Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH HAMA DAN PENYAKIT PENTING TANAMAN

HAMA KOMODITAS TANAMAN KOPI


Dosen Pengampu: Ito Fernando, S.P., M.P.

Disusun Oleh:
Kelompok 10
Catur Luhur Atmaja 225040201111104
Farah Athira R.H 225040201111155
Karenina Dwi Ayu N 225040207111206
Teresa Uli Nathaniela 225040207111290

Agroekoteknologi – R

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.........................................................................................................................i
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN...................................................................................................1
BAB II. HAMA PENTING PADA TANAMAN KOPI.......................................................3
BAB III. PENUTUP...........................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................20

i
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Mikroskopis Hypothenemus hampei (Lumbanraja et al., 2020).......................3
Gambar 2. (A) Buah Kopi yang Sehat, (B) Buah Kopi yang Terserang Hama PBKo (Arsi
et al., 2023)........................................................................................................................4
Gambar 3 (A) Buah Berwarna Hijau Terserang PBKo, (B) Buah Berwarna Kuning, dan
(C) Buah Berwarna Merah (Arsi et al., 2023)....................................................................4
Gambar 4. X. morigerus Jantan (Atas), dan Betina (Bawah) (Jaramillo et al., 2015)........6
Gambar 5. Morfologi X. morigerus sisi dorsal (kiri) dan lateral (kanan) (Setiawan et al.,
2018)..................................................................................................................................7
Gambar 6. Galeri pada Cabang Kopi X. morigerus (Jaramillo et al., 2015).....................8
Gambar 7. Gejala Serangan X. compactus pada cabang kopi (Indriati et al., 2017)..........8
Gambar 8. Lubang Gerekan dan Gejala Layu pada Serangan X. morigerus (Jaramillo et
al., 2015)............................................................................................................................9
Gambar 9. Faktor Pendorong dan Pengendalian Xylosandrus spp. (Gugliuzzo et al.,
2021)..................................................................................................................................9
Gambar 10. Gambar Coccus viridis (Kutu Hijau) (Rismayani et al., 2013)....................10
Gambar 11. Gejala serangan kutu hijau (Coccus viridis) pada tanaman kopi (Rahmawati
et al., 2023)......................................................................................................................11
Gambar 12. Gejala serangan kutu hijau (Coccus viridis) pada tanaman kopi (Muliani dan
Nildayanti, 2018)..............................................................................................................11
Gambar 13. Gejala serangan dan gambar hama X. compactus (Arsi et al., 2023)...........12
Gambar 14. Telur, pupa dan juga serangan X. Compactus didalam lubang gerekan
(Greco and Wright, 2015).................................................................................................13
Gambar 15. Gejala Serangan X. compactus pada cabang kopi (Indriati et al., 2017)......14
Gambar 16. Morfologi P. citri, telur (a), nimfa (b), imago (c) (Munawaroh et al., 2021).
.........................................................................................................................................16
Gambar 17. Siklus Hidup P. citri (Tong et al., 2020).....................................................16
Gambar 18 Gejala Serangan pada Buah dan Daun (Kumar et al., 2016)........................17

ii
1

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kopi (Coffea sp) adalah species tanaman berbentuk pohon yang termasuk
dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak,
bercabang, dan bila dibiarkan tumbuh dapan mencapai tinggi 12 m. daunnya bulat
telur dengan ujung agak meruncing. daun tumbuh berhadapan pada batang,
cabang, dan ranting-rantingnya. Kopi mempunyai sistem percabangan yang agak
berbeda dengan tanaman lain. tanaman ini mempunyai beberapa jenis cabang
yang sifat dan fungsinya agak berbeda. Komoditas kopi di Indonesia memegang
peranan penting dalam sektor perekonomian, baik sebagai sumber pendapatan
masyarakat, pemenuhan kebutuhan kopi domestik maupun sumber pendapatan
devisa negara dari perdagangan ekspor. Saat ini Indonesia menempati urutan ke 4
produsen kopi dunia setelah Kolombia, Vietnam dan Brazil (Siahaan et al., 2021).
Kopi merupakan komoditas penting perkebunan di Indonesia. Indonesia
merupakan negara penghasil kopi keempat terbesar di dunia. Saat ini, produksi
kopi Indonesia telah mencapai 600 ribu ton pertahun dan lebih dari 80% berasal
dari perkebunan rakyat. Kopi sebagai salah satu aset produk Indonesia yang
terkenal di dunia, sekarang ini banyak diusahakan atau diproduksi secara organik
dengan istilah kopi organik (Winarni et al., 2013).
Kopi dibudidayakan hampir di seluruh wilayah Indonesia namun provinsi
utama penghasil kopi di Indonesia adalah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera
Selatan, Lampung, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Usaha tani kopi
berkontribusi terhadap perekonomian nasional sebagai sumber devisa, pendapatan
petani, penciptaan lapangan kerja, pengembangan wilayah, pendorong agribisnis
dan agroindustri serta dapat mendukung konservasi lingkungan. Kopi Indonesia
tergolong dalam dua jenis kopi yaitu kopi Arabika dan kopi Robusta. Keunggulan
kopi Arabika adalah kopi ini mempunyai cita rasa yang bersifat khas sehingga
pasarnya pun khusus, sedangkan kopi robusta merupakan salah satu komoditas
yang memiliki nilai strategis dalam rangka pemberdayaan ekonomi rakyat.
Prospek komoditi kopi Indonesia sangat besar karena didukung adanya
ketersediaan lahan pengembangan kopi serta Indonesia memiliki keunggulan
2

geografis dan iklim yang menghasilkan kopi yang mempunyai cita rasa dan aroma
yang digemari masyarakat dunia (Defitri, 2016).
Zaman sekarang kopi sudah menjadi gaya hidup di kota-kota besar dunia,
baik di kalangan muda maupun kalangan dewasa. Keberadaan warung-warung
kopi dianggap sebagai simbol gaya hidup yang dipakai muda-mudi juga dewasa,
tempat berkumpul, bersosialisasi melakukan diskusi, dan bahkan menjadi tempat
kerja (Komarasakti et al., 2022). Namun kurun waktu 3 tahun produksi mulai
menurun. Penurunan produksi kopi disebabkan oleh pemupukan yang belum
efisien dan keberadaan hama penyakit tanaman seperti hama penggerek buah
kopi, hama penggerek batang, kutu putih kopi, serangga penggerek kayu, dan kutu
sisir kopi.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut.
a. Mengetahui hama pada tanaman kopi serta bioekologinya.
b. Mengetahui gejala dan tanda pada tanaman kopi
c. Mengetahui cara pengendalian dari masing-masing hama
3

