Anda di halaman 1dari 9

shifatul Islam

Julukan Islam

Karena kekhasannya, dinul Islam memiliki beberapa shifat (julukan atau ciri) yang dinisbatkan kepadanya.

Pertama, Islam disebut sebagai ad-dinul kamil  (agama yang sempurna).

Tentang kesempurnaan Islam  telah digambarkan dalam pembahasan sebelumnya (lihat madah: Syumuliyatul
Islam  dan Khashaishul Islam), juga akan dibahas di madah setelah ini, Thabi’atul Islam.  Namun jika kita
simpulkan, kesempurnaan Islam ini paling tidak mencakup dua komponen pokok: aqidah  dan syariah.

Aqidah Islam adalah aqidah yang sempurna. Ia adalah aqidah yang bersifat tsabitah  (pasti, tetap, stabil, kokoh,
mantap, mapan, permanen, tidak berubah). Allah Ta’ala  berfirman,

ُ َّ ‫ش َجرَ ٍة ط َ ِيّبَ ٍة َأصْ لُ َها ثَ ِابتٌ وَ َفرْ عُ َها ِفي ال‬


ٍ ‫سمَا ت ُْؤ ِتي أ ُكلَ َها ُك َّل ِح‬
‫ين ِب ِإ ْذ ِن‬ َ ‫َألَ ْم تَرَ َكيْفَ ضَ رَ بَ اللَّ ُه َمثَاًل َك ِل َم ًة ط َ ِيّبَ ًة َك‬
َ‫َّاس لَ َعلَّ ُه ْم يَتَ َذ َّكرُ ون‬ َ
ِ ‫رَ ِبّ َها وَ يَضْ ِربُ اللَّ ُه اأْل مْ ثَا َل ِللن‬

“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik  seperti pohon
yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap
musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya
mereka selalu ingat.”  (QS. Ibrahim, 14: 24-25)

Aqidah Islam bersifat pasti, tetap, stabil, kokoh, mantap, mapan, permanen, tidak berubah -dari sejak masa nabi
dan rasul pertama diutus kepada manusia sampai saat ini- Intisarinya adalah, kalimat la ilaha illa-Llah  (tiada
sesembahan selain Allah).

َ َ َ ْ‫وَ مَا َأر‬


ِ ‫س ْلنَا ِمنْ َق ْب ِلكَ ِمنْ رَ سُو ٍل ِإاَّل نُو ِحي ِإلَ ْي ِه أنَّ ُه اَل ِإلَ َه ِإاَّل أنَا َفاعْ بُد‬
‫ُون‬

“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya:
‘Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku’”.  (QS. Al-
Anbiya, 21: 25)

Maka, jika ada agama yang dinisbatkan kepada para rasul, namun aqidahnya menyimpang dari aqidah tauhid
ini -bisa dipastikan agama tersebut pastilah agama yang batil dan telah menyimpang-. Oleh karena itulah Islam
menolak ajaran trinitas yang dianut oleh kaum nasrani,

‫َسيحُ ِعيسَى ابْنُ مَرْ يَ َم رَ سُو ُل اللَّ ِه وَ َك ِل َمتُ ُه‬ ِ ‫ب اَل تَ ْغلُوا ِفي ِدي ِن ُك ْم وَ اَل َتقُولُوا عَ َلى اللَّ ِه ِإاَّل ا ْل َحقَّ ِإنَّمَا ا ْلم‬ ِ ‫يَا َأ ْه َل ا ْل ِكتَا‬
ْ‫سب َْحانَ ُه َأن‬ ُ ‫س ِل ِه وَ اَل تَقُولُوا ثَاَل ثَ ٌة ا ْنتَ ُهوا خَ يْرً ا لَ ُك ْم ِإنَّمَا اللَّ ُه ِإلَ ٌه وَ ا ِح ٌد‬ ٌ ُ‫َأ ْل َقا َها ِإلَى مَرْ يَ َم وَ ر‬
ُ ُ‫وح ِم ْن ُه َفآ ِمنُوا ِباللَّ ِه وَ ر‬
‫ض وَ َك َفى ِباللَّ ِه وَ ِكياًل‬ ِ ْ‫ات وَ مَا ِفي اأْل َر‬ ِ َ‫سمَاو‬ َّ ‫يَ ُكونَ لَ ُه وَ لَ ٌد لَ ُه مَا ِفي ال‬
“Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan
terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, ‘Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan
(yang diciptakan dengan) kalimat-Nya  yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-
Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan : “(Tuhan itu)
tiga”, berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha
Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah
menjadi Pemelihara.” (QS. An-Nisa, 4: 171).

