Anda di halaman 1dari 8

PROPOSAL PENILITIAN

PENERAPAN MODEL COLLABORATIVE LEARNING PADA MATERI


SISTEM PERSAMAAN LINIER TIGA VARIABLE UNTUK MENGUKUR
KEMAMPUAN NUMERASI SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH
MATEMATIKA KELAS X SMA NEGERI KOTA PAGARALAM TAHUN
AJARAN 2023/2024

1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Sistem persamaan linear tiga variabel (SPLTV) adalah sistem persamaan
yang memuat tiga variabel, yaitu x, y, dan z ( Wilman Juniardi, Pamela Natasa, 2022
). Kesulitan dalam menyelesaikan masalah matematika sering terjadi pada
beberapa materi khususnya materi aljabar yang dirasa sulit bagi peserta didik,
karena sistem persamaan linier tiga variabel merupakan bagian dari aljabar
(Mustaqim, 2013). Salah satu materi pembelajaran matematika yang erat
kaitannya dengan kehidupan sehari-hari siswa adalah Sistem Persamaan Linear
Tiga Variabel (SPLTV). SPLTV merupakan salah satu materi jenjang pada
sekolah menengah atas yang erat kaitannya dengan permasalahan kehidupan
sehari-hari siswa (Usman et al., 2022).

Kesulitan siswa dalam materi SPLTV adalah menentukan pemisalan,


kesulitan dalam mengubah soal ke dalam bentuk matematika, dan juga siswa tidak
menyimpulkan ketika menyelesaikan soal. Tujuan setiap pendidik dalam bidang
pendidikan khususnya di kelas matematika yaitu agar peserta didik dapat
memperoleh dan memahami semua materi sebagai alat untuk memecahkan
masalah matematika. Namun saat ini banyak siswa yang resah menghadapi soal-
soal matematika, khususnya materi SPLTV. Akibatnya, kesulitan tersebut dapat
menghambat kemampuan siswa untuk belajar matematika pada tingkat yang lebih
tinggi (Usman et al., 2022). Menurut (Marasabessy, 2020) Siswa cenderung lebih
fokus pada jawaban akhir ketika menyelesaikan soal pemecahan masalah,

1
2

daripada proses penyelesaiannya, terutama jika soal yang diberikan berbeda


dengan contoh yang telah dipelajari. Kondisi ini mengakibatkan siswa merasa
kurang percaya diri dalam menyelesaikan soal yang dihadapi. Hal ini berkaitan
dengan pernyataan Imaroh et al., (2021) bahwa stres siswa selama pelajaran
matematika di sekolah dasar biasanya berkorelasi dengan naiknya level konsep
matematika abstrak.

Kurikulum 2013 merupakan suatu kebijakan baru pemerintah dalam bidang


pendidikan yang diharapkan mampu untuk menjawab tantangan dan persoalan
yang akan dihadapi oleh bangsa Indonesia ke dapan, (Pardomuan, 2013).
Penerapan kurikulum 2013 merupakan upayah pemerintah untuk lebih
meningkatkan kualitas lulusan sesuai dengan tujuan pendidikan. Perubahan
kurikulum ini diharapkan dapat menghasilkan insan yang produktif, kreatif,
inovatif dan afektif melalui penguatan sikap (tahun mengapa), keterampilan (tahu
bagaimana), dan pengetahuan (tahu apa) yang terintegrasi. Hal ini dalam rangka
menyongsong perkembangan kehidupan dan ilmu pengetahuan abad 21 yang
mengalami gesaran paradigma. Perubahan kurikulum ini menuntut perubahan
paradigma pembelajaran teaching ke learning, dari teaching community ke
learning community. Dengan demikian, guru dituntut untuk kreatif dan inovatif
dalam mendesain pembelajaran agar peserta didik termotivasi dan merasa senang
selama pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu, harus ada upaya dari guru
tentang bagaimana mengembangkan pembelajaran agar pembelajaran menarik,
menyenangkan, memotivasi siswa untuk belajar mandiri. Hasanudin (2011)
mengatakan bahwa “metode kolaboratif merupakan salah satu metode “Student
Centered Learning” (SCL).“peserta didik dituntut untuk berperan aktif dalam
bentuk belajar bersama atau berkelompok”.

