TP Harian:
1. Setelah membaca cerpen “Tanah Air” karya Martin Aleida, peserta didik dapat
mendeteksi (C4) Nilai-nilai kehidupan yang terkandung didalamnya secara mandiri.
2. Setelah mendeteksi “Tanah Air” karya Martin Aleida, peserta didik dapat
mengaplikasikan (C4) Nilai-nilai kehidupan yang terkandung didalamnya secara
mandiri.
3. Setelah mengaplikasikan nilai-nilai kehidupan “Tanah Air” karya Martin Aleida, peserta
didik dapat membuktikan (C5) Nilai-nilai kehidupan yang terkandung didalamnya secara
Percaya diri.
PEMAHAMAN BERMAKNA:
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta didik diharapkan dapat mendeteksi (C4) dan
mengaplikasikan (C4) nilai-nilai kehidupan yang terkandung didalamnya.
PERTANYAAN PEMANTIK:
Pertemuan 3
1. Bagaimana perasaan kalian hari ini?
2. Pernahkah kalian menonton film atau karya sastra yang mengandung nilai-nilai kebaikan?
3. Apa judul film atau karya sastra yang kalian baca?
4. Apakah nilai-nilai kebaikan yang kalian dapat dari film atau karya sastra tersebut kalian
aplikasikan dalam hidup sehari-hari?
RENCANA ASESMEN:
Tujuan Ranah Bentuk Penilaian Instrumen Teknik
Pembelajaran
Setelah Diagnostik Tes Tulis kuis Pengetahuan
membaca cerpen
“Tanah Air”
karya Martin
Aleida, peserta
didik dapat
mendeteksi
(C4) Nilai-nilai
kehidupan yang
terkandung
didalamnya
secara mandiri.
Setelah Kognitif Tes tulis Diskusi Pengetahuan
mendeteksi Kelompok
“Tanah Air”
karya Martin
Aleida, peserta
didik dapat
mengaplikasika
n (C4) Nilai-
nilai kehidupan
yang terkandung
didalamnya
secara
bergotong
royong.
Setelah Kognitif dan Tes tulis dan Presentasi Pengetahuan dan
mengaplikasikan Psikomotorik lisan kelompok Keterampilan
nilai-nilai
kehidupan
“Tanah Air”
karya Martin
Aleida, peserta
didik dapat
membuktikan
(C5) Nilai-nilai
kehidupan yang
terkandung
didalamnya
secara Percaya
diri.
URUTAN KEGIATAN PEMBELAJARAN
Tahap Kegiatan Muatan Inovatif Estimasi
Pertemuan 1 (TPACK, Profil Waktu
Pancasila, dan 4C)
Pendahuluan 1. Guru melakukan pembukaan dengan Komunikasi 10 menit
mengucapkan salam
2. Guru mengajak siswa untuk Religius
membaca doa sebelum memulai
pembelajaran dengan menunjuk salah
satu siswa untuk memimpin doa
3. Guru mengkondisikan kelas dengan Komunikasi
bertanya kabar masing-masing dan
mengecek kehadiran peserta didik
4. Guru Memberikan motivasi kepada Berpikir kritis
siswa untuk tercapainya kompetensi
dan karakter sesuai dengan Profil
Pelajar Pancasila.
5. Guru menyampaikan kompetensi, Komunikasi
garis besar materi, dan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai
6. Guru menyampaikan Teknik Komunikasi
penilaian yang digunakan
7. Guru Memberikan stimulus dengan Komunikasi
kalimat apersepsi yang dikaitkan
dengan kehidupan sehari-hari peserta
didik.
Inti Sintaks 1. Orientasi Masalah
8. Guru memantik siswa dengan Komunikasi 70 menit
mengkaitkan hal apa sajakah yang ada
di dalam cerita yang sudah pernah
dilihat
9. Guru Melakukan tes diagnostik TPACK
menggunakan wordwall untuk
mengukur kesiapan belajar siswa
10. Guru menjelaskan materi Komunikasi
mengenai nilai-nilai kehidupan dalam
cerita pendek
11. Siswa diminta oleh guru TPACK
mengamati “Tanah Air” karya Martin
Aleida pada tautan:
https://www.youtube.com/watch?v=-
IkilZPzows agar siswa terpancing
memberi tanggapan pada cerpen
tersebut.