Islam pun menolak pengakuan keimanan orang-orang Yahudi yang mendakwa mencintai dan beriman kepada
Allah Ta’ala, tetapi tidak mau ber-ittiba’  (mengikuti) Rasul terakhir, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam.  Allah Ta’ala  berfirman tentang sikap orang-orang Yahudi ini,

‫ُق ْل ِإنْ ُك ْنتُ ْم تُ ِحبُّونَ اللَّ َه َفات َِّبعُو ِني ي ُْح ِب ْب ُك ُم اللَّ ُه وَ يَ ْغ ِفرْ لَ ُك ْم ُذنُوبَ ُك ْم وَ اللَّ ُه َغ ُفورٌ رَ ِحي ٌم‬

“Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni
dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran, 3: 31).

Jadi, aqidah Islam itu tidak terpengaruh situasi dan kondisi; tidak tercampur pikiran manusia; tidak akan
berubah sepanjang masa. Ajaran iman kepada Allah, malaikat, para rasul, kitab-kitab dan hari akhir tidak akan
pernah berubah.

*****

Berikutnya mengenai komponen syariah. Syariah Islam adalah syariah yang sempurna. Kesempurnaannya
terletak pada karakternya yang unik, yakni mencakup sisi yang bersifat tsabitah  (pasti, tetap, stabil, kokoh,
mantap, mapan, permanen, tidak berubah), dan mencakup sisi yang bersifat murunah (lentur, luwes, dan
fleksibel).

Mengenai hal ini, Syaikh Yusuf Qaradhawy mengatakan: “Sistem Islam mampu menyatukan keduanya dalam
sebuah kombinasi yang menakjubkan dan meletakkan keduanya pada kedudukannya masing-masing. Tsabat  di
dalam persoalan yang memang harus lestari, sementara murunah  di dalam hal yang memang harus berubah
dan berkembang. Karakteristik ini hanya ada dalam risalah Islamiyah dan tidak akan terdapat dalam agama atau
karya manusia yang lainnya.”

Dalam hal ke-tsabat-an dan ke-murunah-an syariat Islam, lanjut Syaikh Qaradhawi, kita dapat memberikan
batasan sebagai berikut.

Tsabat  dalam hal sasaran dan tujuan, sementara murunah  dalam hal sarana (wasilah) dan cara/teknik
(uslub). Tsabat  dalam hal kaidah-kaidah fundamental (pokok), sementara murunah  dalam furu’ dan masalah-
masalah juz’iyyat  (bagian-bagian/cabang). Tsabat  dalam hal nilai-nilai din dan akhlak,
sementara  murunah  dalam hal-hal keduniaan dan ilmu.[1]

Dalam kitab Ighatsatul Lahfan,  Ibnul Qayyim mengatakan bahwa hukum itu ada dua macam: (1) Hukum yang
tidak akan berubah, baik oleh zaman, tempat dan oleh ijtihad imam. Seperti wajibnya perkara yang wajib,
haramnya perkara yang haram dan hudud yang sudah ditetapkan terhadap masalah-masalah kriminal. Ini
semua tidak mungkin dapat berubah dan tidak ada ijtihad yang mampu menentangnya, (2) Hukum yang dapat
berubah karena tuntutan maslahat, baik yang berkenaan dengan waktu, tempat dan situasi. Seperti jenis dan
kadar ta’zir  (hukuman terhadap perilaku kriminal yang tidak diebutkan jenis hukumannya oleh syariat. Dalam
hal ini Allah Ta’ala  memberikan keluasan sesuai maslahat. Guna memperjelas pembahasan ini, Penyusun
sebutkan contoh-contoh karakter tsabat  dan murunah  dalam syariat Islam melalui bagan (lihat lampiran).

Kedua, Islam disebut sebagai dinun ni’mah  (agama yang membawa kebaikan, keberkahan, dan anugerah).

Islam membawa kebaikan, keberkahan, dan anugerah kepada hal-hal yang aqliyan (berhubungan dengan akal).
Maksudnya, risalah Islam yang rasional ini apabila difahami dengan baik tentu akan membawa pengaruh
kepada perkembangan akal pikiran, kepandaian, dan intelektual manusia.

Interaksi yang utuh dengan risalah ini akan membentuk manusia-manusia yang cerdik pandai. Bagaimana tidak,
bukankah Islam memerintahkan manusia untuk selalu melakukan aktivitas dzikir dan fikir?

