran dengan menyelidiki
hakikat dan sumber kebenaran secara logis, kritis, rasional, dan spekulatif. Akal, sebagai sumber
utama pemikiran, digunakan sebagai alat untuk mencari kebenaran filosofis, yang bersifat
rasional, logis, sistematis, kritis, radikal, dan universal.
Filsafat dan sains memiliki proses berfikir dengan cara yang berbeda. Sains fokus pada
identifikasi penyebab dan dampak suatu peristiwa, sedangkan filsafat tidak terikat pada satu
hukum dan menolak pembatasan pada satu lokasi saja. Filsafat berusaha untuk menemukan
kebenaran mengenai hakikat segala sesuatu, dari asal-usulnya hingga tujuannya, tanpa dibatasi
oleh aturan tertentu.
Filsafat pendidikan melihat pendidikan sebagai proses untuk mengembangkan peserta didik
secara manusiawi agar dapat mencapai potensi bawaan mereka. Rasa ingin tahu dianggap sebagai
sifat manusia yang mendorong perkembangan ilmu pengetahuan. Sains, sebagai usaha manusia
untuk mengungkap realitas, memfasilitasi koneksi antarindividu, memungkinkan percakapan,
mengakui keberadaan orang lain, dan meningkatkan martabat manusia.
Menurut al-Syaibany, filsafat pendidikan adalah aktivitas pikiran terorganisir yang
menggunakan filsafat sebagai metode untuk mengatur, menyelaraskan, dan mengintegrasikan
proses pendidikan. Filsafat pendidikan mampu menjelaskan nilai-nilai pengetahuan yang dicari
oleh pengalaman manusia, menjadi komponen penting dalam proses pendidikan. Sementara itu,
menurut Imam Barnadib, filsafat pendidikan adalah ilmu yang merespon persoalan-persoalan
dalam bidang pendidikan. Baginya, filsafat pendidikan melibatkan penerapan analisis filosofis
pada ranah pendidikan.
Bagian ini terlihat perbedaan ideologi yang terkait dengan pandangan epistemologis dan etis.
Pentingnya konsep “ideologi” dijelaskan oleh Williams (1977), yang menelusuri penggunaan
pertama kali pada Napoleon Bonaparte. Ideologi dipandang sebagai kumpulan ide yang dianggap
tidak diinginkan dan mengancam cara berpikir yang baik dan masuk akal. Dalam konteks
sosiologis yang lebih luas, ideologi adalah filsafat yang kaya nilai atau pandangan dunia
komprehensif, mencakup sistem gagasan dan keyakinan yang saling terkait. Oleh karena itu,
ideologi-ideologi menjadi sistem kepercayaan yang bersaing, mencakup sikap nilai epistemik
dan nilai moral tanpa niat mencapai tujuan tertentu.
Jean-Jacques Rousseau mengusulkan pendidikan yang didasarkan pada minat anak-anak dan
pengalaman langsung. Ia menekankan pembelajaran formal yang memungkinkan siswa untuk
melakukan, merasakan, dan mengamati. Ide-ide Rousseau terus memikat pendidik, terutama para
filsuf dan filsuf pendidikan. Pestalozzi, sebagai contoh, mengembangkan dan menyempurnakan
teori Rousseau serta menerapkan ide-ide tersebut dalam praktik pendidikan.
