ENDOSKOPI BRONKOESOFAGOLOGI
MODUL V.4
FISTULA TRAKEOESOFAGUS
EDISI II
KOLEGIUM
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK
BEDAH KEPALA DAN LEHER
2015
Modul V.4 – Fistula Trakeoesofagus
DAFTAR ISI
A. WAKTU ................................................................................................... 2
B. PERSIAPAN SESI ................................................................................... 2
C. REFERENSI ............................................................................................. 2
D. KOMPETENSI ......................................................................................... 3
E. GAMBARAN UMUM ............................................................................. 3
F. CONTOH KASUS ................................................................................... 4
G. TUJUAN PEMBELAJARAN .................................................................. 4
H. METODA PEMBELAJARAN ................................................................ 4
I. EVALUASI .............................................................................................. 5
J. INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI KOGNITIF ...................... 6
K. INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI PSIKOMOTOR ............... 9
L. MATERI PRESENTASI .......................................................................... 15
M. MATERI BAKU ...................................................................................... 19
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus
A. WAKTU
B. PERSIAPAN SESI
1. Materi fistula trakeoesofagus meliputi :
a. Slide 1 : Anatomi traktus aerodigestive
b. Slide 2: Patofisiologi fistel trakeoesofageal
c. Slide 3: Gejala klinik fistel trakeoesofageal
d. Slide 4: Pemeriksaan penunjang
e. Slide 5: Penatalaksanaan fistel trakeoesofageal
C. REFERENSI
1. Lore JM., Medina JE. Diagnostic Endoscopy. The Trachea and
Mediastinum. In: An Atlas Of Head And Neck Surgery. 4th ed.
Philadelphia: Elsevier Saunders, 2005; pp. 188, 1015.
2. Jackson C, Jackson CL. Bronchi and Esophagus. In: Diseases of the Nose,
Throat and Ear. Philadelphia: W.B. Saunders Company, 1959; pp. 728-38.
3. Jackson C, Jackson CL. Bronchoesophagology. Philadelphia: W.B.
Saunders Company, 1964; pp. 264-67.
4. Grillo HC. Surgery of The Trachea and Bronchi. USA: BC Decker Inc;
2004; p. 341-355
5. Fowler SF, Lee H. Congenital Disorders of The Trachea & Esophagus. In:
Lalwani EK, editor. Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology
Head and Neck Surgery. New York: McGraw-Hill; 2008. p. 481-485.
2
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus
D. KOMPETENSI
1. Kompetensi Umum
1. Mampu membuat diagnosis fistula trakeoesofagus berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
2. Mampu memutuskan dan melakukan terapi pendahuluan serta merujuk
ke Fasilitas Kesehatan yang lebih tinggi bila diperlukan
2. Kompetensi Khusus
Setelah mengikuti sesi ini peserta didik diharapkan terampil dalam :
1. Mengenali gejala dan tanda fistula trakeo-esofagus
2. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan klinis
3. Melakukan keputusan untuk pemeriksaan penunjang seperti foto
Rontgen dengan kontras, bronkoskopi dan esofagoskopi
4. Melakukan keputusan untuk pemberian nutrisi
5. Pemasangan nasogastric tube
6. Merujuk sebagai kasus gawat darurat
7. Merujuk untuk tatalaksana lebih lanjut
E. GAMBARAN UMUM
Fistula trakeo-esofagus dapat terjadi secara kongenital atau didapat dimana
terjadi hubungan antara trakea dan esofagus. Fistula kongenital diakibatkan
kegagalan fusi celah trakeo-esofagus pada perkembangan embrio umur 3
minggu. Sering menimbulkan komplikasi serius pada paru-paru. Ada
beberapa klasifikasi dari fistula trakeo-esofagus sbb;
1. Atresia esofagus dengan fistel trakeoesofagus bagian distal
2. Atresia esofagus tanpa fistula trakeo esofagus
3. Fistula trakeo-esofagus tanpa atresia esofagus
4. Atresia esofagus dengan fistula proksimal
3
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus
F. CONTOH KASUS
Bayi berusia 1 minggu datang dengan keluhan, selalu tersedak setiap kali
minum susu, drolling atau ngiler dan perut kemmbug, apakah kemungkinan
jenis fistula trakeoesofagus pada pasien ini?