Sintak 2. Mengorganisasi peserta didik
12. Setelah menyimak/membaca Berpikir kritis
cerpen tersebut, peserta didik diminta
untuk mendeteksi nilai-nilai kehidupan
yang terkandung di dalamnya.
LAMPIRAN
LKPD
Kegiatan 1
Petunjuk Belajar:
1) Buatlah kelompok dengan beranggotakan siswa! Jika sudah dibimbing guru dalam
membuat kelompok, maka berkelompoklah!
Untuk memahami isi cerita pendek yang berjudul “Tanah Air” karya Martin
Aleida ini secara komprehensif, kalian harus mempunyai pengetahuan latar
belakang sejarah berkaitan dengan peristiwa Gerakan 30 September 1965. Berikut
ini beberapa hal yang harus kalian ketahui sebelum memulai membaca cerita
pendek tersebut.
1. Temukan informasi tentang gedung atau tempat bernama Tjandra Naja!
Mengapa tempat tersebut menjadi istimewa dalam cerpen tersebut? Berikan
alasan dan bukti yang mendukung!
-----------------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------------------
2. Apa yang kamu ketahui tentang peristiwa G30S/PKI 1965? Mengapa peritiwa
itu terjadi dan mengapa ini disebut sejarah kelam bagi Indonesia?
-----------------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------------------
3. Setelah peristiwa 30 September 1965, apa dampak yang harus ditanggung oleh orang-
orang yang dituduh sebagai anggota PKI?
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
4. Apa itu Revolusi Kebudayaan di Tiongkok/China? Apa latar belakang terjadinya
gerakan tersebut dan mengapa peristiwa itu disebut sebagai peristiwa kelam di
Tiongkok pada waktu itu?
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Setelah kalian menemukan informasi tersebut, presentasikan hasil temuan tersebut
secara lisan di hadapan kelompok yang lain.
LKPD
Kegiatan 2
Menyimak dan membaca
Tanah Air
Hatiku teduh. Dia kelihatan tenang. Cuma matanya saja yang terus memandangiku
dengan ganjil. Seakan aku ini siapa, bukan istrinya. Tadi, sambil duduk berdampingan
menjuntaikan kaki di tubir tempat tidur, perlahan kupotongi kuku-kukunya yang panjang,
hitam berdaki. Dari tangan sampai kaki. Gemertak pemotong kuku meningkahi angin pagi
Tanpa menatapku barang sekejap pun, seperti berbisik pada dedaunan di luar, lagi-lagi
dia mengulangi igauan yang saban pagi, menjelang matahari terbit, diucapkannya seperti
merapal mantra. Atau pesan yang aku tak tahu kepada siapa. “Setengah jam lagi. Begitu
matahari terbit, mereka akan datang membebaskan kita,” desisnya dengan mata yang tetap
saja liar, dan sepertinya aku entah di mana, tidak berada di seberang bahunya. Siapa yang
akan membebaskannya? Aku tak tahu. Dan aku tak pernah mau bertanya. Tetapi, yang jelas
janji akan pembebasan selepas subuh itulah yang kelihatan membuat penderitaannya lebih
dalam.
Aku sama sekali tak tahu bagaimana awal kesengsaraan yang kini membelenggunya,
membuat dia tidak berada dalam tubuhnya sendiri, sebagaimana dia yang kukenal sejak lebih
setengah abad lalu. Dari seorang wartawan olahraga koran sore yang terpandang. Yang
katanya sering mengintipku dari gerbang Tjandra Naja, dekat Jakarta Kota, saat aku pulang
sekolah naik sepeda. Laki-laki peranakan yang bermata tidak sesipit mataku, tapi hatinya
sungguh lapang. Dan aku merasa tersanjung, juga bingung, ketika dalam surat pertama yang
Sekarang, di tempat tidur ini, dari seorang manusia, kini dia tinggal menjalani sisa
hidup hanya sebagai seonggok daging tak berjiwa. Hampa. Aku tak tahu apa yang menjadi
pencetus penyakitnya ini. Yang membuat matanya terkadang garang. Teramat garang.