Pemecahan masalah merupakan salah satu tujuan dalam proses


pembelajaran ditinjau dari aspek kurikulum. Pentingnya pemecahan masalah
dalam pembelajaran juga disampaikan oleh National Council of Teacher of
Mathematics (NCTM). Menurut NCTM (2000) proses berfikir matematika dalam
pembelajaran matematika meliputi limakompetensi standar utama yaitu
3

kemampuan pemecahan masalah, kemampuan penalaran, kemampuan koneksi,


kemampuan komunikasi dan kemampuan representasi. Rendahnya kemampuan
ini akan berakibat pada rendahnya kualitas sumber daya manusia, yang
ditunjukkan dalam rendahnya kemampuan pemecahan masalah. Hal ini
dikarenakan selama ini pembelajaran kurang memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mengembangkan kemampuannya dalam memecahkan masalah.
Tujuan pembelajaran matematika di antaranya agar siswa memiliki kemampuan
untuk Memecahkan masalah. Wankat & Oreovicz (1995) menjelaskan dalam
bukunya bahwa pemecahan masalah dapat diselesaikan dengan 6 tahapan
ditambah 1 tahapan yang berfokus pada motivasi, tahapan-tahapan tersebut yaitu:
(0) saya mampu atau bisa (I can), (1) mendefinisikan (Define), (2)
Mengeksplorasi (Explore), (3) Merencanakan (Plan), (4) Mengerjakan (Do it), (5)
Mengoreksi kembali (Check), (6) Generalisasi (Generelize). Namun, kegiatan
belajar tidak selamanya berhasil (Waskitoningtyas,2011; Sopian & Afriansyah,
2017) meskipun pendekatan pembelajaran tertentu telah diterapkan. Dalam
kegiatan belajar, terkadang siswa mengalami hambatan- hambatan yang
mengakibatkan kegagalan dan kesulitan menyelesaikan masalah matematika.

Sesuai beberapa masalah tersebut, perlu adanya strategi yang tepat dalam
pembelajaran Matematika. Salah satu di antaranya yaitu dengan menggunakan
model pembelajaran. Model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi tentunya
mengutamakan peran siswa dalam pembelajaran serta mengurangi kedominanan
guru. Selain itu, model yang dipilih harus mengutamakan kerja sama yang baik
tanpa menghilangkan tanggung jawab kepada setiap individu. Model ini juga
dapat menarik perhatian dan menambah semangat belajar. Salah satu model yang
tepat digunakan adalah model collaborative. Prinsip yang mendasari collaborative
learning adalah kegiatan saling belajar, dan saling berbagi pengetahuan sehingga
dari kegiatan pembelajaran dengan model ini tidak ada siswa yang melejit sendiri,
dan tidak ada pula siswa yang tertinggal sendiri. Sato (2012) menyatakan bahwa
collaborative learning adalah metode yang memberikan kesempatan siswa saling
belajar. Dalam pembelajaran ada hubungan timbal balik atau hubungan saling
4

mengajari. Collaborative learning merupakan kegiatan belajar melalui kolaborasi


antarsiswa. Siswa saling belajar melalui teman sebaya dan berbagi pengetahuan.
Hal ini menyebabkan terlahirnya ikatan emosional, spiritual, dan empati di antara
siswa. Collaborative learning tidak mengedepankan sistem kompetisi antar siswa.
Siswa yang memiliki kemampuan lebih membantu siswa yang kurang mampu,
begitu pula sebaliknya, siswa yang merasa kurang mampu meminta bantuan
kepada siswa yang mampu, sehingga tercipta suasana saling belajar yang
merupakan ciri khas Collaborative learning.

Ali Mustadi (2014:26) menyebutkan bahwa collaborative learning sebagai


model pembelajaran dalam rangka menanamkan karakter sejak usia sekolah
dasar sangat tepat karena mampu menumbuhkan nilai-nilai karakter positif,
seperti: (1) menumbuhkan rasa tanggung jawab dan mandiri masing-masing
siswa;(2) kerja keras dalam belajar dan rasa ingin tahu yang kuat untuk
memecahkan masalah secara Bersama-sama; (3) menambah keberanian untuk
mengungkapkan pendapat; dan (6) menumbuhkan rasa semangat bekerjasama
sekaligus menumbuhkan rasa peduli dan toleransi sesama. Model Collaboative
Learning memiliki beberapa keunggulan yaitu: 1) Merupakan esensi
pembelajraan, 2) Mewujudkan hak belajar setiap siswa , 3) Merupakan sarana
memperbaiki kemampuan akademis siswa yang rendah, dan 4) Menjamin siswa
dengan kemampuan akademis tinggi untuk lebih baik (Sato,2013).