BAB II. HAMA PENTING PADA TANAMAN KOPI


2.1 Hypothenemus Hampeii (Penggerek Buah Kopi)
Penggerek buah kopi (PBKo) (Hypothenemus hampei) adalah hama utama
dan dapat menyebabkan kerugian ekonomi besar dan penurunan kualitas buah
kopi yang signifikan (Nafsi et al., 2023). Penggerek buah kopi menjadi masalah
penting dalam budidaya kopi. Serangan berdampak langsung pada buah kopi
sehingga menyebabkan terjadi penurunan produksi, kualitas dan cita rasa biji kopi
(Langkai et al., 2023). Di Indonesia, hama PBKo mengakibatkan kerugian cukup
besar, terutama pada perkebunan kopi rakyat yang porsinya lebih dari 90%. Rata-
rata tingkat serangan PBKo pada kopi rakyat di Indonesia diperkirakan lebih dari
20% dengan mengakibatkan kehilangan hasil rata-rata sebesar lebih dari 10%. Ini
berarti kerugian yang diakibatkan hama PBKo pada perkopian Indonesia
diperkirakan lebih dari 6,7 juta USD per tahun, dengan asumsi bahwa kehilangan
produksi setiap hektar rata-rata sebesar 50 kg dan dengan luas pertanaman kopi
saat ini sebesar 1,25 juta hektar (Wiryadiputra, 2014).

Gambar 1 Mikroskopis Hypothenemus hampei (Lumbanraja et al., 2020)


Gejala serangan hama penggerek buah kopi (PBKo) dapat diketahui dari
bentuk serangan dimana PBKo dapat menggerek buah kopi yang masih muda
sampai dengan yang masak. Hama ini masuk ke dalam buah dengan cara
membuat lubang pada ujung buah. Kumbang betina menyerang buah kopi yang
sedang terbentuk (endosperm masih lunak) dengan cara membuat lubang yang
biasanya dimulai dari ujung buah kopi saat akan bertelur. Setelah bertelur,
kumbang betina akan keluar dari dalam buah. Telur yang menetas menjadi larva
akan menggerek dan merusak biji. Tanda buah yang terserang yaitu terdapat
lubang berdiameter sekitar 1 mm di bagian ujungnya. Jika bagian biji dipecah,
terlihat biji digerek sampai kedalam dan menyebabkan biji menghitam serta
4

membusuk (Girsang et al., 2020). Kerusakan berat dapat terjadi pada saat buah
kopi mengeras, karena selain menggerek dan memakan biji kopi, kumbang ini
juga berkembang biak di dalam biji sehingga biji kopi menjadi cacat dan
berlubang-lubang sehingga kopi yang dihasilkan adalah kopi pasar yang
berkualitas rendah dengan kerusakan yang ditimbulkan dapat mencapai 30-80%
dari produksi (Hayata, 2016).

Gambar 2. (A) Buah Kopi yang Sehat, (B) Buah Kopi yang Terserang Hama
PBKo (Arsi et al., 2023)
Hypothenemus hampei menyerang buah pada berbagai tahap kematangan
kopi, yaitu saat buahnya berwarna hijau, kuning hingga merah matang. Untuk
buah muda, tingkat kerusakannya terhadap biji kopi akibat hama PBKo tidak
parah dibandingkan dengan buah kuning dan merah. Hal ini dikarenakan buahnya
yang masih muda dan lunak untuk digorok oleh hama untuk mendapatkan
makanan dan kemudian ditinggalkan. Buah matang digunakan sebagai sumber
makanan untuk tempat berlindung (Fintasari et al., 2018). Oleh karena itu, tingkat
kerusakannya buah matang lebih banyak dibandingkan buah muda. Hipotenemus
hampei paling banyak menyerang tanaman kopi di kebun campuran dengan
tanaman muda. Karena tanaman muda punya organ tanaman yang masih lunak
lebih mudah agar hama ini dapat menyerang tanaman (Adri et al., 2022).

Gambar 3 (A) Buah Berwarna Hijau Terserang PBKo, (B) Buah Berwarna
Kuning, dan (C) Buah Berwarna Merah (Arsi et al., 2023)
5

Intensitas serangan hama H. hampei erat kaitannya dengan suhu


lingkungan, karena perubahan suhu sangat berpengaruh terhadap dinamika
populasi serangga seperti fisiologi serangga, kelimpahan serangga, distribusi
serangga, dan dimensi serangga. Pada dasarnya suhu lingkungan sangat
mempengaruhi metabolisme serangga yang berhubungan dengan kemampuan
bertahan hidup, sehingga dapat mempengaruhi kelimpahan serangga. Hal tersebut
menggambarkan respon serangga terhadap lingkungannya. Serangga sangat
sensitif terhadap variasi perubahan lingkungan, khususnya serangga yang dapat
terbang dan berpindah untuk menghindari naik turunnya suhu, kelembaban, zat
kimia atau faktor abiotik lainnya serta menghindari kondisi yang merugikan
(Erfandari et al., 2019). Menurut Prakoswo et al. (2018), ketinggian suatu tempat
atau wilayah akan mempengaruhi suhu udara, karena semakin tinggi suatu
wilayah maka proses kondensasi akan menjadi cepat dan suhu akan menjadi
rendah. Selain mempengaruhi suhu, ketinggian suatu tempat juga berpengaruh
terhadap kelembaban udara dan angin yang mempengaruhi penyebaran serangga.
Ketinggian tempat juga erat kaitannya dengan perubahan suhu udara yang
memegang peranan penting dan menjadi faktor pembatas karena mempengaruhi
proses metabolisme dan kehidupan serangga seperti aktivitas makan, pertumbuhan
dan perkembangannya.
Cara pengendalian hama PBKo dapat dilakukan dengan menerapkan
sistem pengendalian hama tanaman terpadu, yaitu dengan memadukan berbagai
cara pengendalian diharapkan dapat mengurangi kerugian yang ditimbulkan hama
Hypothenemus hampei Ferr. Beberapa diantaranya yaitu dengan memperhatikan
sanitasi kebun, penerapan kultur teknis yang baik, pemanfaatan agen pengendali
hayati dan penggunaan perangkap atraktan (Siregar, 2016). Menurut Anindita et
al. (2023), salah satu upaya untuk mengendalikan serangan PBKo di lahan miliki
petani kopi yaitu dengan menggunakan perangkap dan sanitasi kebun. Senyawa
antraktan yang dipasang pada perangkap akan mengeluarkan aroma yang akan
merangsang serangga betina menuju perangkap. Penggunaan perangkap dengan
menggunakan feromon terbukti efektif dalam pengendalian hama PBKo. Menurut
(Aziz et al., 2018) penggunaan perangkap dengan senyawa antraktan dapat
6

menekan presentase serangan PBKo menjadi 0%, sedangkan (Gunawan et al.,


2016) menyatakan penggunaan perangkap dengan berbagai macam warna
perangkap efektif dalam pengendalian. Serangga betina yang terperangkap akan
mengurangi kopulasi dengan jantan yang ada di dalam buah kopi. Hal ini akan
menurunkan populasi hama PBKo.
2.2 Xylosandrus Morigerus (Serangga Penggerek Batang)