G. TUJUAN PEMBELAJARAN
Proses, materi dan metoda pembelajaran yang telah disiapkan bertujuan untuk
alih pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang terkait dengan pencapaian
kompetensi dan keterampilan yang diperlukan dalam mengenali dan
menatalaksana fistula trakeoesofagus seperti yang telah disebutkan diatas,
yaitu:
1. Menjelaskan anatomi, topografi, histologi, fisiologi trakeo-bronkial.
2. Menjelaskan etiologi fistula trakeo-esofagus.
3. Menjelaskan patofisiologi fistula trakeo-esofagus.
4. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan klinis
5. Menjelaskan pemeriksaan penunjang diagnosis seperti foto dengan
kontras, bronkoskopi dan esofagoskopi.
6. Melakukan keputusan klinik untuk cara pemberian makan, pemasangan
nasogastric tube
7. Menjelaskan terapi fistula trakeo-esofagus
H. METODA PEMBELAJARAN
Presentasi modul
Mini lecture
4
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus
I. EVALUASI
1. Pada awal pertemuan dilaksanakan pre-test bronkoskopi dan
esofagoskopi dalam bentuk tulisan yang dibuat anak didik dan dilakukan
penilaian terhadap penguasaan tulisan pre-test tersebut. Materi pre-test
terdiri atas :
- Anatomi, fisiologi traktus aerodigestive
- Alat dan teknik bronkoskopi
- Indikasi dan kontra indikasi bronkoskopi
- Komplikasi bronkoskopi dan esofagoskopi
2. Dilaksanakan pre-test tentang kasus fistula trakea-esofageal yang
bertujuan untuk menilai kinerja awal yang dimiliki peserta didik dan
untuk mengidentifikasi kekurangan yang ada. Materi pre-test terdiri atas:
- Penegakan diagnosis fistula
- Terapi dan komplikasi fistula
- Penanganan komplikasi fistula
- Follow up
5
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus
6
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus
Pertanyaan :
1. Menurut anda, apa pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada
pasienn ini
2. Tindakan apa yang harus segera dilakukan
3. Penatalaksanaan apa yang harus dilakukan pada pasien ini
4. Apa komplikasi yang sering terjadii pada pasien ini
8
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus
PENUNTUN BELAJAR
PROSEDUR BRONKOSKOPI KAKU
KASUS
NO KEGIATAN
1 2 3 4 5
I. KAJI ULANG DIAGNOSIS & PROSEDUR
OPERATIF
1. Nama
2. Diagnosis
3. Informed Choice & Informed Consent
4. Rencana Tindakan
5. Persiapan Sebelum Tindakan
II. PERSIAPAN PROSEDUR OPERASI
1. Informed consent
Penjelasan kepada penderita dan keluarganya
mengenai tindakan operasi yang akan dijalani
serta risiko komplikasi disertai dengan tanda
tangan persetujuan dan permohonan dari
penderita untuk dilakukan operasi.