Ernest (1991) mengklasifikasikan filsafat pendidikan menjadi lima kategori utama, yaitu
Industrial Trainer, Technological Pragmatist, Old Humanist, Progressive Educator, dan Public
Educator. Setiap kategori mencerminkan pendekatan dan nilai-nilai tertentu dalam memandang
pendidikan. Industrial Trainer fokus pada persiapan siswa untuk dunia industri, Technological
Pragmatist menekankan penggunaan teknologi dalam pembelajaran, Old Humanist menekankan
kepentingan humanitas dan budaya, Progressive Educator mengejar perubahan sosial dan
perkembangan individu, sedangkan Public Educator menekankan pada peran pendidikan dalam
masyarakat secara keseluruhan. Berikut merupakan paradigma ideologi pendidikan menurut
(Ernest, 1991):
C. Paradigma/Teori/Model/Pendekatan/Metode/Strategi
Berbagai sudut pandang para ahli membentuk paradigma pendidikan yang memecah menjadi
berbagai konsep atau teori berdasarkan objek atau entitas dalam pendidikan. Bahasa teori pendidikan
ini mencakup sudut pandang atau rangkaian pemikiran yang terpadu, menjelaskan, dan meramalkan
peristiwa pendidikan. Premis utamanya adalah bahwa pendidikan bersifat praktis, dimulai dari situasi
aktual dan lingkungan pembelajaran individu, serta bersifat normatif, mengejar keunggulan dalam
target pendidikan. Pembelajaran individu yang terfokus pada tugas, keadaan kehidupan nyata, dan
kinerja pribadi penting dalam pendidikan. Paradigma ini mencakup empat aspek: pendidikan klasik,
pendidikan individual, pendidikan teknik, dan pendidikan interaktif. Keempat teori ini membentuk
model pendidikan atau desain kurikulum yang memengaruhi masyarakat sesuai dengan tujuan
pendidikan.
Dibawah ini contoh model pembelajaran beserta sintaks-sintaks berbagai parah ahli.
MODEL/STRATEGI/
NO METODE/ SINTAK LINK/REFERENSI
PENDEKATAN
1. Model Pembelajaran Menurut Bruce and
Joyce, Bruce; Weil, Marsha; and
Direct Instruction (DI) Weil (1996)
Calhoun, Emily, "Models of
1. Orientasi
Teaching" (2003). Centers for
2. Presentasi/Demo
Teaching Excellence - Book
nstrasi
Library. 96.
3. Latihan
https://digitalcommons.georgiasout
Terstruktur
hern.edu/ct2-library/96
4. Latihan
Terbimbing
5. Latihan Mandiri
Zarkasyi, W. (2017). Penelitian
Pendidikan Matematika. Bandung :
PT Refika Aditama.
2. Model Pembelajaran Menurut Johnson
Contextual Teaching (2002) Zarkasyi, W. (2017). Penelitian
and Learning (CTL) 1. Grouping Pendidikan Matematika. Bandung :
2. Modeling PT Refika Aditama.
3. Questioning
4. Learning
Community
5. Inquiry
6. Contructivism
7. Authentic
Assessment
8. Reflection
3. Model Pembelajaran Menurut
Realistic Mathematics Freudenthal Zarkasyi, W. (2017). Penelitian
Education (RME) 1. Aktivitas Pendidikan Matematika.
2. Realitas Bandung : PT Refika
3. Pemahaman Aditama.
4. Intertwinement
5. Interaksi
6. Bimbingan
4 Model Pembelajaran Menurut Becker
Open-Ended dan Shimada
Zarkasyi, W. (2017). Penelitian
(1997)
Pendidikan Matematika. Bandung :
1. Open-ended
PT Refika Aditama.
Problems
2. Contructivism
3. Exploration
4. Presentation
5 Model Pembelajaran Menurut Duch
Zarkasyi, W. (2017). Penelitian
Problem Based (1995)
Pendidikan Matematika.
Learning (PBL) 1. Orientation
Bandung : PT Refika
2. Engagement
Aditama.
3. Inquiry and
Investigation
4. Debriefing
Menurut Skinner
1. Reinforcement
(penguatan
kembali)
2. Punishment
(hukuman)
3. Shaping(pembe
ntukan)
4. Extinction
(penghapusan)
5. Discrimination
(pembedaan)
6. Generalization
(generalisasi)
Menurut Thorndike
1. Law of Effect
2. Law of
Readiness
3. Law of Exercise
A. PENDIDIKAN/PEMBELAJARAN KONSTRUKTIF
Konstruktivisme adalah teori pembelajaran yang menekankan bahwa siswa harus aktif dalam
membangun/mengkonstruk/membentuk pemahamannya sendiri agar pembelajaran lebih bermakna.