Gambar 4. X. morigerus Jantan (Atas), dan Betina (Bawah) (Jaramillo et al.,


2015).
Penggerek cabang kopi atau yang dikenal sebagai Xylosandrus morigerus
(Blandford) (Coleoptera: Curculionidae) merupakan hama penting pada tanaman
kopi yang telah tersebar di daerah tropis maupun subtropis (CABI, 2020). Pada
imago betina memiliki panjang tubuh 1,4-1,7 mm, kepala yang lebar, permukaan
mengkilap, retikulat, dengan beberapa lubang kecil dan besar yang jarang serta
antena berupa club padat di sisi posterior. Pronotum lebar, sisinya sangat
melengkung dengan 8 gerigi kasar. Elitranya sedikit lebih panjang dari pronotum
dan apex bulat lebar (CABI, 2020). Dektivitas atau kemiringan dimulai dari
sepertiga panjang elitra serta warna tubuh yang kekuningan (Setiawan et al.,
2018). Telurnya berwarna putih, berbentuk elips, dengan permukaan halus, rata-
rata panjang 0,5 mm dan lebar 0,28 mm. Larvanya memiliki kepala berbentuk
segitiga dengan ukuran yang sama panjangnya dengan lebarnya, seta epicranial
posterior 1 panjang dan tiga lainnya sangat pendek, clypeus dengan margin
anterior hampir lurus, posterior sedikit cekung, serta basal yang memiliki area
berpigmen yang sempit. Labrum larva lebih lebar dari panjangnya dengan tormae
kuat dan panjang. Mandibula sedikit melengkung, tridentate, dengan
protuberansia kecil di tepi pemotongan dekat gigi ketiga. Thorax dan abdomen
7

memiliki plat dorsal di prothorax, tubuh ditutupi microtrichia, setae kecil, dan
spirakel biforous (CABI, 2020).

Gambar 5. Morfologi X. morigerus sisi dorsal (kiri) dan lateral (kanan) (Setiawan
et al., 2018).
Bioekologi penggerek cabang kopi meliputi interaksinya terhadap
lingkungan sehingga dapat dirumuskan strategi pengendaliannya. X. morigerus
merupakan hama penting tanaman kopi tetapi juga dapat ditemui di tanaman teh,
karet, dan anggur (Gugliuzzo et al., 2021). Hama tersebut memiliki simbion
mutualis berupa jamur yang membantu dalam mencari makanan maupun
pertahanan diri. Jantan memiliki ukuran lebih kecil dari betina, serta dada yang
mengecil, tidak bisa terbang, dan jarang terlihat keluar dari galeri/ ruangan induk
sehingga perkawinan saudara kandung mendominasi reproduksi (Gugliuzzo et al.,
2021). Dimorfisme seksual pada hama ini cukup berkembang, dimana rasio betina
dengan jantan yang tinggi. Memiliki hubungan yang erat dengan jamur ambrosia
simbion, yang dibawa oleh betina dan merupakan satu-satunya makanan bagi
kumbang dewasa dan larva. Hama ini berkembang biak pada pucuk, ranting, dan
cabang kecil, tetapi juga dapat menyerang bibit dan batang dengan diameter yang
lebih besar sekitar 20 cm. Serangan pertama kali dan hanya dilakukan oleh betina,
kemudian membentuk galeri atau terowongan dalam empulur kayu (CABI, 2020).
Perkawinan terjadi di dalam galeri dimana terdapat 1 jantan di setiap galeri,
dimana telur akan menetas setelah 3 minggu dan waktu perkembangan
keseluruhan sekitar 5-6 minggu (Riansyah, 2019). Telur diletakkan secara longgar
di galeri selama beberapa hari, dan larva memakan jamur ambrosia di dinding
galeri. Rata-rata 30 keturunan, dengan beberapa galeri menampung 70 keturunan
pada berbagai tahap perkembangan (CABI, 2020).
8

Gambar 6. Galeri pada Cabang Kopi X. morigerus (Jaramillo et al., 2015).


Gejala serangan telah dijabarkan secara bertahap (Indriati et al., 2017). Gejala
ditandai dengan lubang gerekan yang berwarna hijau pada tahap awal kemudian
berkembang menjadi hitam dan menyebabkan daun disekitarnya layu (Gambar
6a). Lambat laun cabang kopi akan menghitam secara keseluruhan, mengering,
dan mati (Gambar 6b). Cabang kopi yang terdapat lubang gerek apabila dipotong
secara melintang akan terlihat lubang dari kulit luar sampai empulur (Gambar
6c) . Kemudian terbentuk terowongan atau galeri panjang sebagai tempat
peletakan telur (Gambar 6d).

Gambar 7. Gejala Serangan X. compactus pada cabang kopi (Indriati et al.,


2017).
Cabang kopi yang terserang X. morigerus dan X. compactus menjadi
lemah dan mudah patah. Seiring dengan bertambahnya ukuran galeri serangga,
cabang akan layu dari pangkal hingga ujung. Namun, kerusakan yang disebabkan
oleh kumbang ambrosia relatif kecil dibandingkan dengan kerusakan yang
disebabkan oleh jamur. Meskipun hifa jamur tidak menembus jauh ke dalam
kayu, mereka dapat mengganggu transportasi air di cabang dan menyebabkan
kematian cabang (Asiegbu dan Kovalchuk, 2023).
9

Gambar 8. Lubang Gerekan dan Gejala Layu pada Serangan X. morigerus


(Jaramillo et al., 2015)
.