2. Laboratorium
3. Pemeriksaan tambahan : analisa gas darah
(bila perlu)
4. Konsul anestesi, pediatri dan penyakit dalam
(bila perlu)
9
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus
12
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus
PENUNTUN BELAJAR
PROSEDUR ESOFAGOSKOPI KAKU
KEGIATAN KASUS
I. KAJI ULANG DIAGNOSIS & PROSEDUR
Nama
Diagnosis
Informed Choice&Informed Consent
Rencana Tindakan
Persiapan Sebelum Tindakan
Laboratorium
Pemeriksaan penunjang
II. PERSIAPAN PROSEDUR
I. Pastikan kelengkapan peralatan esofagoskopi telah
tersedia dan lengkap, yaitu:
1. Esofagoskop berbagai ukuran
2. Teleskop 0
3. Forsep ekstraksi sesuai dengan jenis benda asing
4. Kanul suction
5. Sumber cahaya + kabel sumber cahaya
6. Camera system, monitor dan lumina jika tersedia
II. Persiapan Pasien
1. Penderita puasa minimal 6 jam sebelum
esofagoskopi
2. Anestesi umum
3. Penderita berbaring terlentang dengan posisi kepala
ditinggikan 15 cm dari meja operasi sehingga leher
13
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus
KEGIATAN KASUS
fleksi dan kepala ekstensi maksimal
4. Asisten duduk sebelah kiri pasien memegang kepala
III. TAHAPAN PROSEDUR TINDAKAN
1. Esofagoskop dipegang dengan tangan kanan di bagian
proksimal dan tangan kiri di bagian distal seperti
memegang pensil
2. Jari tengah dan jari manis tangan kiri membuka bibir
atas dan mengait gigi insisivus
3. Jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri memegang bagian
distal esofagoskop serta menarik bibir agar tidak terjepit
di antara esofagoskop dengan gigi
4. Tangan kanan memegang bagian proksimal
esofagoskop dengan menjepit di antara jari telunjuk dan
jari tengah
5. Esofagoskop didorong perlahan dengan menggerakkan
ibu jari tangan kiri menyusuri sisi bawah esofagoskop
dan tangan kanan berfungsi untuk mengarahkan
esofagoskop dengan memegangnya seperti memegang
pensil pada leher pegangan
6. Esofagoskop dimasukkan secara vertikal ke dalam
mulut pada garis tengah lidah
7. Identifikasi uvula dan dinding faring posterior
8. Esofagoskop didorong menyusuri dinding posterior
faring sampai terlihat adanya aritenoid kanan dan kiri
9. Esofagoskop disusupkan ke bawah aritenoid. Suatu
gerakan ringan ibu jari tangan kiri diberikan pada ujung
esofagoskop sehingga tampak lumen introitus esofagus
10. Skope didorong memasuki lumen esofagus dengan hati-
hati dengan menggerakan ibu jari tangan kiri secara
perlahan. Dilakukan evaluasi introitus kearah atas,
bawah, kanan dan kiri
11. Selanjutnya esofagoskop didorong menyusuri lumen
esofagus dengan gerakan ibu jari tangan kiri
12. Melalui esofagus segmen torakal. Kepala penderita
harus diturunkan sampai mendatar untuk menyesuaikan
sumbu esofagus sehingga lumen tetap tampak.Bila
posisi penderita benar maka esofagoskop biasanya akan
menyusup masuk dengan mudah. Pada waktu
esofagoskop mencapai penyempitan aorta dan bronkus
kiri, lumen akan menyempit di anterior.
13. Melalui penyempitan pada hiatus diafragma. Kepala
penderita direndahkan lagi, kemudian leher dan kepala
digeser agak ke kanan untuk menjaga agar sumbu pipa
14
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus
KEGIATAN KASUS
sesuai dengan sumbu sepertiga bagian bawah esofagus.
Operator mengarahkan esofagoskop ke spina iliaka
anterior superior kiri. Hiatus esofagus dapat dilihat
seperti celah yang miring antara jam 10 dan jam 4
14. Setelah melewati diafragma, kepala penderita harus
diturunkan sesuai dengan kebutuhan untuk
mempertahankan visualisasi lumen esofagus
15. Selama melakukan tahapan tersebut, dilakukan
identifikasi dan posisi benda asing, dilakukan evakuasi
menggunakan forcep yang sesuai
16. Pada saat mengeluarkan esofagoskop, posisi penderita
dan arah gerakan esofagoskop dilakukan dengan cara
yang berlawanan
17. Inspeksi dinding esofagus dengan menggerakan
esofagoskop dari sisi ke sisi lain, atas dan bawah
(dengan atau tanpa memakai teleskop) untuk
menemukan adanya fistel.
L. MATERI PRESENTASI
15
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus
16
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus
17
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus
18
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus
M. MATERI BAKU
1. Definisi :
Saluran yang menghubungkan dinding esofagus dan trakea yang dapat
disebabkan karena kelainan kongenital, ulkus atau trauma.