Memerah. Seperti hendak pecah. Kalau sudah begini, dia menghindar dari tatapanku,
bagaimanapun manisnya aku tersenyum, dan melemparkan pandang ke luar jendela. Yang
tetap bertahan adalah pernyataan kasih sayangnya sejak dulu: kalau bangkit dia tak pernah
lupa membelai lututku, persis di atas betis yang katanya membuat dia kesengsem, dulu.
Dari kawan-kawannya sesama pelarian, yang tak bisa pulang karena paspor mereka
dirampas penguasa baru di tanah yang kutinggalkan, kudengar dia merasa sangat bersalah.
Mengutuki dirinya sebagai seorang ayah yang keji, karena tidak membesarkan, apalagi
nama anaknya berulang kali, dan membentur-benturkan kepalanya ke meja makan. Juga ke
tembok. Kawannya sekamar sering mendengar desis sebuah nama dan gedebuk berulang-
seluruh daratan Tiongkok, dia acapkali termenung, tak percaya akan apa yang dia saksikan.
Dia dengar di seluruh negeri itu seorang manusia sedang dipuja melebihi dewi Kwan Im.
Suatu pagi dia terperanjat. Gemetar melihat puluhan pemuda dan tentara bertopi segi-lima,
syal merah, yang sedang konferensi di satu hotel bertingkat, semuanya berdiri di beranda
melainkan memuliakan sang penyelamat yang sedang duduk entah di mana. Lewat pengeras
suara, mereka bersenandung, seperti hendak menggelontorkan matahari:
gunung-gunung menyingkirlah
Dia bersama ratusan kawan senasib disingkirkan ke sebuah kota kecil, jauh dari Peking.
Alasannya demi keamanan. Supaya tak jadi sasaran mereka yang datang dengan senjata
“Buku Merah”. Dia merasa benar-benar dikucilkan, disingkirkan, dari dunia yang wajar.
Dilarang keluar dari kompleks perumahan. Dari seorang yang terlatih menulis, dia menjadi
pengangkut kotoran manusia untuk pupuk tanaman. Perasaannya tambah tertekan. Apalagi
muncul perpecahan di kalangan mereka yang tak bisa pulang ke Tanah Air itu. Ratusan
jumlahnya. Mereka bertengkar, seperti hendak berbunuh-bunuhan, karena beda pilihan
Beberapa tahun kemudian, aku menerima sepucuk surat. Melihat titimangsanya, surat
itu terlambat empat bulan. Melalui perbatasan sejumlah negara Eropa, diposkan di
Amsterdam. Hanya secarik kertas. Dia membujukku menjual apa saja untuk ongkos dan
bertolak dari Jakarta supaya bisa berjumpa di Macao atau Kanton. Waktu itu, pekerjaan
sebagai tukang jahit dan pembuat kue sudah kutinggalkan. Aku sudah memiliki beberapa
bajaj dan berangan-angan menjadi pengusaha taksi supaya bisa memilih perguruan yang baik
untuk anakku.
Di stasiun kereta api Kanton aku menjumpainya sedang duduk di sebuah bangku
panjang. Duduk berpangku tangan. Dari rona matanya, sepertinya dia kehilangan sesuatu
yang sangat berharga. Aku memanggil namanya. “Ini aku…,” sapaku. Dia berdiri,
memelukku erat-erat seperti hendak meremukkan tulang rusukku. Orang hilir-mudik tak dia
hiraukan.
Malam pertama, dia bercerita tentang rencananya berangkat ke Belgia, yang tak lama
lagi akan membuka hubungan diplomatik dengan Tiongkok. Sehingga visa tinggal di negara
itu diperkirakan akan mudah diperoleh. Dari negara itu, katanya, dia akan melompat ke
Belanda, di mana beberapa orang temannya senasib sudah siap menampung. Aku hanya
meletakkan kupingku dengan baik-baik di bahunya. Mengiyakan apa saja yang dia
rencanakan. Malam kedua, ulu hatiku terasa seperti dia tonjok, ketika dia katakan ada kabar
yang sampai ke kupingnya, bahwa aku sering pergi dengan lelaki. Lantas dia keluarkan
sebuah buntalan kecil dari saku celananya. Dibalut kain putih, di dalamnya segumpal tanah
“Ciumlah … Ini tanah Indonesia. Apa pun yang akan terjadi dia akan mempertautkan
Semacam permintaan maaf atas tuduhan yang baru saja dia timpakan padaku. Katanya, tanah
itu dia bawa ketika meninggalkan Jakarta menuju Kairo dan kandas di Peking.