Gambar 9. Faktor Pendorong dan Pengendalian Xylosandrus spp. (Gugliuzzo et


al., 2021).
Pengendalian X. morigerus secara terpadu dijabarkan oleh Asiegbu dan
Kovalchuk (2023), antara lain sebagai berikut,
 Pengendalian kultur, berupa pemangkasan sanitasi dan pemotongan
cabang yang terserang, menanam kopi di bawah naungan moderat,
pemupukan yang tepat, memeriksa pohon pelindung, dan menggunakan
varietas unggul.
 Pengendalian semiokimia berupa pemasangan perangkap alkohol.
 Pengendalian hayati, penyemprotan dengan jamur B. bassiana,
penggunaan musuh alami seperti tawon dan semut.
 Pengendalian kimiawi, dilakukan dengan aplikasi insektisida piretroid,
seperti bifenthrin, cypermethrin, dan permethrin telah terbukti paling
efektif, tetapi hasilnya seringkali tidak konsisten. Upaya preventif dengan
penggunaan jaring yang diberi cypermethrin terbukti efektif dalam
mencegah serangan. Penggunaan fungisida dapat diaplikasikan dengan
maksud memutus hubungan mutualisme antara hama dengan jamur
simbion (Gugliuzzo et al., 2021).

2.3 Coccus Viridis (Kutu Hijau Kopi)


Bioekologi dari kutu hijau (Coccus viridis) merupakan hama dari
golongan serangga (insekta) Ordo Hemiptera, Sub Ordo Homoptera, Famili
10

Coccidae, dan memiliki nama ilmiah Coccus viridis. Kutu hijau disebut juga kutu
tempurung kopi, sepintas bentuknya seperti kura-kura. Kutu hijau bersifat
polifagus dan tersebar di daerah tropis dan subtropis (Rismayani et al., 2013).
Kutu hijau dewasa berwarna hijau muda sampai hijau tua. Bentuk badan bulat
telur, pipih, panjang 2,5-3,25 mm dan bersifat immobile (tidak bergerak). Ruas
tubuh tidak jelas, begitu juga batas antara kepala, toraks dan abdomen. Pada sisi
badan bagian depan terdapat dua mata tunggal berwarna hitam, bagian belakang
dijumpai 2 segitiga coklat bersatu (operkulum) yang menutupi anusnya. bagian
bawah badan terdapat tiga pasang tungkai, satu pasang antena dan sebuah stilet
yang panjangnya kurang lebih sama dengan panjang badannya (Isnaeni, 2019).
Perkembangan kutu hijau sangat dibantu oleh keadaan cuaca kering,
kepadatan populasinya terjadi pada akhir musim kemarau. Kutu hijau juga
berkembang lebih baik di dataran rendah daripada dataran tinggi. Populasi kutu
hijau akan meningkat dengan cepat apabila mendapat asuhan semut yang tepat,
yaitu semut gramang. Dengan kehadiran semut gramang 50 individu kutu hijau
berkembang menjadi 1.500–1.800 individu dalam 4 bulan, sedangkan kehadiran
semut hitam berkembang hanya menjadi 400–1.000 individu (Isnaeni, 2019).

Gambar 10. Gambar Coccus viridis (Kutu Hijau) (Rismayani et al., 2013)
Perkembangan telur kutu hijau sebagian besar berlangsung di dalam tubuh
induknya, telur segera menetas setelah 11 jam diletakan dan tetap tinggal
beberapa waktu di bawah kutu betina. Seekor kutu betina mampu bertelur sampai
600 butir, tetapi maksimum hanya mampu menghasilkan 40 ekor nimfa.
Perkembangan dari telur hingga dewasa di dataran rendah adalah 45 hari, sedang
pada ketinggian 600meter dpl minimal 65 hari. Perkembangan spesies kutu hijau
dirangsang oleh kehadiran semut gramang. Kutu hijau ini mengeluarkan embun
madu yang rasanya manis, sehingga disukai oleh semut. Serangan kutu hijau
11

mudah diketahui karena adanya jamur embun jelaga yang berwarna hitam yang
menutupi permukaan daun dan buah (Adi, 2015)

Gambar 11. Gejala serangan kutu hijau (Coccus viridis) pada tanaman kopi
(Rahmawati et al., 2023)

Gambar 12. Gejala serangan kutu hijau (Coccus viridis) pada tanaman kopi
(Muliani dan Nildayanti, 2018)
Gejala serangan kutu hijau yaitu dengan mengeluarkan embun madu, yang
menyebabkan timbulnya cendawan jelaga yang akan menutupi daun kopi. Selain
menutupi daun, embun jelaga juga akan menutupi buah kopi sehingga akan
mempengaruhi proses asimilasi. Kutu hijau hidup berkelompok di pangkal daun,
tampak kutu kecil berwarna putih kehijauan dan banyak semut di sekitarnya. Kutu
hijau juga menyerang tunas di bagian bawah daun, terutama dekat tulang daun dan
buah muda. Kutu hijau mengisap cairan tanaman sehingga menjadi kerdil dan
daun baru lambat tumbuh akhirnya tanaman mengering dan layu (Rismayani et
al., 2013).
Kutu hijau menyerang tanaman kopi dengan cara menghisap cairan daun
dan cabang yang masih hijau sehingga menyebabkan daun menguning dan
mengering. Kutu hijau biasanya menggerombol dan tinggal di permukaan bawah
daun, terutama pada tulang daun. Daun atau ranting-ranting muda yang terserang,
terutama pada permukaan bawah daun yang ditumbuhi jamur embun jelaga
(Capnodium sp.) yang berwarna hitam. Senyawa gula yang terkandung menjadi
media tumbuh yang sangat baik bagi jamur embun jelaga sehingga pada intensitas
12

serangan berat, beberapa bagian tanaman kopi seperti daun dan batang muda akan
ditutupi oleh embun jelaga. Hal ini menyebabkan gangguan fotosintesis dan
terhambatnya pertumbuhan tanaman (Isnaeni, 2019).
Cara pengendalian dari Kutu Hijau (Coccus Viridis) menurut Ramli
(2015), yaitu:
a. Pengendalian secara mekanik, pengendalian secara mekanik
dilakukan bila padat populasi kutu hijau masih sangat rendah dengan
memencet kutu yang ditemukan pada pucuk, cabang, tangkai dan daun
kopi.
b. Pengendalian secara fisik, pengendalian secara fisik dilakukan pada
padat populasi rendah dengan memotong dan membakar tangkai,
cabang, pucuk dan daun yang terserang.
c. Pengendalian secara kimiawi, pengendalian secara kimiawi dapat
dilakukan bila padat populasi kutu hijau sudah sangat tinggi dengan
menggunakan insektisida karbaril dan metomil. Bila digunakan
karbaril, penyemprotan harus dilakukan dengan sangat hati-hati sebab
insektisida ini sangat beracun terhadap musuh alami. Selain terhadap
kutu hijau ,pengendalian secara kimiawi harus pula disertai dengan
pengendalian semut pengasuhnya dengan menggunakan jenis
insektisida yang direkomendasikan insektisida yang diijinkan oleh
komisi pestisida.
2.4 Xylosandrus Compactus (Penggerek Cabang)

