Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

KETOASIDOSIS DIABETIK

Oleh : Gugus Satria


08700205
Pembimbing :
dr. Januar wijaya, Sp. A

2014

IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. S
Umur
: 14 tahun
Berat badan
: 29 kg
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
: Sungi Wetan - Kraton, Kab.Pasuruan
Suku bangsa
: Jawa
Orang tua
: a. Ayah
Nama
: Tn. S
Umur
: 41 tahun
Pendidikan: SD
Pekerjaan : Petani
b. Ibu
Nama
: Ny. M
Umur
: 42 tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Petani
MRS
: 16 Maret 2014 jam 03.27
Tanggal pemeriksaan : 16 Maret 2014
ANAMNESA
KELUHAN UTAMA
Sesak
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke UGD RS pada dini hari, datang sendiri dengan keluhan sesak
nafas sejak sore hari. Sesak nafas semakin memberat tidak berkurang dengan
perubahan posisi. Sesak nafas tanpa batuk, pilek, panas maupun kejang. psien
mengaku tidak punya riwayat astma. Pasien juga merasa merasa lemas badan sejak 3
hari. BAK pasien banyak dan sering, hampir setiap malam pasien kencing sekitar 5
kali. Pasien juga merasa sering haus dan lapar.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien pernah merasa sesak seperti ini sebelumnya. Sesak pertama kali
dirasakan sekitar 2 tahun lalu berobat ke RS Purut dan didiagnosa Diabetes Melitus.
Berat badan pasien dirasa keluarga menurun sejak didiagnosa mengidap Diabetes
Melitus, padahal nafsu makan pasien tinggi. Selama 2 tahun ini pasien menggunakan
insulin tapi kadang-kadang tidak teratur.
RIWAYAT KELUARGA
Menurut orang tua pasien, orang tua pasien tidak mempunyai penyakit yang
sama maupun saudaranya.
RIWAYAT IMUNISASI
Pasien telah mendapatkan imunisasi lengkap pada saat bayi dulu.
PEMERIKSAAN FISIK
(16-3-2014)
KEADAAN UMUM

Lemah, somnolent
TANDA VITAL
-

Temperatur
: 37 C
Nadi
: 130 x/menit, reguler, pengisian kuat
Nafas
: 32 x/ menit
Tensi
: 120/70
STATUS GENERALIS
Kepala Leher :
Anemis (-), Ikterus(-), Sianosis(-), Dispnea(-)
Pernafasan cuping hidung (-)
Faring hiperemi Pembesaran KGB (-)
Thoraks
:
Inspeksi bentuk dada
Pergerakan kanan dan kiri simetris
Frekwensi nafas : 32x/ menit
Perkusi kanan dan kiri : sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler dan
tidak didapatkan wheezing maupun rhonchi.
Jantung S1 S2 tunggal, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen
:
Soepel, flat
Bising usus (+) normal
Hepar/lien tidak teraba
Ekstrimitas :
Akral hangat, kering,merah.
CRT< 2
Edema (-)
STATUS NEUROLOGIS
Meningeal sign (-)
Pupil: bulat,isokor,3mm/3mm, Motorik dan sensorik dalam batas normal
Refleks fisiologis dalam batas normal
Refleks patologis tidak didapatkan
(19-3-2014)
KEADAAN UMUM
Cukup, compos mentis
TANDA VITAL
- Temperatur
: 37 C
- Nadi : 90 x/menit, reguler, pengisian kuat
- Nafas
: 20 x/ menit
- Tensi
: 120/70
STATUS GENERALIS
Kepala Leher : Anemis (-), Ikterus(-), Sianosis(-), Dispnea(-)
Pernafasan cuping hidung (-)
Faring hiperemi (-)
Pembesaran KGB (-)
Thoraks
: Inspeksi bentuk dada
Pergerakan kanan dan kiri simetris
Frekwensi nafas : 20x/ menit
Perkusi kanan dan kiri
: sonor
Auskultasi : vesikuler dan tidak didapatkan wheezing dan rhonki

Abdomen
Ekstrimitas

Jantung S1 S2 tunggal, Murmur (-), Gallop (-)


:
Soepel, flat
Bising usus (+) normal
Hepar/lien tidak teraba
:
Akral hangat, kering,merah.
CRT< 2
Edema (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
-

Pemeriksaan laboratorium : (16/3/2014)

Darah lengkap :
Leukosit
: 21,5 x 103/L
Eritrosit
: 5,47 x 106/L
Hb
: 15,9 g/dL
Hct
: 50,4%
Trombosit
: 412 x 103/L

Serum elektrolit :
Na
: 161,8 mmol/L
K
: 2.506 mmol/L
Cl
: 126,8 mmol/L
pH
: 7,38

BUN
Kreatinin Serum
Urine lengkap :

Albumin
:Reduksi
:Bilirubi
:Urobili
:Sedimen Eritrosit
Leukosit
Epitel
Kristal
Keton
GDA

STATUS GIZI

: 12,69 mg/dL
: 0,94 mg/dL

: 0-1/lp
: 0-1/lp
: 0-1/lp
::: 542

Usia : 14 th
Berat badan : 29 kg
Tinggi badan : 152 cm
Status gizi menurut Waterlow: BB/TB% =