2. Ruang Lingkup
Dalam kaitan penegakan diagnosis dan pengobatan, diperlukan beberapa
disiplin ilmu yang terkait antara lain : Radiologi, Anestesi, Penyakit
Dalam/Anak, Patologi Anatomi dan Patologi Klinik.
19
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus
4. Etiologi
1. Kongenital
Fistula kongenital diakibatkan kegagalan fusi celah trakeo esofagus pada
perkembangan embrio umur 3 minggu.
2. Didapat :
a. Keganasan (keganasan esofagus, paru / limfoma, adenoid cystic
carcinoma)
b. Intubasi endotrakeal emergency (gambar 2)
c. Trauma pada dinding posterior trakea dan esofagus saat operasi
d. Nekrosis karena tekanan cuff yang terlalu tinggi menekan dinding
trakea
e. Infeksi granulomatous
f. Benda asing
20
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus
5. Epidemiologi
Fistula trakeoesofageal dan atresia esofagus dapat muncul sendiri-sendiri
maupun bersama-sama sebagai kelainan kongenital. Prevalensi atresia
esofagus dan fistula trakeoesofageal mencapai 1 dari 3000-5000 kelahiran
hidup. Perbandingan jenis kelamin laki-laki dan perempuan sama. Infant
yang mengalami kondisi ini seringkali dilahirkan dengan keadaan prematur
dan keadaan polihidramnion. Kejadian terbanyak fistula trakea esofagus
kongenital adalah fistel trakeoesofagus bagian distal dengan atresia esofagus
yang didiagnosa saat anak lahir.
6. Patogenesis
Pada hari ke 26 perkembangan embrio, bagian dorsal foregut telah terpisah
dari bagian ventral trakea. Mekanisme primer atresia esofagus masih tidak
diketahui. Namun pada model percobaan binatang menunjukkan adanya
cabang ketiga dari trakea yang berkembang kearah kaudal yang
berhubungan dengan lambung sehingga membentuk fistula. Atresia
esofagus dan fistula trakeoesofageal kadang berhubungan dengan adanya
kelainan embriologi lain yang dikenal dengan VACTERL (kelainan
vertebral, anal, cardiac, tracheoesophageal, renal dan limb). Pasien dengan
atresia esofagus dan fistula trakeoesofageal 50%nya mungkin memiliki
kelainan pada bagian lain seperti yang disebutkan diatas. Kelainan jantung
merupakan kelainan yang paling sering ditemukan berkaitan dengan
anomali ini.
21
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus
Tipe 4. Atresia esofagus dengan fistula pada bagian proksimal dan distal
trakeoesofageal. Tipe ini jarang ditemukan, hanya mencapai 2,1 % kasus.
22
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus
8. Gejala Klinis
Pasien trakeoesofageal fistula sering kali tidak didapatkan keluhan pada saat
lahir. Keluhan yang timbul berupa ngiler / drolling yang banyak disebabkan
karena ketidak mampuan menelan. Selama pemberian makanan anak
biasanya akan batuk, tersedak, regurgitasi distensi abdomen atau menjadi
sianosis. Atresia menyebabkan saliva tidak dapat masuk ke lambung dan
terjadi aspirasi sehingga terjadi distress pernapasan, atelektasis dan
pneumonia. Diagnosa atresia esofagus diketahui ketika kateter tidak dapat
melewati lambung. (kurang lebih 9cm dari bibir).
gejala asmatik dan apneic spell. Pada fistula trakeoesofageal bagian distal,
gejala yang muncul dapat berupa distensi lambung disebabkan oleh adanya
aliran udara dari trakea ke dalam esofagus bagian distal. Hal ini dapat
menyebabkan aliran balik asam lambung masuk ke dalam trakea sehingga
menyebabkan trakeobronkitis atau gangguan status respiratorius oleh
distensi abdomen dan kompresi paru. Riwayat ibu polihidramnion dan satu
pertiga neonatus memiliki berat badan kurang dari 2250g. Hampir 50%
pasien memiliki kelainan kongenital lain seperti anomali VACTERL.