Gambar 13. Gejala serangan dan gambar hama X. compactus (Arsi et al., 2023)
Xylosandrus compactus atau lebih dikenal dengan kumbang ambrosia atau
hama penggerek cabang dan memiliki nama latin Coleoptera: Scolytidae
merupakan hama utama pada tanaman kopi. Hama Xylosandrus compactus
13

menyerang tanaman kopi hingga menimbulkan kerusakan dan kerugian bagi para
petani kopi (Indriati et al., 2017). Hama ini menyerang tanaman kopi dengan
intensitas serangan tertentu dan dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti
suhu dan kelembaban. Xylosandrus Compactus mengalami perkembangan
optimum pada suhu 23oC – 27oC dengan kelembapan 60%-60%. Xylosandrus
compactus hidup di lingkungan yang berasal dari daerahsubtropis dan tropis
seperti daerah asia salah satunya indonesia. Kumbangxylosandrus compactus
lebih suka tumbuh dan beradaptasi di lingkungan yang hangat (Egonyu et al.,
2016).

Gambar 14. Telur, pupa dan juga serangan X. Compactus didalam lubang
gerekan (Greco and Wright, 2015)
Telur, larva, pupa, dan imago ditemukan dalam lubang gerekan. Lubang
gerekan berdiameter sekitar 0,80−1,00 cm, biasanya dibuat oleh betina dewasa
sebagai tempat meletakkan dan menetaskan telur sampai tumbuh menjadi
serangga dewasa. Telur berbentuk oval, berwarna putih bening, dan tampak halus.
Ukuran telur bervariasi dari 0,33−0,49 mm dengan rata-rata 0,43 mm dari 21
contoh telur yang diukur. Pupa berwarna putih, tampak sudah berbentuk mirip
serangga dengan panjang sekitar 1,56−1,83 mm. Imago betina berwarna coklat,
lambat laun menjadi hitam, bentuk tubuh silinder, panjang tubuh rata-rata 1,51
mm. Menurut Greco & Wright (2015) panjang imago betina X. compactus adalah
1,40−1,80 mm, dan lebar 0,70−0,80 mm. Imago jantan berukuran lebih kecil dari
betina, berwarna coklat muda setelah 3−4 hari, bergantian menjadi coklat
kemerahan. Panjang tubuh 0,80−1,30 mm dan lebar 0,42−0,46 mm. Imago
berkembang biak dengan cara partenogenesis arhenotoki, dimana telur yang
dibuahi mendapatkan keturunan betina dan telur yang tidak terbuahi menjadi
serangga jantan. Serangga jantan tetap tinggal di dalam lubang, sedangkan betina
14

setelah berumur 29 hari akan keluar membuat lubang baru pada sore hari.
Kerusakan berat terjadi apabila gerekan X. compactus sudah merusak jaringan
pembuluh (floem dan xylem) hingga jaringan empulur. Hal ini terjadi karena
lubang gerekan pada cabang sudah memotong jaringan pembuluh yang
menyebabkan transportasi nutrisi terganggu sehingga ujung cabang layu, daun
menguning, kemudian cabang dan daun menjadi berwarna hitam dan mati. Jika X.
compactus menyerang cabang kopi yang masih muda, maka cabang tersebut akan
mati hanya dalam beberapa minggu (Egonyu et al., 2016).

Gambar 15. Gejala Serangan X. compactus pada cabang kopi (Indriati et al.,
2017).
Gejala serangan penggerek cabang X. compactus ditandai dengan adanya
lubang gerekan yang umumnya terdapat pada permukaan bagian bawah cabang
tanaman kopi. Serangan awal pada cabang kopi yang masih hijau berupa lubang
gerekan (Gambar 1a), yang disekelilingnya kemudian berubah warna menjadi
hitam dan daun menjadi layu (Gambar 1b). Lambat laun cabang kopi menjadi
hitam secara merata dan akhirnya mengering dan mati. Cabang kopi yang terdapat
lubang gerek apabila dipotong secara melintang akan terlihat lubang dari kulit luar
sampai empulur (Gambar 1c) hingga terbentuk terowongan yang panjang sebagai
ruang meletakkan telur sampai serangga tumbuh menjadi dewasa (Gambar 1d)
(Indriati et al., 2017).
Dalam mengelola atau mengurangi serangan hama X. compactus menurut
Greco & Wright (2015) dapat dilakukan pemantauan dan perangkap berumpan
yang bertujuan untuk menangkap hama betina. Selain itu dapat digunakan juga
berbagai macam bahan kimia seperti B. bassiana yang disemprotkan langsung ke
hama X. compactus. Penggunaan bahan insektisida semiokimia dapat digunakan
untuk mengusir hama tanaman kopi. Tidak hanya itu pemotongan cabang-cabang
15

yang mulai terserang merupakan salah satu cara agar Xylosandrus compactus
tidak dapat berkembang biak. Adapun penjelasan lebih jelas sebagai berikut :
a. Pengendalian Biologis, pengendali hayati X. compactus masih terbatas.
Beberapa musuh alami telah dilaporkan memakan imago dan dewasa dari X.
compactus, tetapi tidak ada satupun yang terbukti telah memberikan
pengendalian yang berkelanjutan dan efektif.
b. Pengendalian Mikroba, musuh alami lain yang menjanjikan untuk X.
compactus adalah jamur Entomopatogen Beauveria bassiana. B. bassian
terbukti menginfeksi semua tahap kehidupan X. compactus.
c. Pengendalian Semiokimia, penggunaan bahan kimia untuk mengendalikan
X. compactus. dengan perangkap massal.
d. Pengendalian Budaya, untuk mengurangi populasi X. compactus di
perkebunan kopi disarankan untuk memantau tingkat serangan dan untuk
menyingkirkan sebanyak mungkin material yang terserang hama dari
lapangan. Cabang yang terserang harus dipangkas dan dimusnahkan.
Pemangkasan dapat dilakukan beberapa sentimeter sebelum area bergejala.
Jika cabang yang terserang tidak dipangkas dan tidak dibuang dari
perkebunan, X. compactus akan tetap aktif di dalam residu dan serangan
berulang akan terjadi.
2.5 Planococcus Citri (Kutu Sisir Kopi)
Kutu dompolan atau yang memiliki nama ilmiah Planococcus citri Risso
(Hemiptera: Pseudococcidae) merupakan salah satu hama penting tanaman kopi
dan dilaporkan menyerang akar, cabang, daun, tandan buah, dan buah kopi
(Kumar et al., 2016). Kutu dompolan memiliki ciri morfologi seperti warnanya
yang putih agak kekuningan dengan tubuh yang dilapisi lilin dan bertepung. Pada
kutu betina memiliki bentuk yang oval tanpa sayap dengan panjang tubuh 3 mm,
sedangkan pada kutu jantan memiliki tubuh yang kurus dan panjang berukuran 1-
1,15 mm dan bersayap (Munawaroh et al., 2021).
16