BB aktual x 100%
BB baku untuk TB aktual
=
29 x 100% = 72.5%
40

Interpretasi:
Obesitas
Overweight
Gizi baik

: 120%
: 110% - 120%
: 90% - 110%

Gizi kurang : 70% - 90%


Gizi buruk
: <70%

DAFTAR MASALAH
Sesak
Nafas kussmaul
BAK sering dan banyak
Riwayat DM menggunakan insulin setiap hari
Tachypneu
Sianosis
Leukosit
: 21,5 x 103/L
GDA
: 542
DIAGNOSA
Ketoasidosis Diabetik + Diabetes Mellitus tipe 1

PLANNING
PLANNING DIAGNOSA
GDA tiap jam 10.00, 16.00, 21.00, 00.00, 03.00, 06.00
PLANNING TERAPI
Awal:

Infus NS 3500cc/12jam. 300cc/jam (infus pump)

Lanjut infus 3500cc/36jam. 100cc/jam (infis pump)

Inj. Cefotaxim 3x500 mg

Inj. Santagesik 3x200 mg

Humulin R 50U diencerkan NS menjadi 50cc. Kecepatan 2,6cc/jam


(Syringe Pump)
Lanjutan: (18-3-2014)
- Infus stop
- Inj.Cefoaxim 3x750 mg
- Inj.Santagesik 3x250 mg
- Inj.Ranitidin 2x25 mg
- Diit kalori 2600 kkal/hari
Jadwal insulin: (18-3-2014)
- Humulin R 7-6-7-0
- Humulin N 10-0-10-0
(20-3-2014)
- Humulin R 8-8-8-0
- Humulin N 10-0-10-0
(25-3-2014)
- Humulin R 8-8-8-8
- Humulin N 12-0-10-0
(28-3-2014) KRS dengan jadwal injeksi insulin
- Humulin R 8-8-8-8

- Humulin N 12-0-10-0

TINJAUAN PUSTAKA
KETOASIDOSIS DIABETIK
Pendahuluan
Ketoasidosis diabetik adalah kondisi medis darurat yang dapat mengancam
jiwa bila tidak ditangani secara tepat. Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh
penurunan kadar insulin efektif di sirkulasi yang terkait dengan peningkatan
sejumlah hormon seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth hormone.
Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
pada anak dengan diabetes mellitus tipe 1.Mortalitas terutama berhubungan dengan
edema serebri yang terjadi sekitar 57% - 87% dari seluruh kematian akibat KAD.1
Peningkatan lipolisis, dengan produksi badan keton (-hidroksibutirat dan
asetoasetat) akan menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolik. Hiperglikemia
dan asidosis akan menghasilkan diuresis osmotik, dehidrasi, dan kehilangan
elektrolit. Secara klinis, ketoasidosis terbagi ke dalam tiga kriteria, yaitu ringan,
sedang, dan berat, yang dibedakan menurut pH serum.2
Risiko KAD pada IDDM adalah 1 10% per pasien per tahun. Risiko
meningkat pada anak dengan kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya pernah
mengalami episode KAD, anak perempuan peripubertal dan remaja, anak dengan
gangguan psikiatri (termasuk gangguan makan), dan kondisi keluarga yang sulit
(termasuk status sosial ekonomi rendah dan masalah asuransi kesehatan). Pengobatan
dengan insulin yang tidak teratur juga dapat memicu terjadinya KAD.3
Anak dengan tanda-tanda KAD berat (durasi gejala yang lama, gangguan
sirkulasi, atau penurunan derajat kesadaran) atau adanya peningkatan risiko edema
serebri (termasuk usia < 5 tahun dan onset baru) harus dipertimbangkan dirawat di
unit perawatan intensif anak. Terdapat lima penanganan prehospital yang penting
bagi pasien KAD, yaitu: penyediaan oksigen dan pemantauan jalan napas,
monitoring, pemberian cairan isotonik intravena dan balance elektrolit, tes glukosa,
dan pemeriksaan status mental (termasuk derajat kesadaran).2,3

Pengertian

Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah kondisi medis darurat yang dapat


mengancam jiwa bila tidak ditangani secara tepat. Ketoasidosis diabetik disebabkan
oleh penurunan kadar insulin efektif di sirkulasi yang terkait dengan peningkatan
sejumlah hormon seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth hormone. Hal
ini akan memicu peningkatan produksi glukosa oleh hepar dan ginjal disertai
penurunan

penggunaan

glukosa

perifer,

sehingga

mengakibatkan

keadaan

hiperglikemia dan hiperosmolar. Peningkatan lipolisis, dengan produksi badan keton


