Anda di halaman 1dari 30

MODUL UTAMA

ENDOSKOPI BRONKOESOFAGOLOGI

MODUL V.4
FISTULA TRAKEOESOFAGUS

EDISI II

KOLEGIUM
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK
BEDAH KEPALA DAN LEHER
2015
Modul V.4 – Fistula Trakeoesofagus

DAFTAR ISI

A. WAKTU ................................................................................................... 2
B. PERSIAPAN SESI ................................................................................... 2
C. REFERENSI ............................................................................................. 2
D. KOMPETENSI ......................................................................................... 3
E. GAMBARAN UMUM ............................................................................. 3
F. CONTOH KASUS ................................................................................... 4
G. TUJUAN PEMBELAJARAN .................................................................. 4
H. METODA PEMBELAJARAN ................................................................ 4
I. EVALUASI .............................................................................................. 5
J. INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI KOGNITIF ...................... 6
K. INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI PSIKOMOTOR ............... 9
L. MATERI PRESENTASI .......................................................................... 15
M. MATERI BAKU ...................................................................................... 19
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus

A. WAKTU

Proses Pengembangan Kompetensi Alokasi Waktu


Sesi di dalam kelas 4 X 60 menit (classroom session)
Sesi Pratikum - (coaching session)
Sesi Praktik dan pencapaian kompetensi - (facilitation and assessment)

B. PERSIAPAN SESI
1. Materi fistula trakeoesofagus meliputi :
a. Slide 1 : Anatomi traktus aerodigestive
b. Slide 2: Patofisiologi fistel trakeoesofageal
c. Slide 3: Gejala klinik fistel trakeoesofageal
d. Slide 4: Pemeriksaan penunjang
e. Slide 5: Penatalaksanaan fistel trakeoesofageal

2. Kasus fistula trakeoesofagus


Bayi berusia 1 minggu datang dengan keluhan, selalu tersedak setiap kali
minum susu, drolling atau ngiler dan perut kemmbug, apakah
kemungkinan jenis fistula trakeoesofagus pada pasien ini?

3. Sarana dan Alat Bantu Latih :


a. Model anatomi laring, video
b. Penuntun belajar (learning guide) terlampir
c. Tempat belajar (training setting): ruang kuliah, poliklinik THT-KL.

C. REFERENSI
1. Lore JM., Medina JE. Diagnostic Endoscopy. The Trachea and
Mediastinum. In: An Atlas Of Head And Neck Surgery. 4th ed.
Philadelphia: Elsevier Saunders, 2005; pp. 188, 1015.
2. Jackson C, Jackson CL. Bronchi and Esophagus. In: Diseases of the Nose,
Throat and Ear. Philadelphia: W.B. Saunders Company, 1959; pp. 728-38.
3. Jackson C, Jackson CL. Bronchoesophagology. Philadelphia: W.B.
Saunders Company, 1964; pp. 264-67.
4. Grillo HC. Surgery of The Trachea and Bronchi. USA: BC Decker Inc;
2004; p. 341-355
5. Fowler SF, Lee H. Congenital Disorders of The Trachea & Esophagus. In:
Lalwani EK, editor. Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology
Head and Neck Surgery. New York: McGraw-Hill; 2008. p. 481-485.

2
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus

6. Congenital Malformation of The Trachea and Bronchi. In: DC B, ES S,


editors. Pediatric Otolaryngology. Philadelphia: WB Saunders Company;
2003. p. 1477-1480.
7. Hussen WM. Successfull Late Repair of A Traumatic Tracheoesophageal
Fistula After Foreign Body Inhalation. Egyptian Juounal of Surgery. 2010;
29(4):177-179.
8. Cummings CW. Tracheoesophageal Fistula and Esophageal Atresia. New
York: Thieme; 2011.
9. Healy GB. Congenital Anomalies of The Aerodigestive Tract. In: B B, J J,
S N, editors. Head and Neck Surgery- Otolaryngology. 4 ed. Texas:
Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p. 1128.

D. KOMPETENSI
1. Kompetensi Umum
1. Mampu membuat diagnosis fistula trakeoesofagus berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
2. Mampu memutuskan dan melakukan terapi pendahuluan serta merujuk
ke Fasilitas Kesehatan yang lebih tinggi bila diperlukan

2. Kompetensi Khusus
Setelah mengikuti sesi ini peserta didik diharapkan terampil dalam :
1. Mengenali gejala dan tanda fistula trakeo-esofagus
2. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan klinis
3. Melakukan keputusan untuk pemeriksaan penunjang seperti foto
Rontgen dengan kontras, bronkoskopi dan esofagoskopi
4. Melakukan keputusan untuk pemberian nutrisi
5. Pemasangan nasogastric tube
6. Merujuk sebagai kasus gawat darurat
7. Merujuk untuk tatalaksana lebih lanjut

E. GAMBARAN UMUM
Fistula trakeo-esofagus dapat terjadi secara kongenital atau didapat dimana
terjadi hubungan antara trakea dan esofagus. Fistula kongenital diakibatkan
kegagalan fusi celah trakeo-esofagus pada perkembangan embrio umur 3
minggu. Sering menimbulkan komplikasi serius pada paru-paru. Ada
beberapa klasifikasi dari fistula trakeo-esofagus sbb;
1. Atresia esofagus dengan fistel trakeoesofagus bagian distal
2. Atresia esofagus tanpa fistula trakeo esofagus
3. Fistula trakeo-esofagus tanpa atresia esofagus
4. Atresia esofagus dengan fistula proksimal
3
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus

5. Atresia esofagus dengan fistel bagian distal dan proksimal


Kejadian terbanyak adalah fistula trakeo-oesofagus bagian distal dengan
atresia esofagus. Fistula kongenital didiagnosis demikian anak lahir dan
biasanya disertai keadaan yang mengancam jiwa bayi atau anak. Tetapi pada
beberapa keadaan baru dapat didiagnosis setelah dewasa.
Fistula trakeo-esofagus yang didapat biasanya terjadi akibat suatu keganasan,
penyakit infeksi, trauma, adanya divertikula yang pecah dan intubasi lama
selama perawatan dengan ventilator atau dengan trakeostomi. Gejala dan
tanda fistula trakeo-esofagus terutama pada bayi baru lahir adalah batuk-
batuk periodik dan sianosis terutama waktu diberi minum atau makan.
Tindakan pembedahan dilakukan untuk mengoreksi fistula dan membuat
anastomosis bagian esofagus yang mengalami atresia.