ِ ‫َات أِل ُو ِلي اأْل َ ْلبَا‬


‫ب‬ ٍ ‫ار آَل ي‬
ِ ‫ف اللَّ ْي ِل وَ النَّ َه‬ ِ ْ‫ات وَ اأْل َر‬
ِ ‫ض وَ اخْ ِتاَل‬ َّ ‫ِإنَّ ِفي خَ ْل ِق ال‬
ِ َ‫سمَاو‬

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda
bagi orang-orang yang berakal..” (QS. Ali Imran, 3: 190)

‫َاطاًل‬
ِ ‫ت َه َذا ب‬ ِ ْ‫ات وَ اأْل َر‬
َ ‫ض رَ بَّنَا مَا خَ لَ ْق‬ َّ ‫ُوب ِه ْم وَ يَتَ َف َّكرُ ونَ ِفي خَ ْل ِق ال‬
ِ َ‫سمَاو‬ ِ ‫الَّ ِذينَ يَ ْذ ُكرُ ونَ اللَّ َه ِقيَامًا وَ ُقعُودًا وَ عَ لَى ُجن‬
ِ ‫سب َْحانَكَ َف ِقنَا عَ َذابَ الن‬
‫َّار‬ ُ

(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): ‘Ya Tuhan Kami, tiadalah Engkau menciptakan
ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, maka peliharalah Kami dari siksa neraka.’” (QS. Ali Imran, 3: 191).

Dalam pembahasan madah Ilmullah  (dalam kajian madah Ma’rifatullah,  Ebook Ushulul Islam, Bag. 1),  kita
sudah mengetahui bahwa Allah Ta’ala  melalui ayat-ayat-Nya, senantiasa mengarahkan manusia untuk
membaca dan memperhatikan alam semesta ini.

‫ عَ لَّ َم اإْل ِ ْنسَانَ مَا لَ ْم يَ ْعلَ ْم‬ ‫ الَّ ِذي عَ لَّ َم ِبا ْل َقلَ ِم‬ ‫ ا ْقرَ ْأ وَ رَ بُّكَ اأْل َ ْكرَ ُم‬ ‫ خَ لَ َق اإْل ِ ْنسَانَ ِمنْ عَ لَ ٍق‬ ‫ا ْقرَ ْأ ِباس ِْم رَ ِِّبّ‹كَ الَّ ِذي خَ لَ َق‬

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu adalah Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran
qalam (alat tulis). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”  (QS. Al-Alaq, 96: 1-5)

Ayat-ayat qauliyah  yang diturunkan Allah Ta’ala merangsang jiwa dan akal fikiran manusia agar selalu berfikir
dan terus berfikir. Perhatikan ayat-ayat berikut ini,

  َ‫ْن يُ ْغ ِشي اللَّ ْي َل النَّ َهار‬


ِ ‫ْن ا ْثنَي‬
ِ ‫ات َج َع َل ِفي َها زَ وْ َجي‬ِ َ‫ي وَ َأ ْن َهارً ا وَ ِمنْ ُك ِ ّل الثَّمَر‬ ِ َ‫وَ ُهوَ الَّ ِذي َم َّد اأْل َرْ ضَ وَ َج َع َل ِفي َها رَ و‬
َ ‫اس‬
ٍ ‫ِإنَّ ِفي َذ ِلكَ آَل ي‬
َ‫َات ِل َقوْ ٍم يَتَ َف َّكرُ ون‬
“Dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya.
Dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan, Allah menutupkan malam kepada siang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang
memikirkan.” (QS. Ar-Ra’du, 13: 3)

ِّ ‫س َقى ِبمَا ٍء وَ ا ِح ٍد وَ نُ َف‬


‫ض ُل‬ ٍ َ‫ص ْنو‬
ْ ُ‫ان ي‬ ِ ُ‫ص ْنوَ انٌ وَ َغيْر‬ ِ ‫ب وَ زَ رْ عٌ وَ نَ ِخي ٌل‬ ٍ ‫اورَ اتٌ وَ َجنَّاتٌ ِمنْ َأعْ نَا‬ ِ ْ‫وَ ِفي اأْل َر‬
ِ ‫ض ِقطَعٌ ُمتَ َج‬
ٍ ‫ْض ِفي اأْل ُ ُك ِل ِإنَّ ِفي َذ ِلكَ آَل ي‬
َ‫َات ِل َقوْ ٍم يَ ْع ِقلُون‬ ٍ ‫بَعْضَ َها عَ لَى بَع‬

“Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan
pohon korma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan
sebahagian tanam-tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian
itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.”  (QS. Ar-Ra’du, 13: 4)

Silahkan simak pula ayat-ayat lainnya. Al-Qur’an surat Fathir, 35: 27-28 yang menyebutkan anjuran kepada
manusia untuk memperhatikan hujan yang menumbuhkan aneka buah-buahan, memperhatikan gunung-
gunung dengan aneka bebatuannya, memperhatikan macam-macam jenis binatang. Berikutnya dalam sura
Yasin, 36: 71-73 yang menganjurkan manusia untuk memperhatikan binatang ternak yang ditundukkan kepada
manusia sehingga dapat dimanfaatkan sebagai tunggangan, sumber makanan atau minuman.