(-hidroksibutirat dan asetoasetat) akan menyebabkan ketonemia dan asidosis
metabolik. Hiperglikemia dan asidosis akan menghasilkan diuresis osmotik,
dehidrasi, dan kehilangan elektrolit. Kriteria biokimia untuk diagnosis KAD
mencakup hiperglikemia (gula darah > 11 mMol/L / 200 mg/dL) dengan pH vena <
7,3 dan atau bikarbonat < 15 mMol/L). Keadaan ini juga berkaitan dengan glikosuria,
ketonuria, dan ketonemia.1,2
Ketoasidosis diabetik pada umumnya dikategorisasi berdasarkan derajat
keparahan asidosis, dari ringan (pH < 7,30; bikarbonat , 15 mmol/L), moderat (pH <
7,20; bikarbonat < 10) dan berat (pH < 7,10; bikarbonat < 5,4).4
Epidemiologi dan Faktor Risiko
Kejadian ketoasidosis diabetik pada anak meliputi wilayah geografik yang
luas dan bervariasi bergantung onset diabetes dan sebanding dengan insidensi IDDM
di suatu wilayah. Frekuensi di Eropa dan Amerika Utara adalah 15% - 16%. Di
Kanada dan Eropa, angka kejadian KAD yang telah dihospitalisasi dan jumlah pasien
baru dengan IDDM telah diteliti, yaitu sebanyak 10 dari 100.000 anak.5
Onset KAD pada IDDM lebih sering terjadi pada anak yang lebih muda
(berusia < 4 tahun), memiliki orang tua dengan IDDM, atau mereka yang berasal dari
keluarga dengan status sosial ekonomi rendah. Pemberian dosis tinggi obat-obatan
seperti

glukokortikoid,

antipsikotik

atipik,

diazoksida,

dan

sejumlah

immunosuppresan dilaporkan mampu menimbulkan KAD pada individu yang


sebelumnya tidak mengalami IDDM.6
Risiko KAD pada IDDM adalah 1 10% per pasien per tahun. Risiko
meningkat pada anak dengan kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya pernah
mengalami episode KAD, anak perempuan peripubertal dan remaja, anak dengan
gangguan psikiatri (termasuk gangguan makan), dan kondisi keluarga yang sulit

(termasuk status sosial ekonomi rendah dan masalah asuransi kesehatan). Pengobatan
dengan insulin yang tidak teratur juga dapat memicu terjadinya KAD.3
Anak yang mendapat terapi insulin secara teratur dan terkontrol jarang
mengalami episode KAD. Sekitar 75% episode KAD berkaitan dengan kelalaian
pemberian insulin atau pemberian yang salah. Angka mortalitas KAD di sejumlah
negara relatif konstan, yaitu 0,15% di Amerika Serikat, 0,18% di Kanada, 0,31% di
Inggris. Di tempat dengan fasilitas medik yang kurang memadai, risiko kematian
KAD relatif tinggi, dan sebagian penderita mungkin meninggal sebelum
mendapatkan terapi.2
Edema serebri terjadi pada 57% - 87% dari seluruh kematian akibat KAD.
Insidensi edema serebri relatif konstan pada sejumlah negara yang diteliti: Amerika
Serikat 0,87%, Kanada 0,46%, Inggris 0,68%. Dari penderita yang bertahan, sekitar
10-26% mengalami morbiditas yang signifikan. Meski demikian, sejumlah individu
ternyata tidak mengalami peningkatan morbiditas dan mortalitas bermakna setelah
kejadian KAD dan edema serebri.1
Selain edema serebri, penyebab peningkatan angka morbiditas dan mortalitas
pada KAD mencakup hipoglikemia, hipokalemia, hiperkalemia, komplikasi susunan
saraf pusat, hematom, trombosis, sepsis, infeksi, pneumonia aspirasi, edem
pulmonar, RDS, dan emfisema. Beberapa sekuele lanjut yang berkaitan dengan
edema serebri dan komplikasi SSP mencakup insufisiensi hipotalamopituitary,
defisiensi growth hormone, dan defisiensi thyroid-stimulating hormone.2
Patofisiologi
Interaksi berbagai faktor penyebab defisiensi insulin merupakan kejadian
awal sebagai lanjutan dari kegagalan sel- secara progresif. Keadaan tersebut dapat
berupa penurunan kadar atau penurunan efektivitas kerja insulin akibat stres
fisiologik seperti sepsis dan peningkatan kadar hormon yang kerjanya berlawanan
dengan insulin. Secara bersamaan, perubahan keseimbangan hormonal tersebut akan
meningkatkan produksi glukosa, baik dari glikogenolisis maupun glukoneogenesis,
sementara penggunaan glukosa menurun. Secara langsung, keadaan ini akan
menyebabkan hiperglikemia (kadar glukosa > 11 mmol/L atau > 200 mg/dL),
diuresis osmotik, kehilangan elektrolit, dehidrasi, penurunan laju filtrasi glomerulus,
dan hiperosmolaritas.7