9. Diagnosis Banding
1. Celah laringotrakeoesofageal
Celah laringotrakeoesofageal merupakan kelainan yang jarang terkait
dengan atresia esofagus dan fistula trakeoesofageal. Kelainan ini muncul
pada midline antara trakea dan esofagus. Defek dapat minimal atau meluas
kebawah melewati karina. Gejala bervariasi dari batuk kronik sampai
distress napas.diagnosis dibuat dengan melakukan bronkoskopi rigid. Pada
kasus yang berat dibutuhkan repair operatif dengan pendekatan cervico
anterolateral kanan dengan faringektomi lateral untuk memaparkan defek.
2. Stenosis esofagus
Stenosis esofagus merupakan anomali kongenital yang jarang. Secara
anatomi dapat ditemukan elemen trakea pada dinding esofagus atau suatu
mucosal web. Keluhan pasien dapat muncul pada usia lanjut dengan
kesulitan menelan makanan padat. Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan
barium swallow dan esofagoskopi. Dilatasi esofagus efektif pada pasien
yang mengalami hanya stenosis muskular saja namun reseksi segmental
mungkin diperlukan untuk defek rigid seperti yang ditemukan pada
cartilaginous remnant.
3. Stenosis trakea
Stenosis trakea kongenital adalah penyakit yang jarang, bervariasi dari
defek yang terisolasi sampai agenesis pulmonary. Kelainan ini sering
sekali fatal. Diagnosis dilakukan dengan bronkoskopi. Terapi dengan
reseksi segmental atau graft alternatif dilaporkan sukses pada kelainan ini.
25
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus
Fistel trakeoesofageal
Tehnik Tindakan
Menjelang Tindakan :
Penjelasan kepada penderita dan keluarganya mengenai tindakan operasi
yang akan dijalani serta resiko komplikasi disertai dengan tandatangan
persetujuan dan permohonan dari penderita untuk dilakukan operasi.
(Informed consent).
Memeriksa dan melengkapi persiapan alat dan kelengkapan operasi.
Penderita puasa minimal 6 jam sebelum operasi.
Tahapan Tindakan :
Pembiusan dengan endotrakeal didahului dengan premedikasi yang adekuat.
Posisi pasien terlentang.
Asisten memegang pada kepala penderita untuk mengatur posisi.
26
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus
3. Esofagoskopi
Sebelum tindakan dilakukan anestesi topikal pada daerah pangkal lidah
dan hipofaring.
Esofagoskop dipegang dengan tangan kanan seperti memegang pen,
sementara jari-jari tangan kiri melindungi gigi atas dan bawah (dengan
pelindung gigi) serta memegang ujung esofagoskop untuk selanjutnya
menuntun esofagoskop masuk di tengah-tengah, mengangkat pangkal
lidah dan menyusuri dinding belakang faring sampai terasa menyentuh
muskulus krikofaring. Esofagoskop diangkat sedikit dengan ibu jari tangan
kiri untuk melewati orifisium esofagus. Sementara posisi kepala dibuat
ekstensi perlahan-lahan sambil memasukkan esofagoskop melewati
orifisium. Esofagoskop boleh maju bila lumen esofagus tampak jelas.
Lumen esofagus akan tampak jelas dengan mengatur posisi kepala atau
esofagoskop. Perhatian : esofagoskop tidak boleh didorong dengan tangan
kanan.
27
Modul V.4 – Fistula trakeoesofagus
Komplikasi Tindakan :
Perdarahan : dihentikan dengan melakukan penekanan pada bleeding point
(dengan atau tanpa larutan vasokonstriktor).
Ruptur kecil diatasi dengan pemasangan nasogastric tube (terjadi
penyembuhan spontan).
Ruptur besar dilakukan repair (bedah toraks).
Follow up:
Vital sign
Fistel kecil diharapkan dapat menutup spontan setelah perawatan 7 hari.
Fistel besar : pasien dirujuk ke ahli bedah toraks atau bedah anak ( fistel
kongenital )
Medikamentosa sesuai kebutuhan.
N. DAFTAR PUSTAKA
29