Tak sampai lima tahun setelah pertemuan di Kanton itu. Begitulah, kalau tak salah
ingatanku. Bajajku sudah selusin dan taksiku lima. Dengan bantuan pengarahan dari gereja,
aku bisa menyekolahkan anakku di Australia. Dia studi teknologi informasi, keinginannya
satu-satunya.
pecandu sepakbola yang ingin lawannya kalah habis-habisan, dia berteriak melalui baris-baris
suratnya: “Juallah semuanya, jangan tinggalkan sepeser pun di negeri yang dikuasai fasis itu.
Tak terlalu sulit untuk memenuhi keinginannya. Ada orang-orang gereja yang siap
dengan hati-hati. Cecunguk di mana-mana. Tiba-tiba, datang lagi surat dari dia. Singkat.
Memerintah: jangan berangkat dulu! Keadaan tidak aman. Maksudnya apa, aku tak tahu.
Tunggu kabar selanjutnya, katanya. Padahal rumah sudah terjual. Terpaksa aku mengontrak
rumah selama setahun. Kabar susulan dari dia belum juga muncul selama setahun.
Aku berniat baik, ingin berbuat kebajikan kepada suami yang kucintai. Orang yang
sayangnya pada anakku membuat dia dikungkung ketegangan karena merasa bersalah tidak
gereja membukakan pintu untukku. Walau hanya bubungan gereja kecil. Di situlah aku
tinggal sambil menunggu aba-aba keberangkatan yang akan datang dari daratan impian.
Derita tak usah berpanjang-panjang. Sementara keteguhan tak boleh padam. Singkat
cerita, aku mendarat di Schiphol. Dia menyambutku di pintu ke luar. Dada sesak oleh
kereta api.
Rumahnya agak di tepi Amsterdam. Masyarakatnya terdiri dari berbagai ras. Orang
Suriname yang paling banyak. Ruang tamunya cukup lega, dua kamar tidur, lengkap dengan
dapur dan kamar mandi yang memadai. Terletak di lantai delapan. Dari kawan-kawan
yang dia tanggungkan, bertambah buruk. Apa pun aku akan dan harus menemaninya.
Sebagaimana aku harus membesarkan anakku, maka aku juga harus mendampinginya walau
ajal menanti.
Dia sering merenung. Matanya acapkali menerawang kosong ke luar jendela. Jarang
sekali dia memulai percakapan. Hatiku melambung bahagia ketika anakku liburan dan
mengunjungi kami. Ketika dia masih duduk di sekolah dasar, dengan susah-payah aku
melerai kemarahannya terhadap ayah yang dia tuduh tidak bertanggung jawab,
Di meja makan. Menjelang tidur. Terkadang saat sedang belajar, kalau momennya
kena, kukatakan bahwa ayahnya tidak bersalah. Tak bisa pulang membesarkan dan
kekuasaan yang begitu buruk rupanya, sehingga sampai hati memisahkan seorang anak
Han, sekarang sudah terbebas dari siksa di masa kecilnya. Selain penjelasan berulang-
ulang yang kusampaikan, dia juga menjadi matang dengan jalan yang dia temukan sendiri.
Terutama oleh dunia yang bisa dia arungi lewat Google. Bagaimanapun kekuasaan mencoba
Han membuat dadaku mongkok. Setelah dewasa, dia berubah dalam bersikap terhadap
papinya. Suamiku yang tetap tumpul. Terkungkung dalam jiwa yang remuk. Setelah putra
tunggal kami itu kembali ke Australia, ketegangan yang dialami suamiku bukannya
mengendur. Bercakap-cakap di taman, di meja makan, di tempat tidur, dia tak habis-habisnya
mengutuk dirinya sendiri. Karena ucapan anaknya yang masih kecil, bahwa dia bukan
“Sudahlah . Dengarlah baik-baik. Tuduhan anakmu itu ‘kan kau dengar dari kawan-
kawamu di Tiongkok ‘kan? Sama seperti kau juga dengar bahwa aku menjual diri kepada
lelaki lain. Aku tak mempedulikan omong-kosong orang. Kalau kumasukkan ke dalam hati,
aku bisa gila. Dengarlah baik-baik. Selama Han bersama kita di sini, dia memanggilmu Papi.