Jadi, interaksi yang benar dengan ajaran Islam akan menggiring manusia kepada ilmullah yang terangkum
dalam ayat-ayat qauliyah dan ayat-ayat kauniyah.

*****

Berikutnya, Islam juga membawa kebaikan, keberkahan, dan anugerah kepada hal-hal yang berkaitan
dengan fithratan  (kefitrahan). Maksudnya, risalah Islam itu membawa pengaruh yang baik bagi pembentukan
sifat, karakter, serta naluri manusia yang pada dasarnya selalu cenderung kepada kebaikan. Hal ini akan diulas
di poin keempat, insya Allah.

Berikutnya, Islam juga membawa kebaikan, keberkahan, dan anugerah kepada hal-hal yang berkaitan
dengan ‘adatan (adat kebiasaan, tata krama, serta hal-hal yang normal dan lazim) dalam kehidupan manusia.
Maksudnya, Islam itu mewarnai kebiasaan, adat istiadat, dan perilaku sosial manusia ke arah yang benar. Islam
juga menghargai kebiasaan, adat istiadat, dan perilaku sosial manusia yang tidak bertentangan dengan prinsip-
prinsip nilai kebenaran.

Diantara contoh pewarnaan Islam terhadap kebiasaan, adat istiadat, dan perilaku sosial manusia adalah
perintah berkerudung bagi kaum wanita. Allah Ta’ala  berfirman,

َ‫وج ُهنَّ وَ اَل يُ ْب ِدينَ ِزينَتَ ُهنَّ ِإاَّل مَا ظ َ َهرَ ِم ْن َها ۖ وَ ْليَضْ ِربْن‬ َ ُ‫ارهِنَّ وَ ي َْح َفظْنَ ُفر‬ َ ِ َ‫وَ ُق ْل ِل ْلم ُْؤ ِمن‬
ِ َ‫ات يَ ْغضُ ضْ نَ ِمنْ أبْص‬
ْ‫ُوب ِهنَّ ۖ وَ اَل يُ ْب ِدينَ ِزينَتَ ُهنَّ ِإاَّل ِلبُعُولَ ِت ِهنَّ َأوْ آبَا ِئ ِهنَّ َأوْ آبَا ِء بُعُولَ ِت ِهنَّ َأوْ َأ ْبنَا ِئ ِهنَّ َأوْ َأ ْبنَا ِء بُعُولَ ِت ِهنَّ َأو‬
ِ ‫ِبخُ م ُِرهِنَّ عَ لَىٰ ُجي‬
َ‫ت َأ ْيمَانُ ُهنَّ َأ ِو الت َِّاب ِعينَ َغي ِْر أُو ِلي اإْل ِرْ بَ ِة ِمن‬ ْ ‫ِإخْ وَ ا ِن ِهنَّ َأوْ بَ ِني ِإخْ وَ ا ِن ِهنَّ َأوْ بَ ِني َأخَ وَ ا ِت ِهنَّ َأوْ ِنسَا ِئ ِهنَّ َأوْ مَا َملَ َك‬
ۚ َّ‫ات ال ِنّسَا ِء ۖ وَ اَل يَضْ ِربْنَ ِب َأرْ ُج ِل ِهنَّ ِليُ ْعلَ َم مَا يُخْ ِفينَ ِمنْ ِزينَ ِت ِهن‬ ِ َ‫الرّ َجا ِل َأ ِو ال ِط ّ ْف ِل الَّ ِذينَ لَ ْم يَظْ َهرُ وا عَ لَىٰ عَ وْ ر‬ ِ
َّ َ ْ َ َّ َ
َ‫وَ تُوبُوا ِإلى الل ِه َج ِميعًا أيُّ َه الم ُْؤ ِمنُونَ ل َعل ُك ْم تُ ْف ِل ُحون‬
“Katakanlah kepada orang laki–laki yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara
kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allâh maha mengatahui apa
yang mereka perbuat.’ Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya,
dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa)
nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah
menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau
putera–putera mereka, atau putera–putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-
putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau
budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap
wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan
kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allâh,
wahai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.’” (QS. An-Nur, 24:31)