Bedasarkan penelitian sebelumnya dengan judul Model Collaborative


Learning Berbantuan Media Ekpresomatika terhadap literasi matematika siswa
sekolah dasar” diteliti oleh Nuhyal Ulia, Rany Dwi Saputri, Rida Fironika
Kusumadewi Universitas Islam Sultan Agung. Bertujuan mengetahui keefektifan
model pembelajaraan collaborative Learning pada kemampuan litersasi siswa dan
hasil akhirnya penelitian yang telah di lakukan lebih baik atau sama terhadap
kemampuan literasi nimerasi siswa. Sehingga penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui penerapan model collaborative Learning dapat mengukur
kemempuan numerasi siswa dalam materi sistem persamaan linier tiga variable.
5

Berdasarkan hasil uraian di atas maka peniliti tertarik untuk melakukan


penelitian dengan judul “Penerapan Model Pembelajaraan Collaborative
Learning Pada Materi Sistem Persamaan Linier Tiga Variabel Untuk
Mengujur Kemampuan Numerasi Siswa Dalam Memecahkan Masalah
Matematika Kelas X SMA Negeri 1 Kota Pagaralam Tahun Ajaran
2023/2024”.

1.2 Masalah Penelitian


1.2.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, rumusan masalah pada
penelitian ini adalah “Bagaimana model pembelajaraan Collaborative Learning
pada materi Sistem Persamaan Linier Tiga Variabel untuk mengukur kemampuan
Numerasi siswa dalam memecahkan masalah matematika kelas X SMA Negeri 1
Pagar Alam tahun ajaran 2023/2024.

1.2.2. Batasan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah , maka pembatasan masalahnya di
fokuskan pada:

1. Penerapan yang di maksud adalah dampak atau pengaruh apa yang di


dapatkan siswa dalam pembelajaran dengan model collaborative learning.
2. Model pembelajaran collaborative learning yang di maksud merupakan
salah satu model pembelajaran dimana bertujuan untuk meningkatkan
kemepuan pemecahan masalah soal dengn bekerja sama dengn kelompok
belajar
3. Mengukur kemampuan numerasi yang di maksud adalah seberapa baiknya
penerapan model Collaborative Learning dalam memecahkan masalah
matematika
6

4. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas x SMA Negri 1 pagaralam
tahun 2023/2024.

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah yang telah di uraikan di atas, maka tujuan
penelitian adalah untuk mengetahui penerapan model pembelajaran Collborative
Learning dalam mengukur kemampuan Numerasi siswa dalam menyelesikan
masalah matematika siswa di kelas X SMA Negeri 1 kota pagar alam tahun
2023/2024.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat yang di harapkan dari penelitian ini adalah:

1. Bagi guru mata Pelajaran matematika khusunya


a. Sebagai bahan masukan penggunaan metode pembelajaran yang
mana dalam penelitian ini menggunakan metode Collaborative
Learning untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah dalam
pembelajaraan matematika
b. Menjadi referensi dalam menggunakan metode pembelajaraan
dalam proses pembelajaraan matematika untuk meningkatkan
kemampuan belajar siswa.
2. Bagi siswa:
a. Dengan pembelajaraan kolaborasi peserta memiliki ruang gerak
untuk menilai dan membina ilmu pengetahuan,pengalman personal
, komunikasi , stategis dan konsep pembalajaran.
b. Melalui kemampuan numerasi , diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematika khusunya
materi sistem persamaan linier tiga variable.
7

3. Bagi peneliti dalam hal ini mendapatkan pengetahuan tentang penerapan


model Collaborative Learning sebagai salah satu alternatif dalam
menyelesaikan masalah SPLTV bagi siswa.
4. Bagi sekolah, sebagai bahan masukan untuk mengembangkan proses
pembelajaraan guru agar dapat menerapkan medel dan media
pembelajaraan sesuai materi untuk meningkatkan hasil dan kualitas
pembelajaraan.

1.5 Anggapan Dasar


Menurut (Arikunto, 2013), anggapan dasar adalah sesuatu yang diyakini
keberadaan oleh peneliti harus dapat memberikan sederetan asumsi yang kuat
tentang kedudukan permasalahannya, anggapan dasar dalam penelitian adalah jika
pengajar menfokuskan pada berfikir kritis dan pemecahan masalah maka
collaborative learning mendatangkan keuntungan yang lebih (Gokhale, 1995).

1.6 Hipotesis Penelitian


Menurut Arikunto (2013:110) menjelaskan bahwa hipotesis merupakan
jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang secara teroitis dianggap
paling mungkin dan paling tinggi tingkat kebenarannya, hipotesis dalam penelitian
ini adalah “ Hasil dari penerapan metode Collaborative Learning pada kemampuan
penyelesaian masalah matematika pada materi sistem persamaan linier tiga variable
di SMA Negeri 1 Kota Pagar Alam tahuan ajaran 2023/2024.
8

Anda mungkin juga menyukai