Papi…! Kau ingat ‘kan? Tidakkah kau bisa menafsirkan sebutannya padamu itu sebagai
tanda permintaan maaf. Bahwa kau adalah ayahnya yang baik. Bahwa kau tak pulang-pulang
Tapi, dia cuma membatu. Tak bergetar. Apa yang berkecamuk di dalam hatinya, aku
Hatiku terasa teduh. Dan dia kelihatan lebih tenang. Cuma matanya yang terus
melongok ke jendela.
“Sudah potong kuku. Sudah mandi. Sudah sarapan. Kita tinggal tunggu. Nanti dokter
akan datang,” bujukku. Saya pamit mau membuang sampah, menyiram tanaman di beranda,
Di beranda aku merawat taman kami yang mungil, sekitar setengah kali dua meter. Di
situ kutanam rose, juga dua pohon pisang, agar Indonesia tidak terlalu jauh dari kami.
Telepon berdering. “Saya psikiater yang akan mengunjungi suami Nyonya. Apakah dia
“Tunggu ya.”
Aku membersihkan kamar mandi. Menggosok toilet. Ketika menjinjing vacuum cleaner
ke kamar tidur, aku disentak gordin yang berkibar sejadi-jadinya disapu angin. Jendela
ternganga. Tempat tidur melompong. Aku berteriak memanggilinya. Tak ada jawaban. Aku
lari ke kamar mandi. Dia tak ada di situ. Toilet kosong. Secepat petir pikiranku terbang.
Suara orang yang menelepon, yang mengaku psikiater, tadi kayaknya mirip suaranya.
Kudorongkan kepalaku keluar jendela. Memanggil-manggil namanya ke samping, ke bawah.
Kukunci seluruh ruangan. Cepat aku melangkah ke lift. Kupencet angka nol di panel.
Begitu keluar dari lift, kudengar jeritan ambulans yang merapat di ujung apartemen.
Beberapa orang terlihat mengerubung di sekitar jasad yang ditutup selimut. Aku tak tahu
sekuat apa aku menjerit. Sebesar apa mulutku terkuak menyerukan namanya: “Ang …!
Aaaang …!” Aku terjerembab di sampingnya. Jari-jemarinya masih mengepal tanah merah
berbalut kain putih. Di dekatnya ada secarik kertas yang berkata: Tanah Air Indonesia. Kalau
terjadi apa-apa tolong hubungi istriku, An Sui. Ini nomor teleponnya. (*)
Petunjuk Belajar:
1) Bacalah selalu doa sebelum mengerjakan atau memulai sesuatu!
2) Buatlah kelompok dengan beranggotakan siswa! Jika sudah dibimbing guru dalam
membuat kelompok, maka berkelompoklah!
3) Tulislah anggota kelompok dengan nama lengkap di bawah ini!
Setelah membaca teks cerpen “Tanah Air” karya Martin Aleida yang sudah diberikan
guru!
5) Temukan arti kosakata dalam cerpen “Tanah Air” karya Martin Aleida!
a. Teduh:
b. Ganjil:
c. Aneh:
d. Membelenggu:
e. Kesengsem:
f. Titimangsa:
g. Buntalan:
h. Acuh tak acuh:
i. Terkungkung:
6) Setelah membaca, temukan segala hal yang berkaitan dengan nilai-nilai kehidupan
didalamnya kemudian tuliskan di bawah ini!
a. Nilai Religius:
Bukti:
Penjelasan:
b. Nilai Moral:
Bukti:
Penjelasan:
c. Nilai Sosial:
Bukti:
Penjelasan:
d. Nilai Budaya:
Bukti:
Penjelasan:
e. Nilai Politik:
7) Setelah tercatat segala hal yang berkaitan nilai-nilai kehidupan cerita pendek,
diskusikanlah Kembali dengan kelompok Anda dan pastikan pencarian Anda sudah
valid.