Ketika turun ayat ini, para wanita muslimah saat itu pun bersegera melaksanakannya sebagaimana kesaksian
Aisyah radhiyallahu ‘anha,

‫اشي َفاخْ تَمَرْ نَ ِب َها‬ َ ‫ُوب ِهنَّ } َأخَ ْذنَ ُأزْ رَ ُهنَّ َف‬
ِ َ‫ش َّق ْقنَ َها ِمنْ ِقبَ ِل ا ْل َحو‬ ِ ‫ت َه ِذ ِه اآْل يَ ُة { وَ ْليَضْ ِربْنَ ِبخُ م ُِرهِنَّ عَ لَى ُجي‬
ْ َ‫لَمَّا نَزَ ل‬

“Tatkala turun ayat: ‘Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya.’. Maka mereka (wanita
Anshar) langsung mengambil sarung-sarung mereka dan menyobeknya dari bagian bawah lalu menjadikannya
sebagai kerudung mereka.” (HR. Bukhari No. 4387)

Sedangkan perintah berjilbab disebutkan dalam Firman-Nya,

ۗ َ‫ي ُق ْل أِل َزْ وَ ا ِجكَ وَ بَنَا ِتكَ وَ ِنسَا ِء ا ْلم ُْؤ ِم ِنينَ يُ ْد ِنينَ عَ لَي ِْهنَّ ِمنْ َجاَل ِب ِيب ِهنَّ ۚ ٰ َذ ِلكَ َأ ْدنَىٰ َأنْ يُعْرَ ْفنَ فَاَل ي ُْؤ َذيْن‬
ُّ ‫يَا َأيُّ َها الن َِّب‬
‫وَ َكانَ اللَّ ُه َغ ُفورً ا رَ ِحيمًا‬

“Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang Mukmin,
‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka !’ Yang demikian itu supaya mereka lebih
mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allâh adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”  (QS. Al-Ahzab, 33:59)

Kewajiban syariat berkerudung dan berjilbab ini kemudian menjadi kebiasaan, adat istiadat, dan perilaku sosial
yang melekat kepada wanita muslimah dimana pun mereka berada.

*****

Selanjutnya, diantara contoh penghargaan Islam terhadap kebiasaan, adat istiadat, dan perilaku sosial manusia
yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip nilai kebenaran dan syariat adalah penghargaan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  terhadap hiburan. Diriwayatkan bahwa ‘Aisyah radhiyallaahu
‘anha pernah mengantar mempelai wanita ke tempat mempelai pria dari kalangan Anshar.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ُ‫ مَا َكانَ َم َع ُك ْم لَ ْهوٌ ؟ َف ِإنَّ ْاألَنْصَ ارَ يُ ْع ِجبُ ُه ُم اللَّ ْهو‬،‫ش ُة‬
َ ‫يَا عَ ا ِئ‬
“Wahai ‘Aisyah, apakah ada hiburan yang menyertai kalian? Sebab, orang-orang Anshar suka kepada
hiburan.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari [no. 5162], al-Hakim [II/183-184], al-Baihaqi [VII/288] dan al-Baghawi
dalam Syarhus Sunnah [no. 2267]).

Jadi, Islam tidak melarang dan tidak menghapuskan kebiasaan, adat istiadat, dan perilaku sosial manusia selama
hal itu tidak bertentangan dengan nilai-nilai syariah. Islam akan turun tangan memberikan arahan serta koreksi, 
jika kebiasaan, adat istiadat, dan perilaku sosial itu telah menyimpang dari nilai-nilai aqidah dan syariah. Dalam
konteks nyanyian misalnya, Islam mengarahkan agar nyanyian tersebut tidak tercampuri oleh syair-syair yang
buruk. Ar Rubai’ binti Mu’awwidz radhiyallahu ‘anha  berkata,

