Anda di halaman 1dari 54

MAKALAH

MK. FILSAFAT ILMU


PRODI S2 PENDIDIKAN
MATEMATIKA

Skor Nilai :

KONSTRUKSI DAN IMPLEMENTASI FILSAFAT ILMU: MATEMATIKA DAN


PENDIDIKAN MATEMATIKA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir (UAS)


Mata Kuliah Filsafat Ilmu

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Marsigit, M.A.

DISUSUN OLEH :

Nama Yosua Tumanggor


NIM 23031140002
Kelas S2-A 2023

PRODI S2–PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

NOVEMBER 2023
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat yang telah
diberikan sehingga penulis telah berhasil menyusun makalah ini sesuai dengan prosedur hingga tepat
pada waktu yang di tentukan. Dengan terselesaikanya makalah yang penulis buat kali ini diharapkan
pembaca dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang Konstruksi dan Implementasi
Filsafat Ilmu: Matematika Dan Pendidikan Matematika.Penulis menyadari sepenuhnya tanpa ada
bantuan dari berbagai pihak, makalah ini tidak akan terwujud, maka penulis ucapkan terimakasih
kepada: Bapak Prof. Dr. Marsigit, M.A. selaku Dosen pembimbing mata kuliah Filsafat Ilmu yang
telah memberikan Tugas Makalah Konstruksi dan Implementasi Filsafat Ilmu: Matematika Dan
Pendidikan Matematika ini pada penulis.
Dalam menyusun makalah ini penulis menemukan cukup banyak kendala dan kesulitan, jika
mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman dalam membuat makalah yang baik dan benar.
Apabila terjadi kesalahan dalam penulisan makalah ini penulis mohon maaf yang setulus-tulusnya.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, penulis menyadari sepenuhnya bahwa
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna, baik dari segi susunan kalimat maupun
tata bahasanya. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran, dan usulan yang membangun
demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang.

Medan, 09 Desember 2023

Yosua Tumanggor
I. FILSAFAT UMUM

Filsafat dan ilmu pengetahuan saling beriringan, dengan pertanyaan-pertanyaan tentang ilmu
yang pada dasarnya melibatkan dimensi filsafat. Pertanyaan-pertanyaan tersebut mencakup apa,
bagaimana, dan apa tujuan dari pengetahuan tersebut. Filsafat memainkan peran kunci dalam
memberikan pemahaman menyeluruh terhadap pengetahuan. Filsafat bukanlah ilmu yang
langsung ada, dan pemahaman tentang bagaimana filsafat dibangun membantu kita
mempelajarinya.

Matematika juga memiliki sejarah perkembangan dari zaman Sebelum Masehi hingga saat
ini, dan evolusinya sejalan dengan evolusi cara pengajaran matematika. Konstruktivisme menjadi
pendekatan pembelajaran yang relevan, di mana siswa menjadi subjek pembelajaran dan dituntut
untuk aktif dalam belajar agar tujuan pembelajaran yang bermakna dapat tercapai. Ini
mencerminkan hubungan antara filsafat ilmu dan implementasinya dalam konteks matematika
dan pendidikan matematika.

Ilmu dan filsafat memiliki hubungan erat, di mana ilmu bertujuan untuk menggambarkan
sesuatu yang ada, sedangkan filsafat berfokus pada memperjelas fenomena yang dijelaskan oleh
ilmu pengetahuan untuk mengetahui kebenarannya. Meskipun demikian, banyak orang tidak
sepenuhnya memahami peran filsafat dalam ilmu pengetahuan. Aspek-aspek filsafat terdiri dari
ontologi (penelitian tentang hakikat eksistensi), epistemologi (penelitian tentang sumber, bentuk,
dan batasan pengetahuan), dan aksiologi (penelitian tentang nilai). Ketiga aspek ini memiliki
peran penting dalam membentuk dasar filsafat ilmu pengetahuan.

A. Ontologi
Ontologi adalah cabang ilmu dalam filsafat yang mengkaji segala sesuatu, baik yang dapat
diamati secara fisik maupun yang bersifat abstrak atau tidak tampak. Dalam bidang filsafat,
istilah “apa” digunakan untuk merujuk pada suatu objek atau konsep. Namun, ontologi dalam
filsafat tidak hanya membahas pemahaman tentang suatu entitas, melainkan juga menjelaskan
hubungan antara entitas-entitas yang berkaitan dan metode-metode yang digunakan untuk
menjawab pertanyaan ontologis tersebut. Ontologi juga mencakup perbedaan antara benda mati
dan makhluk hidup dalam ruang lingkup kajiannya.
Ada tiga teori yang mencakup ontologi, antara lain:

1. Idealisme
Idealisme adalah pandangan filsafat yang menyatakan bahwa realitas sejati atau yang benar-
benar ada, terletak pada ide atau pemikiran, bukan pada benda-benda materi yang dapat diamati.
Menurut idealisme, segala sesuatu yang tampak nyata di dunia ini merupakan manifestasi dari
ide atau kesadaran. Artinya, kenyataan di dunia ini dianggap sebagai refleksi dari realitas mental
atau pikiran. Dalam konteks ini, realitas fisik dianggap sebagai ilusi atau sekadar penampakan
dari realitas yang lebih mendasar, yaitu ide atau pemikiran.
2. Materialisme
Materialisme adalah pandangan filsafat yang menyatakan bahwa keberadaan yang nyata
terletak pada materi atau substansi fisik. Menurut materialisme, segala sesuatu yang benar-benar
ada dapat dijelaskan dan diukur melalui bahan atau zat yang dapat diobservasi secara empiris.
Bentuk nyata dipandang sebagai hasil dari keberadaan materi dan segala aspek kehidupan dapat
dijelaskan oleh prinsip-prinsip fisika dan kimia. Dalam pandangan materialisme, konsep-konsep
abstrak atau non-materi dianggap sebagai hasil dari proses fisik atau material, dan keberadaannya
tidak memiliki realitas yang mandiri. Dengan demikian, materialisme menekankan bahwa aspek-
aspek non-material atau abstrak yang dianggap sebagai ilusi harus diabaikan demi memahami
realitas yang sebenarnya.
3. Dualisme
Dualisme adalah pandangan filsafat yang mengakui keberadaan substansi individual yang
terdiri dari dua tipe fundamental yang berbeda, yaitu materi dan mental. Dalam dualisme, diakui
bahwa ada dua aspek utama yang menyusun realitas: satu berupa materi yang dapat diamati
secara fisik, dan yang lainnya bersifat mental atau non-material. Pandangan ini menganggap
bahwa realitas fisik yang terlihat dan realitas mental saling berhubungan dan saling menyusun
realitas secara keseluruhan. Dengan demikian, dualisme mengakui adanya dua dimensi yang
berbeda, namun saling terkait, yang membentuk substansi individu dalam konsep filosofis ini.
B. Epistemologi
Epistemologi berasal dari kata Yunani “episteme” yang artinya pengetahuan atau kebenaran,
dan “logos” yang berarti pikiran, kata, atau teori. Epistemologi dapat diartikan sebagai kajian
mengenai pengetahuan yang benar. Topik epistemologi mencakup asal muasal sumber
pengetahuan, metode, struktur, serta validitas kebenaran pengetahuan. Pertanyaan-pertanyaan
epistemologi mencakup asal muasal pengetahuan, landasan keyakinan, dan pertanggungjawaban
kebenaran suatu pengetahuan. Dalam konteks ini, segala hal yang dibahas dalam epistemologi
harus dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, menjadikan epistemologi sebagai kajian
yang mendalam terkait sumber, validitas, dan dasar keyakinan dari pengetahuan.
C. Aksiologi
Aksiologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu “axios” yang berarti nilai, dan “logos” yang
berarti ilmu. Aksiologi berkaitan dengan nilai dan manfaat dari pengetahuan yang diperoleh serta
tujuan dari ilmu pengetahuan tersebut. Pandangan aksiologi menyatakan bahwa ilmu
pengetahuan sejati tidak akan sia-sia jika dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Dua pokok
pembahasan dalam aksiologi melibatkan pertama, kegunaan pengetahuan filsafat, dan kedua,
cara menyelesaikan masalah. Aksiologi mengakui pengaruh besar ilmu pengetahuan terhadap
peradaban manusia, karena melalui ilmu, kebutuhan manusia dapat terpenuhi. Untuk mencapai
tujuan filsafat, pemahaman terhadap filsafat sebagai kumpulan teori, metode pemecahan
masalah, dan pandangan hidup merupakan hal yang penting.

II. FILSAFAT ILMU

Pengetahuan, termasuk matematika, memiliki peran penting dalam meningkatkan taraf hidup
manusia. Matematika secara erat terkait dengan kehidupan sehari-hari, dan setiap aspek kehidupan
manusia dapat melibatkan konsep matematika, baik dengan sadar maupun tanpa disadari.
Misalnya, perbandingan dua benda melibatkan konsep matematika seperti "lebih besar." Filsafat
matematika, dengan fokus pada ontologi, epistemologi, dan aksiologi, membantu memperjelas
komponen-komponen matematika, mengakui bahwa filsafat juga memainkan peran dalam
memahami dan mengembangkan pengetahuan matematika.

A. Ontologi Ilmu
Ontologi matematika mempelajari sifat dasar matematika dan fokus pada pernyataan-
pernyataan matematika yang bersifat konkret hingga pada teorema-teorema. Dalam ontologi
matematika, matematika dianggap sebagai kebenaran mutlak. Matematika dipandang sebagai alat
pikiran, bahasa, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, serta sebagai konsep ruang dan
waktu. Sebagai alat pikiran, matematika dianggap sebagai solusi untuk permasalahan kehidupan
manusia. Sebagai bahasa, matematika menyatukan manusia melalui fungsi berhitung, yang
berbeda dengan bahasa sosial sebagai sarana komunikasi. Matematika juga dipandang sebagai
ilmu pengetahuan alam, menunjukkan sifat eksaknya, dan ilmu pengetahuan sosial,
menggambarkan kontribusinya dalam konteks sosial. Dengan demikian, ontologi matematika
mencakup berbagai aspek yang memandang matematika sebagai inti kebenaran dan alat penting
dalam memahami dan mengatasi tantangan kehidupan.
B. Epistemologi Ilmu
Epistemologi matematika mencakup pemahaman tentang pengetahuan dalam konteks
matematika, termasuk matematika murni, matematika terapan, dan cabang ilmu matematika
lainnya. Tujuan epistemologi matematika adalah mengatasi kekacauan, kerancuan, dan
ketidakpastian yang mungkin muncul dari dasar pengetahuan sebelumnya. Sebagai cabang filsafat
matematika, epistemologi matematika berkaitan dengan pengetahuan matematika, termasuk
sumber, hakikat, batasan, dan kebenaran matematika. Matematika dipandang sebagai ilmu
pengetahuan yang diperoleh melalui proses pembelajaran, dan epistemologi matematika berupaya
memberikan landasan filosofis untuk memahami dan merinci aspek-aspek pengetahuan
matematika.
C. Aksiologi Ilmu
Aksiologi matematika adalah ilmu yang mempelajari manfaat matematika dalam kehidupan
sehari-hari. Pembahasan dalam aksiologi matematika mencakup semua aspek yang terkandung
dalam matematika dan menekankan pada kegunaan dan nilai-nilai praktisnya. Matematika
dianggap bermanfaat dalam membantu memecahkan permasalahan, melatih berpikir kritis, logis,
dan sistematis. Selain itu, matematika dapat digunakan untuk melakukan penarikan kesimpulan
deduktif dan melatih keterampilan teliti, cermat, serta kesabaran. Dengan demikian, aksiologi
matematika menjelaskan peran matematika dalam meningkatkan keterampilan berpikir dan
kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari.

