Anda di halaman 1dari 7

Kelompok 11:

1. K. Ariex Widyantara 218114172


2. Natalia Dwi Margaretha 218114173
3. Meyland Oei 218114175
4. Pius Hariadi 218114176
5. Ezra Wijaya Ismanta 218114181

TUGAS KELOMPOK FARMAKOTERAPI KARDIO ENDOKRIN D


FSMD 2021

KASUS
Seorang wanita (52 tahun) datang ke rumah sakit mengeluhkan badan terasa panas sejak
kemarin, tidak mual, tidak sakit kepala, tidak mual, dan tidak sesak. Beberapa hari setelah
dirawat di RS mengeluh penglihatan kabur dan terdapat edema pada bagian ekstrimitas.
Memiliki riwayat hipertensi dan sedang mengkonsumsi amlodipine rutin.

Analisis SOAP:

Identitas Pasien
Jenis Kelamin : Wanita
Usia : 52 tahun

Subjektif Sebelum dirawat di RS:


- Mengeluhkan badan terasa panas sejak
kemarin
- Tidak mual, sakit kepala, dan tidak sesak

Setelah dirawat di RS:


- Mengeluhkan penglihatan kabur dan
terdapat edema pada bagian ekstrimitas

Riwayat penyakit: hipertensi

Riwayat pengobatan: Amlodipine

Objektif Hasil Pemeriksaan tanda vital:


Hasil Pemeriksaan Laboratorium:

Assesment
- Problem Medik:
Pasien memiliki riwayat hipertensi. Hipertensi
adalah bila memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140
mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90
mmHg, pada pemeriksaan yang berulang.
Tekanan darah sistolik merupakan pengukuran
utama yang menjadi dasar penentuan diagnosis
hipertensi (PERKI, 2015).

- Data subjektif dan objektif:


Seorang wanita (52 tahun) datang ke rumah
sakit mengeluhkan badan terasa panas sejak
kemarin, tidak mual, tidak sakit kepala, tidak tidak
sesak. Beberapa hari setelah dirawat di RS
mengeluh penglihatan kabur dan terdapat edema
pada bagian ekstremitas.
- Terapi: Amlodipin

- Analisa:

Pemeriksaan tanda vital


Pasien telah melakukan pemerikaan tanda vital
meliputi tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi
respirasi dan suhu.
a. Tekanan darah
Berdasarkan pemeriksaan tanda vital yang
dilakukan oleh pasien pada tanggal 22-25 Mei
2015 diduga bahwa pasien mengalami hipertensi
derajat 1. Hal tersebut ditandai dengan hasil
pemeriksaan tekanan darah dari pasien pada hari
pertama pengecekan adalah 200/100 mmHg. Lalu,
mengalami penurunan hingga hari terakhir
pengecekan adalah 130/90 mmHg yang termasuk
ke klasifikasi Hipertensi derajat 1 dengan tekanan
darah sistolik berkisar antara 140-159 mmHg dan
tekanan darah diastolik antara 90-99 mmHg
(PERKI, 2015).

b. Denyut nadi
Jika nadi istirahat idealnya adalah antara 60-80
kali per menit. Namun, denyut nadi masih
dikatakan normal jika berkisar antara 60-100 kali
per menit. Jika melebihi 80 kali per menit namun
masih belum melebihi 100 kali/ menit, maka
sistem kardiorespirasi dapat dikatakan kurang
bekerja secara efisien atau dapat dikatakan kurang
segar jasmaninya, walaupun masih belum
dikatakan denyut nadi terlalu cepat (Nawawinetu
dan Indah, 2020). Hasil pemeriksaan denyut nadi
pasien adalah 72, 84, 76, 72, 94, 88 dan 69.
Sehingga denyut nadi pasien normal.

c. Frekuensi respirasi
Frekuensi pernapasan normal manusia berbeda
pada umur tertentu. Frekuensi pernapasan
manusia secara normal adalah sebagai berikut :
Bayi baru lahir : 35-40 x/menit
Bayi (6 Bulan) : 30/50 x/menit
Todler (2 Tahun) : 25-32 x/menit
Anak-anak : 20-30 x/menit
Remaja : 16-19 x/menit
Dewasa : 12-20 x/menit

(Sulistyowati, 2018)
Pasien masuk dalam kategori dewasa sehingga
frekuensi respirasi pasien seharusnya berkisar
antara 12-20 x/menit. Namun pada hasil
pemeriksaan frekuensi respirasi pasien masih ada
yang berada diatas kisaran frekuensi tersebut
khususnya pada pagi hari yaitu 22 x/menit dan 25
x/menit.

d. Suhu tubuh
Suhu tubuh normal manusia berkisar pada 36-
37°C, namun saat demam dapat melebihi 37°C
(Sudibyo dkk., 2020). Hasil pemeriksaan suhu
tubuh pasien adalah dari 36 °C - 37,5 °C dengan
pemeriksaan terakhir adalah 36,3 °C. Sehingga,
suhu tubuh pasien normal. Namun, saat pasien
dengan suhu tubuh melebihi 37 °C maka badan
akan terasa panas (sesuai dengan yang dikeluhkan
pasien).