‫َان آبَا ِئي الَّ ِذينَ ُق ِتلُوا‬ ِ ‫ان وَ تَ ْن ُدب‬


ِ َ‫ان يَتَ َغنَّيَت‬ ِ ‫يح َة عُ رْ ِسي وَ ِع ْن ِدي َج‬
ِ َ‫اريَت‬ َ ‫سلَّ َم صَ ِب‬ َ َ‫ي رَ سُو ُل اللَّ ِه صَ لَّى اللَّ ُه عَ لَ ْي ِه و‬ َّ َ‫دَخَ َل عَ ل‬
‫ي يَ ْعلَ ُم مَا ِفي َغ ٍد َف َقا َل َأمَّا َه َذا فَاَل تَقُولُو ُه مَا يَ ْعلَ ُم مَا ِفي َغ ٍد ِإاَّل اللَّ ُه‬
ٌّ ‫يَوْ َم بَد ٍْر وَ تَ ُقواَل ِن ِفيمَا تَ ُقواَل ِن وَ ِفينَا نَ ِب‬

“Di hari pernikahanku, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masuk ke rumahku di saat hari masih pagi,
sementara di sisiku ada dua orang budak wanita yang sedang memukul rebana dan bernyanyi memuji bapak-
bapak kami yang gugur pada perang badar, hingga mereka mengucapkan apa yang mereka ucapkan (dalam
nyanyiannya), ‘Padahal di sisi kami ada Nabi yang mengetahui apa yang akan terjadi di masa yang akan
datang.’ Maka beliau pun bersabda: ‘Adapun (syair nyanyian) yang ini, jangan kalian ucapkan, sebab tidak ada
yang tahu apa yang terjadi di masa datang selain Allah.’” (HR. Ibnu Majah Nomor 1887)

Contoh penghargaan Islam kepada kebiasaan, adat istiadat, dan perilaku sosial suatu masyarakat, juga
terungkap dari hadits Anas bin Malik, ia berkata,

‫اس ِمنْ اأْل َعَ ا ِج ِم َف ِقي َل لَ ُه ِإنَّ ُه ْم اَل يَ ْقبَلُونَ ِكتَابًا ِإاَّل‬ ُ َ َ
ٍ َ‫سلَّ َم أرَ ا َد أنْ يَ ْكتُبَ ِإلَى رَ ْه ٍط أوْ أن‬
َ َ َ‫ي اللَّ ِه صَ لَّى اللَّ ُه عَ لَ ْي ِه و‬ َّ ‫َأنَّ نَ ِب‬
‫يص‬
ِ ‫َص‬ ِ ‫يص َأوْ ِبب‬ ِ ‫ُح َّم ٌد رَ سُو ُل اللَّ ِه َف َك َأ ِنّي ِبوَ ِب‬ َ ‫ش ُه م‬ ُ ‫سلَّ َم خَ اتَمًا ِمنْ فِضَّ ٍة نَ ْق‬ َ َ‫ي صَ لَّى اللَّ ُه عَ لَ ْي ِه و‬ ُّ ‫عَ لَ ْي ِه خَ اتَ ٌم َفاتَّخَ َذ الن َِّب‬
‫سلَّ َم َأوْ ِفي َك ِّف ِه‬
َ َ‫ي صَ لَّى اللَّ ُه عَ لَ ْي ِه و‬
ِ ّ ‫ا ْلخَ اتَ ِم ِفي ِإصْ ب َِع الن َِّب‬

“Bahwasanya Nabiyullah shallallahu ‘alaihi wasallam hendak menulis surat kepada pemuka kaum atau
sekelompok orang asing, lantas diberitahukan kepada beliau; ‘Sesungguhnya mereka tidak akan menerima surat
Anda kecuali jika surat tersebut dibubuhi stempel, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membuat stempel
(cincin) dari perak yang diukir dengan tulisan ‘Muhammad Rasulullah’, seolah-olah saya melihat kilauan atau
kilatan cincin berada di jari tangan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam atau di telapak tangan beliau.’” (HR.
Bukhari No. 5423).

Dengan demikian, agar kebiasaan, adat istiadat, tata krama, dan perilaku sosial kita mengarah kepada nilai-nilai
kebenaran, sangat penting bagi kita untuk mengikuti tuntunan risalah Islam. Al-Islamu hajatuna,  Islam adalah
kebutuhan kita.

Ketiga, Islam disebut sebagai dinur ridha  (agama keridhaan).

Maksudnya, Islam adalah agama yang mengajarkan keridhaan, kerelaan, dan penerimaan terhadap tuntunan
Allah Ta’ala  yang diajarkan oleh rasul-Nya berupa dinul Islam.  Dengan kata lain ar-ridha  adalah tumbuhnya al-
i’tinaq  (kepercayaan) dan al-iltizam  (komitmen) yang kuat kepada Allah, Islam, dan Rasul-Nya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda,

‫سواًل‬ َ ‫ساَل ِم ِدينًا وَ ِبم‬


ُ َ‫ُح َّم ٍد ر‬ ْ ِ ‫ي ِباللَّ ِه رَ ًبّا وَ ِباإْل‬
َ ‫ض‬ ِ ‫اق ط َ ْع َم اإْل ِيم‬
ِ َ‫َان مَنْ ر‬ َ ‫َذ‬

  “Akan merasakan kelezatan iman, orang yang ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, dan Muhammad
sebagai Rasul”  (HR Muslim).