Secara bersamaan, lipolisis akan meningkatkan kadar asam lemak bebas,


oksidasi akan turut memfasilitasi glukoneogenesis dan membentuk asam asetoasetat
dan hidroksibutirat (keton) secara berlebihan, sehingga menyebabkan terjadinya
asidosis metabolik (pH < 7,3). Keadaan ini juga diperparah oleh semakin
meningkatnya asidosis laktat akibat perfusi jaringan yang buruk. Dehidrasi yang
berlangsung progresif, hiperosmolar, asidosis, dan gangguan elektrolit akan semakin
memperberat ketidak-seimbangan hormonal dan menyebabkan keadaan ini berlanjut
membentuk semacam siklus. Akibatnya, dekompensasi metabolik akan berjalan
progresif. Manifestasi klinis berupa poliuria, polidipsia, dehidrasi, respirasi yang
panjang dan dalam, akan menurunkan nilai pCO2 dan buffer asidosis, menyebabkan
keadaan berlanjut menjadi koma. Derajat keparahan KAD lebih terkait dengan
derajat asidosis yang terjadi: ringan (pH 7,2 7,3), moderat (pH 7,1 7,2), dan berat
(pH < 7,1).7
Meskipun dapat terjadi penurunan kadar kalium, adanya hiperkalemia
biasanya didapatkan pada pasien dengan KAD yang mendapat resusitasi cairan.
Hiperkalemia serum terjadi akibat pergeseran distribusi ion kalium dari intrasel ke
ekstrasel karena adanya asidosis akibat defisiensi insulin dan penurunan sekresi
tubular renal. Terjadinya penurunan kadar fosfat dan magnesium serum juga akibat
pergeseran ion. Hiponatremia terjadi akibat efek dilusi akibat osmolaritas serum yang
tinggi. Kadar natrium dapat diukur dengan menambahkan kadar natrium sebanyak
1,6 mEq/L untuk setiap kenaikan kadar glukosa 100 mg/dL. Peningkatan osmolaritas
serum akibat hiperglikemia juga akan menyebabkan peningkatan osmolaritas
intraselular di otak. Koreksi hiperglikemia serum yang dilakukan secara cepat dapat
memperlebar gradien osmolaritas serum dan intraserebral. Cairan bebas kemudian
akan memasuki jaringan otak dan menyebabkan edema serebri beserta peningkatan
risiko herniasi. Oleh sebab itu, resusitasi cairan dan koreksi hiperkalemia harus
dilakukan secara bertahap dengan monitoring ketat.3
Edema serebri pada Ketoasidosis Diabetik
Edema serebri paling sering terjadi pada 4 12 jam setelah terapi diberikan,
namun dapat pula terjadi sebelum terapi dilakukan, dan pada beberapa kasus dapat
terjadi kapan pun selama terapi diberikan (tidak terikat waktu). Gejala dan tanda
edema serebri cukup bervariasi dan meliputi keluhan nyeri kepala, penurunan

bertahap atau memburuknya derajat kesadaran, nadi yang melambat, dan tekanan
darah yang meningkat.2,4
Pada penelitian in vitro pada hewan coba dan manusia, terjadinya edema
serebri dipicu oleh penyebab lain (misalnya trauma dan stroke) menunjukkan bahwa
mekanisme etiopatologik edema serebri pada KAD cukup kompleks. Sejumlah
mekanisme telah dianalisis, termasuk peranan iskemia/hipoksia serebral dan
peningkatan berbagai mediator inflamasi, yang akan meningkatkan aliran darah ke
otak serta mengganggu transpor ion dan air melalui membran sel. Adanya osmolit
organik intraselular (mioinositol dan taurin) dan ketidakseimbangan osmotik selular
juga merupakan faktor yang penting. Pada pemeriksaan imaging anak dengan KAD
menggunakan ultrasonografi, CT Scan, dan MRI, menunjukkan berbagai derajat
edema serebri yang terjadi meskipun tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial yang signifikan.2
Diagnosis
Kriteria biokimia untuk diagnosis KAD mencakup hiperglikemia (gula darah
> 11 mmol/L / 200 mg/dL) dengan pH vena < 7,3 dan atau bikarbonat < 15 mmol/L).
Keadaan ini juga berkaitan dengan glikosuria, ketonuria, dan ketonemia.2 Beberapa
pemeriksaan laboratoris dapat diindikasikan pada pasien KAD, yaitu:1,5
Gula darah
- Analisis gula darah diperlukan untuk monitoring perubahan kadar gula darah
selama terapi dilakukan, sekurang-kurangnya satu kali setiap pemberian terapi.
- Pemeriksaan dilakukan setidaknya setiap jam apabila kadar glukosa turun secara
progresif atau bila diberikan infus insulin.
Gas darah
- Pada umumnya, sampel diambil dari darah arteri, namun pengambilan darah dari
vena dan kapiler pada anak dapat dilakukan untuk monitoring asidosis karena lebih
mudah dalam pengambilan dan lebih sedikit menimbulkan trauma pada anak.
- Derajat keparahan ketoasidosis diabetik didefinisikan sebagai berikut: Ringan (pH
< 7,30; bikarbonat, 15 mmol/L), moderat (pH < 7,20; bikarbonat < 10 mmol/L) dan
berat (pH < 7,10; bikarbonat < 5,4 mmol/L).
Kalium