III. MEMBANGUN FILSAFAT ILMU

Kehidupan manusia itu metafisik yang tidak akan pernah selesai, sebelum dan sesudah yang
ada akan ada lagi kedepannya. Manusia diciptakan oleh dimensi yang diatas nya secara tidak
sempurna supaya manusia bisa hidup menurut syarat pencipta nya. Kehidupan awal mannusia
bersifat fatal dan vital. Fatal berarti terpilih yang bermakna suatu takdir (yang sudah direncanakan
oleh dimensi diatas manusia) sedangkan vital berarti memilih yang bermakna suatu ikhtiar.
Manusia itu harus memilih, tidak bisa manusia melakukan lebih dari satu pilihan, sebagaimana
contohnya : ketika saya memilih pergi ke kampus untuk kuliah, saya tidak bisa memasak dirumah
secara sekaligus, karena posisi badan saya ada di kampus, sesuai jadwal saya prioritas saya pada
saat itu adalah ke kampus, lalu bisa memasak dirumah setelah pulang kampus misalnya. Manusia
itu juga terbatas, dan saya harus mengakui bahwa saya bersyukur dengan keterbatasan yang telah
diberikan dimensi yang diatas saya, karena kalau tidak maka kehidupan saya akan berlangsung
dengan sangat cepat, sebagaimana contohnya : pencipta saya hanya bisa memberikan saya
penglihatan kepada dimensi yang terbatas dengan ruang dan waktu, saya tidak bisa menembus dari
yang telah diberikan sang pencipta. Seandainya saja jika saya bisa melihat itu semua, mungkin saja
saya bisa hidup saya berlangsung sangat cepat karena saya bisa melihat dimensi dimensi yang
bukan sesuai dengan batasan saya. Tidak ada seorangpun bisa mengubah takdir yang sudah terpilih
kecuali Kuasa Tuhan. Fatal bersifat tetap sedangkan vital bersifat berubah. Keduanya harus ada,
jika salah satu tidak ada maka tidak akan ada kehidupan.
Fatal memiliki sifat idealis yang menimbulkan absolut dan spritual sehingga tercipta Kuasa
Tuhan atau Causa Prima. Fatal berjalan berdasarkan sifat logika (logicism). Logika dan koheren
yang menyebabkan manusia membentuk pola pikir yang dapat menganalisis sesuatu. Pengetahuan
kita pada dunia fatal mengandung sifat rasionalism. Vital memiliki sifat realism dan berdasarkan
hukum alam. Realita dan fakta kehidupan manusia menimbulkan adanya presepsi. Pengetahuan
kita pada dunia vital berdasarkan pengalaman dan empiricism.
Tokoh dari ketetapan hidup manusia adalah Permendes. Dia menyatakan bahwa segala
sesuatu itu bersifat tetap sedangkan sifat manusia yang berubah dikemukakan oleh Heracitos. Sifat
tetap dan berubah yang ada pada manusia dibatasi dengan adanya filsafat sehingga bisa menyadari
bahwa pada diri manusia ada hal yang tetap dan ada hal yang berubah. Sehingga tidak ada sesuatu
yang benar-benar tetap pada kehidupan kecuali suatu pikiran manusia dan pada diri manusia tidak
ada segala sesuatu yang semuanya berubah. Ilmu fisafat adalah olah pikir.
Pada tahun 1671, Immanuel Khant menengahi perbedaan pendapat antara R.Descartes
tentang rasionalism dan sceptism dengan David Humes yang menyatakan tentang empirism.
Menurut R.Descartes, sebenar-benarnya ilmu adalah memiliki pikiran dan rasio sedangkan menurut
David Hume bahwa sebenar-benarnya ilmu adalah berdasarkan pengalaman. Perdebatan inilah
sebagai cikal bakal zaman modern. Sehingga, Immanuel Khant berpendapat sebagai jalan tengah
perdebatan itu bahwa sebenar-benarnya ilmu adalah perpaduan A priori dan Sintetik.
Hadirnya Immanuel Khant tidak menutup kemungkinan adanya penentang lainnya.
Auguste Compte (1857) menentang ketiga pendapat tersebut dengan berpendapat yang penuh
dengan kontroversi. Pendapat kontroversinya berbunyi “agama tidak dapat membangun dunia
karena tidak logis”. Aliran positivism yang dianut menaruh agama pada tahta paling bawah. Namun
sebenarnya pada realitanya, sebenarnya kita lebih dari Auguste Compte dalam kesadaran beragama
karena kita juga sering lalai dalam beribadah.
Perkembangan teknologi saat ini dapat memberikan dampak positif dan negatif dalam
kehidupan manusia. Kemudian, kehidupan manusia berkembang seperti saat ini dari zaman
contemporer hingga pos modern. Meskipun demikian, ancaman-ancaman selalu ada baik secara
internal maupun eksternal. Iniliah pentingnya belajar ilmu filsafat untuk mengerti batasan-batasan
dalam menjalankan kehidupan sebagai manusia.
IV. MENERAPKAN FILSAFAT ILMU

Filsafat ilmu bukan sekadar teori, melainkan dapat diterapkan dalam berbagai bidang, seperti
matematika. Pendekatan ini melibatkan pemahaman sejarah bidang tersebut, ideologi pendidikan
yang mendasarinya, serta paradigma, teori, model, dan pendekatan yang dapat diterapkan secara
terstruktur dalam bidang tersebut. Dengan demikian, filsafat ilmu tidak hanya menjadi landasan
konseptual, tetapi juga menjadi panduan praktis untuk menerapkan pengetahuan dalam bidang
khusus seperti matematika.

A. Sejarah/Perkembangan Matematika
Perkembangan matematika sendiri berasal dari dua suku kata yaitu perkembangan dan
matematika. Perkembangan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dimaknai sebagai hal yang
berkaitan dengan kata berkembang yang berarti menjadi bertambah sempurna. Atho Muzhar
memberi makna perkembangan adalah upaya perubahan yang relatif sistematis dan menuju ke
arah yang lebih baik. Pengertian lain dari perkembangan adalah “the process in wich someone or
something grows or changes and becomes more advanced,” berarti proses yang mana seseorang
atau sesuatu tumbuh atau berubah dan menjadi lebih maju. Sedangkan matematika merupakan
sebuah ilmu, dalam hal ini matematika merupakan objek dari perkembangan. Berdasarkan
pengertian tersebut dapat diartikan bahwa perkembangan matematika adalah suatu upaya
perubahan dalam bidang ilmu matematika yang sistematis dan tertuju ke arah yang lebih baik
dan maju.
Sejarah/Perkembangan Matematika Babilonia
Mesopotamia dikenal sebagai salah satu peradaban tertua di dunia. Berdasarkan letak
geografisnya, Mesopotamia yang kini menjadi Republik Irak terletak di Asia Barat. Secara
etimologis, kata Mesopotamia berasal dari bahasa Yunani yaitu meso yang berarti pertengahan
dan potamia yang berarti sungai. Jadi Mesopotamia berarti daerah yang terletak diantara sungai-
sungai. Arti kata Mesopotamia, bersesuaian dengan letak negara ini yang berada di lembah sungai
Eufrat dan sungai Tigris. Hulu sungai ini bersumber di pegunungan yang terletak di Armenia dan
bermuara di Teluk Persia.
Peradaban bangsa Mesopotamia telah memperlihatkan keunggulan dibidang ilmu
pengetahuan, salah satunya dalam bidang matematika. Beberapa dokumen yang ditemukan
menunjukkan matematika telah digunakan pada saat itu. Menurut Berggren, penemuan
matematika pada jaman Mesopotamia didasarkan pada dokumen-dokumen berupa artefak
(perkakas hasil peradaban kuno). Artefak matematika yang ditemukan menujukkan bahwa
bangsa Mesopotamia telah memiliki pengetahuan matematika yang luar biasa, meskipun
matematika yang mereka miliki belum disusun secara deduktif seperti sekarang ini.
Bangsa-bangsa yang menetap di Mesopotamia, antara lain bangsa Sumeria, Akkadia,
Babilonia, Assyria dan Persia. Menurut catatan sejarah, bangsa Sumeria merupakan bangsa yang
pertama kali menempati Mesopotamia. Bangsa Sumeria diperkirakan telah mengembangkan
tulisan pada tahun 4000-2000 SM. Orang-orang Sumeria asli adalah penemu tulisan pertama kali.
Tulisan yang mereka ciptakan bukan berasal dari masyarakat pra-peradaban atau terilhami dari
masyarakat yang sudah ada sebelumnya. Penemuan tulisan bangsa Sumeria merupakan suatu
karya agung, sehingga dapat memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat. Bangsa Sumeria
menggunakan simbol yang dituliskan pada kepingan tanah liat untuk mencatat kata-kata dan
bilangan.
Tulisan yang paling awal dikenal dalam bentuk pahat (inscription), yang diukir pada kepingan
tanah liat yang masih basah kemudian dikeringkan. Kepingan tanah liat ini berbentuk
pictographic, yakni teknik penulisan dengan menggunakan gambar sebagai pengganti lambang
huruf yang berbentuk gambar orang, benda, peristiwa dan tindakan. Sistem penulisan tersebut
disebut juga dengan nama cuneiform, yang berasal dari bahasa Latin dari kata cuneus yang berarti
bajiataupakudan kata forma yang berarti bentuk. Sehingga cuneiform merupakan tulisan kuno
yang menggunakan huruf paku. Untuk menuliskan karakter- karakter berbentuk piktograf,
bangsa Sumeria menggunakan stylus pada lempengan tanah liat. Lempengan tanah liat ini
kemudian diperkeras dengan cara dibakar atau dijemur dibawah sinar matahari.

Gambar 1.
Bentuk tulisan bangsa Sumeria (cuneiform)

Tulisan ini diciptakan oleh bangsa Sumeria para tahun 3200 SM, kira-kira sejaman dengan
dengan hieroglyph yang merupakan hasil kebudayaan masyarakat Mesir kuno. Tulisan ini hanya
digunakan oleh orang-orang tertentu, karena membaca dan menulis tulisan Sumeria tidaklah
mudah. Susunan alfabetnya terdiri dari 550 karakter. Untuk dapat menulis dan memahami
cuneiform, bangsa Sumeria harus mengenyam pendidikan beberapa tahun untuk mendapatkan
kemahiran. Meskipun agak sulit, namun cuneiform digunakan secara luas di Timur Tengah
selama ratusan tahun.
Selain penemuan tulisan, bangsa Sumeria juga telah mengenal sistem bilangan. Sistem
bilangan bangsa Sumeria menggunakan sistem basis 60 atau sistem sexadesimal. Penggunaan
sistem sexadesimal masih kita rasakan hingga sekarang dalam kehidupan sehari-hari, misalnya
1 jam terdiri dari 60 menit, 1 menit terdiri dari 60 detik, dan besar satu putaran lingkaran adalah
1 1
360 (60 x 6) derajat. Sistem sexadesimal juga digunakan dalam pecahan. Misalnya dan
2 3

dinyatakan dengan 30 dan 20. Tentunya kita harus mengingat bahwa setiap bilangan berpenyebut
60. Penemuan sistem bilangan ini juga banyak membantu para astronom pada waktu itu untuk
melakukan perhitungan berkaitan dengan ilmu-ilmu perbintangan.
Peradaban masa Akkadia kurang berkembang dibandingkan dengan bangsa Sumeria. Dilihat
dari peradaban yang mereka dirikan, bangsa Akkadia hanya mengadopsi dari peradaban yang
pernah ada. Termasuk dalam hal tulisan dan agama, bangsa Akkadia mengambil alih dari
peradaban bangsa Sumeria. Akan tetapi sejak tahun 1792-1750 SM, baik wilayah Sumeria
maupun Akkadia runtuh dengan datangnya orang-orang Amoriah dibawah kepemimpinan
Hammurabi. Hammurabi dikenal sebagai penguasa Babilonia dan penguasa dunia terbesar
sepanjang sejarah kuno. Melaui peperangan, Ia berhasil memperluas wilayah kekuasaannya.
Setelah berhasil menyatukan seluruh wilayah bekas kekuasaan Sumeria-Akkadia, Ia menamakan
negeri ini Babilonia.
Dalam perjalanannya, kerajaan Hammurabi terancam oleh orang-orang pegunungan di
Gutium. Usaha Hammurabi untuk mencegah dan melawan pasukan Gutium tidak membuahkan
hasil. Sehingga setelah kematian Hammurabi, sejarah peradaban bangsa Babilonia tidak lagi
dikenal orang. Suku-suku kecil kemudian menguasai wilayah ini secara bergantian, sampai pada
akhirnya seluruh wilayah ini ditaklukkan oleh bangsa Assyiria.
Peradaban Assyiria banyak mengadopsi dari peradaban Babilonia. Dengan mengambil
peradaban bangsa lain, Assyria mengembangkan peradabannya hingga ke seluruh penjuru dunia.
Peradaban ini memberikan sumbangsih dalam bidang ilmu pengetahuan. Sebagian raja-raja
Assyria merupakan kaum terpelajar dan sangat mencintai kepustakaan. Pada masa
kepemimpinan raja Ashurbanipal, ia mendirikan sebuah perpustakaan yang berisi buku-buku
yang luar biasa. Perpustakaan ini dianggap sebagai perpustakaan tertua di dunia. Selain
perpustakaan, bangsa Assyria juga memberikan warisan pada bidang penulisan. Berbeda dengan
versi penulisan bangsa Sumeria dan Akkadia yang menuangkan tulisan di lempengan tanah liat,
bangsa Assyria telah menulis di atas daun lontar.
Pada tahun 626 SM, setelah kekuasaan Assyria mengalami kehancuran dengan meninggalnya
raja Asshurbanipal, bangsa Babilonia bangkit kembali di bawah kekuasaan dinasti Chaldean dan
membentuk peradaban Babilonia baru. Sejarah peradaban dunia mencatat, bahwa bangsa
Babilonia memberikan peranan yang besar dalam berbagai bidang. Dalam bidang ilmu
pengetahuan, bangsa Babilonia telah mencapai kemajuan, salah satunya dalam bidang
matematika. Bangsa Babilonia dianggap sebagai bangsa yang memiliki pengetahuan matematika
tertinggi. Sehingga perkembangan matematika di Mesopotamia lebih dikenal dengan
“Matematika Babilonia” karena kawasan Babilonia menjadi peran utama sebagai tempat untuk
belajar. Matematika Babilonia merujuk pada seluruh matematika yang dikembangkan oleh
bangsa Mesopotamia sejak kepemimpinan bangsa Sumeria hingga permulaan peradaban
helenistik.
Peradaban bangsa Babilonia di Mesopotamia menggantikan peradaban bangsa Sumeria dan
Akkadia. Dalam bentuk bilangan yang digunakan, bangsa Babilonia mewarisi ide dari bangsa
Sumeria, yaitu menggunakan sistem numerasi sexadesimal yang dicampur dengan basis 10 dan
sudah mengenal nilai tempat. Basis 10 digunakan karena bilangan 1 sampai 59 dibentuk dari
simbol “satuan” dan simbol “puluhan” yang ditempatkan menjadi satu kesatuan. Sistem bilangan
ini mulai digunakan sekitar tahun 2000 SM. Namun kelemahan sistem bilangan Babilonia belum
mengenal lambang nol. Baru beberapa abad kemudian, Sekitar tahun 2000 SM, bangsa Babilonia
membuat sistem penulisan bilangan yang lebih sederhana dengan melambangkan nol yang
ditandai dengan spasi. Dalam sistem ini hanya menggunakan dua simbol, yaitu berbentuk pin
mewakili nilai satu dan berbentuk sayap mewakili nilai 10, sistem penulisan ini dikenal sebagai
aksara runcing.