Gambar 16. Morfologi P. citri, telur (a), nimfa (b), imago (c) (Munawaroh et al.,
2021).
Bioekologi kutu dompolan dijabarkan berdasarkan siklus hidup, makanan,
dan reproduksi. Siklus hidup hama ini meliputi telur, nimfa, dan imago. Telur
diletakkan oleh betina dalam sebuah kantong telur yang disebut ovisac (Asiegbu
dan Kovalchuk, 2023).. Telur tersebut akan menetas dan menjadi nimfa setelah
melewati beberapa instar. Telur tersebut menetas setelah 3-4 hari menjadi nimfa.
Instar pertama nimfa umumnya 6-10 hari, instar kedua sekitar 10-14 hari sebelum
menjadi imago (Munawaroh et al., 2021). Imago betina dapat hidup selama 45
hari dan menghasilkan 600 telur. Makanan kutu dompolan yakni getah tanaman
kopi yang diambil dengan cara menyedot pada berbagai bagian seperti daun,
ranting dan buah. Perkembangbiakan kutu ini secara aseksual dan seksual, tetapi
reproduksi aseksual lebih umum terjadi. Pada musim kemarau atau panas,
populasinya umumnya meningkat karena suhu dan kelembaban tinggi yang
mendukung perkembangannya (Asiegbu dan Kovalchuk, 2023).

Gambar 17. Siklus Hidup P. citri (Tong et al., 2020).


Kutu dompolan dapat menyerang kuncup bunga sehingga menyebabkan
deformitas bunga hingga terhentinya proses pembungaan. Selain itu, serangan
pada ranting, buah, dan daun akan menyebabkan tanaman lemah dan menurunkan
produksi.Pada saat bibit atau tanaman kopi berumur muda, kutu dompolan dapat
menyerang perakaran sehingga berdampak pada kematian bibit. Koloni dari kutu
ini dapat menghasilkan ekskresi zat manis yang disebut honeydew yang
17

merupakan makanan dan tempat tumbuh dari jamur sooty mold. Jamur sooty mold
misalnya Capnodium sp.dapat tumbuh di permukaan daun dan menghalangi sinar
matahari dalam proses fotosintesis (Kumar et al., 2016).

Gambar 18 Gejala Serangan pada Buah dan Daun (Kumar et al., 2016).
Pengendalian ketika telah terjadi serangan dapat dilakukan menggunakan
musuh alami. Musuh alami berupa parasitoid yakni jenis parasitoid Encyrtidae
antara lain Anicetus, Cephaleta, Cerapteroceroides, Cheiloneuromyia,
Coccophagus, Diadiplosis, Diversinervus, Encyrtus, Metaphycus, Neobrachista,
Prochiloneurus, Promuscichusidea, dan Tetrastichusidea. Musuh alami yang lain
berupa predator yang dapat memakan kutu dompolan seperti kumbang
Coccinellidae dari genus Azya, Cheilomenes, Chilocorus, Coccidiphaga,
Cryptoblabes, Eublemma, Scymnus, Exochomus, Halmus, dan Harmonia. Serta
lalat dari keluarga Syrphidae, seperti Ocyptamus giganteus (Schiner) yang
memangsa nimfa dan dewasa P. citri. Entomopatogen yang dapat digunakan
yakni jamur Lecanicillium lecanii. Jamur ini merupakan agen pengendali kutu
dompolan paling efektif karena pasca aplikasi, jamur ini dapat menginvasi dan
menghancurkan kutu dalam waktu 2 hari. Aplikasi dilakukan dengan cara
menyemprotkan konia dengan konsentrasi 1 x 10^8 konidia/ml pada cabang dan
daun kopi. Pengendalian secara kultur teknis dapat dilakukan dengan cara
mengatur jarak tanam, melakukan pemangkasan sehingga dapat mengurangi
kelembaban yang terlalu tinggi dan menguntungkan bagi kutu dompolan. Selain
itu sanitasi kebun harus dijaga secara terus menerus dengan cara membersihkan
gulma yang menjadi inang sekunder dari kutu dompolan. Adapun penggunaan
pestisida sebaiknya dihindari karena dapat membunuh musuh alami dari kutu
dompolan dan apabila memang harus menggunakannya maka diusahakan memilih
18

pestisida biorasional yang tidak berbahaya bagi musuh alami kutu dompolan kopi
(Asiegbu dan Kovalchuk, 2023).
19

BAB III. PENUTUP


3.1 Kesimpulan
Kopi (Coffea sp) adalah species tanaman berbentuk pohon yang termasuk
dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Komoditas kopi di Indonesia
memegang peranan penting dalam sektor perekonomian, baik sebagai sumber
pendapatan masyarakat, pemenuhan kebutuhan kopi domestik maupun sumber
pendapatan devisa negara dari perdagangan ekspor. Kopi dibudidayakan hampir di
seluruh wilayah Indonesia namun provinsi utama penghasil kopi di Indonesia
adalah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Timur, dan
Sulawesi Selatan. Usaha tani kopi berkontribusi terhadap perekonomian nasional
sebagai sumber devisa, pendapatan petani, penciptaan lapangan kerja,
pengembangan wilayah, pendorong agribisnis dan agroindustri serta dapat
mendukung konservasi lingkungan. Namun kurun waktu 3 tahun produksi mulai
menurun. Penurunan produksi kopi disebabkan oleh pemupukan yang belum
efisien dan keberadaan hama penyakit tanaman seperti hama penggerek buah
kopi, hama penggerek batang, kutu putih kopi, serangga penggerek kayu, dan kutu
sisir kopi.
3.2 Saran
20