- Pada pemeriksaan awal, kadar kalium dapat normal atau meningkat, meskipun
kadar kalium total mengalami penurunan. Hal ini terjadi akibat adanya kebocoran
kalium intraselular. Insulin akan memfasilitasi kalium kembali ke intraselular, dan
kadar kalium mungkin menurun secara cepat selama terapi diberikan.
- Pemeriksaan secara berkala setiap 1-2 jam dilakukan bersamaan dengan monitoring
EKG, terutama pada jam-jam pertama terapi.
Natrium
- Kadar natrium pada umumnya menurun akibat efek dilusi hiperglikemia
- Kadar natrium yang sebenarnya dapat dikalkulasi dengan menambahkan 1,6 mEq/L
natrium untuk setiap kenaikan 100 mg/dL glukosa (1 mmol/L natrium untuk setiap 3
mmol/L glukosa).
- Kadar natrium umumnya meningkat selama terapi
- Apabila kadar natrium tidak meningkat selama terapi, kemungkinan berhubungan
dengan peningkatan risiko edema serebri.
Ureum dan Kreatinin: Peningkatan kadar kreatinin seringkali dipengaruhi oleh
senyawa keton, sehingga memberikan kenaikan palsu. Kadar ureum mungkin dapat
memberikan ukuran dehidrasi yang terjadi pada KAD.
Kadar keton: Pengukuran kadar keton kapiler digunakan sebagai tolok ukur
ketoasidosis, dimana nilainya akan selalu meningkat pada KAD (> 2 mmol/L).
Terdapat dua pengukuran yang dilakukan untuk menilai perbaikan KAD, yaitu nilai
pH >7,3 dan kadar keton kapiler < 1 mmol/L.
Hemoglobin terglikosilasi (HbA1c): Peningkatan HbA1c menentukan diagnosis
diabetes, terutama pada pasien yang tidak mendapat penanganan sesuai standar.
Pemeriksaan darah rutin: Peningkatan kadar leukosit sering ditemukan, meskipun
tidak terdapat infeksi.
Urinalisis: Pemeriksaan urin dilakukan untuk menilai kadar glukosa dan badan
keton per 24 jam, terutama bila pemeriksaan kadar keton kapiler tidak dilakukan.
Insulin: Pemeriksaan ini khusus dilakukan pada anak dengan KAD rekuren, dimana
rendahnya kadar insulin dapat terkonfirmasi. Perlu diperhatikan adanya senyawa
analog insulin yang dapat memberikan nilai palsu dalam hasil pemeriksaan.
Osmolaritas serum: Osmolaritas serum umumnya meningkat.
Pada pemeriksaan imaging (radiologis) dapat dilakukan terhadap pasien KAD,
yaitu:5

CT scan kepala dilakukan bila terjadi koma atau keadaan yang menuju ke arah
koma, selain sebagai ukuran dalam menangani edema serebri.
Pemeriksaan radiografi thoraks dilakukan apabila terdapat indikasi klinis.
Pemeriksaan lainnya yang juga perlu dilakukan terhadap pasien KAD, yaitu:5
EKG cukup berguna untuk menentukan status kalium. Perubahan karakter EKG
akan terjadi apabila status kalium terlalu ekstrem.
Perubahan karakter hipokalemia yang terepresentasi pada EKG, yaitu:
- Interval QT memanjang
- Depresi segmen ST
- Gelombang T mendatar atau difasik
- Gelombang U
- Interval PR memanjang
- Blok SA
Hiperkalemia dapat terjadi akibat overkoreksi kehilangan kalium, dengan
perubahan EKG sebagai berikut:
- Kompleks QRS melebar
- Gelombang T tinggi
- Interval PR memanjang
- Gelombang P hilang
- Kompleks QRS difasik
- Asistole
Penilaian rutin derajat kesadaran:
- Menentukan derajat kesadaran per jam sampai dengan 12 jam, terutama pada anak
yang masih muda dan mengalami diabetes untuk pertama kali. Penilaian
menggunakan GCS direkomendasikan untuk penentuan derajat kesadaran.
- Skor maksimum normal GCS adalah 15. Skor 12 atau kurang menunjukkan
gangguan kesadaran yang bermakna. Skor yang terus menurun menunjukkan edema
serebri yang semakin berat.
Beberapa prosedur yang dilakukan terhadap pasien KAD, yaitu:3
Dilakukan pemasangan kateterisasi intravena yang besar untuk keperluan cairan,
infus insulin, drip, dan lain-lain.
Kateterisasi arteri dilakukan pada kondisi: status mental yang buruk, adanya tanda
syok berat, dan adanya tanda asidosis berat.

Tatalaksana
Anak dengan ketosis dan hiperglikemia tanpa disertai gejala muntah dan
dehidrasi berat dapat diterapi di rumah atau pusat layanan kesehatan terdekat.
Namun, untuk mendapatkan perawatan yang baik, perlu dilakukan reevaluasi berkala
dan pemeriksaan sebaiknya dilakukan oleh dokter ahli. Dokter anak yang telah
mendapat pelatihan penanganan KAD harus terlibat langsung. Anak juga dapat
dimonitoring dan diterapi sesuai standar baku, serta dilakukan berbagai pemeriksaan
laboratoris secara berkala untuk mengevaluasi sejumlah parameter biokimia.8 Anak
dengan tanda-tanda KAD berat (durasi gejala yang lama, gangguan sirkulasi, atau
penurunan derajat kesadaran) atau adanya peningkatan risiko edema serebri
(termasuk usia < 5 tahun dan onset baru) harus dipertimbangkan dirawat di unit
perawatan intensif anak. Terdapat lima penanganan prehospital yang penting bagi
pasien KAD, yaitu: penyediaan oksigen dan pemantauan jalan napas, monitoring,
pemberian cairan isotonik intravena, tes glukosa, dan pemeriksaan status mental.8
Penanganan pasien anak dengan KAD, antara lain:3
Prinsip utama penanganan KAD sesuai dengan resusitasi emergensi dasar, yaitu
airway, breathing, dan circulation.
Sebagai tambahan, pasien dengan KAD harus diberikan diet nothing by mouth,
suplementasi oksigen, dan apabila terjadi kemungkinan infeksi, diberikan antibiotik.
Tujuan utama terapi pada satu jam pertama resusitasi cairan dan pemeriksaan
laboratorium adalah:
- Cairan: pemberian NaCl isotonis bolus, 20 mL/Kg sampai dengan 1 jam atau
kurang.
- Glukosa : Tidak diberikan, kecuali bila penurunan glukosa serum mencapai 250
300 mg/dL selama rehidrasi.
Tujuan berikutnya dilakukan pada jam-jam selanjutnya setelah hiperglikemia,
asidosis dan ketosis teratasi, yaitu monitoring, pemeriksaan laboratorium ulang,
stabilisasi glukosa darah pada level 150 - 250 mg/dL.