F. CONTOH KASUS
Bayi berusia 1 minggu datang dengan keluhan, selalu tersedak setiap kali
minum susu, drolling atau ngiler dan perut kemmbug, apakah kemungkinan
jenis fistula trakeoesofagus pada pasien ini?

G. TUJUAN PEMBELAJARAN
Proses, materi dan metoda pembelajaran yang telah disiapkan bertujuan untuk
alih pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang terkait dengan pencapaian
kompetensi dan keterampilan yang diperlukan dalam mengenali dan
menatalaksana fistula trakeoesofagus seperti yang telah disebutkan diatas,
yaitu:
1. Menjelaskan anatomi, topografi, histologi, fisiologi trakeo-bronkial.
2. Menjelaskan etiologi fistula trakeo-esofagus.
3. Menjelaskan patofisiologi fistula trakeo-esofagus.
4. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan klinis
5. Menjelaskan pemeriksaan penunjang diagnosis seperti foto dengan
kontras, bronkoskopi dan esofagoskopi.
6. Melakukan keputusan klinik untuk cara pemberian makan, pemasangan
nasogastric tube
7. Menjelaskan terapi fistula trakeo-esofagus

H. METODA PEMBELAJARAN
 Presentasi modul
 Mini lecture

4
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus

I. EVALUASI
1. Pada awal pertemuan dilaksanakan pre-test bronkoskopi dan
esofagoskopi dalam bentuk tulisan yang dibuat anak didik dan dilakukan
penilaian terhadap penguasaan tulisan pre-test tersebut. Materi pre-test
terdiri atas :
- Anatomi, fisiologi traktus aerodigestive
- Alat dan teknik bronkoskopi
- Indikasi dan kontra indikasi bronkoskopi
- Komplikasi bronkoskopi dan esofagoskopi
2. Dilaksanakan pre-test tentang kasus fistula trakea-esofageal yang
bertujuan untuk menilai kinerja awal yang dimiliki peserta didik dan
untuk mengidentifikasi kekurangan yang ada. Materi pre-test terdiri atas:
- Penegakan diagnosis fistula
- Terapi dan komplikasi fistula
- Penanganan komplikasi fistula
- Follow up

3. Setelah mempelajari penuntun belajar ini, setiap anak didik diwajibkan


untuk melihat dan memperhatikan kakak kelasnya melakukan
esofagoskopi dan mengaplikasi langkah langkah yang tertera dalam
penuntun belajar dalam bentuk role play dengan teman-temannya
dibawah pengawasan pembimbing
4. Setelah dianggap memadai melalui metode bed site teaching, peserta
didik mengaplikasikan penuntun belajar kepada model Manikin dan
setelah kompetensi tercapai peserta didik akan diberikan kesempatan
untuk melakukannya pada pasien sesungguhnya. Evaluator melakukan
pengawasan langsung dan mengisi formulir penilaian yang isinya
sebagai berikut :
- Perlu Perbaikan : Pelaksanaan belum benar atau sebagian langkah
tidak dilaksanakan
- Cukup : Pelaksanaan sudah benar tetapi tidak efisien,
misalkan pemeriksaan terdahulu lama atau kurang memberi
kenyamanan kepada pasien
- Baik : Pelaksanaan baik dan benar
5. Setelah selesai pelaksanaan dan penilaian, dilakukan diskusi untuk
memberitahukan hasil penilaian dan hal hal yang tidak boleh dibicarakan
di depan pasien serta memberi masukan untuk memperbaiki kekurangan
yang ditemukan.
6. Self assesment dan peer assisted evaluation dengan menggunakan
penuntun belajar

5
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus

J. INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI KOGNITIF


1. Kuesioner Sebelum Pembelajaran
1. Dari beberapa klasifikasi fistula trakeo-esofagus dibawah ini, manakah
yang paling sering terjadi
a. Atresia esofagus dengan fistel trakeoesofagus bagian distal
b. Atresia esofagus tanpa fistula trakeo esofagus
c. Fistula trakeo-esofagus tanpa atresia esofagus
d. Atresia esofagus dengan fistula proksimal
e. Atresia esofagus dengan fistel bagian distal dan proksimal
Jawaban: A
2. Di bawah ini yang bukan penyebab dari fistula trakeoesofagus yang
didapat adalah
a. Keganasan
b. Infeksi dan trauma
c. Divertikula yang pecah
d. Intubasi lama dan pemakaian ventilator
e. Keganasan
Jawaban: E
3. Pada fistula trakeoesofagus kongenital, kegagalan fusi celah
trakeoesofagus terjadi pada
a. Embrio umur 3 minggu
b. Emvrio umur 13 minggu
c. Embrio umur 3 bulan
d. Embrio umur 23 minggu
e. Embrio uur 33 hari
Jawaban: A
4. Dari anamnesis, riwayat apakah yang membuat kita curiga bahwa
seorang anak menderita fistula trakeoesofagus ?
a. Riwayat ibu hamil dengan oligoamnion
b. Riwayat Posterm
c. Riwayat selalu ngiler
d. Riwayat nafas berbunyi ketika menangis
e. Riwayat hiperbilirubinemia
Jawaban: D
5. Berapa persen insiden terjadinya atresia esophagus disertai fistula
trakeoesofageal
a. 7,3 %
b. 2,8%
c. 85,4%
d. 2,1%
e. <1%
Jawaban: C