8) Jika kurang yakin, cari referensi lain dari berbagai sumber perihal segala informasi
tentang cerita pendek.
A. Asesmen Diagnostik
Pengetahuan awal
tentang cerita 1. Pertanyaan berupa nilai-nilai kehidupan secara sekilas
pendek dan Minat https://quizizz.com/admin/quiz/611642717747bb001d711f6c/
mengidentifikasi-nilai-kehidupan-cerpen?
fromSearch=true&source=
B. Asesmen Formatif
Teknik: pengetahuan
Rubrik/Kunci Jawaban
Kegiatan 2
1. kosakata dalam cerpen “Tanah Air” karya Martin Aleida!
a. Teduh: tenang, aman
b. Ganjil: lain dari pada yang lain
c. Aneh: ajaib
d. Membelenggu: ikatan
e. Kesengsem: menyukai
f. Titimangsa: tanggal
g. Buntalan: bungkusan
h. Acuh tak acuh: tak peduli
i. Terkungkung: terbelenggu
2. Menjawab pertanyaan terstruktur berdasarkan cerpen yang di baca!
a. Nilai moral yang terkandung dalam cerpen "Tanah Air" seperti pentingnya
permintaan maaf saat kita berbuat salah.
Bukti: Tidakkah kau bisa menafsirkan sebutannya padamu itu sebagai
tanda permintaan maaf. Bahwa kau adalah ayahnya yang baik. Bahwa kau
tak pulangpulang bukan lantaran kehendakmu."
Penjelasan: Bahwa ketika kita berbuat salah harus ada permintaan maaf.
Han secara tidak langsung sudah meminta maaf kepada ayahnya karena
dulu dia menuduh ayahnya sebagai seorang ayah yang tidak bertanggung
jawab.
b. Nilai sosial yang terkandung dalam cerpen "Tanah Air" seperti
ketidakpedulian tetangga dan keluarga terhadap kondisi dan permasalahan
orang lain. Bukti: Tetangga, sanak-famili boleh acuh-takacuh, karena
takut, namun gereja membukakan pintu untukku. Walau hanya bubungan
gereja kecil. Di situlah aku tinggal sambil menunggu abaaba keberangkatan
yang akan datang dari daratan impian.
Penjelasan: rasa saling membantu yang dilakukan oleh gereja kepada An
Sui ketika dia telah menjual rumah dan hartanya tetapi suaminya
menyuruhnya menunda keberangkatan ke Belanda.
c. Nilai budaya yang terkandung dalam cerpen "Tanah Air" adalah tokoh
menggunakan nama-nama keturunan Tionghoa seperti Ang Sui.
Bukti: Tanah Air Indonesia. Kalau terjadi apa-apa tolong hubungi istriku,
An Sui. Ini nomor teleponnya.
Penjelasan: penggunaan nama yang khusus menunjukkan suatu keturunan
dari rus tertentu adalah bagian dari nilai budaya.
d. Nilai politik yang terkandung dalam cerpen "Tanah Air" adalah adanya
konflik politik di Tiongkok pada saat pemimpin Tiongkok Mao Zedong
ingin meluruskan ajaran komunisme.
Bukti: Menurut cerita kawankawannya itu pula, ketika Revolusi
Kebudayaan membanjir di seluruh daratan Tiongkok, dia acapkali
termenung, lak percaya akan apa yang dia saksikan.
Penjelasan: terjadi pergolakan politik di Tiongkok ketika Mao Zedong
ingin meluruskan ajaran komunis sosialisme di Tiongkok yang berakibat
pergolakan politik di sana.
e. Nilai agama yang terkandung dalam cerpen "Tanah Air" adalah adanya
agama tertentu yang dianut oleh tokoh yaitu agama Katolik atau Kristen.
Bukti: Walau hanya bubungan gereja kecil. Di situlah aku tinggal sambil
menunggu aba-aba keberangkatan yang akan datang dari daratan impian.