Gambar 2.
Bilangan 1 Sampai 59 yang Ditulis Menggunakan Aksara Runcing. Aksara runcing ini ditulis
di atas tanah liat basah. Tanah liat akan cepat mengering, sehingga data yang ditulis harus relatif
pendek dan dalam sekali waktu saja, meskipun begitu tanah liat tersebut tidak mudah
dihancurkan ketika dipanggang di dalam oven atau di bawah terik matahari.
Bangsa Babilonia kuno ini memberikan kontribusi matematika pada peradaban Mesopotamia,
ketika mendiskusikan tentang peradaban Mesopotamia pada periode 3500 SM hingga 539 SM
yang merupakan era Babilonia. Jika saat ini kita sering menggunkan sistem nilai tempat desimal
Hindu-Arab yaitu 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9. Posisi angka-angka ini mempengaruhi nilai angka,
misalnya angka 6, 60, dan 600 angka 6 berada di tempat yang berbeda, pertama angka 6 berada
di tempat satuan, angka 6 kedua berada di tempat puluhan, dan angka 6 ketiga berada di tempat
ratusan. Namun bangsa Babilonia mengembangkan sistem bilangan yang bersifat seksagesimal,
yang berarti sistem bilangan dasar 10 (desimal), yang menggunakan sistem basis 60. Bangsa
Babilonia tidak memiliki sitem basis 60 murni, karena mereka tidak menggunakan 60 sebagai
satu-satunya digit, mereka menghitung menggunakan 10-an dan 60-an. Oleh karena itu, sistem
bilangan bangsa Babilonia dianggap sebagai sistem desimal dan seksagesimal.
Peneliti matematika Babilonia, Otto Neugebauer menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa
matematika Babilonia telah mencapai tingkat yang tinggi. Bangsa Babilonia telah
mengembangkan aljabar. Matematika yang mereka kembangkan sudah maju karena dapat
menyelesaikan persamaan kuadrat, persamaan pangkat tiga dan empat. Dan sudah mengenal
hubungan sisi-sisi segitiga siku-siku sejak permulaan tahun 1900 SM.
Bangsa Babilonia memiliki pengetahuan mengenai tabel perkalian dan pembagian.
Pengetahuan matematika Babilonia diperoleh dari ditemukannya kurang lebih ada 400
lempengan tanah liat yang digali sejak tahun 1850-an. Lempengan tanah liat ini ditulis ketika
tanah liat masih basah, kemudian dibakar dalam tungku atau dijemur dibawah sinar matahari.
Beberapa naskah kuno yang berkaitan dengan pengetahuan matematika telah ditemukan di Yale,
Columbia, dan Paris yang berasal dari jaman Babilonia. Di universitas Columbia, terdapat
katalog hasil olahan naskah-naskah kuno Mesopotamia yang ditulis oleh G. A. Plimpton yang
berisi masalah matematika. Katalog ini bernomor 322 sehingga dikenal sebagai Plimpton 322.

Gambar 3. Plimpton 322


Naskah tersebut berisi tabel matematika dari jaman antara tahun 1900-1600 SM. Naskah
plimpton 322 berbentuk tabel yang terdiri atas empat kolom dan lima belas baris berisi bilangan
yang bersesuaian membentuk bilangan triple pythagoras. Sebagian besar lempengan tanah liat
juga berisi mengenai topik-topik pecahan, aljabar, persamaan kuadrat dan kubik, perhitungan
bilangan regular, invers perkalian, dan bilangan prima kembar.
Dari penemuan lempeng dari tanah liat tersebut menunjukkan bahwa pada zaman itu bangsa
Babilonia sudah menggunakan aljabar, namun hanya sebatas pada tahap teoritis. Kemudian dari
sinilah yang mendasari perkembangan aljabar selanjutnya. Dalam menyelesaikan aljabar, bangsa
Babilonia menggunakan teknik penyelesaian masalah menggunakan idegeometri. Ide geometri
ini merupakan proses penyelesaian masalah dengan manipulasi data yang sesungguhnya
berdasarkan aturan yang telah ditetapkan.
Sejak sekitar 2500 SM, perkembangan sistem bilangan bangsa Babilonia meningkat drastis
ketika mereka menyadari bahwa simbol berbentuk pin dan sayap dapat merepresentasikan
berbagai nilai berdasarkan posisinya yang berhubungan satu sama lain. Dalam sistem nilai tempat
ini, cara penulisan nilai-nilai yang diwakili adalah dengan menempatkan tanda-tanda atau
simbol-simbol secara berdampingan. Selain itu sistem bilangan babilonia dibaca dari kiri ke
kanan. Misalnya penulisan bilangan 95, akan dituliskan sebagai berikut.

Gambar 4.
Sistem Nilai Tempat Bangsa Babilonia

Bentuk pin yang pertama menandakan bilangan 60, kemudian tiga bentuk sayap menandakan
bilangan 10 yaitu 3 × 10 = 30, dan 5 bentuk pin terakhir menandakan bilangan 1 yaitu 5 × 1 = 5,
yang menghasilkan total 60 + 30 + 5 = 95.
Selain sistem bilangan, juga ditemukan suatu akar kuadrat dari 2 (√2), ditemukan ditulis pada
sebuah tablet yaitu YBC 7289. Waktu dituliskannya data pada tablet tidak diketahui, namun
umumnya tanggal pembuatan antara 1800 dan 1650 SM, ada bukti bahwa bangsa Babilonia
adalah pemilik tablet tersebut yaitu pemahaman tentang bilangan irrasional khususnya, dari √2.

Gambar 5. Tablet YBC 7289

Ukiran pada tablet tersebut adalah gambar persegi, dengan satu sisi ditandai dengan bilangan
30. Selain itu, pada diagonal persegi memiliki dua tanda bilangan seksagesimal, salah satunya
adalah
dan yang lainnya adalah

Para ahli sepakat menerjemahkan bilangan pertama tersebut sebagai bilangan 1, 24, 51, dan
24 51 10
10, yang diperkirakan sebagai √2 dimana 1, 24, 51, 10 sama dengan 1 + 601 + 602 + 603 bila

dijumlahkan sama dengan hasil dari √2, yaitu 1,414212 akurat hingga lima tempat desimal.
Berdasarkan penemuan beberapa naskah matematika di Babilonia tersebut, selanjutnya
menginspirasi ilmuwan muslim untuk mengembangkan matematika selanjutnya. Seperti Tsabit
bin Qurrah, yang dikenal sebagai ahli geometri terbesar pada masa itu. Beliau lahir di Haran,
Mesopotamia pada tahun 833 M.
Tsabit menerjemahkan karya orisinil Archimedes yang diterjemahkan dalam bentuk
manuskrip berbahasa Arab. Terjemahan karya Tsabit ditemukan di Kairo dan kemudian
disebarkan pada masyarakat barat. Pada tahun 1929 buku tersebut diterjemahkan ke dalam
bahasa Jerman. Selain Archimedes, ada pula karya Euclides yang diterjemahkan oleh Tsabit,
yaitu On the Promises of Euclid; on the proposition of Euclid, dan sebuah buku tentang dalil dan
pertanyaan yang muncul jika dua garis lurus dipotong oleh satu garis. Ada pula buku Element
karya Euclid yang merupakan titik awal dari berkembangnya studi geometri diantara para
ilmuwan muslim setelah diterjemahkan oleh Tsabit.
Dengan metode geometri, ia mampu memecahkan soal khusus persamaan pangkat tiga.
Persamaan-persamaan geometri yang dikembangkan oleh Tsabit mendapatkan perhatian besar
dikalangan ilmuwan muslim. Para ahli matematika menganggap penyelesaian yang dibuat Tsabit
tergolong kreatif, karena buku-buku yang diterjemahkannya dapat ia kuasai sepenuhnya, dan
dikembangkan olehnya. Dalam waktu yang relatif singkat, metode yang dikembangkan oleh
orang Babilonia kemudian sampai ketangan orang-orang Yunani. Aspek dari matematika
Babilonia yang telah sampai ke Yunani telah meningkatkan kualitas kerja matematika dengan
tidak hanya percaya pada bentuk-bentuk fisiknya saja, melainkan diperkuat dengan bukti-bukti
matematika.
Berdasarkan pemaparan di atas diketahui bahwa perkembangan peradaban di Mesopotamia
membawa dampak yang sangat besar bagi seluruh aspek kehidupan manusia, khususnya dalam
mengembangkan matematika pada tahun 3500 hingga 539 SM yang merupakan era bangsa
Babilonia. Matematika berkembang dengan pesat di era ini dengan mengembangkan sistem
bilangan yang bersifat seksagesimal yang ditulis menggunakan dua simbol berbentuk pin dan
sayap yang disebut sebagai aksara runcing. Pada saat itu penulisan data sistem bilangan ini ditulis
di atas lempengan atau tablet tanah liat basah, sistem bilangan bangsa Babilonia ditulis dengan
memperhatikan posisi. Selain mengembangkan sistem bilangan, ditemukan bahwa bangsa
Babilonia juga memiliki penyelesaian akar pangkat dari dua yang juga ditulis di atas tablet tanah
liat.

Sejarah/Perkembangan Matematika Mesir


Matematika Mesir merujuk pada matematika yang ditulis di dalam bahasa Mesir. Sejak
peradaban helenistik matematika Mesir melebur dengan matematika Yunani dan Babilonia yang
membangkitkan Matematika helenistik. Pengkajian matematika di Mesir berlanjut di bawah
Khilafah Islam sebagai bagian dari matematika Islam, ketika bahasa Arab menjadi bahasa tertulis
bagi kaum terpelajar Mesir.
Tulisan matematika Mesir yang paling panjang adalah Lembaran Rhind (kadang-kadang
disebut juga “Lembaran Ahmes” berdasarkan penulisnya), diperkirakan berasal dari tahun 1650
SM tetapi mungkin lembaran itu adalah salinan dari dokumen yang lebih tua dari Kerajaan
Tengah yaitu dari tahun 2000-1800 SM. Lembaran itu adalah manual instruksi bagi pelajar
aritmetika dan geometri. Selain memberikan rumus-rumus luas dan cara-cara perkalian,
pembagian, dan pengerjaan pecahan, lembaran itu juga menjadi bukti bagi pengetahuan
matematika lainnya, termasuk bilangan komposit dan prima; rata-rata aritmetika, geometri, dan
harmonik; dan pemahaman sederhana Saringan Eratosthenes dan teori bilangan sempurna (yaitu,
bilangan 6). Lembaran itu juga berisi cara menyelesaikan persamaan linear orde satu juga barisan
aritmetika dan geometri.
Naskah matematika Mesir penting lainnya adalah lembaran Moskwa, juga dari zaman
Kerajaan Pertengahan, bertarikh kira-kira 1890 SM. Naskah ini berisikan soal kata atau soal
cerita, yang barangkali ditujukan sebagai hiburan. Bangsa Mesir kuno mengenal alat tulis
sederhana menyerupai kertas yang disebut papyrus. Tulisan pada zaman mesir ini ditulis dari kata
papu yaitu semacam tanaman. Sistem bilangan mesir kuno bersifat aditif, dimana suatu bilangan
merupakan hasil penjumlahan nilai- nilai lambang- lambang.
Mereka membuat tulisan berbentuk gambar- gambar dengan menggunakan sejenis pena
dengan tinta hitam atau merah. Tulisan matematika Mesir yang paling panjang adalah Lembaran
Rhind (kadang-kadang disebut juga “Lembaran Ahmes” berdasarkan penulisnya), diperkirakan
berasal dari tahun 1650 SM tetapi mungkin lembaran itu adalah salinan dari dokumen yang lebih
tua dari Kerajaan Tengah yaitu dari tahun 2000-1800 SM. Lembaran itu adalah manual instruksi
bagi pelajar aritmetika dan geometri. Selain memberikan rumus-rumus luas dan cara-cara
perkalian, pembagian, dan pengerjaan pecahan, lembaran itu juga menjadi bukti bagi
pengetahuan matematika lainnya, termasuk bilangan komposit dan prima; rata-rata aritmetika,
geometri, dan harmonik; dan pemahaman sederhana Saringan Eratosthenes dan teori bilangan
sempurna (yaitu, bilangan 6). Lembaran itu juga berisi cara menyelesaikan persamaan linear orde
satu juga barisan aritmetika dan geometri. Sistem bilangan bangsa Mesir kuno ada 2, yakni
Heiroglif dan hieratic.
Angka Hieroglif
Orang Mesir memiliki sistem penulisan yang didasarkan pada hieroglif dari sekitar 3000 SM.
Hieroglif adalah gambar kecil yang mewakili angka- angka. Berikut contoh angka hieroglif :

Penjelasan simbol yang digunakan sebagai berikut :


1= batang lurus.
10=tulang rumit.
100=gulungan kertas.
1.000=bunga teratai.
10.000=telunjuk.
100.000= ikan burbot.
1.000.000= orang keheranan.
Misalnya untuk membuat bilangan 279 ada lima belas simbol yang diperlukan yaitu dua
simbol “ratusan”, tujuh simbol “ puluhan” dan enam simbol “satuan”. Bilangan tersebut si
perhatikan sebagai berikut :

Contoh tulisan bilangan 276 dalam hieroglif terlihat pada batu ukiran dari Karnak, berasal
sekital 1500 Sm dan sekarang berada di pamerkan di Louvre, Paris.
Penulisan Angka Desimal
Dalam penulisan bilangan, susunan desimal terbesar ditulis lebih dahulu. Bilangan ditulis dari
kanan ke kiri:
Contohnya dalam penulisan angka 46, 206.
Cara Penulisan Pecahan
Dalam penulisan bilangan pecahan Mesir kuno hanya berlaku pecahan tunggal dalam bentuk
1
dimana 1 mewakili lambang “mulut” yang berarti “bagian” dan “n” adalah bilangan bulat yang
𝑛

diwakili dalam angka hieroglif. Berikut beberapa contoh :

Dari contoh diatas bisa diperhatikan bahwa ketika bilangan yang banyak mengandung simbol
“bagian” diletakkan di atas bilangan bulat, seperti di dalam 1/249, maka simbol “bagian”
diletakkan di atas bagian pertama bilangan. Simbol diletakkan diatas bagian pertama karena
bilangan ini dibaca dari kanan ke kiri.
Dalam sistem penulisan angka Hieroglif, ada beberapa sistem pengoperasian matematika
yakni sebagai berikut :

A. Penjumlahan
Penjumlahan sistem bilangan mesir hampir serupa dengan penjumlahan dengan masa kini
yang berbeda hanyalah simbolnya.
contoh :
456265 = 721 = 721

B. Perkalian
Jauh sebelum kalkulator atau bahkan matematika modern, orang Mesir telah menemukan cara
jitu menentukan jumlah bilangan besar dengan cepat. Pada umunya, cara ini menggunakan 2
kolom, tiap kolom diawali oleh salah satu pengali. Isi dikolom pertama adalah dikalikan 2,
sementara itu, isi dikolom kedua adalah dibagi 2 (dengan mengurangi 1 terlebih dahulu pada
angka ganjil). Yang berangka ganjil, di tambahkan (metode ini bekerja karena isi yang berupa
angka ganjil di kolom kedua sesuai dengan isi di kolom pertama dalam skala 2 pada pengali
kedua).
Misalnya, 13 x 12 = ?. Pada selembar kertas, buatlah garis untuk memisahkan dua kolom. Isi
kolom ke bawah di sebelah kiri, dimulai dengan nomor 1. Gandakan dan tulis 2 dibawahnya, lalu
gandakan 2 itu sehingga mendapatkan angka 4, dan seterusnya. Isilah kolom di bawah kanan,
tulislah nomor yang ingin anda kalikan (dalam hal ini, adalah 12). Dibawah 12, gandakan dan tulis
24. Gandakan lagi 24 dan tulis 48, dan seterusnya.