DAFTAR PUSTAKA

Adi, S. 2015. Pengenalan Hama Penting Tanaman Kopi. Diakses 16 september 2022.
http://ilmuperkebunanlampung/2015/01/pengenalan-hama-pentingtanaman
kopi.html. Dinas Perkebunan Provinsi Lampung. Bandar Lampung.
Adri, Firdaus dan Yardha. (2022). Identifikasi Panen, Pasca Panen Dan Kelembagaan
Usahatani Kopi. Jurnal Ilmiah Ilmu Terapan Universitas Jambi 6(2):192–200.
Anindita, D. C., Nareswari, A. H. P., & Saputra, Y. (2023). Sosialisasi Pengendalian
Hama Penggerek Buah Kopi (Pbko) Di Kth Tani Makmur, Desa Nglurup,
Kecamatan Sendang, Kabupaten Tulungagung. Selaparang: Jurnal Pengabdian
Masyarakat Berkemajuan, 7(3), 1948-1952.
Arsi, A., Suparman, S. H. K., Gunawan, B., Umayah, A., Pujiastuti, Y., Hamidson, H., &
Irsan, C. (2023). Attack Level Of Coffee Fruit Borer Pest (Hypothenemus
hampei) And Branch Borer Pest (Xylosandrus compactus) In Central Dempo
District Pagaralam City. Sainmatika: Jurnal Ilmiah Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, 20(1), 87-95.
Arsi, Suparman S.H.K., Gunawan, B., Umaya, A., Pujiastut, Y.,Harman, H., Irsan, C.,
Suwand., Nurhasnah. 2023. Attack Level Of Coffee Fruit Borer Pest
(Hypothenemus hampei) AndBranch Borer Pest (Xylosandrus compactus) In
Central Dempo District Pagaralam. Sainmatika: Jurnal Ilmiah Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Volume 20 No. 1, June 2023.
Asiegbu, F. O., & Kovalchuk, A. (2023). Coffee Pests. In Forest Microbiology: Tree
Diseases and Pests (Vol. 3, pp. 213–225). Elsevier. https://doi.org/10.1016/B978-
0-443-18694-3.00015-8
Aziz, M. M., Siregar, A. Z., & Hasanuddin, H. (2018). Penggunaan Atraktan Asam
Klorogenat Pada Perangkap Dalam Mengendalikan Pbko (Hypothenemus Hampei
Ferr.) Pada Perkebunan Kopi Di Kabupaten Dairi. Jurnal Agroteknologi, 9(1), 17.
https://doi.org/10.24014/ja.v9i1.3937.
CABI. (2022). Xylosandrus morigerus (brown twig beetle). CABI Compedium.
https://www.cabidigitallibrary.org/doi/10.1079/cabicompendium.57238
21

Defitri, Y. (2016). Pengamatan beberapa penyakit yang menyerang tanaman kopi (Coffea
sp) di desa Mekar Jaya kecamatan Betara kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Jurnal Media Pertanian, 1(2), 78-84.
Egonyu, J. P., Ahumuza, G., & Ogari, I. (2016). Population dynamics of Xylosandrus
compactus (Coleoptera: Curculionidae: Scolytinae ) on Coffea canephora in the
Lake Victoria Crescent agroecological zone of Uganda population dynamics of
Xylosandrus compactus (Coleoptera : Curculionidae: Scolytinae. African
Zoology, 51(3), 121–126.
Fintasari, J., Rasnovi, S., Yunita, Y., dan Suwarno, S. (2018). Fase Pertumbuhan dan
Karakter Morfologi Kumbang Penggerek Buah Kopi, Hypothenemeus hampei
Ferrari (Coleoptera: Curculionidae) pada Umur Buah Berbeda. Jurnal
Bioleuser.2(2).41-45.
Girsang, W., Purba, R., & Rudiyantono, R. (2020). Intensitas serangan hama penggerek
buah kopi (Hipothenemus hampei Ferr.) pada tingkat umur tanaman yang berbeda
dan upaya pengendalian memanfaatkan atraktan. Journal TABARO Agriculture
Science, 4(1), 27-34.
Greco, E. B., and M. G. Wright. 2015. First report of exploitation of coffee beans by
black twig borer (Xylosandrus compactus) and tropical nut borer (Hypothenemus
obscurus) (Coleoptera: Curculionidae: Scolytinae) in Hawaii. Proc. Hawaii.
Entomol. Soc. 44: 71–78.
Gugliuzzo, A., Biedermann, P. H. W., Carrillo, D., Castrillo, L. A., Egonyu, J. P.,
Gallego, D., Haddi, K., Hulcr, J., Jactel, H., Kajimura, H., Kamata, N., Meurisse,
N., Li, Y., Oliver, J. B., Ranger, C. M., Rassati, D., Stelinski, L. L., Sutherland,
R., Tropea Garzia, G., … Biondi, A. (2021). Recent Advances Toward the
Sustainable Management of Invasive Xylosandrus ambrosia Beetles. Journal of
Pest Science, 94(3), 615–637. https://doi.org/10.1007/s10340-021-01382-3
Gunawan, R., Tarmadja, S., & Paidi. (2016). Pengendalian Penggerek Buah Kopi
Hypothenemus hampei Dengan Menggunakan Ferotrap. Jurnal Agromast, 1(2),
58–66.
22