Penjelasan: keberadaan agama adalah bukti bahwa ada nilai agama dalam
cerpen tersebut
d. Pedoman penskoran
a. Instrumen
1 Pelafalan
a. Kejelasan artikulasi
b. Suara yang lantang
b. Pedoman Penskoran
2. Sistematis 1-4
a. instrumen
b. pedoman penskoran
1.
3
LAMPIRAN PENGAYAAN DAN REMEDIAL
A. Rencana Remedial
1. pembelajaran remedial dilakukan bagi peserta didik yang CP-nya belum tuntas.
2. Tahapan pembelajaran remedial dilaksanakan melalui remedial teaching (klasikal),
atau remedial kelompok, atau remedial perorangan dan diakhiri dengan tes;
3. Pelaksanaan remedial berpedoman pada hasil tes peserta didik yang belum tuntas
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Peserta didik belum tuntas < 20%, dilaksanakan remedial pribadi (perorangan);
c. Peserta didik belum tuntas > 50%, dilaksanakan pelajaran ulang tentang CP itu.
Format Remedial
Kelas/Semester : XI/Ganjil
Awal Akhir
5
6
B. Rencana Pengayaan
Bagi peserta didik yang sudah mencapai nilai ketuntasan diberikan pembelajaran
pengayaan sebagai berikut:
1. Memberi kegiatan pengayaan bagi peserta didik yang telah mencapai batas
ketuntasan atau melebihi target pencapaian materi, memberikan perluasan materi atau
peningkatan kompetensi (menyiapkan modul pembelajaran pengayaan);
2. Peserta didik yang mencapai nilai 75 (KKM) ≤ n < 90 diberikan materi yang
masih dalam cakupan KD dengan pendalaman sebagai pengetahuan tambahan; dan
3. Memberikan apresiasi terhadap hasil kerja peserta didik (misal:
dipajangkan, digandakan, diumumkan terbuka, dan sebagainya).
1. Pelajari dari sumber belajar lain tentang nilai-nilai kehidupan cerita pendek!
2. Bantu kelompok lain yang mengalami remedial dalam memengidentifikasi dan
mengaplikasikan nilai-nilai kehidupan cerita pendek!
Format Remedial
Kelas/Semester : XI/Ganjil
6
LAMPIRAN BAHAN BACAAN
Nama Sekolah : SMA Batik 1 Surakarta
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Materi : Teks Cerita Pendek
Alokasi Waktu : 2x 45 menit
Capaian Pembelajaran:
1. Peserta didik mampu menganalisis dan mengevaluasi informasi berupa gagasan,
pikiran, perasaan, pandangan, arahan atau pesan yang akurat dari berbagai tipe teks
(nonfiksi dan fiksi) audiovisual dan aural dalam bentuk monolog, dialog, dan gelar
wicara.
2. Peserta didik mampu mengevaluasi gagasan dan pandangan berdasarkan kaidah
logika berpikir dari membaca berbagai tipe teks (nonfiksi dan fiksi) di media cetak
dan elektronik.
Petunjuk Penggunaan:
1. Mulailah dengan berdoa terlebih dahulu agar diberikan keberkahan dalam
pemahaman ilmu pengetahuan.
2. Bacalah dengan seksama dan teliti
3. Eksplorasi dan komparasikan dengan sumber-sumber yang lain jika Anda memiliki
4. Diskusikan dengan teman sejawat Anda jika ada hal yang dibingungkan
5. Jika teman Anda tidak mengerti, tanyakan dan diskusikanlah dengan guru Anda
Materi Ajar:
A. Pengertian Cerpen
Menurut KBBI, Cerpen berasal dari dua kata yaitu cerita yang mengandung arti
tuturan mengenai bagaimana sesuatu hal terjadi dan relatif pendek atau tidak lebih
dari 10.000 kata yang memberikan sebuah kesan dominan serta memusatkan hanya
pada satu tokoh saja dalam cerita pendek tersebut. Sedangkan Murhadi dan Hasanudin
(dalam Rahmani 2021, hlm. 25) mengatakan “cerpen adalah karya fiksi atau rekaan
imajinatif dengan mengungkapkan satu permasalahan yang ditulis secara singkat dan
padat dengan memiliki komponen atau unsur struktur berupa alur/plot, latar/setting,
penokohan, sudut pandang, gaya bahasa, dan tema serta amanat”.
B. Nilai-Nilai kehidupan yang terkandung dalam cerita pendek
1. Nilai moral adalah nilai kehidupan yang berkaitan dengan perilaku, akhlak, atau
budi pekerti (baik atau buruk) manusia dengan sesamanya. Nilai moral juga
mengjarkan tentang aspek-aspek susila. Contoh dari nilai moral salah satunya
adalah berbakti kepada orang tua, jujur, sabar, ikhlas, dan banyak lagi lainnya.
2. Nilai Sosial Nilai sosial adalah jenis nilai kehidupan yang berhubungan dengan
kehidupan antar manusia dengan manusia lainnya dan manusia dengan
lingkungan sekitarnya. Nilai sosial ini juga berkaitan erat dengan norma atau
aturan dalam kehidupan bermasyarakat. Contoh dari nilai sosial adalah saling
memberi, tolong menolong, tengang rasa, dan saling menghormati pendapat
orang lain.
3. Nilai Budaya Nilai budaya merupakan nilai kehidupan yang berhubungan dengan
kebiasaan manusia atau tradisi yang berlaku dalam suatu masyarakat tertentu.
Nilai budaya merupakan acuan dalam kehidupan bermasyarakat, contoh dari nilai
budaya adalah adat istiadat pernikahan (perkawinan) atau adat istiadat kematian,
adat cara berpakaian, budaya kesenian, upacara adat, atau budaya lainnya.
Tetapi, perlu diketahui bahwa terkadang budaya dari daerah yang satu dengan
lainnya memiliki perbedaan atau bahkan memang berbeda.
4. Nilai religi adalah nilai kehidupan yang berhubungan atau berkaitan dengan
kehidupan beragama. Contoh dari nilai religi adalah cara beribadah kepada
Tuhan dan system kepercayaannya. Cara beribadah seseorang terkadang
memiliki perbedaan tergantung dengan agama yang mereka anut dan percayai.
Tetapi, ada juga orang yang tidak memiliki agama atau bisa disebut atheisme.
5. Nilai Politik Nilai politik merupakan nilai kehidupan yang berhubungan atau
berkaitan dengan gejolak tata pemerintahan di suatu daerah. Gejolak tersebut
biasanya menjadi latar dari jalannya cerita. Latar peristiwa politik dapat
dijadikan sebagai salah satu dokumen sejarah bangsa.
Daftar Pustaka:
Buku Siswa Cerdas Cergas Berbahasa dan Bersastra Indonesia Kelas XI.
Cerpen Pilihan Kompas 2016, khususnya cerpen “Tanah Air” karya Marten Aleida.
Internet: https://ragambahasakita.blogspot.com/2018/03/cerpen-tanah-air-karya-martin-
aleida.html
KBBI, 2018. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). (Online, diakses tanggal 19 Oktober
2023)
Munawwaroh, (2020). Pengertian dan Nilai-Nilai Kehidupan Cerita Pendek, wordpress.com
tanggal akses 19 oktober 2023, https://homeilmukita.home.blog/2020/07/14/pengertian-dan-
nilai-nilai-kehidupan-cerita-pendek/
Pardosi, G. W., & Yuhdi, A. (2023, July). ANALISIS KONFLIK SOSIAL DALAM
CERPEN “CINTA LELAKI BIASA (Asma Nadia-True Story)”. In PROSIDING SEMINAR
NASIONAL PENDIDIKAN, BAHASA, SASTRA, SENI, DAN BUDAYA (Vol. 2, No. 1, pp.
286-295).
LAMPIRAN MEDIA PEMBELAJARAN
Ringkasan Media Pembelajaran
Kelas/ Semester : XI/1
Alokasi Waktu : 2x 45 menit
Tujuan Pembelajaran : peserta didik dapat membaca cerpen “Tanah Air” karya
Martin Aleida dan mengidentifikasi dan mengaplikasikan nilai-nilai kehidupan yang
terkandung di dalamnya.
Media Pembelajaran
a. Media Youtobe : Cerita Pendek “Tanah Air” Martin Aleida:
https://www.youtube.com/watch?v=-IkilZPzows