Dengan sikap seperti itulah seseorang akan mendapatkan iqbalullah  (penyambutan dari Allah Ta’ala),
penyambutan dari kerajaan langit dalam keadaan radhiyatan  (ridha) dan mardhiyatan  (diridhai),

﴿ ‫﴾ وَ ادْخُ ِلي َجنَّ ِتي‬٢٩﴿ ‫﴾ َفادْخُ ِلي ِفي ِعبَا ِدي‬٢٨﴿ ‫ضيَّ ًة‬
ِ ْ‫اضيَ ًة مَّر‬ ِ ‹ّ‫﴾ ارْ ِج ِعي ِإلَىٰ رَ ِِّب‬٢٧﴿ ‫يَا َأيَّتُ َها النَّ ْفسُ ا ْل ُمطْ َم ِئنَّ ُة‬
ِ َ‫ك ر‬
٣٠﴾

“Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai; lalu masuklah ke
dalam jemaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al-Fajr, 89: 27-30)

Keempat, Islam disebut sebagai dinul fithrah (agama kefitrahan).

Maksudnya, Islam adalah agama yang musayaratul fithrah (selaras dengan fitrah, sifat, watak dasar, karakter,
dan naluri manusia). Islam
melakukan muhafadzatan  (penjagaan), ri’ayatan  (pemeliharaan), tanmiyatan  (pengembangan),
dan taujihan (pengarahan) terhadap fitrah ini agar menjadikan dinul Islam sebagai wijhah-nya. Dengan
demikian ia akan senantiasa terjaga di atas fitrahnya yang murni; cenderung kepada kebenaran dan kepatuhan
kepada Allah Ta’ala,

‫َّاس اَل‬ َ َ
ِ ‫ين َح ِنيفًا ِفطْرَ َة اللَّ ِه الَّ ِتي َفطَرَ النَّاسَ عَ لَ ْي َها اَل تَ ْب ِدي َل ِلخَ ْل ِق اللَّ ِه َذ ِلكَ ال ّدِينُ ا ْل َق ِيّ ُم وَ لَكِنَّ أ ْكثَرَ الن‬
ِ ‫َفأ ِق ْم وَ ْج َهكَ ِلل ِّد‬
َ‫يَ ْعلَمُون‬

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus;
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar-Rum, 30: 30)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ وَ َأعْ طَا ُه ُم ا ْلمَا َل َحالال ال َحرَ ا َم‬، َ‫س ِل ِمين‬


ْ ‫ َأنَّ اللَّ َه خَ لَ َق آ َد َم وَ بَ ِني ِه ُحنَ َفا َء ُم‬، ‫ب‬
ِ ‫َأال أُ َح ِّدثُ ُك ْم ِبمَا َح َّدثَ ِني اللَّ ُه ِفي ا ْل ِكتَا‬
‫ َف َج َعلُوا ِممَّا َأعْ طَا ُه ُم اللَّ ُه َحالال وَ َحرَ امًا‬، ‫ِفي ِه‬

“Apakah kamu suka aku menceritakan kepadamu apa yang telah diceritakan Allah kepadaku dalam Kitab-Nya?
Sesungguhnya Allah telah menciptakan Adam dan anak cucunya cenderung kepada kebenaran dan patuh
kepada Allah. Allah memberi mereka harta yang halal tidak yang haram. Lalu mereka menjadikan harta yang
diberikan kepada mereka itu menjadi halal dan haram.” (H.R. Iyad bin Himar)
Seluruh sebutan terhadap Islam ini menegaskan bahwa Islam adalah dinul quwwah,  yakni agama yang kuat,
solid, teguh, tegas,  berenergi, mulia,  tinggi, hebat, tak terkalahkan, kokoh, unggul, dan tangguh.

Wallahu a’lam.

Lampiran:

Bagan: Contoh Karakter Tsabat dan Murunah Ajaran Islam

Tsabat Murunah
Islam memerintahkan Teknis musyawarah tidak diatur dan diserahkan
musyawarah (42: 38, 3: 159) kepada kaum muslimin.
 