1 12
2 24
4 48
8 96
16 192
Sekarang cari angka di kolom kiri yang kalau ditambahkan akan menghasilkan angka pertama
yang ingin dikalikan (dalam soal ini, 13). Angka 1+4+8=13, lalu garisbawahi nomor di kolom
kanan diseberang nomor ini. Tambahkan angka ini (12+48+96) dan kamu dapat mendapatkan 156,
yang adalah jawaban tepat dari 13 x 12.
C. Pembagian
Pembagian dalam sistem bilangan mesir dikerjakan dari pengulangan pelipat gandaan
bilangan dengan unsur pembaginya kemudian menjumlahkannya. Contohnya 98 : 7 = ? Buatlah
garis untuk memisahkan dua kolom. Isi kolom ke bawah di sebelah kiri, dimulai dengan nomor 1.
Gandakan dan tulis 2 dibawahnya, lalu gandakan 2 itu sehingga mendapatkan angka 4, terus
digandakan sampai angkanya tidak melebihi yang dibagi. Isilah kolom kanan, tulislah nomor
pembaginya (dalam hal ini, adalah 7). Di bawah 7, gandakan dan tulis 14. Gandakan lagi 28 dan
tulis 56, dan seterusnya. (lihat gambar).
1 7
2 14
4 28
8 56
Sekarang cari angka dikolom kanan yang kalau ditambahkan akan menghasilkan angka yang
dibagi (dalam soal ini, adalah 98). Maka angkanya 14 + 28 + 56 = 98, lalu garis bawahi nomor di
kolom kiri diseberang nomor ini. Maka yang di garis bawahi di kolom kiri adalah (2 + 4 + 8) dan
kamu dapat mendapatkan 14, yang adalah jawaban tepat dari 98 : 7 = 14.
Sistem Bilangan Hieratic
Selama Kerajaan Baru masalah matematis disebutkan pada Papyrus Anastasi 1, dan Wilbour
Papyrus dari waktu Ramesses III mencatat pengukuran lahan. Angka hieroglif agak berbeda dalam
periode yang berbeda, namun secara umum mempunyai style serupa. Sistem bilangan lain yang
digunakan orang Mesir setelah penemuan tulisan di papirus, terdiri dari angka hieratic. Angka ini
memungkinkan bilangan ditulis dalam bentuk yang jauh lebih rapi dari sebelumnya saat
menggunakan sistem yang membutuhkan lebih banyak simbol yang harus dihafal. Ada symbol
terpisah untuk :

1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9,
10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90,
100, 200, 300, 400, 500, 600, 700, 800, 900,
1000, 2000, 3000, 4000, 5000, 6000, 7000, 8000, 9000
Berikut adalah angka Hieratic:

Sistem bilangan ini dapat dibentuk dari beberapa simbol. Angka 9999 hanya memiliki 4
simbol hieratic sebagai pengganti 36 hieroglif. Salah satu perbedaan utama antara angka keramat
dan sistem bilangan kita adalah angka keramat tidak membentuk sistem posisi sehingga angka
tertentu dapat ditulis dalam urutan apapun.
Berikut ini adalah salah satu cara orang Mesir menulis 2765 dalam angka hieratic.

Berikut ini adalah cara kedua menulis 2765 dalam angka hieratic dengan urutan terbalik
Seperti hieroglif, simbol hieratic berubah dari waktu ke waktu tetapi mereka mengalami
perubahan lagi dengan enam periode yang berbeda. Awalnya simbol-simbol yang digunakan
cukup dekat hubungannya dengan tulisan hieroglip namun bentuknya menyimpang dari waktu ke
waktu. Versi yang diperlihatkan dari angka hieratic dari sekitar 1800 SM. Kedua sistem berjalan
secara paralel selama sekitar 2000 tahun dengan simbol hieratic yang digunakan dalam menulis di
papirus, seperti misalnya dalam papirus Rhind dan papirus Moskow, sementara hieroglif terus
digunakan ketika dipahat pada batu.
Penemuan-Penemuan Matematika Mesir Kuno
A. Perhitungan Volume Limas
Satu satunya sumber informasi dalam matematika Mesir Kuno adalah matematika moskow
Papyrus dan matematika Rhind papyrus, Matematika moskow Papyrus telah tercatat sejak tahu
1850 SM, Sewaktu Abraham V.S Golenishchev memperolehnya di tahun 1893 dan membawanya
ke Moskow.
Permasalahan yang paling menarik dari matematika Papirus Moskow adalah masalah
mengenai perhitungan volume dari sebuah limas, dengan menggunakan rumus yang benar, limas
adalah sebuah piramida dengan potongan yang sama pada puncaknya. Jika limas tersebut adalah
limas dengan alas persegi dan sisi alasnya adalah a dan garis yang menghubungkan alas dengan
puncak limas adalah sisi b dan jika tingginya adalah h , mereka orang orang mesir kuno
menyatakan volume dari limas adalah : h (a2 + ab + b2)
Catatan, Jika b=0, kita akan menyatakan rumus volume piramida dengan alas persegi yaitu
𝑎2 × ℎ.
Kita, tidak tahu bagaimana orang orang mesir menemukan rumus ini, mungkin dengan hanya
mencoba coba dan seatu kesalahan.
B. Perhitungan Waktu Bangsa Mesir
Pada sekitar tahun 1500 SM, orang-orang Mesir kuno menggunakan sistem bilangan berbasis
12, dan mereka mengembangkan sebuah sistem jam matahari berbentuk seperti huruf T yang
diletakkan di atas tanah dan membagi waktu antara matahari terbit dan tenggelam ke dalam 12
bagian.
Para ahli sejarah berpendapat, orang-orang Mesir kuno menggunakan sistem bilangan berbasis
12 didasarkan akan jumlah siklus bulan dalam setahun atau bisa juga didasarkan akan banyaknya
jumlah sendi jari manusia (3 di tiap jari, tidak termasuk jempol) yang memungkinkan mereka
berhitung hingga 12 menggunakan jempol.
Jam matahari generasi berikutnya sudah sedikit banyak merepresentasikan apa yang sekarang
kita sebut dengan “jam”. Sedangkan pembagian malam menjadi 12 bagian, didasarkan atas
pengamatan para ahli astronomi Mesir kuno akan adanya 12 bintang di langit pada saat malam
hari. Dengan membagi satu hari dan satu malam menjadi masing-masing 12 jam, maka dengan
tidak langsung konsep 24 jam diperkenalkan. Namun demikian panjang hari dan panjang malam
tidaklah sama, tergantung musimnya (contoh: saat musim panas hari lebih panjang dibandingkan
malam).

C. Perhitungan Luas Bangun Datar


Pada tahun 2450 SM, orang-orang Mesir kuno telah memulai perhitungan tentang unsur-unsur
segitiga dan menemukan segitiga keramat dengan sisi-sisi 3, 4 dan 5. Dalam perancangan Piramida
Cherpen, orang-orang Mesir Kuno menggunakan konsep Segitiga Suci Mesir (Sacred Triagle)
dengan perbandingan sisi-sisinya 3:4:5 yang dengan nama lain disebut sebagai segitiga
Phytagorean dan pada Piramida Khufu disebut Segitiga Emas (The Golden Triangle). Dengan
mengukur batang menurut garis dari jaringan geometri diheptagonal. Proyek Piramida Cherpen
dan Khufu menggunakan metode pengukuran dan nilai esoteric yang berbeda.
Penyelidikan-penyelidikan yang baru sepertinya menunjukkan bahwa orang Mesir Kuno
mengetahui bahwa luas setiap segitiga ditentukan oleh hasil kali alas dan tinggi. Beberapa soal
nampaknya membahas cotangent dari sudut dihedral antara alas dari sebuah permukaan piramida,
dan beberapa lagi menunjukkan perbandingan.
Pada Masa Mesir Kuno penggunaan Matematika khususnya Geometri hanya digunakan secara
praktis. Pada saat itu geometri hanya digunakan untuk keperluan yang sangat mendasar yaitu
pemantauan ukuran tanah milik penduduk untuk keperluan pemungutan pajak. Hal ini dilakukan
karena setiap tahunnya terjadi luapan dari Sungai Nil, sehingga kepemilikan tanah oleh penduduk
perlu dipantau, atau diukur ulang.
Pada saat itu pengukuran hanya menggunakan tali yang direntangkan. Selain itu, untuk
menentukan luas-luas dan volume-volume dari berbagai bangun datar dan bangun ruang
merupakan hasil dari trial and error, mereka mendasari perhitungannya dari sebuah fakta tanpa
harus membuktikan secara deduktif. Rumusan yang diperoleh hanya mempunyai nilai pendekatan
dan pada saat itu telah mencukupi dan diterima untuk keperluan praktis pada kehidupan masa itu.
Sehingga pada Mesir Kuno Geometri berkembang tidak jauh dari tingkatan intuitif belaka, dimana
pengukuran-pengukuran objek nyata adalah sasaran utama dari penggunaannya.
Tahun 1650 SM, orang-orang Mesir Kuno menemukan nilai phi yaitu 3,16. Sumber informasi
matematika Mesir Kuno adalah Papyrus Moskow dan Papyrus Rhind. Papyrus Moskow berukuran
tinggi 8 cm dan lebar 540 cm sedangkan Papyrus Rhind memiliki tinggi 33 cm dan lebar 565 cm.
Dari 100 soal-soal dalam lembaran Papyrus Moskow dan Rhind terdapat 26 soal bersifat
geometris. sebagian besar dari soal-soal tersebut berasal dari rumus-rumus pengukuran yang
diperlukan untuk menghitung luas tanah dan isi lumbug padi-padian. Luas sebuah lingkaran
dipandang sama dengan kuadrat 8/9 kali garis tengahnya. Orang Mesir Kuno telah menemukan
nilai phi yaitu 3,16.