Hamdani, H., & Supriyatdi, D. (2019). Keragaman intensitas serangan hama penggerek
buah kopi (Hypothenemus hampei Ferrari) pada beberapa sentra produksi kopi
Robusta Provinsi Lampung. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan, 19(3), 244-249.
Hayata, H. (2016). Hubungan persentase serangan hama penggerek buah kopi
(Hypothenemus hampei Ferr.(Coleoptera: Scolytidae)) dengan dugaan kehilangan
hasil di Kecamatan Betara Tanjung Jabung Barat. Jurnal Media Pertanian, 1(2),
85-90.
Hultman, C., & Hultman, C. (2016). Black coffee twig borer, Xylosandrus compactus
(Eichhoff) on robusta coffee in Uganda and knowledge levels about BCTB
Independent project/Degree project/SLU, Departement of Ecology, Faculty of
Natural Resources and Agricultural Sciences. Part no: 5, 1-76.
Indriati, G., Khaerati, K., Sobari, I., & Pranowo, D. (2017). Attack Intensity of Twig
Borer Xylosandrus compactus (Coleoptera: Curculionidae) on Four Robusta
Coffee Clones. Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar, 4(2), 99–106.
https://doi.org/10.21082/jtidp.v4n2.2017.p99-106
Isnaeni. 2019. Pengaruh Pemangkasan terhadap Perkembangan Populasi Kutu Hijau pada
Tanaman Kopi di Desa Betteng. Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Jaramillo, M. G., Machado, P. B., & Constantino, L. M. (2015). Conozca al pasador de
las ramas del cafe, un insecto plaga ocsional en Colombia. Gerencia Tecnica.
Programa de Investigation Cientifica Fondo Nacional del Cafe.
Komarasakti, D., Komara, E., Panjaitan, B., & Ansori, S. (2022). Sosialisasi Dan
Pendampingan Penanaman Kopi Tersertifikasi Di Desa Rawabogo Kecamatan
Ciwidey. Jurnal Abdimas Sang Buana, 3(1), 20-30.
Kumar, P., Reddy, G., Seetharama, H., & M.M, B. (2016). Coffee. In Mealybugs and
their Management in Agricultural and Horticultural Crops (pp. 643–655).
Springer India. https://doi.org/10.1007/978-81-322-2677-2_70
Langkai, H., Rimbing, J., & Wanta, N. N. (2023). Persentase Serangan Hama Penggerek
Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr)(Coleoptera: Curculionidae) Pada
Pertanaman Kopi Robusta (Coffea canephora) di Desa Sumber Rejo Kecamatan
Modayag. JURNAL ENFIT: Entomologi dan Fitopatologi, 3(1), 1-9.
23

Lumbanraja, F. R., Rosdiana, S., Sudarsono, H., & Junaidi, J. (2020). Sistem Pakar
Diagnosis Hama Dan Penyakit Tanaman Kopi Menggunkan Metode Breadth First
Search (Bfs) Berbasis Web. Explore (Jurnal Sistem Informasi dan Telematika),
11(1), 1-9.
Muliani, S dan Nildayanti. 2018. Inventarisasi Hama Dan Penyakit Pada Pertanaman
Kopi Organik Inventory of Pests and Diseases in Organic Coffee Plantations. J.
Agroplantae, Vol.7, No. 2 (2018), 14-19.
Munawaroh, A. Z., Alfarisi, A. I., Diani, C. M., & Desinta, R. (2021). Penyakit yang
Menyerang Buah Kopi (Coffea spp) Disease Affecting Cherry Coffee (Coffea
spp). Prosiding SEMNAS BIO 2021 Universitas Negeri Padang, 1284.
Nafsi, A. S. A., Haryadi, N. T., Dewi, N., & Kurnianto, A. S. (2023). Respons
Ketertarikan Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus Hampei) Terhadap
Komposisi Rasio Senyawa Atraktan Pada Tanaman Kopi: Response Of Attraction
Of Coffee Berry Borer (Hypothenemus hampei) To The Composition Of The
Ratio Of Attractant Compounds In Coffee Crops. Jurnal HPT (Hama Penyakit
Tumbuhan), 11(3), 121-132.
Prakoswo, D., Ariffin, & Tyasmoro, S. Y. (2018). The analyze of agroclimate in ub forest
area malang district, east Java, Indonesia. Bioscience Research, 15(2), 918–923.
Rahmawati, E.D., Rahmadhini, D., Wuryandari, Y. Pengaruh Pemberian Pestisida Nabati
Tanaman Tembakau dan Brotowali terhadap Tingkat Kerusakan Hama Kutu Hijau
pada Tanaman Kopi Varietas Robusta di Desa Dompyong, Kecamatan Bendungan
Kabupaten Trenggalek. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 949-957.
Ramli. 2015. Pengamatan Status Serangan Coccus viridis Pada Tanaman Kopi Arabika
Belum Menghasilkan Di Desa Potokullin, Kabupaten Enrekang.
Riansyah, B. (2019). Sistem Informasi dan Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Tanaman
Kopi [Skripsi, Universitas Lampung]. https://digilib.unila.ac.id/57763/
Rismayani, Rubiyo dan Ibrahim, M.S.D. 2013. Dinamika Populasi Kutu Tempurung
(Coccus viridis) Dan Kutudaun (Aphis gossypii) Pada Tiga Varietas Kopi Arabika
(Coffea Arabica) Population Dynamic of Lice Green Scales (Coccus viridis) and
Aphids (Aphis gossypii) Population on Three Varieties of Arabica Coffee (Coffea
Arabica).
24

Setiawan, Y., Rachmawati, R., & Tarno, H. (2018). Diversity of Ambrosia Beetles
(Coleoptera: Scolytidae) on Teak Forest in Malang District, East Java, Indonesia.
Biodiversitas Journal of Biological Diversity, 19(5), Article 5.
https://doi.org/10.13057/biodiv/d190528
Siahaan, S. H., Saragih, M. W. M., Siahaan, F., Siahaan, S. D. M., Aruan, Y. G. O., &
Tampubolon, J. E. J. (2021). Pembinaan Budidaya Kopi Robusta Organik
Terhadap Kelompok Tani Desa Siboruon Kecamatan Balige Kabupaten Toba
Samosir Provinsi Sumatera Utara. Indonesian Journal Of Community Service,
1(4), 653-659.
Siregar, 2016. Atraktan Kopi Ramah Lingkungan (Cetakan I). Inteligensia Media Malang
Indonesia.
Tong, H., Li, M., Wang, S., Ye, W., Li, Z., Omar, M. A. A., Ao, Y., Ding, S., Li, Z.,
Wang, Y., Yin, C., Zhao, X., He, K., Liu, F., Chen, X., Mei, Y., Walters, J. R.,
Jiang, M., & Li, F. (2020). A Chromosome-Level Genome Assembly Provides
New Insights into Paternal Genome Elimination in The Cotton Mealybug
Phenacoccus solenopsis. Molecular Ecology Resources, 20(6), 1733–1747.
https://doi.org/10.1111/1755-0998.13232
Winarni, E., Ratnani, R. D., & Riwayati, I. (2013). Pengaruh Jenis Pupuk Organik
Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kopi. Majalah Ilmiah MOMENTUM, 9(1).
Wiryadiputra, S. (2014). Pola distribusi hama penggerek buah kopi (Hypothenemus
Hampei) pada kopi arabika dan robusta. Pelita Perkebunan, 30(2), 123-136.

Anda mungkin juga menyukai