6
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus

2. Kuesioner Tengah Pembelajaran


1. Bayi berusia 2 hari dikonsulkan dari bagian neonatus dengan muntah
setiap kali minum susu, bayi mulai kembung semakin lama semakin
membesar, tindakan apa yang pertama kali dilakukan
a. Pemasangan NGT 8
b. Vital sign dan pemasangan IV Line
c. Esofagogram
d. Rontgen Thorax dan Cervical
e. Observasi
Jawaban: B
2. Bayi berusia 1 minggu datang dengan keluhan, selalu tersedak setiap
kali minum susu, drolling atau ngiler dan perut kemmbug, apakah
kemungkinan jenis fistula trakeoesofagus pada pasien ini?
a. tipe 1, atresia esofagus dengan fistula pada distal trakeo esophageal
b. tipe 2 atresia esofagus tanpa fistula trakeoesofageal.
c. tipe 3, fistulatrakeoesofageal tanpa atresia esofagus,
d. .tipe 4, atresia esofagus dengan fistula trakeoesofageal pada bagian
proksimal dan distal
e. tipe 5, atresia esofageal dengan fistula trakeoesofageal pada
bagian proximal.
Jawaban: A
3. Anak berusia 2 tahun datang dengan keluhan , pneumonia berulang,
sesak nafas seperti asma namun tidak berkurang dengan pemberian
bronkodilator, jenis fistula trakeoesofagus apa yang mungkin di derita
pada pasien ini
a. tipe 1, atresia esofagus dengan fistula pada distal trakeo esophageal
b. tipe 2 atresia esofagus tanpa fistula trakeoesofageal.
c. tipe 3, fistulatrakeoesofageal tanpa atresia esofagus,
d. tipe 4, atresia esofagus dengan fistula trakeoesofageal pada bagian
proksimal dan distal
e. tipe 5, atresia esofageal dengan fistula trakeoesofageal pada bagian
proximal.
Jawaban: C
4. Seorang remaja berusia 15 tahun, berpostur kurus datang ke poli klinik
THT dengan keluhan, tersedak setiap habis minum dan batuk berdarah,
keluhan di rasakan sejak kecil, keluhan menetap dan tidak dipengaruhi
suhu dan posisi, jenis fistula trakeoesofagus apa yang mungkin pada
pasien ini?
a. tipe 1, atresia esofagus dengan fistula pada distal trakeo esophageal
b. tipe 2 atresia esofagus tanpa fistula trakeoesofageal.
c. tipe 3, fistulatrakeoesofageal tanpa atresia esofagus,
d. .tipe 4, atresia esofagus dengan fistula trakeoesofageal pada bagian
proksimal dan distal
7
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus

e. tipe 5, atresia esofageal dengan fistula trakeoesofageal pada bagian


proximal.
Jawaban: C
5. Pada kasus di atas pemeriksaan penunjang apa yang akan anda lakukan
pada pasien ini?
a. Esofagografi denga konntras barium
b. Esofagografi dengan kontras lipiodol
c. Esofagografi dengan kontras bismuth subkarbonat
d. Ct scan
e. MRI
Jawaban: B

3. Essay/Ujian Lisan/Uji Sumatif


Saudara di konsulkan dari bagian anak, seorang bayi berusia 2 minggu
datang ke RS, rujukan dari RS daerah dengan keluhan kembung, sesak
nafas hebat, sepsis dan pneumonia, pasien datang berobat ke bagian anak 2
hari yang lalu dengan keluhan muntah setiap kali menyusu.

Pertanyaan :
1. Menurut anda, apa pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada
pasienn ini
2. Tindakan apa yang harus segera dilakukan
3. Penatalaksanaan apa yang harus dilakukan pada pasien ini
4. Apa komplikasi yang sering terjadii pada pasien ini

8
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus

K. INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI PSIKOMOTOR

PENUNTUN BELAJAR
PROSEDUR BRONKOSKOPI KAKU

Nilailah kinerja setiap langkah yang diamati menggunakan skala sebagai


berikut.:
1. Perlu perbaikan : langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai dengan yang
seharusnya atau urutannya tidak sesuai (jika harus berurutan)
2. Mampu : langkah dikerjakan sesuai dengan yang seharusnya dan urutannya
(jika harus berurutan). Pelatih hanya membimbing untuk sedikit perbaikan
atau membantu untuk kondisi di luar normal
3. Mahir : langkah dikerjakan dengan benar, sesuai urutannya dan waktu kerja
yang sangat efisien
T/D Langkah tidak diamati (penilai menganggap langkah tertentu tidak perlu
diperagakan)

NAMA PESERTA: .............................. TANGGAL: .................................

KASUS
NO KEGIATAN
1 2 3 4 5
I. KAJI ULANG DIAGNOSIS & PROSEDUR
OPERATIF
1. Nama
2. Diagnosis
3. Informed Choice & Informed Consent
4. Rencana Tindakan
5. Persiapan Sebelum Tindakan
II. PERSIAPAN PROSEDUR OPERASI
1. Informed consent
Penjelasan kepada penderita dan keluarganya
mengenai tindakan operasi yang akan dijalani
serta risiko komplikasi disertai dengan tanda
tangan persetujuan dan permohonan dari
penderita untuk dilakukan operasi.
2. Laboratorium
3. Pemeriksaan tambahan : analisa gas darah
(bila perlu)
4. Konsul anestesi, pediatri dan penyakit dalam
(bila perlu)