Dalam filsafat pendidikan, konstruktivisme meyakini bahwa peserta didik secara aktif membangun
pemahamannya melalui pengalaman yang mereka alami. Pengetahuan sebelumnya memiliki peran
penting dalam membentuk pemahaman baru, dan belajar secara pasif dianggap sebagai proses yang
kurang efektif karena siswa tidak terlibat dalam pembangunan pengetahuan baru. Dengan demikian,
konstruktivisme menggambarkan pembelajaran sebagai suatu proses aktif di mana siswa berperan
sebagai konstruktor pengetahuan mereka sendiri.
Menurut Vygotsky (1978), lingkungan memiliki pengaruh signifikan terhadap cara berpikir
anak. Pengetahuan kognitif dipercayai berasal dari interaksi sosial antara lingkungan dan anak dalam
proses membangun pengetahuan. Vygotsky menekankan bahwa setiap anak memiliki pola pikir yang
unik, sehingga meskipun pengajaran serupa, hasil yang diperoleh dapat berbeda. Begitu pula, hasil
yang sama dapat berasal dari proses pembelajaran yang berbeda. Konsep ini menyoroti peran penting
interaksi sosial dalam perkembangan kognitif anak, menunjukkan bahwa lingkungan dan interaksi
sosial memainkan peran sentral dalam proses pembentukan pengetahuan anak.
Secara umum, konstruktivisme dibagi menjadi tiga yakni konstruktivisme sosial, kognitif dan
radikal dengan perincian sebagai berikut :
Konstruktivisme Sosial
1. Pengetahuan diciptakan melalui interaksi sosial dengan lingkungan.
2. Pelajar adalah peserta aktif dalam konstruksi pengetahuan dan pembelajaran termasuk dalam
proses sosial
3. Guru memfasilitasi pembelajaran dengan memberikan kesempatan interaksi sosial dan kolaborasi
4. Belajar adalah proses sosial yang melibatkan kolaborasi, negosiasi dan refleksi
5. Realitas dikonstruksi secara sosial dan subjektif dan tidak ada kebenaran objektif
6. Contoh: Kerja kelompok kolaboratif di ruang kelas
Konstruktivisme Kognitif
1. Pengetahuan dikonstruksi melalui proses mental seperti perhatian, persepsi, dan memori.
2. Pelajar adalah pemecahan masalah aktif yang membangun pengetahuan melalui proses mental
3. Guru memberikan informasi dan sumber bagi pelajar untuk membangun pemahamannya sendiri
4. Belajar merupakan proses individu yang melibatkan proses mental seperti perhatian, persepsi dan
ingatan
5. Realitas bersifat objektif dan terbentuk sendiri oleh pembelajar namun pembelajar membangun
pemahamannya sendiri mengenai realitas tersebut
6. Contoh: Memecahkan masalah matematika menggunakan proses mental
Konstruktivisme Kognitif
1. Pengetahuan dikonstruksi individu melalui pengalaman subjektif dan interaksi dengan dunia.
2. Pelajar adalah satu-satunya pembangun pengetahuan yang bermakna
3. Guru mendorong siswa untuk mempertanyakan dan merefleksikan pengalaman mereka untuk
membangun pengetahuannya sendiri.
4. Belajar adalah proses individual dan subjektif yang melibatkan konstruksi makna dari pengalaman
seseorang
5. Realitas bersifat subjektif dan terus berkembang dan tidak ada kebenaran objektif yang tunggal
6. Contoh:Merefleksikan pengalaman pribadi untuk mengkonstruksi makna dan pemahaman.
Guru harus tahu bahwa bisa dikatakan pembelajaran secara konstruktivisme lebih unggul
dibandingkan dengan pembelajaran secara tradisional, yang membedakan kedua pembelajaran
tersebut adalah :
Dalam bukunya, Skemp (1992) menulis dalam bukunya untuk memberikan contoh bagaimana siswa
berpikir secara konstruktivisme : Ada dua anak berusia 7 tahun yang sedang bermain kartu. Anak
pertama membagikan kartu dengan pasangan angka penjumlahan dari 1 + 1 sampai 5 + 5, sementara
anak kedua mengecek hasil dan memberikan jawaban jika diperlukan. Pada suatu saat, anak kedua
tidak tahu jawaban untuk 4 + 5. Tanpa memberitahu jawabannya, temannya mengingatkan bahwa
dia baru saja mengatakan jawaban untuk 5 + 5. Hal ini menggambarkan bahwa anak kedua tidak
hanya memiliki skema terkait penjumlahan, tetapi juga pemahaman intuitif tentang perbedaan antara
membantu seseorang membangun jawaban sendiri dan hanya memberitahunya. Jadi dalam contoh
tersebut tertuang bahwa untuk mendapatkan hasil 5 + 5 yang hasilnya bisa saja sama namun dengan
proses berpikir yang berbeda. Disitulah cara berpikir anak terbentuk tanpa harus diberitahu lebih
dahulu.