Monitoring

Perlu dilakukan observasi dan pencatatan per jam mengenai keadaan pasien,
mencakup medikasi oral dan intravena, cairan, hasil laboratorium, selama periode
penanganan. Monitoring yang dilakukan harus mencakup:2
Pengukuran nadi, respirasi, dan tekanan darah per jam.
Pengukuran input dan output cairan setiap jam (atau lebih sering). Apabila terdapat
gangguan derajat kesadaran, maka pemasangan kateterisasi urine perlu dilakukan.
Pada KAD berat, monitoring EKG akan membantu menggambarkan profil
hiperkalemia atau hipokalemia melalui ekspresi gelombang T.
Glukosa darah kapiler harus dimonitor per jam (dapat dibandingkan dengan
glukosa darah vena, mengingat metode kapiler dapat menjadi inakurat pada kasus
asidosis atau perfusi perifer yang buruk)
Tes laboratorium: elektrolit, ureum, hematokrit, glukosa darah, dan gas darah harus
diulangi setiap 2 4 jam. Pada kasus berat, pemeriksaan elektrolit dilakukan per jam.
Peningkatan leukosit menunjukkan adanya stress fisiologik dan bukan merupakan
tanda infeksi.
Observasi status neurologik dilakukan per jam atau lebih sering, untuk menentukan
adanya tanda dan gejala edema serebri: Nyeri kepala, detak jantung melambat,
muntah berulang, peningkatan tekanan darah, penurunan saturasi oksigen, perubahan
status neurologik (gelisah, iritable, mengantuk, atau lemah). Pemeriksaan spesifik
neurologik dapat ditemukan kelumpuhan saraf kranialis atau penurunan respons
pupil.
Cairan dan Natrium
Osmolalitas cairan yang tinggi di dalam kompartemen ekstraselular akan
menyebabkan pergeseran gradien cairan dari intrasel ke ekstrasel. Beberapa
penelitian terhadap pasien dengan IDDM yang mendapat terapi insulin menunjukkan
defisit cairan sebanyak kurang lebih 5L bersamaan dengan kehilangan 20% garam
natrium dan kalium. Pada saat yang sama, cairan ekstraselular mengalami
penyusutan. Keadaan syok dengan kegagalan hemodinamik jarang terjadi pada KAD.
Pengukuran kadar natrium serum bukan merupakan ukuran derajat penyusutan cairan
ekstrasel terkait efek dilusi cairan. Osmolalitas efektif (2[Na+ K+] + glukosa) pada
saat yang sama berkisar antara 300 350 mOsm/L. Peningkatan ureum nitrogen
serum dan hematokrit mungkin dapat memprediksi derajat penyusutan cairan
ekstraselular.2,3

Onset dehidrasi berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus, yang


menyebabkan penurunan regulasi kadar glukosa dan keton yang tinggi di dalam
darah. Penelitian pada manusia menunjukkan bahwa pemberian cairan intravena saja
akan menyebabkan penurunan kadar glukosa darah dalam jumlah yang relatif besar
akibat peningkatan laju filtrasi glomerulus. Tujuan pemberian cairan dan natrium
pada KAD, antara lain:6
Mengembalikan volume sirkulasi efektif.
Mengganti kehilangan natrium dan cairan intrasel maupun ekstrasel.
Mengembalikan laju filtrasi glomerulus dengan meningkatkan clearance glukosa
dan keton dari dalam darah.
Menghindari edema serebri.
Pada penelitian terhadap hewan dan manusia, terlihat bahwa ada
kemungkinan terjadi peningkatan tekanan intrakranial selama pemberian cairan
intravena. Pada hewan coba yang dibuat ke dalam kondisi KAD, tampak bahwa
pemberian cairan hipotonik, bila dibandingkan cairan hipertonik, berkaitan dengan
peningkatan tekanan intrakranial. Pada pemberian cairan isotonik atau yang
mendekati isotonik dapat segera mengatasi asidosis, bila diberikan sesuai standar.
Namun, penggunaan cairan isotonis 0,9% dalam jumlah besar juga memiliki risiko
lain, yaitu asidosis metabolik hiperkloremik.2
Belum terdapat data yang mendukung penggunaan koloid dibandingkan
kristaloid dalam tatalaksana KAD. Juga belum terdapat data mengenai pemberian
cairan yang lebih encer dari larutan NaCl 0,45%. Penggunaan cairan ini, yang
mengandung sejumlah besar cairan dan elektrolit, dapat menyebabkan perubahan
osmolaritas dengan cepat dan memicu perpindahan cairan ke dalam kompartemen
intraselular.2
Insulin Meskipun rehidrasi saja sudah cukup bermanfaat dalam menurunkan
konsentrasi glukosa darah, pemberian insulin juga tidak kalah penting dalam
normalisasi kadar glukosa darah dan mencegah proses lipolisis dan ketogenesis.
Meskipun diberikan dengan dosis dan cara yang berbeda (subkutan, intramuskular,
intravena), telah banyak bukti yang menunjukkan pemberian insulin intravena dosis
rendah merupakan standar terapi efektif. Penelitian fisiologis menunjukkan bahwa
insulin pada dosis 0,1 unit/Kg/jam, yang akan mencapai kadar insulin plasma 100
200 unit/mL dalam 60 menit, cukup efektif. Kadar ini cukup potensial karena mampu