9
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus

5. Memeriksa persiapan alat dan kelengkapan


operasi
Anestesi
1. Narkose umum dan anestesi topikal (spray)
pada pita suara
2. Narkose harus dalam dan napas spontan
Persiapan Bronkoskopi
1. Penderita terlentang di atas meja operasi,
seorang asisten membantu memegang dan
mengatur posisi kepala ekstensi maksimal
dengan bahu diganjal.
2. Alat-alat endoskopi disiapkan di bagian
sebelah kanan operator untuk memudahkan
operator, alat apa yang akan dibutuhkan dan
dibantu oleh perawat instrumen
III. PROSEDUR OPERASI
Tindakan Bronkoskopi
A. Bronkoskopi / Trakeoskopi dengan
Bantuan Laringoskop lurus
1. Laringoskop dengan Removable slide
dipegang dengan tangan kiri kemudian
dimasukkan, (sementara gigi atas dan bawah
dilindungi); sampai terlihat rima glotis.
2. Bronkoskop dipegang dengan tangan kanan,
dan dimasukkan dengan bantuan laringoskop
sampai mendekati rima glotis, posisi
bronkoskop diputar ke kanan 900 sampai
melewati pita suara. Kemudian posisi
bronkoskop diputar kembali ke posisi semula.
3. Laringoskop dikeluarkan sehingga hanya
bronkoskop yang tertinggal dan bagian distal
bronkoskop dipegang dengan tangan kiri
seperti memegang pensil.
4. Setelah bronkoskop masuk ke lumen trakea,
anestesi dan oksigen disambung pada
bronkoskop (Holinger Ventilation
Bronchoscope)
5. Lumen bronkoskop ditutup dengan penutup
kaca (glass cupped adaptor)
6. Bronkoskopi dimasukkan ke distal dengan
mendorong menggunakan ibu jari tangan kiri
sampai ditemukan karina yang terletak pada
ujung distal trakea sambil dilakukan evaluasi
trakea
10
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus

7. Selanjutnya evaluasi muara bronkus kanan


dengan posisi kepala dimiringkan ke kiri
sedangkan untuk evaluasi muara bronkus kiri
dengan memiringkan kepala ke kanan
8. Bila terjadi desaturasi oksigen, bronkoskop
ditarik kembali sampai di depan karina.
Setelah saturasi membaik, proses evaluasi
dapat dilanjutkan.
9. Inspeksi dinding trakea dengan menggerakan
bronkoskop dari sisi ke sisi lain, atas dan
bawah memakai teleskop untuk menemukan
adanya fistel.
B. Bronkoskopi / Trakeoskopi tanpa
Laringoskop lurus
1. Posisi kepala difleksikan, bronkoskop
dipegang dengan tangan kanan seperti
memegang pensil dimasukkan ke rongga
mulut pada garis tengah sampai terlihat
epiglotis.
2. Bronkoskop lewat di bawah epiglotis hingga
tampak rima glotis kemudian kepala
diekstensikan. Sesaat sebelum bronkoskop
masuk melalui rima glotis, posisi bronkoskop
diputar 900 ke kanan, kemudian di dorong
masuk melewati pita suara.
3. Setelah bronkoskop masuk ke dalam lumen
trakea, posisi bronkoskop diputar 900 ke kiri
(ke posisi semula). Kepala lebih ekstensi saat
bronkoskop melewati trakea
4. Bronkoskop disambungkan dengan anestesi
dan oksigen (Holinger Ventilation
Bronchoscope) setelah berada di trakea
5. Lumen bronkoskop ditutup dengan penutup
kaca (glass cupped adaptor)
6. Bronkoskopi dimasukkan ke distal dengan
mendorong menggunakan ibu jari tangan kiri
sampai ditemukan karina yang terletak pada
ujung distal trakea sambil dilakukan evaluasi
trakea
7. Selanjutnya evaluasi muara bronkus kanan
dengan posisi kepala dimiringkan ke kiri
sedangkan untuk evaluasi muara bronkus kiri
dengan memiringkan kepala ke kanan
8. Bila terjadi desaturasi oksigen, bronkoskop
11
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus

ditarik kembali sampai di depan karina.


Setelah saturasi membaik, proses evaluasi
dapat dilanjutkan.
9. Inspeksi dinding trakea dengan menggerakan
bronkoskop dari sisi ke sisi lain, atas dan
bawah memakai teleskop untuk menemukan
adanya fistel.
IV. PASCA OPERASI
1. Instruksi Pasca Operasi
Pasca tindakan penderita dirawat di ruangan
selama 1 – 2 hari, diobservasi kemungkinan
terjadinya komplikasi yang membahayakan
jiwa penderita seperti perdarahan dan ruptur.
Nutrisi diberikan melalui nasogastric tube
2. Follow up
Vital sign
Fistel kecil diharapkan dapat menutup
spontan setelah perawatan 7 hari.
Fistel besar : pasien dirujuk ke ahli bedah
toraks.
Medikamentosa sesuai kebutuhan.

12
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus

INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI PSIKOMOTOR

PENUNTUN BELAJAR
PROSEDUR ESOFAGOSKOPI KAKU

Nilailah kinerja setiap langkah yang diamati menggunakan skala sebagai


berikut.:
1. Perlu perbaikan : langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai dengan yang
seharusnya atau urutannya tidak sesuai (jika harus berurutan)
2. Mampu : langkah dikerjakan sesuai dengan yang seharusnya dan urutannya
(jika harus berurutan). Pelatih hanya membimbing untuk sedikit perbaikan
atau membantu untuk kondisi di luar normal
3. Mahir : langkah dikerjakan dengan benar, sesuai urutannya dan waktu kerja
yang sangat efisien
T/D Langkah tidak diamati (penilai menganggap langkah tertentu tidak perlu
diperagakan)

NAMA PESERTA: ...................................... TANGGAL: .................................