B. HASIL TELAAH KULIAH P MARSIGIT SEBAGAI KASUS
Mata kuliah Filsafat pada semester satu dipandu oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A. Selama 16
pertemuan, mahasiswa diperkenalkan dan membangun pemahaman tentang filsafat. Pertemuan
pertama berfokus pada review video dari Prof. Marsigit (https://youtu.be/8t3lalvQbiQ) sebagai
pengenalan awal terhadap materi filsafat. Dalam video tersebut, dijelaskan bahwa filsafat memiliki
peran penting dalam kehidupan manusia dan tidak dapat dipelajari dalam waktu singkat. Filsafat
bukanlah suatu ilmu, melainkan pola pikir atau sudut pandang seseorang. Kausa Spritual dianggap
sebagai hukum tertinggi dalam filsafat, dan seseorang yang belajar filsafat tetapi tidak percaya pada
Tuhan dianggap belum benar-benar memahami filsafat.Pentingnya pemahaman ruang dan waktu
menjadi ciri khas seseorang yang berfilsafat, sehingga kesalahpahaman dapat diminimalkan. Filsuf
melihat permasalahan dari sudut pandang yang berbeda dengan orang awam, yang dapat
menyebabkan kesulitan dalam komunikasi. Sebagai contoh, pandangan filsafat terhadap kematian
sebagai mitos memunculkan pertanyaan, tetapi filsafat melihat kematian sebagai langkah menuju
kehidupan di alam lain, menjelaskan mengapa kematian dianggap mitos.
Proses perkuliahan filsafat memberikan banyak pesan moral, dengan penekanan bahwa
mempelajari filsafat harus didampingi oleh seorang guru. Hal ini karena bahasa filsafat bersifat
multitafsir, dan penafsiran yang salah dapat berdampak pada pola pikir dan tindakan yang keliru.
Terdapat peringatan terhadap kasus di negara yang melibatkan filsuf yang seharusnya merangkul
perbedaan namun justru menciptakan perpecahan melalui bahasa yang indah namun menyesatkan.
Prof. Marsigit menegaskan bahwa orang yang berfilsafat sejati adalah mereka yang memahami ruang
dan waktu. Pemula dalam mempelajari filsafat disarankan untuk memiliki guru yang tepat, yang
mempercayai Tuhan, menempatkan Tuhan sebagai Kausa tertinggi, mengakui kebaikan sebagai
universal, dan mendukung ideologi Pancasila sebagai ideologi bangsa. Ciri guru tersebut dapat
diamati dari cara bicara dan pola pikirnya.
Pada awal pembelajaran filsafat, kebingungan muncul terkait konsep filsafat dan tujuan
pembelajarannya. Namun, seiring berjalannya waktu, pemahaman meningkat, dan filsafat membantu
meluaskan pola pikir. Filsafat memungkinkan kita menemukan solusi dari berbagai dimensi dan sudut
pandang saat menghadapi permasalahan atau kenyataan. Dalam konteks pendidikan matematika,
filsafat membantu menjelaskan gambaran ilmu pengetahuan tersebut.Referensi dan tokoh filsafat,
khususnya Imanuel Kant, digunakan sebagai dasar dalam perkuliahan ini. Meskipun 16 pertemuan
tidak cukup untuk menguasai filsafat sepenuhnya, semester ini dianggap sebagai pondasi atau langkah
awal. Mahasiswa diharapkan untuk terus memperdalam pemahaman mereka tentang filsafat dan
menjelajahi hakikatnya melalui lebih banyak sumber bacaan.
DAFTAR PUSTAKA