mengimbangi kemungkinan resistensi insulin dan yang paling penting


menghambat proses lipolisis dan ketogenesis, menekan produksi glukosa, dan
menstimulasi peningkatan ambilan glukosa di perifer. Pemulihan asidemia bervariasi
bergantung normalisasi kadar glukosa darah.2,3 Adapun pedoman pemberian insulin
pada anak dengan KAD, antara lain:5
Insulin tidak diberikan sampai hipokalemia terkoreksi.
Insulin diberikan 0,1 U/Kg secra bolus intravena, dilanjutkan dengan pemberian 0,1
U/Kg/jam intravena secara konstan melalui jalur infus.
Untuk memberikan drip insulin, penambahan setiap unit regular insulin setara
dengan Kg berat badan pasien untuk setiap 100 mL salin. Pengaturan kecepatan infus
adalah 10 mL/jam, sehingga didapatkan dosis 0,1 U/Kg/jam.
Untuk menghindari keadaan hipoglikemia, dapat ditambahkan glukosa secara
intravena apabila glukosa plasma menurun hingga 250 300 mg/dL.
Kalium
Pada orang dewasa dengan KAD, terjadi penurunan kalium hingga 3 6
mmol/Kg. Namun, pada anak, data yang ada masih sedikit. Sebagian besar
kehilangan kalium dari intrasel adalah hipertonisitas, defisiensi insulin, dan buffering
ion hidrogen di dalam sel. Kadar kalium serum pada awal kejadian dapat normal,
meningkat, atau menurun. Hipokalemia yang terjadi berkaitan dengan perjalanan
penyakit yang lama, sedangkan hiperkalemia terjadi akibat penurunan fungsi renal.
Pemberian insulin dan koreksi asidosis akan memfasilitasi kalium masuk ke intrasel
sehingga kadar dalam serum menurun.3,8
Adapun pedoman pemberian cairan dan kalium pada anak dengan KAD,
antara lain:3,7
Berikan larutan NaCl isotonik atau 0,45% dengan suplementasi kalium.
Penambahan kalium berupa kalium klorida, kalium fosfat, atau kalium asetat.
Apabila kadar kalium serum berada pada nilai rendah yang membahayakan,
dipertimbangkan pemberian kalium oral (atau melalui NGT) dalam formulasi cair.
Apabila koreksi hipokalemia lebih cepat daripada pemberian intravena, kecepatan
pemberian harus dikurangi.
Apabila kadar kalium serum < 3,5, tambahkan 40 mEq/L kedalam cairan intravena.
Apabila kadar kalium serum 3,5 5,0, tambahkan 30 mEq/L
Apabila kadar kalium serum 5,0 5,5, tambahkan 20 mEq/L

Apabila kadar kalium serum lebih besar dari 5,5, maka tidak perlu dilakukan
penambahan preparat kalium ke dalam cairan intravena.
Apabila kadar kalium serum tidak diketahui, evaluasi gambaran EKG untuk menilai
profil hiperkalemia pada EKG.
Fosfat
Penurunan kadar fosfat intrasel terjadi akibat diuresis osmotik. Pada dewasa,
penurunan berkisar antara 0,5 2,5 mmol/Kg, sedangkan pada anak belum ada data
yang lengkap. Penurunan kadar fosfat plasma setelah terapi dimulai akan semakin
memburuk dengan pemberian insulin, karena sejumlah besar fosfat akan masuk ke
kompartemen intraselular. Kadar fosfat plasma yang rendah berhubungan dengan
gangguan metabolik dalam skala yang luas, yaitu penurunan kadar eritrosit 2,3difosfogliserat dan pengaruhnya terhadap oksigenasi jaringan. Penurunan kadar
fosfat plasma akan terjadi sampai beberapa hari setelah KAD mengalami resolusi.
Namun, beberapa penelitian prospektif menunjukkan tidak adanya keuntungan klinis
yang bermakna pada terapi penggantian fosfat. Meski demikian, dalam upaya
menghindari keadaan hipokalemia berat, kalium fosfat dapat diberikan secara aman
yang dikombinasikan dengan kalium klorida atau asetat untuk menghindari
hiperkloremia.2
Asidosis
Asidosis yang berat dapat diatasi dengan pemberian cairan dan insulin.
Pemberian insulin akan menghentikan sintesis asam keton dan memungkinkan asam
keton dimetabolisme. Metabolisme keto-anion akan menghasilkan bikarbonat
(HCO3-) dan akan mengoreksi asidemia secara spontan. Selain itu, penanganan
hipovolemia akan memperbaiki perfusi jaringan dan fungsi renal yang menurun,
sehingga akan meningkatkan ekskresi asam organik dan mencegah asidosis laktat.2
Pada KAD, terjadi peningkatan anion gap. Anion utama dalam hal ini adalah hidroksibutirat dan asetoasetat.
Anion gap = [Na+] [Cl-] + [HCO3-]
Nilai Normal: 12 2 mmol/L
Indikasi pemberian bikarbonat pada KAD masih belum jelas. Beberapa
penelitian menelaah pemberian natrium bikarbonat kepada sejumlah anak dan
dewasa, namun tidak menunjukkan adanya manfaat yang bermakna.2

Sebaliknya, terdapat beberapa alasan untuk tidak menggunakan bikarbonat.