Pemeriksaan Laboratorium:
Pasien telah melakukan pengecekan GDS,
Leukosit, Eritrosit, Hb, Ht, Trombosit, SGOT,
SGPT, Ureum dan Creatinin. Hasil pemerikaan
pasien dapat dikatakan normal karena hasil yang
didapatkan berada didalam rentang rujukan,
terkecuali hasil pengecekan leukosit.
Jumlah normal sel darah putih(leukosit) per
mikroliter darah (sel/µL darah) berdasarkan
kelompok usia :

● Bayi yang baru lahir : 9.400 - 34.000


● Balita (3-5 tahun) : 4.000 - 12.000
● Remaja (12-15 tahun): 3.500 - 9.000
● Dewasa (15 tahun ke atas) : 3.500 - 10.500

(Kemenkes, 2022)

Peningkatan leukosit pada pasien dengan


hipertensi menandakan adanya inflamasi pada
bagian sistemik tubuh pasien terkhusus jantung
dan pembuluh darah akibat hipertensi. Inflamasi
yang ditunjukkan dari meningkatnya leukosit ini
adalah atherosclerosis atau plak yang
menghambat peredaran darah pada tubuh yang
semakin parah (Schillaci dkk., 2007).
Pengobatan yang diterima pasien & Keluhan
pasien setelah dirawat:

Pasien telah mengonsumsi obat amlodipine yang


termasuk Calcium Channel Blocker. Namun,
seharusnya amlodipine cukup diberikan sekali
sehari (dosis harian 2,5-10 mg) (Wells, dkk.,
2017). Pasien mengeluhkan setelah dirawat di RS
penglihatan kabur dan terdapat edema pada bagian
ekstrimitas. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh
efek samping obat Alprazolam yang
menyebabkan efek samping penglihatan kabur
dan Amlodipine yang mana masih di konsumsi
pasien sebagai obat rutin dengan dosis yang tidak
sesuai. Berdasarkan Medscape, 10%
kemungkinan kejadian efek samping edema dapat
terjadi akibat dosis atau konsumsi yang tidak
sesuai (Medscape, 2023).

Plan
Edukasi:
- Memberikan edukasi kepada pasien untuk
menerapkan pola hidup sehat dengan
menghindari makanan berlemak dan
pemicu hipertensi
- Memberikan edukasi kepada pasien bahwa
dosis obat dan jadwal konsumsi obat harus
sesuai
- Memberikan edukasi terkait efek samping
yang mungkin dirasakan

Monitoring:
- Melakukan pengecekan tanda vital
terkhusus tekanan darah secara berkala
(Harian) untuk melihat efek obat jika
memungkinkan.
- Melakukan pemeriksaan laboratorium
pada akhir terapi untuk melihat progres
dari terapi obat.
- Penggunaan obat yang sesuai dengan yang
telah diresepkan
- Monitoring terhadap efek samping yang
mungkin muncul pada pasien secara
berlebih sehingga dapat dilakukan
peninjauan ulang terapi obat

Terapi farmakologis:

Menurut PERKI 2015, terapi farmakologis


yang dapat diberikan kepada pasien dengan umur
<60 tahun adalah ACE-i atau ARB. Apabila tidak
memberikan efek farmakologis secara signifikan
meskipun sudah ditingkatkan dosisnya maka, jika
diperlukan dapat ditambahkan CCB atau Thiazide
ataupun kombinasi pengobatan dari
CCB+Thiazide+ACE-i (atau ARB) (PERKI,
2015).
Sehingga, pasien disarankan untuk
mengonsumsi obat CCB+Thiazide+ACE-i yaitu
lisinopril 10 mg diminum sekali sehari (ACEI).
Kemudian, penggantian dosis dari amlodipin yaitu
5 mg sehari sekali dengan dosis maksimum 10 mg
tiap hari (CCB). Serta, apabila kondisi pasien
tidak membaik maka dapat dikombinasikan
dengan Thiazide seperti chlorothiazide,
chlorthalidone, indapamide, ataupun metolazone.

Terapi non-farmakologis:
- Penurunan berat badan dengan cara
mengganti makanan tidak sehat dengan
memperbanyak asupan sayuran dan buah-
buahan dapat memberikan manfaat yang
lebih selain penurunan tekanan darah,
seperti menghindari diabetes dan
dislipidemia.
- Mengurangi asupan garam.
- Olahraga secara teratur sebanyak 30 –60
menit/ hari, minimal 3 hari/ minggu.
Apabila tidak memiliki waktu untuk
berolahraga secara khusus, sebaiknya
harus tetap dianjurkan untuk berjalan kaki,
mengendarai sepeda atau menaiki tangga
dalam aktifitas rutin mereka di tempat
kerjanya.
- Mengurangi konsumsi alkohol.
- Berhenti merokok.
(PERKI, 2015)
DAFTAR PUSTAKA

Kementrian Kesehatan., 2022. ‘Lekositosis’. URL:


https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/336/lekositosis (diakses tanggal 5/9/23).

Medscape, 2023. Amlodipine : Adverse Effects. URL:


https://reference.medscape.com/drug/katerzia-norvasc-amlodipine
342372?src=mbl_msp_iphone&ref=whatsapp#4 (diakses tanggal 6/11/2023).

Nawawinetu, E. D., Indah, L., 2020. Factors Associated With The Ability To Perform Physical
Fitness Tests With QCST. Journal of Vocational Health Studies, 3:97–102.

PERKI, 2015., Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular Edisi


Pertama. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, Jakarta.

Schillaci, G., et al., 2007. Prognostic Value of Elevated White Blood Cell Count in
Hypertension. The American Journal of Hypertension, 20 : 364 - 369.

Sulistyowati, A., 2018. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital. Akademi Keperawatan Kerta


Cendekia, Sidoarjo.

Wells, B.G., Schwinghammer, T.L., DiPiro, J.T., DiPiro, C.V., 2017. Pharmacotherapy
Handbook Tenth Edition. McGraw Hill Education, New York.

Anda mungkin juga menyukai