D. Dasar Segitiga Phytagoras


Phytagoras sudah tahu tentang luas sisi miring ini sejak 2500 tahun yang lalu. Tapi tahukah
anda bahwa ia memperoleh pengetahuan itu dari orang Mesir Kuno? Saat masih muda, Pythagoras
berguru kepada Thales (salah satu orang paling bijaksana di Athena), dan sang guru menyarankan
Phytagoras muda pergi ke Mesir untuk belajar matematika.
Dari pengamatan Pythagoras melihat orang-orang Mesir menggunakan mistar dan tali
pembanding untuk menghitung tinggi bangunan, maka ia terinspirasi untuk membuat hukum
matematika untuk menghitung tinggi dan sisi miring segitiga siku-siku. Dari kunjungan ke Mesir
itulah Pythagoras lalu memperkenalkan prinsip yang kita kenal dengan hukum Pythagoras.
Sejarah/Perkembangan Matematika Arab
Perkembangan matematika Arab sesudah pertengahan abad kedelapan adalah sangat
mengagumkan sekali , dan mempunyai peranan serta kontribusi yang besar sekali terhadap
perkembangan sejarah matematika . Pada abad 1 perkembangan agama islam, bangsa arab masih
jauh ketinggalan dalam bidang ilmu pengetahuan dibandingkan dengan negeri-negeri
sekelilingnya, seperti Persia, India, Yunani, dan Romawi. Pada abad permulaan ini nampaknya
bangsa Arab masih sibuk dengan pertentangan-pertentangan dalam negeri sendiri dan sibuk
mengembangkan islam mulai dari jazirah Arab sampai ke luar Arab. Tetapi pada tahun 750, yaitu
pada permulaan pemerintahan khalifah-khalifah Bahu Abbas keadaan berbalik tajam sekali ,
dimana mulai pada saat itu bangsa Arab bangkit mengejar ketinggalan ketinggalannya dalam
bidang ilmu pengetahuan . Bangsa Arab mulai mempelajari astronomi, konsep-konsep falsafah,
ilmu kedokteran, matematika dan ilmu lainnya dari Yunani, Mesir,India,Babylonia dan lain-
lainya. Karya ilmu klasik Yunani dan India dibawa ke Baghdad , kemudian diterjemahkan kedalam
bahasa Arab. Hal ini sangat menguntungkan sekali bagi perkembangan sejarah metematika, karena
hampir seluruh karya matematician Yunani Kuno tidak dapat ditemukan lagi,yang tinggal
sekarang hanyalah terjemahan dari karya-karya ini dalam bahasa Arab.
Selama masa pemerintahan khalifah-khalifah Bahu Abbas, terutama sekali dalam masa
khalifah terkenal Al-manshur, Harun Al-rasyid, dan Al- makmun, kota baghdad menjadi pusat
pengembangan matematika dan ilmu pengetahuan alam lainya menggantikan Alexandria pada
zaman Yunani. Pada masa pemerintahan khalifah al-manshur ( 754 – 779) karya-karya
matematician Brahmagupta diboyong ke baghdad, kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Arab.
Diantara karya Brahmagupta ini adalah “Brahma sphuta siddhanta”, yaitu buku yang berisi tentang
astronomi, matematika,dan ilmu pengetahuan alam lainnya.Tidak lamasetelah diterjemahkannya
karya Brahmagupta ini (775), maka pada tahun 700 karya matematician Yunani Ptolemy tentang
astrologi yang berjudul “ Tetrabiblos” diterjemahkan pula kedalam bahasa Arab dari bahasa
Yunani.
Sistem Numerasi Hindu-Arab (±300SM- 750 M)
Sistem angka Hindu-Arab atau Hindu adalah angka sistem desimal posisional yang
dikembangkan antara abad ke-1 dan abad ke-5 oleh matematikawan India. Sistem ini diadopsi oleh
Persia dan matematikawan Arab pada abad ke-9. Ini kemudian menyebar ke dunia barat pada Abad
Pertengahan Tinggi. Sistem ini didasarkan pada sepuluh (aslinya sembilan) simbol yang berbeda.
Simbol-simbol digunakan untuk mewakili sistem yang pada prinsipnya terpisah dari sistem itu
sendiri. Simbol yang digunakan sebenarnya adalah keturunan dari angka India Brahmi, dan telah
berubah menjadi berbagai varian sejak Abad Pertengahan. Set simbol terbagi menjadi tiga
keluarga utama: angka India digunakan di India, angka Arab Timur digunakan di Mesir dan Timur
Tengah dan Barat angka Arab yang digunakan di Maghreb dan di Eropa.
Pada abad ke-18 tepatnya tahun 755 M wilayah kekuasaan Arab terpecah dua menjadi wilayah
bagian Barat dan wilayah bagian Timur. Wilayah bagian Barat berpusat di Cordova dan bagian
timur berpusat di Bagdad. Dengan sendirinya perkembangan peradaban di kedua wilayah itu pun
berbeda-beda, sehingga tulisan Arab dan numerasinya pun berkembang sendiri-sendiri. Sistem
numerasi Arab yang kita kenal sekarang adalah berasal dari numerasi Arab Timur yang telah
berbeda dari asalnya. Keistimewaan dari sistem numerasi Arab ini adalah telah memakai sistem
posisi dengan bilangan dasar 10. Perhitungan-perhitungan lambang Hindu-Arab lebih banyak
dipergunakan daripada lambang bilangan Romawi, antara lain karena lambang bilangan Hindu-
Arab telah memakai sistem posisi (nilai tempat).
Dalam masa khalifah Harun al-rasyid yanglebih dikenal dengan dongengan “seribu satu
malam”nya dilanjutkan lagi dengan menterjemahkan karya-karya klasik Yunani, diantaranya
termasuk satu bahagian dari Elementsnya Eulid. Selanjutnya pada masa pemerintahan khalifah al-
makmun dilanjutkan lagi penterjemahan selengkapnya buku Elements Eulid serta
diterjemahkannya karya Ptolemy “Almagest”. Khalifah al-makmun membangun di kota baghdad
sebuah “ Bait al Hikma”, yang terdiri dari perpustakaan dan observatorium yang sebanding dengan
museum zaman Alexandria.Staf pengajar pada Bait al Hikma ini adalah sarjana-sarjana Arab
sendiri,dan terdapat pula sarjana dari luar Arab. Salah seorang sarjana Islam terkenal yang
mengajar di Bait Al Hikma adalah al- khawarismi, yang namanya terkenal di Eropa Barat lewat
karyanya dibidang matematika dan astronomi.Semenjak pemerintahan 3 khalifah ini sampai
dengan abad ke-9 muncul matematician Arab yang ikut memberikan kontribusinya dalam
perkembangan sejarah matematika dunia, diantaranya adalah Al- Khawarismi,Thabit ibnu Qurra,
Abu Kamil Shuja dan Al-Battani.
Periode mulai dari abad ke VIII sampai dengan abad ke XIV dapat dikatakan merupakan
“zaman keemasan“ dari matematika bangsa Arab. Kontribusi bangsa Arab dalam perkembangan
sejarah matematika bukan hanya sebagai pengumpul dan kemudian menyebarkannya saja, tetapi
lebih dari itu. Matematika Arab disamping menterjemahkan dan memberi ulasan terhadap
matematika Yunani, mereka juga menghasilkan beberapa karya asli dalam matematika.
Perkembangan sains matematika dalam Islam dimulai sejak diturunkannya Al-Qur‟an sebagai
kitab suci. Allah melalui Al-Qur‟an memberikan anjuran kepada makhluk-Nya untuk mempelajari
matematika guna mempermudahnya dalam menjalani aktivitas kehidupan, utamanya dalam
beribadah. Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Ghashiyah ayat 17-21:
Artinya: “Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan? dan
langit, bagaimana ia ditinggikan? dan gunung-gunung, bagaimana ia ditegakkan? dan bumi
bagaimana ia dihamparkan? maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang
yang memberi peringatan.”
Dengan melakukan pengamatan terhadap langit sekaligus benda-benda langit misalnya bulan,
seperti yang diperintahkan oleh Allah dalam ayat di atas, maka seseorang akan dapat menentukan
waktu shalat, menentukan waktu imsak dan waktu diperbolehkannya berbuka puasa. Kajian
matematika secara ilmiah dimulai sejak umat Islam bersentuhan dengan beberapa karya bidang
matematika yang dihasilkan oleh peradaban lain setelah ditaklukannya wilayah peradaban tersebut
oleh umat Islam, misalnya Alexandria dan Baghdad. Alexandria yang pada saat itu dikenal sebagai
wilayah pusat perkembangan matematika, ditaklukkan oleh umat Islam pada tahun 641 Masehi.24
Baghdad sebagai pusat pemerintahan Abbasiyyah di bawah pimpinan al-Mansur, Harun al-Rasyid,
dan al-Ma‟mun, selanjutnya dijadikan sebagai pusat ilmu pengetahuan, sehingga di kota tersebut
segala aktivitas ilmiah seperti tukar menukar ilmu antar ilmuwan melalui karya dan terjemahan
dilakukan.
Sebelum menyumbangkan pemikirannya di bidang aljabar, al-Khawarizmi banyak membantu
al-Ma‟mun (putra dari Harun al Rasyid) untuk menerjemahkan buku-buku matematika yang
berasal dari Yunani, India, dan negara-negara pusat peradaban lain sebelum hadirnya Islam. Al-
Khawarizmi menyumbangkan banyak karya yang luar biasa. Salah satu diantara karyanya yang
termasyhur adalah Hisab al-Jabr wa’IMuqabalah.26 Isi dari karyanya tersebut adalah solusi
analitis tentang persamaan linear dan kuadrat. Hal inilah yang mendasari al-Khawrizmi disebut
sebagai pendiri ilmu aljabar, suatu ilmu yang mengajarkan bagaimana menyatakan suatu jumlah
yang belum diketahui kuantitasnya. Matematika bangsa Arab dapat dibagi menjadi 4 kelompok:
1. Aritmatika, yang kemungkinan berasal dari India, dan berdasarkan kepada prinsip nilai tempat.
2. Aljabar, walaupun berasal dari Yunani, Hindu, dan Babylonia, tetapi telah dipolesi oleh
matematician Arab menjadi bentuk serta sistematik yang baru.
3. Trigonometri, umumnya berasal dari Yunani, tetapi matematician Arab mengaplikasikannya
dengan bentuk trigonometri Hindu dan menambahkan beberapa fungsi dan rumus-rumus baru
4. Geometri, yang umumnya berasal dari Yunani, matematician Arab memberikan generalisasi
terhadap rumus-rumus Yunani tertentu. Sesudah zaman al-khawarismi muncul beberapa
matematician Arab yang tidak kalah populernya dari matematician arab sebelumnya, seperti
Abul Wefa, Al- Kharki, Al-Biruni, Al-Kashi dan lainnya.
1. Al-Khawarismi
Aljabar yang sesungguhnya diperkenalkan oleh Mohammad Ibn Musa al-Khawarizmi pada
sekitar abad ke-8.34 Al-Khawarizmi lahir pada tahun 800 M dan meniggal dunia kurang lebih
pada tahun 847 M.Keluarganya memberikan nama al-Khawarizmi, sebab ia dilahirkan di daerah
Khawarizm atau Khorezm, yakni sebuah daerah yang terletak di antara delta sungai Amu Dar‟ya
dan Laut Aral di Asia Tengah. Al-Khawarizmi menggunakan istilah kuadrat bilangan yang belum
diketahui jumlahnya ( 𝑥 2 ), akar kuadrat bilangan yang belum diketahui jumlahnya sebanyak suatu
bilangan (bx), dan suatu bilangan yang berkedudukan sebagai konstanta dalam persamaan
aljabarnya (c). Istilah aljabar sendiri diambil dari judul buku yang ditulisnya di Baghdad pada
sekitar tahun 825 M, yakni Hisab al-Jabr wa’I-Muqabalah. Dalam bukunya, al-Khawarizmi
mendefinisikan jabr sebagai transposisi dari satu sisi sebuah persamaan ke sisi yang lain untuk
menyeimbangkan persamaan dengan menambahkan bilangan dengan kuantitas yang sama pada
kedua sisi persamaan. Misalnya mentransformasikan 𝑥 2 − 12𝑥 = 40𝑥 − 4 𝑥 2 menjadi 5𝑥 2 −
12𝑥 = 40𝑥 . Sedangkan muqabalah diartikan sebagai simplifikasi dari bentuk persamaan aljabar
yang dihasilkan. Misalnya yakni mereduksi 50 + 3𝑥 + 𝑥 2 = 29 + 10𝑥 menjadi 21 + 𝑥 2 = 7𝑥
Pada bagian pertama bukunya, al-Khawarizmi menuliskan solusi suatu persamaan linear dan
persamaan kuadrat. Al-Khawarizmi mengklasifikasikan persamaan dalam enam tipe, dimana tiga
di antaranya adalah macam-macam persamaan kuadrat sekaligus langkah-langkah
penyelesaiannya. Ketiga tipe persamaan kuadrat tersebut yakni:(1) squares and roots equal to
numbers (𝑥 2 + 𝑏𝑥 = 𝑐 ); (2) squares and numbers equal to roots (𝑥 2 + 𝑐 = 𝑏𝑥 ); dan (3) roots
and numbers equal to squares ( (𝑏𝑥 + 𝑐 = 𝑥 2 ). Dalam menyelesaikan ketiga persamaan
kuadratnya, al -Khawarizmi menggunakan teknik aljabar dan teknik geometri.Misalnya dalam
menentukan penyelesaian dari tipe persamaan kuadrat berbentuk 𝑥 2 + 𝑐 = 𝑏𝑥. Al-Khawarizmi
menentukan nilai x dengan cara:
1
1. Menentukan nilai setengah dari b sehingga menjadi: ( 𝑏);
2
1
2. Mengkuadratkan nilai dari setengah b tersebut sehingga menjadi: ( 𝑏) 2 ;
2
1 1
3. 3. Mengurangkan ( 𝑏) 2 dengan konstanta c sehingga menjadi: ( 𝑏) 2 − 𝑐 ;
2 2

1 1
4. Menentukan akar kuadrat dari ( 𝑏) 2 − 𝑐, sehingga menjadi: √( 𝑏) 2 − 𝑐 ) ; dan
2 2

1
5. 5. Menambahkan atau mengurangkan ( 𝑏 ) yang telah ditemukan sebelumnya dengan
2

1 1 1 1 1
√( 𝑏) 2 − 𝑐 ) , sehingga menjadi: 𝑏 + √( 𝑏) 2 − 𝑐 atau 𝑏 − √( 𝑏) 2 − 𝑐
2 2 2 2 2

Namun perlu diketahui bahwa pada saat itu, al-Khawarizmi (ummnya bangsa Arab) belum
mengenal bilangan negatif,45 sehingga seluruh penyelesaian yang ditemukan pasti berakar postif.
Keseluruhan tipe persamaan kuadrat beserta langkah- langkahnya oleh al-Khawarizmi masih
ditulis dalam bahasa verbal tanpa ada simbol yang digunakan, seperti yang dilakukan oleh bangsa
Babylonia. Dalam menuliskan langkah-langkah penyelesaian persamaan kuadratnya, al-
Khawarizmi memberikan alasan menggunakan teknik geometri cut and paste layaknya bangsa
Babylonia. Namun ada beberapa langkah dari teknik tersebut yang tidak digunakan. Al-
Khawarizmi hanya menggunakan langkah yang memang dianggap perlu untuk digunakan.
Misalnya: Untuk menyelesaikan persamaan 𝑥 2 − 10𝑥 = 39, al-Khawarizmi menggambarkan
sebuah persegi dengan panjang sisi x, kemudian menambahkan 4 buah persegi panjang yang
ekuivalen dengan panjang 2,5 dan lebar x sebagai berikut:

Jika pada setiap ujung persegi panjang ditarik ruas garis dengan panjang 2,5, maka akan
terbentuk 4 persegi seperti gambar di bawah ini.
Karena diketahui 𝑥 2 − 10𝑥 = 39, maka luas persegi baru dengan sisi 5 + 𝑥 adalah
39 + 4 . (2,5)2 = 39 + 4 . (6,25) = 39 + 25 = 64. Demikian salah satu cara al-Khawarizmi dalam
memberikan alasan langkah-langkah penyelesaiannya secara geometris.
2. Omar Khayyam
Omar Khayyam dikenal sebagai pemuda yang luar biasa cerdas. Dalam usianya yang belum
genap 25 tahun, ia telah mampu menulis banyak buku tentang aritmatika, aljabar, dan musik.53
O‟Connor dan Robertson menyatakan bahwa Omar Khayyam adalah orang pertama yang
menemukan teori umum dari persamaan berderajat tiga. Omar Khayyam mengembangkan
persamaan aljabar polinomial berderajat tiga dan menyatakan bahwa suatu persamaan berderajat
tiga dapat memiliki lebih dari solusi/penyelesaian. Ia mampu menunjukkan bagaimana sebuah
persamaan berderajat tiga memiliki dua solusi, namun masih gagal menunjukkan persamaan
berderajat tiga memiliki tiga solusi sekaligus. Dalam bukunya yang berjudul Risala fi’l-barahin
‘ala masa’il al-Jabr wa’l-Muqabala,54 ia memperkenalkan lebih dari dua puluh jenis persamaan
kubik dan memberikan dua cara alternatif dalam menyelesaikan suatu persamaan berderajat tiga:
Pertama, menggunakan pendekatan geometri melalui belahan kerucut. Ia menentukan
penyelesaian persamaan kubik melalui titik potong sebuah parabola yang dipotong oleh sebuah
lingkaran. Karya Omar Khayyam ini selanjutnya pada abak XVII menginspirasi Rene Descartes
dalam merelasikan geometri dan aljabar; dan
Kedua, memperkirakan kemungkinan solusi melalui metode Horner. Omar Khayyam
membagi persamaan menjadi dua, yakni persamaan sederhana (persamaan binomial):
𝑎=𝑥 𝑏𝑥 = 𝑥 2 𝑥 2 + 𝑏𝑥 = 𝑎
𝑎 = 𝑥2 𝑐𝑥 2 = 𝑥 3 𝑥 2 + 𝑎 = 𝑏𝑥
𝑎 = 𝑥3 𝑏𝑥 = 𝑥 3 𝑏𝑥 + 𝑎 = 𝑥 2
3. Thabit ibn Qurra(826 -901)
Selain Al-Khawarismi, terdapat matematician Arab lainnya yaitu Thabit ibn Qurra. Thabit ibn
Qurra adalah matematician arab yang memberikan kontribusinya dalam bidang aljabar. Dia
membuka sekolah untuk para penterjemah.Terjemahan Thabit terhadap karya
Apolonius,Archimedes,Eulid, Ptolemy,dan Theodorus adalah yang dianggap paling baik.
Desertasi Thabit ibn Qurra mengenai rumus untuk menentukan bilangan bersahabat (amicable
numbers) adalah merupakan karya asli bangsa arab.Thabit memberikan rumus untuk bilangan
bersahabat. Seperti halnya Pappus, Thabit juga memberikan generalisasi dari teorema Phytagoras
yang berlaku untuk semua segitiga, baik lancip maupun tumpul. Apabila dari sudut A suatu segitiga
ABC sembarang dibuat garis-garis yang memotong BC pada B’ dan C’, sedemikian sehingga sudut
AB’B dan sudut AC’C sama dengan sudut A,maka AB2 + AC2 = BC(BB’ + CC’).
Kontribusi lain dari Thabit ibn Qurra alternatif lain dari pembuktian Phytagoras, karya-karya
tentang parabola dan segmen-segmen parabola, tentang bujursangkar ajaib,serta teoro-teori baru
tentang astronomi.

4. Abu Kamil Shuja (850-930)


Matematician Arab terkenal lainnya adalah Abu Kamil Shuja bin Aslam , yang terkenal
sebagai “Ahli Hitung dari Mesir”.Abu Kamil Shuja adalah seorang ahli aljabar. Dia menulis
sebuah buku dengan judul “Kitab fi aljabr walmuqubalah”, yang merupakan komentar atas karya
al-khawarismi, kemudian memberikan tambahan penyelesaian dari problem-problem tersebut.
Aljabar Abu Kamil Shuja ini adalah memadukan antara hal yang praktis , seperti yang terdapat
pada al-khawarismi. Abu Kamil Shuja menghindarkan penyelesaian-penyelesaian negatif untuk
kuadrat dari bilangan yang tidak diketahui ( X2 ).
5. Al-Tusi
Satu lagi ilmuwan matematika yang menemukan konsep persamaan aljabar polinom, yakni
Sharaf al-Din al-Tusi. Dari namanya, dapat diketahui bahwa al-Tusi terlahir di Kota Tus, Persia.58
Sama halnya dengan Omar Khayyam, al-Tusi juga memusatkan kajian aljabarnya pada persamaan
berderajat tiga berbentuk 𝑥 3 + 𝑑 = 𝑏𝑥 2 . Al-Tusi mengawali konsepnya dengan meletakkan
persamaan berderajat tiga dalam bentuk ( 𝑥 2 (𝑏 − 𝑥) = 𝑑 ). Suatu penyelesaian persamaan
menurutnya bergantung pada fungsi pada ruas sebelah kirinya (apakah mencapai harga d atau
tidak). Untuk menentukannya, harus dicari terlebih dahulu nilai maksimum dari fungsi tersebut.
2𝑏
Al-Tusi menyatakan bahwa suatu fungsi akan mencapai nilai maksimumnya ketika nilai 𝑥 = ,
3
2𝑏
(dalam bukunya, al-Tusi tidak menjelaskan bagaimana ia dapat menemukan nilai 𝑥 = , ). Suatu
3

persamaan yang nilai -nya kurang dari d, dapat dipastikan tidak memiliki penyelesaian positif.
Jika nilai x-nya sama dengan d, maka fungsi tersebut memiliki satu penyelesaian, dan suatu fungsi
yang didapati nilai x-nya lebih dari d, fungsi tersebut memiliki dua penyelesaian, dimana satu
2𝑏 2𝑏
penyelesaian berada dalam interval 0 dan dan satu yang lainnya di antara dan b. Kekurangan
3 3

dari apa yang telah dilakukan al-Tusi adalah ia tidak menuliskan dalam bukunya mengapa syarat-
syarat tersebut dapat ditemukannya. Juga sangat disayangkan lagi, sesudah al-Tusi tidak ada
cendekiawan muslim yang berkeinginan untuk menemukan alasannya hingga saat ini. Salah satu
kemungkinan sebab terjadinya hal tersebut adalah karena al-Tusi sama sekali tidak menggunakan
simbol dalam menuliskan teorinya. Padahal suatu persamaan polinomial akan sangat sulit
dipelajari apabila tidak ada simbol yang digunakan dalam menyatakan persamaan yang
dimaksudkan.

B. Ideologi Pendidikan
Filsafat berasal dari kata Yunani "philosophia" yang berasal dari kata kerja "philosophein",
yang artinya menginginkan kebijaksanaan. Ada juga pandangan bahwa istilah ini berasal dari
bahasa Arab "falsafah" yang berarti hikmah. Filsafat melibatkan berpikir secara teratur, bebas
dari tradisi, dogma, atau agama, dan memiliki kedalaman yang mencapai inti permasalahan.
Menurut Ibnu Sina, filsafat terbagi menjadi teori dan praktik, keduanya terikat pada agama dan
berakar pada syariat Tuhan, dengan penjelasan dan penyelesaiannya diperoleh melalui kekuatan
akal manusia. Filsafat didefinisikan sebagai proses pencarian kebenaran dengan menyelidiki
hakikat dan sumber kebenaran secara logis, kritis, rasional, dan spekulatif. Akal, sebagai sumber
utama pemikiran, digunakan sebagai alat untuk mencari kebenaran filosofis, yang bersifat
rasional, logis, sistematis, kritis, radikal, dan universal.
Filsafat dan sains memiliki proses berfikir dengan cara yang berbeda. Sains fokus pada
identifikasi penyebab dan dampak suatu peristiwa, sedangkan filsafat tidak terikat pada satu
hukum dan menolak pembatasan pada satu lokasi saja. Filsafat berusaha untuk menemukan
kebenaran mengenai hakikat segala sesuatu, dari asal-usulnya hingga tujuannya, tanpa dibatasi
oleh aturan tertentu.
Filsafat pendidikan melihat pendidikan sebagai proses untuk mengembangkan peserta didik
secara manusiawi agar dapat mencapai potensi bawaan mereka. Rasa ingin tahu dianggap sebagai
sifat manusia yang mendorong perkembangan ilmu pengetahuan. Sains, sebagai usaha manusia
untuk mengungkap realitas, memfasilitasi koneksi antarindividu, memungkinkan percakapan,
mengakui keberadaan orang lain, dan meningkatkan martabat manusia.
Menurut al-Syaibany, filsafat pendidikan adalah aktivitas pikiran terorganisir yang
menggunakan filsafat sebagai metode untuk mengatur, menyelaraskan, dan mengintegrasikan
proses pendidikan. Filsafat pendidikan mampu menjelaskan nilai-nilai pengetahuan yang dicari
oleh pengalaman manusia, menjadi komponen penting dalam proses pendidikan. Sementara itu,
menurut Imam Barnadib, filsafat pendidikan adalah ilmu yang merespon persoalan-persoalan
dalam bidang pendidikan. Baginya, filsafat pendidikan melibatkan penerapan analisis filosofis
pada ranah pendidikan.
Bagian ini terlihat perbedaan ideologi yang terkait dengan pandangan epistemologis dan etis.
Pentingnya konsep “ideologi” dijelaskan oleh Williams (1977), yang menelusuri penggunaan
pertama kali pada Napoleon Bonaparte. Ideologi dipandang sebagai kumpulan ide yang dianggap
tidak diinginkan dan mengancam cara berpikir yang baik dan masuk akal. Dalam konteks
sosiologis yang lebih luas, ideologi adalah filsafat yang kaya nilai atau pandangan dunia
komprehensif, mencakup sistem gagasan dan keyakinan yang saling terkait. Oleh karena itu,
ideologi-ideologi menjadi sistem kepercayaan yang bersaing, mencakup sikap nilai epistemik
dan nilai moral tanpa niat mencapai tujuan tertentu.
Jean-Jacques Rousseau mengusulkan pendidikan yang didasarkan pada minat anak-anak dan
pengalaman langsung. Ia menekankan pembelajaran formal yang memungkinkan siswa untuk
melakukan, merasakan, dan mengamati. Ide-ide Rousseau terus memikat pendidik, terutama para
filsuf dan filsuf pendidikan. Pestalozzi, sebagai contoh, mengembangkan dan menyempurnakan
teori Rousseau serta menerapkan ide-ide tersebut dalam praktik pendidikan.
Ernest (1991) mengklasifikasikan filsafat pendidikan menjadi lima kategori utama, yaitu
Industrial Trainer, Technological Pragmatist, Old Humanist, Progressive Educator, dan Public
Educator. Setiap kategori mencerminkan pendekatan dan nilai-nilai tertentu dalam memandang
pendidikan. Industrial Trainer fokus pada persiapan siswa untuk dunia industri, Technological
Pragmatist menekankan penggunaan teknologi dalam pembelajaran, Old Humanist menekankan
kepentingan humanitas dan budaya, Progressive Educator mengejar perubahan sosial dan
perkembangan individu, sedangkan Public Educator menekankan pada peran pendidikan dalam
masyarakat secara keseluruhan. Berikut merupakan paradigma ideologi pendidikan menurut
(Ernest, 1991):
C. Paradigma/Teori/Model/Pendekatan/Metode/Strategi

Berbagai sudut pandang para ahli membentuk paradigma pendidikan yang memecah menjadi
berbagai konsep atau teori berdasarkan objek atau entitas dalam pendidikan. Bahasa teori pendidikan
ini mencakup sudut pandang atau rangkaian pemikiran yang terpadu, menjelaskan, dan meramalkan
peristiwa pendidikan. Premis utamanya adalah bahwa pendidikan bersifat praktis, dimulai dari situasi
aktual dan lingkungan pembelajaran individu, serta bersifat normatif, mengejar keunggulan dalam
target pendidikan. Pembelajaran individu yang terfokus pada tugas, keadaan kehidupan nyata, dan
kinerja pribadi penting dalam pendidikan. Paradigma ini mencakup empat aspek: pendidikan klasik,
pendidikan individual, pendidikan teknik, dan pendidikan interaktif. Keempat teori ini membentuk
model pendidikan atau desain kurikulum yang memengaruhi masyarakat sesuai dengan tujuan
pendidikan.

Dibawah ini contoh model pembelajaran beserta sintaks-sintaks berbagai parah ahli.