KEGIATAN KASUS
I. KAJI ULANG DIAGNOSIS & PROSEDUR
 Nama
 Diagnosis
 Informed Choice&Informed Consent
 Rencana Tindakan
 Persiapan Sebelum Tindakan
 Laboratorium
 Pemeriksaan penunjang
II. PERSIAPAN PROSEDUR
I. Pastikan kelengkapan peralatan esofagoskopi telah
tersedia dan lengkap, yaitu:
1. Esofagoskop berbagai ukuran
2. Teleskop 0
3. Forsep ekstraksi sesuai dengan jenis benda asing
4. Kanul suction
5. Sumber cahaya + kabel sumber cahaya
6. Camera system, monitor dan lumina jika tersedia
II. Persiapan Pasien
1. Penderita puasa minimal 6 jam sebelum
esofagoskopi
2. Anestesi umum
3. Penderita berbaring terlentang dengan posisi kepala
ditinggikan 15 cm dari meja operasi sehingga leher
13
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus

KEGIATAN KASUS
fleksi dan kepala ekstensi maksimal
4. Asisten duduk sebelah kiri pasien memegang kepala
III. TAHAPAN PROSEDUR TINDAKAN
1. Esofagoskop dipegang dengan tangan kanan di bagian
proksimal dan tangan kiri di bagian distal seperti
memegang pensil
2. Jari tengah dan jari manis tangan kiri membuka bibir
atas dan mengait gigi insisivus
3. Jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri memegang bagian
distal esofagoskop serta menarik bibir agar tidak terjepit
di antara esofagoskop dengan gigi
4. Tangan kanan memegang bagian proksimal
esofagoskop dengan menjepit di antara jari telunjuk dan
jari tengah
5. Esofagoskop didorong perlahan dengan menggerakkan
ibu jari tangan kiri menyusuri sisi bawah esofagoskop
dan tangan kanan berfungsi untuk mengarahkan
esofagoskop dengan memegangnya seperti memegang
pensil pada leher pegangan
6. Esofagoskop dimasukkan secara vertikal ke dalam
mulut pada garis tengah lidah
7. Identifikasi uvula dan dinding faring posterior
8. Esofagoskop didorong menyusuri dinding posterior
faring sampai terlihat adanya aritenoid kanan dan kiri
9. Esofagoskop disusupkan ke bawah aritenoid. Suatu
gerakan ringan ibu jari tangan kiri diberikan pada ujung
esofagoskop sehingga tampak lumen introitus esofagus
10. Skope didorong memasuki lumen esofagus dengan hati-
hati dengan menggerakan ibu jari tangan kiri secara
perlahan. Dilakukan evaluasi introitus kearah atas,
bawah, kanan dan kiri
11. Selanjutnya esofagoskop didorong menyusuri lumen
esofagus dengan gerakan ibu jari tangan kiri
12. Melalui esofagus segmen torakal. Kepala penderita
harus diturunkan sampai mendatar untuk menyesuaikan
sumbu esofagus sehingga lumen tetap tampak.Bila
posisi penderita benar maka esofagoskop biasanya akan
menyusup masuk dengan mudah. Pada waktu
esofagoskop mencapai penyempitan aorta dan bronkus
kiri, lumen akan menyempit di anterior.
13. Melalui penyempitan pada hiatus diafragma. Kepala
penderita direndahkan lagi, kemudian leher dan kepala
digeser agak ke kanan untuk menjaga agar sumbu pipa
14
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus

KEGIATAN KASUS
sesuai dengan sumbu sepertiga bagian bawah esofagus.
Operator mengarahkan esofagoskop ke spina iliaka
anterior superior kiri. Hiatus esofagus dapat dilihat
seperti celah yang miring antara jam 10 dan jam 4
14. Setelah melewati diafragma, kepala penderita harus
diturunkan sesuai dengan kebutuhan untuk
mempertahankan visualisasi lumen esofagus
15. Selama melakukan tahapan tersebut, dilakukan
identifikasi dan posisi benda asing, dilakukan evakuasi
menggunakan forcep yang sesuai
16. Pada saat mengeluarkan esofagoskop, posisi penderita
dan arah gerakan esofagoskop dilakukan dengan cara
yang berlawanan
17. Inspeksi dinding esofagus dengan menggerakan
esofagoskop dari sisi ke sisi lain, atas dan bawah
(dengan atau tanpa memakai teleskop) untuk
menemukan adanya fistel.

L. MATERI PRESENTASI

15
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus

16
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus

o Slide 3: Gejala klinik fistel trakeo-esofageal

17
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus

18
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus

M. MATERI BAKU
1. Definisi :
Saluran yang menghubungkan dinding esofagus dan trakea yang dapat
disebabkan karena kelainan kongenital, ulkus atau trauma.

2. Ruang Lingkup
Dalam kaitan penegakan diagnosis dan pengobatan, diperlukan beberapa
disiplin ilmu yang terkait antara lain : Radiologi, Anestesi, Penyakit
Dalam/Anak, Patologi Anatomi dan Patologi Klinik.

3. Embriologi trakea dan esofagus


Esofagus dibentuk dari perpanjangan dan diferensiasi bagian kaudal foregut
divertikulum pulmonary. Bagian esofagus ini sangat pendek pada awalnya
dan divertikulum pulmonary atau laringotrakeal groove tampak sebagai area
yang luas pada dinding ventral cranial foregut pada dinding esofagus.
Pemanjangan dari bagian foregut esofagus menjadi trakea. Perkembangan
esofagus dan pemisahan trakea dari foregut berhubungan dengan terjadinya
fistula trakea esophagus (gambar 1).

19
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus

Gambar 1. Potongan sagital embrio 3mm (26 hari) menunjukkan asal


pertumbuhan paru dari foregut menjadi mesoderm dari septum transversum
di dorsal dari pericardial sac (A). Potongan transversal pada dua leverl
melalui divertikulum pulmonary (B) diatas dan di bawah area pemisahan
foregut.

4. Etiologi
1. Kongenital
Fistula kongenital diakibatkan kegagalan fusi celah trakeo esofagus pada
perkembangan embrio umur 3 minggu.
2. Didapat :
a. Keganasan (keganasan esofagus, paru / limfoma, adenoid cystic
carcinoma)
b. Intubasi endotrakeal emergency (gambar 2)
c. Trauma pada dinding posterior trakea dan esofagus saat operasi
d. Nekrosis karena tekanan cuff yang terlalu tinggi menekan dinding
trakea
e. Infeksi granulomatous
f. Benda asing

20
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus

Gambr 2.Fistula trakeoesofageal post intubasi. A. overdistended cuff


menyebabkan devaskularisasi dan nekrosis. B. fistula setelah cuff diangkat.
Dikutip dari Grillo HC

5. Epidemiologi
Fistula trakeoesofageal dan atresia esofagus dapat muncul sendiri-sendiri
maupun bersama-sama sebagai kelainan kongenital. Prevalensi atresia
esofagus dan fistula trakeoesofageal mencapai 1 dari 3000-5000 kelahiran
hidup. Perbandingan jenis kelamin laki-laki dan perempuan sama. Infant
yang mengalami kondisi ini seringkali dilahirkan dengan keadaan prematur
dan keadaan polihidramnion. Kejadian terbanyak fistula trakea esofagus
kongenital adalah fistel trakeoesofagus bagian distal dengan atresia esofagus
yang didiagnosa saat anak lahir.