Islam memerintahkan untuk Bentuk dan teknis pengadilan tidak ditentukan.
menghukumi manusia secara Hakim tunggal atau kolektif? Berjenjang atau
adil  (4: 58, 5: 49) terpusat? Perlukah pemisahan pengadilan pidana
dan perdata?
 
Islam melarang menjadikan Pengecualian dalam situasi darurat (3: 28, 16: 106,
orang-orang kafir menjadi wali 4: 148)
(3: 28)  
Islam mengharamkan bangkai, Pengecualian dalam situasi darurat (5: 3, 2: 173)
darah, daging babi, dll (5: 3)  
Islam melarang melakukan Pengecualian saat perang berusaha menghancurkan
penghancuran dan perusakan (7: musuh (59: 5)
56, 11: 85)
 
Dalam sirah nabawiyah kita Dalam sirah nabawiyah kita temukan
temukan sikap murunah Rasulullah: (1) Dalam perang
sikap tsabat Rasulullah: (1) khandaq beliau sempat bermaksud memberikan
Rasulullah diperintahkan sejumlah hasil panen kurma Madinah kepada Bani
menolak tawaran negosiasi kafir Ghatafan agar mereka keluar dari barisan pasukan
Quraisy dalam hal saling Ahzab; (2) Rasulullah mengizinkan Nu’aim bin
menyembah sesembahan Mas’ud Al-Asyja’i untuk melakukan tipu muslihat
masing-masing (109: 1 – 6); (2) (kebohongan) guna memecah belah antara Quraisy
Rasulullah menolak tawaran dan Yahudi dalam perang Ahzab; (3) Dalam
kesenangan dunia agar perjanjian Hudaibiyah, Rasulullah menerima
menghentikan dakwah; (3) berbagai syarat ‘yang menyakitkan’ bagi muslimin
Rasulullah menolak syarat karena pandangannya yang jauh ke depan; (4)
kabilah Bani Amir bin Dalam perjanjian itu Rasulullah juga menyetujui
Sha’sha’ah yang siap masuk penghapusan
Islam dan membela beliau tapi kata Bismillahirrahmanirrahim dan Muhammad
dengan catatan mereka harus Rasulullah yang tertulis dalam naskah.
diberi kekuasaan setelah itu; (4)  
Rasulullah menolak negosiasi
Musailamah Al-Kadzab yang
ingin membagi wilayah
kekuasaan dengan beliau.
Rasulullah tegas dalam Rasulullah pernah melarang penerapan hukum
menetapkan hukuman bagi potong tangan pada saat peperangan, karena
wanita Bani Makhzum yang dikhawatirkan pencuri itu akan lari dan bergabung
mencuri. dengan musuh.
 
Rasulullah keras dan tegas dalam Rasulullah mengajarkan rukhshoh dalam masalah
melaksanakan perkara-perkara shalat dan puasa, seperti ketika sakit, bepergian,
fardhu seperti shalat, zakat, salah, lupa, dan suasana terpaksa, dll.
puasa dan yang lainnya. Membolehkan qashar, jama’ dalam shalat;
membolehkan tayamum.
 
Rasulullah menolak syarat Rasulullah membolehkan syarat yang ditentukan
seorang wanita yang membuat diantara dua pihak yang tidak bertentangan dengan
ketentuan sendiri yang nash atau kaidah syara’. Rasulullah bersabda,
bertentangan dengan syariat agar ‫ل‬ َّ ‫س ِل ِميْنَ ِإالَّ صُ ْل ًحا َحرّ َم َحالَالً َأوْ َأ َح‬
ْ ‫الصُّ ْلحُ َجائِزٌ بَيْنَ ا ْل ُم‬
bisa membebaskan anaknya dari َ ً َ
hukuman rajam (lihat haditsnya
ْ‫شرْ طًا َحرَّ َم َحالال أو‬ ُ ‫س ِلمُوْ نَ عَ لَى‬
َ َّ‫شرُ وْ ِط ِه ْم ِإال‬ ْ ‫َحرَ امًا وَ ا ْل ُم‬
di madah Wadhifatur ‫َأ َح َّل َحرَ امًا‬
Rasul,  point tentang tugas rasul
untuk menjelaskan kaifiyat “Perjanjian dengan sesama muslimin itu
ibadah). diperbolehkan kecuali perjanjian yang
menghalalkan suatu yang haram atau
mengharamkan suatu yang halal. Dan kaum
Muslimin harus memenuhi syarat-syarat yang
telah mereka sepakati kecuali syarat yang
mengharamkan suatu yang halal atau
menghalalkan suatu yang haram.”

Anda mungkin juga menyukai