Anda di halaman 1dari 4

D.

Rasul-rasul yang Ulul Azmi

Istilah ulul 'azmi berasal dari dua kata yaitu uluu )‫ أولى‬yang merupakan bentuk
jamak muzdakkar (berjenis laki- laki) dari lafaz dzawu- dzu (-), maknanya mereka yang
mempunyai dan Al-'Azmi )‫ (العام‬mashdar dari fi'il (kata kerja( Azama ‫(عزم‬, maknanya;
maksud, niat, kemauan yang teguh. Ahmad Warson Munawir 1997: 49, 928). Jadi istilah
ulul azmi bisa dimaknai sebagai gelar untuk para nabi dan rasul yang paling banyak
mendapatkan rintangan dan cobaan yang berat, namun tetap memiliki niat dan kemauan
yang teguh dalam mengemban risalah ilahiah sehingga mampu bertahan dan
mengembangkan dakwahnya sesuai dengan perintah Allah Subhanahu Wata'ala. istilah
ulul 'azmi merupakan gelar yang Allah Subhanahu Wata'ala berikan sendiri bagi para rasul
tersebut dalam firman-Nya :

‫َف اْص ِبْر َكَم ا َصَبَر ُأوُلو اْلَعْزِم ِم َن الُّرُس ِل َواَل َتْس َتْع ِجْل َلُه م‬

"Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati (Ulul
'Azmi) dari golongan para rasul dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi
mereka (kaum yang menentang mu)..." (QS. Al-Ahqaf: 35)

Adapun para nabi dan rasul yang termasuk dalam golongan ulul azmi ialah nabi Nuh
as, Ibrahim as, Musa as dan Muhammad saw, yang Allah Subhanahu Wata'ala sebutkan
dalam dua ayat berbeda yaitu pada Al-Qur'an Al-Ahzab ayat 7 dan As-syura ayat 13:

‫َو ِإْذ َأَخ ْذ َنا ِم َن الَّنِبِّييَن ِميَثاَقُه ْم َوِم ْنَك َوِم ْن ُنوٍح َوِإْبَر اِهيَم َوُم وَس ى َوِعيَس ى اْب ِن َم ْر َيَم َو َأَخ ْذ َنا ِم ْن ُه ْم‬
‫ِميَثاًق ا َغ ِليًظا‬

"Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil Perjanjian dari nai nabi dan dari kamu
(Muhammad) dari Nub, Ibrahim, Musa dan Isa putra Maryam, dan Kami telah mengambil
dari mereka Perjanjian yang teguh." (Qs.Al-Ahzab: 7)

‫َش َرَع َلُك ْم ِم َن الِّديِن َم ا َوَّصى ِبِه ُنوًح ا َواَّلِذي َأْوَحْيَنا ِإَلْيَك َوَم ا َوَّصْيَنا ِبِه ِإْبَراِهيَم َوُم وَس ى َوِعيَس ى َأْن‬
‫َأِقيُم وا الِّديَن َواَل َتَتَف َّرُقوا ِفيِه َكُبُر َع َلى اْلُم ْش ِرِكيَن َم ا َتْد ُع وُه ْم ِإَلْي ِه الَّلُه َيْج َتِبي ِإَلْي ِه َمْن َيَش اُء َوَيْه ِدي‬

‫ِإَلْي ِه َمْن ُيِنيُب‬

"Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa jang telah diwasiatkan-Nya
kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa yang
telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegak- kanlah agama dan
janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik
agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang
dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali
(kepada-Nya)." (QS. Assyura: 13)

F. Iman Kepada Seluruh Nabi dan Rasul

Iman pada para rasul merupakan salah satu dari enam rukun iman yang wajib
diyakini setiap pribadi muslim. Maka setiap muslim wajib menyakini adanya keseluruhan
nabi dan rasul baik yang diceritakan dalam Al-Qur'an dan Hadist maupun tidak. Untuk
para nabi dan rasul yang tidak disebutkan dengan jelas dalam Al-Qur'an dan Al-Hadist,
seorang muslim denya wajib mempercayai bahwa mereka semua benar-benar ada dan
pernah diutus oleh Allah Subhanahu Wata'ala dengan membawa ajaran tauhid;
menyembah Allah Subhanahu Wataala yang maha esa tanpa mempersekutukan Nya
dengan suatu apapun. Sedangkan para nabi dan rasul yang disebutkan dengan jelas
dalam Al-Qur'an dan al-hadist wajib di-imani apa adanya sebagaimana yang diterangkan
oleh syariat (Al-Qur'an dan Al-Hadist yang maqbullah) baik yang berkaitan dengan nama,
sifat, mukjizat dan perihal kisah kehidupan mereka tidak sah keimanan seorang muslin
jika menolak salah satu saja dari sekian banyak nabi dan rasul yang Allah sebutkan
dengan jelas di dalam Al-Qur'an dan As-sunnah walaupun ia tetap beriman kepada Allah
Subhanahu Wata'ala karena keimanan pada Allah Subhanahu Wata'ala menuntut
kepercayaan akan ketetapan-Nya dalam mengutus sekian banyak nabi dan rasul untuk
setiap umat manusia. Maka beriman pada Allah saja tanpa mengimani para rasul dengan
cara yang sesuai dengan tuntunan syariat (Al-Qur'an dan Al-Hadist al-maqbullah),
merupakan salah satu bentuk kekafiran, Allah Subhanahu Wata'ala berfirman:

‫َأ‬
‫ِإَّن اَّلِذيَن َيْك ُف ُر وَن ِبالَّلِه َوُر ُس ِلِه َو ُيِريُد وَن ْن ُيَف ِّرُقوا َبْيَن الَّلِه َوُر ُس ِلِه َوَيُق وُلوَن ُتْؤِم ُن ِبَبْع ٍض َوَنْك ُف ُر ِبَبْع ٍض‬
‫َو ُيِريُد وَن َأْن َيَّتِخُذ وا َبْيَن َذِلَك َس ِبياًل ُأوَلِئَك ُه ُم اْلَكاِفُر وَن َح ًّق ا َو َأْع َتْد َنا ِلْلَكاِفِريَن َع َذاًبا ُمِه يًنا‬

"Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan


bermaksud membedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan
mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebahagian dan Kami kafir terhadap
sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan Perkataan itu) mengambil jalan
(tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), Merekalah orang-orang yang kafir
sebenar-benarnya, Kami ah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang
giakan." (QS. An-Nisa; 150-151)

Setiap muslim juga mempercayai bahwa setiap nabi dan rasul itu Allah berikan
kelebihan yang berbeda-beda, sebagaimana firman-Nya:

‫َوَرُّبَك َأْع َلُم ِبَمْن ِفي الَّس َم اَو اِت َو اَأْلْرِض َوَلَق ْد َفَّض ْلَنا َبْعَض الَّنِبِّييَن َع َلى َبْع ٍض َو َأَتْيَنا َد اُو وَد َز ُبوًر ا‬

"Dan Tuban-mu lebih mengetahui siapa yang (ada) di langit dan di bumi. dan
Sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian (yang lain), dan
Kami berikan Zabur kepada Dand." (QS.Al-Israa': 55)

Kelebihan yang diberikan Allah pada para nabi dan rasul itu adalah bentuk
keistimewaan khusus seperti nabi Musa as yang mampu berbicara langsung dengan Allah
(QS. An-Nisa: 164), atau nabi Isa as yang Allah angkat kesisi-Nya dalam keadaan hidup
(QS. An-Nisa: 158) Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam yang diperkenankan
melakukan perjalanan sampai ke langit ke tujuh (sidratul muntaha) dalam keadaan hidup
(ruh dan jasad) dalam peristiwa isra' mi'raj (QS. Al-Isra': 1 dan HR. Muslim 234). Namun
keyakinan akan adanya keistimewaan dan kelebihan bagi para rasul tersebut, tidak boleh
diiringi dengan sikap meremehkan apalagi menafikkan keberadaan dan keistimewaan
nabi dan rasul yang lain karena pada dasarnya mereka semua adalah panutan umat dan
manusia pilihan Allah Subhanahu Wata'ala. Setiap muslim juga harus menyakini bahwa
nabi dan rasul ulul 'azmi adalah lebih utama dari nabi dan rasul adalah yang paling utama
diantara seluruh nabi dari rasul yang pernah ada.

Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menempati posisi sebagai nabi yang
terakhir tidak ada lagi nabi dan rasul setelahnya, beliaulah panutan semesta alam
sehingga setiap muslim harus menjadikannya teladan dalam tiap aspek kehidupan,
mencintai dan menaatinya melebihi ketaatan dan kecintaan pada mahluk mana pun
bahkan diri sendiri karena kecintaan padanya merupakan bentuk manifestasi dan
implentasi hakiki dari kecintaan hamba pada Rabbnya, Allah Subhanahu Wata'ala
berfirman:

‫ُق ْل ِإْن ُكنُت ْم ُتِحُّبوَن الَّلَه َف اَّتِبُع وِني ُيْح ِبْب ُك ُم الَّلُه َوَيْغِف ْر َلُك ْم ُذ ُنوَبُك ْم َوالَّلُه َغ ُف وٌر َر ِحيٌم‬
"Katakanlah (bai Muhammad): "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah
Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun
lagi Maba Penyayang. (QS.Ali Imran: 31)

Sebagai nabi dan rasul terakhir, Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam
membawa syariat yang menyempurnakan syariat-syariat sebelumnya sehingga setiap
muslim yang hidup sejak zamannya sampai kelak hari kiamat wajib tunduk dan
menjalankan syariat Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan tidak mempunyai
kewajiban apapun untuk mengikuti atau menjalankan syariat nabi-nabi sebelumnyas
karena syariat yang mereka bawa hanya berlaku untuk umat tertentu.

15 Kecuali syariat nabi sebelumnya yang tidak dihapuskan dan mendapatkan


legalitimasi dari Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam untuk di amalkan seperti
ajaran berkhitan yang dibawa nabi Ibrahim as atau puasa sunnah nabi Daud as (sehari
puasa dan sehari berbuka).
Akhirnya, Iman kepada para rasul merupakan hal yang bermuara pada keimanan dan
ketakwaan pada Allah Subhanabu Wata'ala. Dan sudah sepantasnya bagi seorang
muslim, menerapkan keimanannya dalam tindakan nyata yaitu dengan mengabdikan diri
spenuhnya pada Allah Subhanahu Wata'ala dengan cara yang telah diajarkan oleh para
nabi dan rasul yang disempurnakan oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'Alai- hi Wa Sallam
sebagai nabi terakhir yang membawa rahmat untuk semesta alam.

Anda mungkin juga menyukai