MODEL/STRATEGI/
NO METODE/ SINTAK LINK/REFERENSI
PENDEKATAN
1. Model Pembelajaran Menurut Bruce and
Joyce, Bruce; Weil, Marsha; and
Direct Instruction (DI) Weil (1996)
Calhoun, Emily, "Models of
1. Orientasi
Teaching" (2003). Centers for
2. Presentasi/Demo
Teaching Excellence - Book
nstrasi
Library. 96.
3. Latihan
https://digitalcommons.georgiasout
Terstruktur
hern.edu/ct2-library/96
4. Latihan
Terbimbing
5. Latihan Mandiri
Zarkasyi, W. (2017). Penelitian
Pendidikan Matematika. Bandung :
PT Refika Aditama.
2. Model Pembelajaran Menurut Johnson
Contextual Teaching (2002) Zarkasyi, W. (2017). Penelitian
and Learning (CTL) 1. Grouping Pendidikan Matematika. Bandung :
2. Modeling PT Refika Aditama.
3. Questioning
4. Learning
Community
5. Inquiry
6. Contructivism
7. Authentic
Assessment
8. Reflection
3. Model Pembelajaran Menurut
Realistic Mathematics Freudenthal Zarkasyi, W. (2017). Penelitian
Education (RME) 1. Aktivitas Pendidikan Matematika.
2. Realitas Bandung : PT Refika
3. Pemahaman Aditama.
4. Intertwinement
5. Interaksi
6. Bimbingan
4 Model Pembelajaran Menurut Becker
Open-Ended dan Shimada
Zarkasyi, W. (2017). Penelitian
(1997)
Pendidikan Matematika. Bandung :
1. Open-ended
PT Refika Aditama.
Problems
2. Contructivism
3. Exploration
4. Presentation
5 Model Pembelajaran Menurut Duch
Zarkasyi, W. (2017). Penelitian
Problem Based (1995)
Pendidikan Matematika.
Learning (PBL) 1. Orientation
Bandung : PT Refika
2. Engagement
Aditama.
3. Inquiry and
Investigation
4. Debriefing

Menurut Warsono Yuberti. 2014. Teori Pembelajaran

dan Hariyanto Dan Pengembangan Bahan Ajar

1. Guru membagi Dalam Pendidikan. Lampung:


siswa dalam Anugrah Utama Raharja.
kelompok
heterogen.
2. Guru
memberikan
masalah untuk
didiskusikan
dan
diselesaikan
siswa dengan
mengumpulkan
sumber
informasi
melalui
berbagai
sumber.
3. Guru
membimbing
siswa dalam
kelompok
untuk
menyelesaikan
masalah yang
diberikan.
4. Siswa
menyajikan
hasil diskusi
kelompok.
5. Siswa
menganalisis
dan
mengevaluasi
pemecahan
masalah
melalui refleksi
guru.
6 Model Pembelajaran Menurut Slavin Zarkasyi, W. (2017). Penelitian
Cooperative Learning (2009) Pendidikan Matematika. Bandung :
1. Grouping PT Refika Aditama.
2. Interaction
3. Presentation
4. Reward
7 Model Pembelajaran Menurut Spencer Zarkasyi, W. (2017). Penelitian
Number Head Kagan (1992) Pendidikan Matematika. Bandung :
Together (NHT) 1. Numbering PT Refika Aditama.
2. Questioning
3. Heads
Together
4. Cell Out
5. Answering
8 Model Pembelajaran Menurut Slavin Zarkasyi, W. (2017). Penelitian
Student Teams (2015) Pendidikan Matematika.
Achievement 1. Presentasi Bandung : PT Refika
Divisions (STAD) Kelas Aditama.
2. Tim
3. Kuis
4. Skor Kemajuan
Individual
5. Rekognisi Tim

9 Model Pembelajaran Menurut Slavin Zarkasyi, W. (2017). Penelitian


Teams Games 2015 Pendidikan Matematika. Bandung :
Tournament (TGT) 1. Class PT Refika Aditama.
Presentation
2. Teams
3. Games
4. Tournament
5. Team
Recognition
10 Model Pembelajaran Menurut Rusman Zarkasyi, W. (2017). Penelitian
Jigsaw 2018 Pendidikan Matematika. Bandung :
1. Grouping PT Refika Aditama.
2. Leader
3. Partition
4. Expert Groups
5. Sharing and
Presentation
6. Observing
7. Quiz
11 Model Pembelajaran Menurut Steven Zarkasyi, W. (2017). Penelitian
Cooperative and Slavin 2018 Pendidikan Matematika. Bandung :
Integrated Reading 1. Partner PT Refika Aditama.
and Composition Reading
(CIRC)
2. Story Structure
and Related
Writing
3. Words Out
Loud
4. Word Meaning
5. Story re-tell
6. Reflection
12 Model Pembelajaran Menurut Slavin Zarkasyi, W. (2017). Penelitian
Team Assisted 2008 Pendidikan Matematika. Bandung :
Individualization 1. Two Stay PT Refika Aditama.
(TAI) 2. Two Stray
3. Report Team
13 Model Pembelajaran Menurut Frank Zarkasyi, W. (2017). Penelitian
Think Pair Share Lyman 1981 Pendidikan Matematika. Bandung :
1. Thinking PT Refika Aditama.
2. Pairing
3. Sharing
14 Model Pembelajaran Menurut Suyatno Zarkasyi, W. (2017). Penelitian
Connecting,Organizin (2009) Pendidikan Matematika. Bandung :
g,Reflecting,Extendin 1. Connecting PT Refika Aditama.
g (CORE) 2. Organizing
3. Reflecting
4. Extending
16 Behaviorisme Menurut Ivan Nurliana, Nurfadhilah, dan Bahri,
Pavlov A.
1. Acquisition (2021). Teori Belajar dan
(akuisisi/fase Pembelajaran.
dengan LPP UNISMUH MAKASSAR:
pengkondisian) Makassar.
2. extinction
(eliminasi/fase Rahman, A.,A. (2018). Strategi
tanpa Belajar
pengkondisian) Mengajar Matematika.Syiah Kuala
University Press: Banda Aceh.
3. Generalization
(generalisasi)
4. Discrimination
(diskriminasi)

Menurut Skinner
1. Reinforcement
(penguatan
kembali)
2. Punishment
(hukuman)
3. Shaping(pembe
ntukan)
4. Extinction
(penghapusan)
5. Discrimination
(pembedaan)
6. Generalization
(generalisasi)

Menurut Thorndike
1. Law of Effect
2. Law of
Readiness
3. Law of Exercise

17 Social Congnitive Menurut Bandura Wahyuni, N., & Fitriani, W. (2022)


1. Memperhatikan Relevansi Teori Belajar Sosial
(attention) : Albert Bandura dan Metode
memperhatikan Pendidikan Keluarga dalam Islam.
suatu Qalam: Jurnal Ilmu Kependidikan.
perilaku/objek. 11(2): 62.
2. Menyimpan
(retention) :
proses
menyimpan apa
yang telah
diamati untuk
diingat
3. Memproduksi
gerakan
motorik (motor
reproduction) :
menerjemahkan
hasil
pengamatan
4. menjadi tingkah
laku sesuai
dengan model
yang telah
diamati
Penguatan dan
motivasi
(vicarious-
reinforcement and
motivational) :
dorongan motivasi
untuk mengulang-
ulang perbuatan
yang ada supaya
tidak hilang

18 Congnitive Menurut Piaget Nurliana, Nurfadhilah, dan Bahri,


Information 1. Tahapan A.
Sensorimotor (2021). Teori Belajar dan
(Usia 0-2 tahun) Pembelajaran.
2. Tahapan LPP UNISMUH MAKASSAR:
Praoperational Makassar.
(Usia 2-7 tahun)
3. Tahapan
Operasional
Konkret (Usia
7-11 tahun)
4. Tahapan
operasional
formal (Usia 11
tahun-Dewasa)
19 Pembelajaran Menurut Ausubel Nurliana, Nurfadhilah, dan Bahri,
Bermakna 1. Pilih suatu tema A.
bacaan dari (2021). Teori Belajar dan
buku Pelajaran Pembelajaran.
2. Tentukan LPP UNISMUH MAKASSAR:
konsep-konsep Makassar.
yang relevan
3. Urutkan
konsep-konsep
dari yang paling
inklusif ke yang
paling tidak
inklusif atau
contoh-contoh.
4. Susun konsep-
konsep tersebut
di atas kertas
mulai dari
konsep yang
paling inklusif
di puncak
konsep ke
konsep yang
tidak inklusif di
bawah.
5. Hubungkan
konsep-konsep
ini dengan kata-
kata
penghubung
sehingga
menjadi sebuah
peta konsep

20 Teori Kognitif Menurut Piaget Nurliana, Nurfadhilah, dan Bahri,


1. Skema/skemata A.
2. Asimilasi (2021). Teori Belajar dan
3. Akomodasi Pembelajaran.
4. Equilibrasi LPP UNISMUH MAKASSAR:
Makassar.

Menurut Robert Herpratiwi. 2016.Teori Belajar dan


Gagne Pembelajaran. Yogyakarta: Media
1. Signal Akademi.
learning
Siswa
memberikan
respon dari
signal yang
dilihat/didengar
.
2. Stimulus-
respons
learning
Siswa
memberikan
respon
fisik/vocal
setelah
diberikan
stimulus.
3. Chaining
Siswa
menggabungka
n dua atau
lebih hasil
belajar
stimulus
respon. Verbal
association:
kemampuan
siswa
menggabungka
n hasil belajar
yang
melibatkan
bahasa.
4. Multiple
Discriminatio
n
Siswa
menghubungka
n kemampuan
chaining
sebelumnya.
5. Concept
Learning
Siswa memberi
respon
terhadap
stimulus
berupa
karakteristik
abstrak.
6. Principle
Learning
Siswa dalam
menghubungka
n beberapa
konsep.
7. Problem
solving Siswa
untuk
mencapai
tujuan
pembelajaran.
21 Teori Sosiokultural Menurut Vygotsky https://staffnew.uny.ac.id/upload/
1. Tindakan anak 198407242008122004/lainlain/
masih TEORI+KULTUR.pdf
dipengaruhi
atau dibantu
orang lain
2. Tindakan anak
yang
didasarkan atas
inisiatif sendiri
3. Tindakan anak
berkembang
spontan dan
terinternalisasi.
Tindakan anak
spontan akan terus
diulang-ulang
hingga anak siap
untuk berfikir
abstrak.

22 Dicovery Learning Menurut Brunner Winarti, & Suyadi. (2020).


1. Stimulation Pelaksanaan Model Discovery
2. Problem Learning Jerome Bruner pada
Statement Pembelajaran PAI di SMPN 3
3. Data Collection Depok Sleman Yogyakarta.
4. Data Qalamuna:Jurnal Pendidikan,
Prosessing Sosial, dan Agama. 12(2): 157.
5. Verification
(pembuktian) Herpratiwi. 2016. Teori Belajar dan
Generalization Pembelajaran. Yogyakarta: Media
Menurut Bruner Akademi.
Enactive
Perkembangan
siswa memperoleh
pengetahuan
melalui
pengamatan
langsung atau
kegiatan konkrit.
Iconic: tahap
perkembangan
siswa memperoleh
pengetahuan
melalui visualisasi
verbal atau gambar.
Symbolic
Perkembangan
siswa memperoleh
pengetahuan
melalui proses
bernalar
menggunakan
simbol bahasa,
matematika.
23 Kontruktivisme Menurut Brunner Nurliana, Nurfadhilah, dan Bahri,
1. Memperoleh A.
Informasi (2021). Teori Belajar dan
2. Transformasi Pembelajaran.
Infromasi LPP UNISMUH MAKASSAR:
Menguji Relevansi Makassar.
dengan ketepatan
pengetahuan

24 Konektivisme Menurut Siemmens Malikah, S., dkk. (2022). Perspektif


1. Pembelajaran Connectivisme terhadap
dan Pembelajaran Daring Berbasis
pengetahuan Google Workspace For
terletak pada Education.Edukatif:Jurnal
keragaman Pendidikan. 4(2):2053.
pendapat
2. Belajar adalah
proses
menghubungka
n simpul khusus
atau sumber
informasi
3. Belajar
mungkin berada
di peralatan
non-manusia
4. Kapasitas untuk
mengetahui
lebih banyak
lebih penting
daripada apa
yang diketahui
saat ini
5. Kemampuan
untuk melihat
hubungan
antara bidang,
ide dan konsep
adalah
keterampilan
inti.
6. Mata uang
(pengetahuan
yang akurat dan
terkini) adalah
tujuan dari
semua aktivitas
pembelajaran
conektivis
7. Pengambilan
keputusan itu
sendiri
merupakan
proses
pembelajaran.
Memilih apa
yang harus
dipelajari dan
makna
informasi yang
masuk dilihat
melalui lensa
realitas yang
berubah
25 Saintifik Menurut Rangkuti, Rangkuti, A.N. & Hasibuan, A. A.
dan Hasibuan: (2022). Strategi Pembelajaran
1. Mengamati Matematika. Padang Sidempuan:
(Observasi) Perdana Publishing.
2. Menanya
3. Mencoba
4. Menalar
5. Mengkomunika
sikan

26 Open Ended Menurut Rangkuti, Rangkuti, A.N. & Hasibuan, A. A.


dan Hasibuan: (2022). Strategi Pembelajaran
1. Meperkenalkan Matematika. Padang Sidempuan:
suatu masalah Perdana Publishing.
terbuka.
2. Kemudian
memahami
masalah
tersebut
3. Meminta siswa
untuk
memecahkan
masalah
tersebut.
4. Membandingka
n atau
mendiskusikan
pemecahan
masalah yang
sudah
dilakukan.
5. Meminta siswa
untuk menulis
kembali
pelajaran yang
mereka
dapatkan
27 Kontekstual Menurut Rangkuti, Rangkuti, A.N. & Hasibuan, A. A.
dan Hasibuan: (2022). Strategi Pembelajaran
1. Mengembangka Matematika. Padang Sidempuan:
n pemikiran Perdana Publishing.
bahwa anak
akan belajar
lebih bermakna
dengan cara
bekerja sendiri,
dan
mengkonstruksi
sendiri
pengetahuan
dan
keterampiannya
.
2. Melaksanakan
sejauh mungkin
kegiatan inkuiri
untuk semua
topik.
3. Mengembangka
n sifat ingin
tahu siswa
dengan
bertanya
4. Menciptakan
masyarakat
belajar. Dalam
pembelajaran
kontekstual
5. biasanya
pembelajaran
dilakukan
dengan diskusi
kelompok.
6. Menghadirkan
model atau
narasumber
yang ahli
sebagai contoh
pembelajaran.
Dengan adanya
model dapat
menarik
perhatian siswa
dalam
mendengarkan
pembelajaran.
7. Melakukan
refleksi di akhir
pertemuan.
Gunanya agar
siswa dapat
mengingat
kembali tentang
pembelajaran
yang telah
dilakukan
sebelumnya.
Melakukan
penilaian yang
sebenarnya dengan
berbagai cara