6. Patogenesis
Pada hari ke 26 perkembangan embrio, bagian dorsal foregut telah terpisah
dari bagian ventral trakea. Mekanisme primer atresia esofagus masih tidak
diketahui. Namun pada model percobaan binatang menunjukkan adanya
cabang ketiga dari trakea yang berkembang kearah kaudal yang
berhubungan dengan lambung sehingga membentuk fistula. Atresia
esofagus dan fistula trakeoesofageal kadang berhubungan dengan adanya
kelainan embriologi lain yang dikenal dengan VACTERL (kelainan
vertebral, anal, cardiac, tracheoesophageal, renal dan limb). Pasien dengan
atresia esofagus dan fistula trakeoesofageal 50%nya mungkin memiliki
kelainan pada bagian lain seperti yang disebutkan diatas. Kelainan jantung
merupakan kelainan yang paling sering ditemukan berkaitan dengan
anomali ini.

Esofagus pada pasien dengan atresia esofageal dan fistula trakeoesofageal


mengalami penurunan jumlah pleksus auerbach, hal ini menjelaskan adanya
gangguan fungsi motorik pada esofagus dan adanya dismotilitas kronik pada
pasien-pasien ini.

21
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus

Perkembangan paru dapat terhambat melalui 2 jalur. Pertama penekanan


langsung pada trakea oleh esofagus bagian proksimal yang teregang
sehingga menyebabkan trakeomalacia. Kedua, fistula menyebabkan drainase
cairan amnion masuk ke bronkus. Cairan ini berperan pada perkembangan
parenkim paru.Pada fistula trakeoesofageal traumatik, terjadi inflamasi
lokal, edema, infiltrasi selular, ulcerasi dan granulasi jaringan sehingga akan
berkontribusi pada obstruksi jalan napas, jalan napas menjadi lebih mudah
berdarah dengan manipulasi, mediastinitis atau terjadi fistula
trakeoesofageal.

7. Klasifikasi atresia esofageal dan fistula trakeo esofageal kongenital


Klasifikasi ini dilakukan berdasarkan adanya atresia dan hubungan lokasi
fistula ke atresia (gambar 3).

Tipe 1. Atresia esofagus dengan fistula trakeoesofageal bagian distal.


Tipe ini merupakan kelainan tersering mencapai 85,4% dari seluruh
kasus.segmen esofagus bagian bawah dimulai sebagai fistula yang muncul
dari baigan distral trakea dekat karina. Kantong esofagus bagian atas buntu
pada segmen dekat pintu masuk thorak. Pembuluh darah yang mensuplai
bagian superior esofagus melalui trunkus tiroservikalis yang merupakan
cabang dari pembuluh darah gastric yang mensuplai segmen distal esofagus

Tipe 2. Atresia esofagus terisolasi/ tanpa fistula


Tipe ini mencapai 7,3% kasus. Kantung bagian bawah biasanya ditemukan
1-2 cm diatas diafragma, sedangkan kantung bagian atas berada di dekat
pintu masuk toraks sehingga gap diantaranya sangat jauh menyebabkan
kesulitan pada saat repair. Kelainan ini menyebabkan cairan amnion tidak
dapat masuk ke saluran pencernaan yang sedang berkembang sehingga hal
ini dapat menjelaskan kejadian hidramnion pada prenatal.

Tipe 3. Fistula trakeoesofageal terisolasi / tanpa atresia


Tipe ini merupakan anomali ke 3 yang sering ditemukan mencapai 2,8%
kasus. Lokasi fistula bervariasi, muncul diantara kartilago krikoid dan
carina.

Tipe 4. Atresia esofagus dengan fistula pada bagian proksimal dan distal
trakeoesofageal. Tipe ini jarang ditemukan, hanya mencapai 2,1 % kasus.

Tipe 5. Atresia esofagus dengan fistula trakeoesofageal di bagian proksimal.


Kelainan ini jarang sekali ditemukan, hanya mencapai < 1% kasus.

22
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus

Tabel 1. Insiden atresia esofageal dan fistula trakeoesofageal


Atresia dengan TEF distal 85,4 %
Atresia tanpa TEF 7,3 %
TEF tanpa atresia 2,8 %
Atresia dengan TEF proksimal & distal 2,1 %
Atresia dengan TEF proksimal <1 %

Gambar 3. Tipe-tipe atresia esofagus dan fistula trakeoesofageal. a. tipe 1,


atresia esofagus dengan fistula pada distal trakeo esofageal, b. tipe 2 atresia
esofagus tanpa fistula trakeoesofageal. c. tipe 3, fistulatrakeoesofageal tanpa
atresia esofagus, d. tipe 4, atresia esofagus dengan fistula trakeoesofageal
pada bagian proksimal dan distal, dan e. tipe 5, atresia esofageal dengan
fistula trakeoesofageal pada bagian proximal. Dikutip dari Fowler SF, Lee H

8. Gejala Klinis
Pasien trakeoesofageal fistula sering kali tidak didapatkan keluhan pada saat
lahir. Keluhan yang timbul berupa ngiler / drolling yang banyak disebabkan
karena ketidak mampuan menelan. Selama pemberian makanan anak
biasanya akan batuk, tersedak, regurgitasi distensi abdomen atau menjadi
sianosis. Atresia menyebabkan saliva tidak dapat masuk ke lambung dan
terjadi aspirasi sehingga terjadi distress pernapasan, atelektasis dan
pneumonia. Diagnosa atresia esofagus diketahui ketika kateter tidak dapat
melewati lambung. (kurang lebih 9cm dari bibir).

Pasien dengan fistula trakeoesofageal tanpa atresia esofagus sering


terlambat di diagnosa karena gejalanya tidak menonjol. Gejala yang tampak
mungkin hanya berupa gejala saluran napas atas, pneumonia berulang atau
23
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus

gejala asmatik dan apneic spell. Pada fistula trakeoesofageal bagian distal,
gejala yang muncul dapat berupa distensi lambung disebabkan oleh adanya
aliran udara dari trakea ke dalam esofagus bagian distal. Hal ini dapat
menyebabkan aliran balik asam lambung masuk ke dalam trakea sehingga
menyebabkan trakeobronkitis atau gangguan status respiratorius oleh
distensi abdomen dan kompresi paru. Riwayat ibu polihidramnion dan satu
pertiga neonatus memiliki berat badan kurang dari 2250g. Hampir 50%
pasien memiliki kelainan kongenital lain seperti anomali VACTERL.

9. Diagnosis Banding
1. Celah laringotrakeoesofageal
Celah laringotrakeoesofageal merupakan kelainan yang jarang terkait
dengan atresia esofagus dan fistula trakeoesofageal. Kelainan ini muncul
pada midline antara trakea dan esofagus. Defek dapat minimal atau meluas
kebawah melewati karina. Gejala bervariasi dari batuk kronik sampai
distress napas.diagnosis dibuat dengan melakukan bronkoskopi rigid. Pada
kasus yang berat dibutuhkan repair operatif dengan pendekatan cervico
anterolateral kanan dengan faringektomi lateral untuk memaparkan defek.
2. Stenosis esofagus
Stenosis esofagus merupakan anomali kongenital yang jarang. Secara
anatomi dapat ditemukan elemen trakea pada dinding esofagus atau suatu
mucosal web. Keluhan pasien dapat muncul pada usia lanjut dengan
kesulitan menelan makanan padat. Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan
barium swallow dan esofagoskopi. Dilatasi esofagus efektif pada pasien
yang mengalami hanya stenosis muskular saja namun reseksi segmental
mungkin diperlukan untuk defek rigid seperti yang ditemukan pada
cartilaginous remnant.
3. Stenosis trakea
Stenosis trakea kongenital adalah penyakit yang jarang, bervariasi dari
defek yang terisolasi sampai agenesis pulmonary. Kelainan ini sering
sekali fatal. Diagnosis dilakukan dengan bronkoskopi. Terapi dengan
reseksi segmental atau graft alternatif dilaporkan sukses pada kelainan ini.

10. Pemeriksaan Penunjang


Esofagografi dengan kontras bismuth subkarbonat dalam larutan air sebagai
pengganti kontras barium atau lipiodol yang iritatif terhadap trakeobronkial
dan lambung, foto toraks, foto leher lateral, trakeoskopi dan esofagoskopi.
Pada rontgen thoraks dan abdomen dapat ditemukan adanya distensi gas
dari saluran pencernaan dan gambaran infeksi paru kronis. Pada kasus
atresia esofagus tanpa fistula trakeoesofageal/adanya fistula di bagian
proksimal didapatkan gambaran abdomen tanpa gas. Penempatan kateter
yang tidak bisa masuk sampai lambung sering pertama kali diduga sebagai
atresia esophagus. Posisi kateter harus dicatat dengan menggunakan foto
thoraks biasa. Esofagogram dapat digunakan untuk melihat suatu fistula
24
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus

trakeoesofageal terisolasi namun tidak dianjurkan penggunaan barium


standar karena dapat menyebabkan masuknya barium kedalam bronkus /
trakea. USG abdomen dilakukan untuk mengetahui adanya patologi pada
ginjal.

Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan seperti bronkoskopi,


esofagoskopi dan echokardiogram (EKG). EKG dilakukan pada:
1.Menyingkirkan adanya anomali pada jantung, 2. Menentukan sisi arkus
aorta. Esofagoskopi dilakukan untuk menentukan panjang kantung esofagus
bagian atas dan untuk menyingkirkan adanya fistula pada kantung atas. Pada
trakeomalasia yang berkaitan dengan TEF dapat melibatkan satu atau dua
bronkus pada pemeriksaan endoskopik tampak pelebaran kartilago trakea
dan balloning pada dinding posterior membranosa trakea dengan kolaps
sebagian lumen trakea. Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan lain
seperti USG prenatal untuk melihat adanya polihidramnion dan gambaran
lambung janin

Gambar 4. Bronkosopi post fistula trakeoesofagus post intubasi. Dikutip dari


Grillo HC.

25
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus

Algoritma Dan Prosedur Penegakan Diagnosis

Anamnesa Batuk & tersedak saat minum


Riw penyakit : kongenital / didapat (infeksi, trauma
iatrogenik, malignancy, benda asing)

Pemeriksaan Fisik Vital sign


Under weight / malnutrisi
Tes makan / minum : batuk
Auskultasi : ronki / wheezing

Pemeriksaan Penunjang Esofagografi


Ro thorak
Rocervical
lateral

Trakeoskopi & esofagoskopi kaku

Fistel trakeoesofageal

Tehnik Tindakan
Menjelang Tindakan :
Penjelasan kepada penderita dan keluarganya mengenai tindakan operasi
yang akan dijalani serta resiko komplikasi disertai dengan tandatangan
persetujuan dan permohonan dari penderita untuk dilakukan operasi.
(Informed consent).
Memeriksa dan melengkapi persiapan alat dan kelengkapan operasi.
Penderita puasa minimal 6 jam sebelum operasi.

Tahapan Tindakan :
Pembiusan dengan endotrakeal didahului dengan premedikasi yang adekuat.
Posisi pasien terlentang.
Asisten memegang pada kepala penderita untuk mengatur posisi.

1. Bronkoskopi/Trakeoskopi dengan Bantuan Laringoskop


Laringoskop dengan Removable slide dipegang dengan tangan kiri
kemudian dimasukkan (sementara gigi atas dan bawah dilindungi); sampai

26
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus

tampak rima glotis kemudian dilakukan anestesi topikal pada daerah


pangkal lidah dan hipofaring.
Bronkoskop dipegang dengan tangan kanan dan dengan tuntunan
laringoskop dimasukkan melalui laring ke trakea.
Slide dari laringoskop dilepas dan laringoskop ditarik kebelakang sehingga
hanya bronkoskop yang tertinggal.
Bronkoskop dipegang dengan tangan kiri seperti memegang stik billiard
sehingga tangan kanan bebas untuk memegang instrumen lainnya seperti
suction canule, teleskop dll.
Inspeksi dinding trakea dengan menggerakan bronkoskop dari sisi ke sisi
lain, atas dan bawah (dengan atau tanpa memakai teleskop) untuk
menemukan adanya fistel.

2. Bronkoskopi/Trakeoskopi tanpa Laringoskop


Sebelum tindakan dilakukan anestesi topikal pada daerah pangkal lidah
dan hipofaring.Bronkoskop dipegang dengan tangan kanan seperti
memegang pen, sementara jari-jari tangan kiri melindungi gigi atas dan
bawah dengan pelindung gigi, bronkoskop dimasukkan sedikit agak ke
sudut kanan mulut kemudian kebelakang sampai melewati lidah dan
tampak epiglotis.
Bronkoskop lewat dibawah epiglotis, melewati pita suara dan komisura
posterior masuk rima glotis. Posisi kepala lebih ekstensi sehingga
bronkoskop masuk ke trakea.
Inspeksi dinding trakea dengan menggerakan bronkoskop dari sisi ke sisi
lain, atas dan bawah (dengan atau tanpa memakai teleskop) untuk
menemukan adanya fistel.

3. Esofagoskopi
Sebelum tindakan dilakukan anestesi topikal pada daerah pangkal lidah
dan hipofaring.
Esofagoskop dipegang dengan tangan kanan seperti memegang pen,
sementara jari-jari tangan kiri melindungi gigi atas dan bawah (dengan
pelindung gigi) serta memegang ujung esofagoskop untuk selanjutnya
menuntun esofagoskop masuk di tengah-tengah, mengangkat pangkal
lidah dan menyusuri dinding belakang faring sampai terasa menyentuh
muskulus krikofaring. Esofagoskop diangkat sedikit dengan ibu jari tangan
kiri untuk melewati orifisium esofagus. Sementara posisi kepala dibuat
ekstensi perlahan-lahan sambil memasukkan esofagoskop melewati
orifisium. Esofagoskop boleh maju bila lumen esofagus tampak jelas.
Lumen esofagus akan tampak jelas dengan mengatur posisi kepala atau
esofagoskop. Perhatian : esofagoskop tidak boleh didorong dengan tangan
kanan.

27
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus

Inspeksi dinding esofagus dengan menggerakan esofagoskop dari sisi ke


sisi lain, atas dan bawah (dengan atau tanpa memakai teleskop) untuk
menemukan adanya fistel
Indikasi Tindakan
Menegakan diagnosis dan rencana tindak lanjut.

Kontra Indikasi Tindakan


Keadaan umum pasien yang lemah.

Komplikasi Tindakan :
Perdarahan : dihentikan dengan melakukan penekanan pada bleeding point
(dengan atau tanpa larutan vasokonstriktor).
Ruptur kecil diatasi dengan pemasangan nasogastric tube (terjadi
penyembuhan spontan).
Ruptur besar dilakukan repair (bedah toraks).

Perawatan Pasca Tindakan :


Pasca tindakan penderita dirawat di ruangan selama 1 – 2 hari, diobservasi
kemungkinan terjadinya komplikasi yang membahayakan jiwa penderita
seperti perdarahan dan ruptur.
Nutrisi diberikan melalui nasogastric tube

Follow up:
Vital sign
Fistel kecil diharapkan dapat menutup spontan setelah perawatan 7 hari.
Fistel besar : pasien dirujuk ke ahli bedah toraks atau bedah anak ( fistel
kongenital )
Medikamentosa sesuai kebutuhan.

N. DAFTAR PUSTAKA

1. Lore JM., Medina JE. Diagnostic Endoscopy. The Trachea and


Mediastinum. In: An Atlas Of Head And Neck Surgery. 4th ed.
Philadelphia: Elsevier Saunders, 2005; pp. 188, 1015.
2. Jackson C, Jackson CL. Bronchi and Esophagus. In: Diseases of the Nose,
Throat and Ear. Philadelphia: W.B. Saunders Company, 1959; pp. 728-38.
3. Jackson C, Jackson CL. Bronchoesophagology. Philadelphia: W.B.
Saunders Company, 1964; pp. 264-67.
4. Grillo HC. Surgery of The Trachea and Bronchi. USA: BC Decker Inc;
2004; p. 341-355
5. Fowler SF, Lee H. Congenital Disorders of The Trachea & Esophagus. In:
Lalwani EK, editor. Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology
Head and Neck Surgery. New York: McGraw-Hill; 2008. p. 481-485.
28
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus

6. Congenital Malformation of The Trachea and Bronchi. In: DC B, ES S,


editors. Pediatric Otolaryngology. Philadelphia: WB Saunders Company;
2003. p. 1477-1480.
7. Hussen WM. Successfull Late Repair of A Traumatic Tracheoesophageal
Fistula After Foreign Body Inhalation. Egyptian Juounal of Surgery. 2010;
29(4):177-179.
8. Cummings CW. Tracheoesophageal Fistula and Esophageal Atresia. New
York: Thieme; 2011.
9. Healy GB. Congenital Anomalies of The Aerodigestive Tract. In: B B, J J,
S N, editors. Head and Neck Surgery- Otolaryngology. 4 ed. Texas:
Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p. 1128.

29

Anda mungkin juga menyukai