Hal ini diperkuat oleh kenyataan bahwa terapi bikarbonat dapat menyebabkan
asidosis SSP paradoksikal dan koreksi asidosis yang terlalu cepat dengan bikarbonat
akan menghasilkan keadaan hipokalemia dan meningkatkan penimbunan natrium
sehingga terjadi hipertonisitas serum. Selain itu, terapi alkali dapat meningkatkan
produksi badan keton oleh hepar, sehingga memperlambat pemulihan keadaan
ketosis.2,6
Namun, pada pasien tertentu dan pada keadaan tertentu, pemberian terapi
alkali justru memberikan keuntungan, misalnya pada keadaan asidemia sangat berat
(pH < 6,9) yang disertai dengan penurunan kontraktilitas jantung dan vasodilatasi
perifer, maka pemberian terapi alkali ditujukan untuk menangani gangguan perfusi
dan hiperkalemia yang mengancam jiwa.6
Edema Serebri
Terapi edema serebri harus dilakukan sesegera mungkin setelah gejala dan
tanda muncul. Kecepatan pemberian cairan harus dibatasi dan diturunkan. Meskipun
manitol menunjukkan efek yang menguntungkan pada banyak kasus, namun sering
kali justru menimbulkan efek merusak bila pemberian tidak tepat. Pemberian manitol
harus dilakukan sesuai keadaan dan setiap keterlambatan pemberian akan
mengurangi efektivitas. Manitol intravena diberikan 0,25 1,0 g/Kg selama 20 menit
pada pasien dengan tanda edema serebri sebelum terjadi kegagalan respirasi.
Pemberian ulang dilakukan setelah 2 jam apabila tidak terdapat respons positif
setelah pemberian awal. Saline hipertonik (3%), sebanyak 5 10 mL/Kg selama 30
menit dapat digunakan sebagai pengganti manitol. Intubasi dan ventilasi mungkin
perlu dilakukan sesuai kondisi. Seringkali, hiperventilasi yang ekstrem terkait dengan
edema serebri yang terkait dengan KAD.2,3,7
Pencegahan
Sebelum Diagnosis
Diagnosis awal mencakup skrining genetik dan imunologi terhadap anak
dengan risiko tinggi KAD terkait onset diabetes mellitus. Kesadaran tinggi terhadap
individu dengan riwayat keluarga dengan IDDM juga akan membantu menurunkan
risiko KAD. Berbagai strategi, seperti publikasi kesehatan oleh dokter dan sekolah
pada anak-anak akan menurunkan komplikasi KAD dari 78% hingga hampir 0%.

Peningkatan kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai tanda dan gejala


diabetes harus dilakukan agar diagnosis dini menjadi lebih mudah dan misdiagnosis
dapat dicegah.2,3
Sesudah Diagnosis
Pada pasien dengan terapi insulin kontinu, episode KAD dapat diturunkan
dengan edukasi algoritmik mengenai diabetes mellitus. Setiap gejala yang merujuk
pada episode KAD harus segera ditangani. Pada kasus rekurensi KAD yang multiple,
selain dengan pemberian insulin berkala, juga diberikan edukasi yang baik, evaluasi
psikososial, dan status kesehatan fisik ke pusat pelayanan kesehatan.2

DAFTAR PUSTAKA
1. Syahputra, Muhammad. Diabetik Ketoacidosis. Bagian Biokimia Fakultas
kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan: 2003.hal 1-14
2. Dunger DB, Sperling MA, Acerini CL, et al. European Society for Paediatric
Endocrinology / Lawson Wilkins Pediatric Endocrine Society Consensus Statement
on Diabetic Ketoacidosis in Children and Adolescents. Pediatrics 2004;113:133-40.
3. Young GM. Pediatrics Diabetic Ketoacidosis. eMedicine Specialties, 2008.
(Diakses dari website www.eMedicine.com, pada tanggal 28 Juni 2009).
4. Felner EI, White PC. Improving management of diabetic ketoacidosis in children.
Pediatrics 2001;108:735-40.
5. Lamb WH. Diabetic Ketoacidosis. eMedicine Specialties, 2008. (Diakses dari
website www.eMedicine.com, pada tanggal 28 Juni 2009).
6. Sperling MA. Diabetes Mellitus in Children dalam Nelson Textbook of Pediatrics,
edisi ke-16. editor: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. WB Saunders
Company, 2000.hal 1770-1777
7. Wolfsdore J, Glaser N, Sperling MA. Diabetic ketoacidosis in infant, children, and
adolescent: A consensus statement from American Diabetes Association. Diabetes
Care 2006;29(5):1050-9.
8. Harris GD, Fiordalisi I. Physiologic management of diabetic ketoacidemia: A 5year prospective pediatric experience in 231 episodes. Arch Pediatr Adolesc Med
1994;148:1046-52.

Anda mungkin juga menyukai