28 Inquiry Menurut Rangkuti, Rangkuti, A.N. & Hasibuan, A. A.


dan Hasibuan: (2022). Strategi Pembelajaran
1. Mengidentifika Matematika. Padang Sidempuan:
si kebutuhan Perdana Publishing.
siswa.
2. Seleksi
pendahuluan
terhadap
konsep yang
akan dipelajari.
3. Seleksi bagian
materi yang
akan dipelajari.
4. Menentukan
peran yang
harus dilakukan
masing-masing
siswa.
5. Melakukan
penjagaan
terhadap
kemampuan
awal siswa
terkait materi
yang akan
diberikan.
6. Mempersiapkan
kelas.
7. Memberikan
kesempatan
kepada siswa
untuk
melakukan
kegiatan
penyelidikan
dan
penganalisisan
data yang
ditemukan
dalam rangka
menemukan hal
baru dalam
pembelajaran.
8. Melakukan
tindakan
penguatan
29 Problem Solving Polya Polya, G. 1973. How to Solve: A
1. Memahami New Aspect of Mathematical
masalah Method. New Jersey: Princeton
2. Merancang University Press
rencana
3. Melaksanakan Richards, T. 2015. Problem Solving:
rencana Best Trategies do Decision Making,
4. Memeriksa Critical Thinking and Positive
Kembali Thinking. South Carolina” Create
Thomas Richard Space Independent Publishing
1. Mendefinisikan
Platform.
masalah
2. Brainstorming solusi
3. Memilih solusi
4. Mendeskripsikan
rencana
5. Memeriksa kembali
V. PENDIDIKAN/PEMBELAJARAN KONSTRUKTIF

A. PENDIDIKAN/PEMBELAJARAN KONSTRUKTIF

Konstruktivisme adalah teori pembelajaran yang menekankan bahwa siswa harus aktif dalam
membangun/mengkonstruk/membentuk pemahamannya sendiri agar pembelajaran lebih bermakna.
Dalam filsafat pendidikan, konstruktivisme meyakini bahwa peserta didik secara aktif membangun
pemahamannya melalui pengalaman yang mereka alami. Pengetahuan sebelumnya memiliki peran
penting dalam membentuk pemahaman baru, dan belajar secara pasif dianggap sebagai proses yang
kurang efektif karena siswa tidak terlibat dalam pembangunan pengetahuan baru. Dengan demikian,
konstruktivisme menggambarkan pembelajaran sebagai suatu proses aktif di mana siswa berperan
sebagai konstruktor pengetahuan mereka sendiri.

Menurut Vygotsky (1978), lingkungan memiliki pengaruh signifikan terhadap cara berpikir
anak. Pengetahuan kognitif dipercayai berasal dari interaksi sosial antara lingkungan dan anak dalam
proses membangun pengetahuan. Vygotsky menekankan bahwa setiap anak memiliki pola pikir yang
unik, sehingga meskipun pengajaran serupa, hasil yang diperoleh dapat berbeda. Begitu pula, hasil
yang sama dapat berasal dari proses pembelajaran yang berbeda. Konsep ini menyoroti peran penting
interaksi sosial dalam perkembangan kognitif anak, menunjukkan bahwa lingkungan dan interaksi
sosial memainkan peran sentral dalam proses pembentukan pengetahuan anak.

Secara umum, konstruktivisme dibagi menjadi tiga yakni konstruktivisme sosial, kognitif dan
radikal dengan perincian sebagai berikut :

Konstruktivisme Sosial
1. Pengetahuan diciptakan melalui interaksi sosial dengan lingkungan.
2. Pelajar adalah peserta aktif dalam konstruksi pengetahuan dan pembelajaran termasuk dalam
proses sosial
3. Guru memfasilitasi pembelajaran dengan memberikan kesempatan interaksi sosial dan kolaborasi
4. Belajar adalah proses sosial yang melibatkan kolaborasi, negosiasi dan refleksi
5. Realitas dikonstruksi secara sosial dan subjektif dan tidak ada kebenaran objektif
6. Contoh: Kerja kelompok kolaboratif di ruang kelas
Konstruktivisme Kognitif
1. Pengetahuan dikonstruksi melalui proses mental seperti perhatian, persepsi, dan memori.
2. Pelajar adalah pemecahan masalah aktif yang membangun pengetahuan melalui proses mental
3. Guru memberikan informasi dan sumber bagi pelajar untuk membangun pemahamannya sendiri
4. Belajar merupakan proses individu yang melibatkan proses mental seperti perhatian, persepsi dan
ingatan
5. Realitas bersifat objektif dan terbentuk sendiri oleh pembelajar namun pembelajar membangun
pemahamannya sendiri mengenai realitas tersebut
6. Contoh: Memecahkan masalah matematika menggunakan proses mental
Konstruktivisme Kognitif
1. Pengetahuan dikonstruksi individu melalui pengalaman subjektif dan interaksi dengan dunia.
2. Pelajar adalah satu-satunya pembangun pengetahuan yang bermakna
3. Guru mendorong siswa untuk mempertanyakan dan merefleksikan pengalaman mereka untuk
membangun pengetahuannya sendiri.
4. Belajar adalah proses individual dan subjektif yang melibatkan konstruksi makna dari pengalaman
seseorang
5. Realitas bersifat subjektif dan terus berkembang dan tidak ada kebenaran objektif yang tunggal
6. Contoh:Merefleksikan pengalaman pribadi untuk mengkonstruksi makna dan pemahaman.

Guru harus tahu bahwa bisa dikatakan pembelajaran secara konstruktivisme lebih unggul
dibandingkan dengan pembelajaran secara tradisional, yang membedakan kedua pembelajaran
tersebut adalah :

Pembelajaran Tradisional Pembelajaran Konstruktivisme


Pembelajaran bersifat mengulang Pembelajaran interaktif yang dibangun
berdasarkan apa yang sudah diketahui siswa
Hanya terfokus pada guru saja Fokusnya bukan hanya pada guru, namun
terfokus pada siswa yang mengajak siswa
berpikir
Siswa bekerja secara individu yang dapat Siswa bekerja secara berkelompok dan saling
menutup kreativitas siswa bertukar pendapat yang menghasilkan suatu
kesimpulan.

Dalam bukunya, Skemp (1992) menulis dalam bukunya untuk memberikan contoh bagaimana siswa
berpikir secara konstruktivisme : Ada dua anak berusia 7 tahun yang sedang bermain kartu. Anak
pertama membagikan kartu dengan pasangan angka penjumlahan dari 1 + 1 sampai 5 + 5, sementara
anak kedua mengecek hasil dan memberikan jawaban jika diperlukan. Pada suatu saat, anak kedua
tidak tahu jawaban untuk 4 + 5. Tanpa memberitahu jawabannya, temannya mengingatkan bahwa
dia baru saja mengatakan jawaban untuk 5 + 5. Hal ini menggambarkan bahwa anak kedua tidak
hanya memiliki skema terkait penjumlahan, tetapi juga pemahaman intuitif tentang perbedaan antara
membantu seseorang membangun jawaban sendiri dan hanya memberitahunya. Jadi dalam contoh
tersebut tertuang bahwa untuk mendapatkan hasil 5 + 5 yang hasilnya bisa saja sama namun dengan
proses berpikir yang berbeda. Disitulah cara berpikir anak terbentuk tanpa harus diberitahu lebih
dahulu.
B. HASIL TELAAH KULIAH P MARSIGIT SEBAGAI KASUS

Mata kuliah Filsafat pada semester satu dipandu oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A. Selama 16
pertemuan, mahasiswa diperkenalkan dan membangun pemahaman tentang filsafat. Pertemuan
pertama berfokus pada review video dari Prof. Marsigit (https://youtu.be/8t3lalvQbiQ) sebagai
pengenalan awal terhadap materi filsafat. Dalam video tersebut, dijelaskan bahwa filsafat memiliki
peran penting dalam kehidupan manusia dan tidak dapat dipelajari dalam waktu singkat. Filsafat
bukanlah suatu ilmu, melainkan pola pikir atau sudut pandang seseorang. Kausa Spritual dianggap
sebagai hukum tertinggi dalam filsafat, dan seseorang yang belajar filsafat tetapi tidak percaya pada
Tuhan dianggap belum benar-benar memahami filsafat.Pentingnya pemahaman ruang dan waktu
menjadi ciri khas seseorang yang berfilsafat, sehingga kesalahpahaman dapat diminimalkan. Filsuf
melihat permasalahan dari sudut pandang yang berbeda dengan orang awam, yang dapat
menyebabkan kesulitan dalam komunikasi. Sebagai contoh, pandangan filsafat terhadap kematian
sebagai mitos memunculkan pertanyaan, tetapi filsafat melihat kematian sebagai langkah menuju
kehidupan di alam lain, menjelaskan mengapa kematian dianggap mitos.

Proses perkuliahan filsafat memberikan banyak pesan moral, dengan penekanan bahwa
mempelajari filsafat harus didampingi oleh seorang guru. Hal ini karena bahasa filsafat bersifat
multitafsir, dan penafsiran yang salah dapat berdampak pada pola pikir dan tindakan yang keliru.
Terdapat peringatan terhadap kasus di negara yang melibatkan filsuf yang seharusnya merangkul
perbedaan namun justru menciptakan perpecahan melalui bahasa yang indah namun menyesatkan.
Prof. Marsigit menegaskan bahwa orang yang berfilsafat sejati adalah mereka yang memahami ruang
dan waktu. Pemula dalam mempelajari filsafat disarankan untuk memiliki guru yang tepat, yang
mempercayai Tuhan, menempatkan Tuhan sebagai Kausa tertinggi, mengakui kebaikan sebagai
universal, dan mendukung ideologi Pancasila sebagai ideologi bangsa. Ciri guru tersebut dapat
diamati dari cara bicara dan pola pikirnya.

Pada awal pembelajaran filsafat, kebingungan muncul terkait konsep filsafat dan tujuan
pembelajarannya. Namun, seiring berjalannya waktu, pemahaman meningkat, dan filsafat membantu
meluaskan pola pikir. Filsafat memungkinkan kita menemukan solusi dari berbagai dimensi dan sudut
pandang saat menghadapi permasalahan atau kenyataan. Dalam konteks pendidikan matematika,
filsafat membantu menjelaskan gambaran ilmu pengetahuan tersebut.Referensi dan tokoh filsafat,
khususnya Imanuel Kant, digunakan sebagai dasar dalam perkuliahan ini. Meskipun 16 pertemuan
tidak cukup untuk menguasai filsafat sepenuhnya, semester ini dianggap sebagai pondasi atau langkah
awal. Mahasiswa diharapkan untuk terus memperdalam pemahaman mereka tentang filsafat dan
menjelajahi hakikatnya melalui lebih banyak sumber bacaan.
DAFTAR PUSTAKA

Ernest, P. (1991). The Philosophy of Mathematics Education.


Fuadi, Ihsan,dkk. 2015. Makalah The philosophy of Mathematics Education by Ernest. Universitas
Negeri Medan.
Haerullah, A., & Hasan, S. (2017). BUKU MODEL & PENDEKATAN PEMBELAJARAN
INOVATIF_014603 (Ta. Abdullah, Ed.; 1st ed.). Lintas Nalar, CV.
Herpratiwi. 2016. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Media Akademi.
Hulukati, E., & Pomalato, S. (2023). Sejarah dan Filsafat Pendidikan Matematika. Gorontalo:
Ideas Publishing.
Joyce, Bruce; Weil, Marsha; and Calhoun, Emily, "Models of Teaching" (2003). Centers for Teaching
Excellence - Book Library. 96.
https://digitalcommons.georgiasouthern.edu/ct2-library/96
Ketut Wisarja, I., & Sudarsana, K. (2017). Praksis Pendidikan Menurut Habermas (Rekonstruksi Teori
Evolusi Sosial Melalui Proses Belajar Masyarakat). IJER, 2(1), 18–26.
http://edujurnal.iainjambi.ac.id/index.php/ijer
Khant, I. (1781). The Critique of Pure Reason. An Electronic Classiscs Series Publication.
Malikah, S., dkk. (2022). Perspektif Connectivisme terhadap Pembelajaran Daring Berbasis Google
Workspace For Education.Edukatif:Jurnal Pendidikan. 4(2):2053.
Nurliana, Nurfadhilah, dan Bahri, A. (2021). Teori Belajar dan Pembelajaran. LPP UNISMUH
MAKASSAR: Makassar.
Polya, G. 1973. How to Solve: A New Aspect of Mathematical Method. New Jersey: Princeton
University Press
Rahman, A.,A. (2018). Strategi Belajar Mengajar Matematika.Syiah Kuala University Press: Banda
Aceh.
Rangkuti, A.N. & Hasibuan, A. A. (2022). Strategi Pembelajaran Matematika. Padang Sidempuan:
Perdana Publishing.
Richards, T. 2015. Problem Solving: Best Trategies do Decision Making, Critical Thinking and
Positive Thinking. South Carolina” Create Space Independent Publishing Platform.
Skemp, R. R. (1987). Psychology of Learning Mathematics. Unites States of America: Library of
Congress Cataloging in Publication Data.
Winarti, & Suyadi. (2020). Pelaksanaan Model Discovery Learning Jerome Bruner pada Pembelajaran
PAI di SMPN 3 Depok Sleman Yogyakarta. Qalamuna:Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Agama.
12(2): 157.
Wahyuni, N., & Fitriani, W. (2022) Relevansi Teori Belajar Sosial Albert Bandura dan Metode
Pendidikan Keluarga dalam Islam. Qalam: Jurnal Ilmu Kependidikan. 11(2): 62.
Yuberti. 2014. Teori Pembelajaran Dan Pengembangan Bahan Ajar Dalam Pendidikan. Lampung:
Anugrah Utama Raharja.
Zarkasyi, W. (2017). Penelitian Pendidikan Matematika. Bandung : PT Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai