i
Sanksi Pelanggaran Pasal 72
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002
Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987
Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982
ii
BROMHIDROSIS
iii
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
BROMHIDROSIS
Hak Cipta ©Muh. EkoIrawanto, dkk.2015
Penulis
Editor
Moerbono Mochtar
Indah Julianto Danukusumo
Endra Y Ellistasari
Ilustrasi Sampul
UPT UNS Press
Penerbit&Percetakan
UPT Penerbitan dan Pencetakan UNS (UNS Press)
Jl. Ir. Sutami No. 36 A Surakarta, Jawa Tengah , Indonesia 57126
Telp.(0271) 646994 Psw. 341 Fax. 0271-7890628
Website: www.unspress.uns.ac.id
Email: unspress_uns.ac.id
ISBN 978-979-498-…..
iv
PRAKATA
v
DAFTAR ISI
Prakata ............................................................................................... v
Daftar Isi ........................................................................................... vi
Pre-Operative Assessement............................................................... 11
Arie Kusumawardani
vi
Bromhidrosis
PENDAHULUAN
Bau badan, yang biasanya berasal dari bau aksila dan bau kaki sering
tidak disadari oleh orang yang mengalaminya. Ketika diberitahu hal
tersebut, akibatnya menjadi malu dan kepercayaan diri menurun.
Keringat berlebih atau hiperhidrosis, khususnya pada aksila, menyebab-
kan bau yang tidak enak yang dapat menyebabkan malu dan rendah diri,
khususnya pada wanita. Hiperhidrosis disebabkan oleh sekresi keringat
yang berlebih. Oleh karena adanya jumlah air yang berlebih dimana
bakteri dapat tumbuh, hiperhidrosis sering disertai bromhidrosis.1
Bromhidrosis didefinisikan sebagai bau badan yang sangat berbau.2
Berbagai usaha digunakan untuk mengatasi bau badan
(bromhidrosis) tersebut. Untuk dapat memilihkan jenis tindakan yang
dapat dilakukan dan mendapatkan hasil yang maksimal, maka operator
harus mengerti anatomi dan fisiologi kelenjar keringat secara mendetail.
Penulisan di sini bertujuan untuk memudahkan dan menambah
pengetahuan tentang anatomi dan fisiologi kelenjar keringat sebagai
panduan dalam terapi bromhidrosis khususnya pada saat akan dilakukan
tindakan bedah sedot lemak (BSL) kombinasi dengan kuretase sebagai
pilihan terapi.
1
Bromhidrosis
BROMHIDROSIS
Bromhidrosis didefinisikan sebagai bau badan yang sangat berbau.2
Bromhidrosis juga disebut sebagai osmidrosis dan hiperhidrosis. Nama
umumnya bau badan.3 Bromhidrosis terjadi akibat biotransformasi
sekresi keringat natural yang tidak berbau menjadi berbau yang erat
berkaitan dengan keringat berlebih.2
Dekomposisi bakteri pada sekresi keringat oleh mikroorganisme
flora normal terjadi ketika keringat mencapai permukaan kulit dan hal ini
yang menyebabkan sekresi berbau yang khas.4 Stafilokokus, mikrokokus,
corynebacterium dan propionibacterium sering ditemukan pada orang
yang mengalami bromhidrosis.2 Terdapat dua jenis bromhidrosis yaitu
bromhidrosis ekrin dan bromhidrosis apokrin (Tabel 1).5Meskipun kedua
jenis bromhidrosis dapat terjadi pada orang-orang dari semua ras, jenis
kelamin dan usia, terdapat beberapa perbedaan diantara keduanya.
Bromhidrosis Ekrin
Terjadi pada semua ras
Mungkin jarang disebabkan oleh gangguan metabolisme, gangguan
asam amino misalnya (trimetilaminuria [sindroma bau ikan]),
sindroma kaki berkeringat, bau sindroma kucing
Mungkin disebabkan oleh konsumsi makanan atau obat-obatan
tertentu
Bromhidrosis disebabkan oleh degradasi bakteri pada protein keratin
kulit yang dapat dikaitkan dengan maserasi dan keratin lembab yang
tebal pada kulit
Peran sekresi kelenjar ekrin yang berlebihan (hiperhidrosis) dalam
menyebabkan bromhidrosis belum jelas. Hiperhidrosis dapat
menyebabkan penyebaran keringat apokrin dan menyebabkan lebih
lanjut pertumbuhan bakteri dan dekomposisi, atau hiperhidrosis
mungkin memperbaiki gejala bromhidrosis dengan membilas keringat
apokrin yang lebih bau.
BromhidrosisApokrin
Mungkin terkait dengan riwayat keluarga yang positif
Hanya terjadi setelah pubertas, oleh karena kelenjar apokrin tidak aktif
sampai pubertas tercapai
Lebih sering terjadi pada pria daripada wanita, yang mungkin sebagai
refleksi dari aktivitas kelenjar apokrin yang lebih besar pada pria
dibandingkan pada wanita
2
Bromhidrosis
Ekrin Apokrin
Keratogenik Aksilaris
o Plantar
o Intertriginosa
Metabolik
o Fenilketonuria (bau apek atau
“tikus”)
o Maple syrup disease (bau gula)
o Defisiensi adenosiltransferase
metionin (bau “kubis matang”)
o Sindroma malabsorbsi metionin
(oasthouse syndrome)
o Trimetilaminuria (bau ikan)
o Defisiensi dehidrogenase
dimetilglisin (bau ikan)
o Asidemia isovalerik (bau kaki
berkeringat)
Eksogen
o Makanan (bawang putih, asparagus,
kari)
o Obat (penisilin, bromida)
o Bahan kimia (dimetil sulfoksida
[DMSO])
3
Bromhidrosis
Kelenjer Keringat
Ekrin Apokrin
Lokasi Seluruh kulit tubuh, Aksila, anogenital,
paling banyak pada periumbilikus, puting
telapak tangan dan susu dan aerola
kaki mamae
Morfologi Duktus tipis, panjang, Duktus tebal,
bermuara pada pendek, bermuara
permukaan kulit pada bagian atas
folikel rambut
Koil sekretori Lumen sempit Lumen lebar
Jenis sel pada sel Sel bening yang Epitel (khas kuboid)
sekretori besar, sel gelap, dan dan sel mioepitel
sel mioepitel
4
Bromhidrosis
Fungsi
Sekresi kelenjar ekrin merupakan cairan elektrolit encer yang steril yang
terutama mengandung NaCl, kalium dan bikarbonat. Komponen lainnya
yaitu peptida antimikrobial (seperti dermcidin), enzim proteolitik,
glukosa, piruvat, laktat, urea, amonia, kalsium, asam amino, epidermal
5
Bromhidrosis
growth factor, sitokin dan imunoglobulin. Zat organik lain dan logam
berat juga disekresi dalam keringat. Kuantitas dan kualitas sekresi
kelenjar ekrin sangat bervariasi, tergantung rangsangan emosional dan
lingkungan.
6
Bromhidrosis
Kelenjar Apokrin
Struktur
Kelenjar apokrin terdapat pada aksila, anogenital, periumbilikal, areola,
puting susu dan tepi bibir. Ukurannya lebih besar daripada kelenjar
ekrin.7 Kelenjar apokrin terdiri dari bagian koil sekretori dan duktus
eksretori.12 Kelenjar apokrin bagian sekretori terletak pada dermis
profunda dan lemak subkutis. Duktus berakhir pada bagian atas saluran
folikel rambut (Gambar 1).
Unit sekretori berupa saluran berbentuk koil dengan sel epitel satu
lapis (khas kolumner) yang dikelilingi sel mioepitel. Duktus terdiri dari
sel kuboid berlapis ganda dan sel mioepitel yang menyokong pergerakan
sekresi ke permukaan kulit.7 Seperti pada kelenjar ekrin, sel mioepitel
mempunyai fungsi ganda sebagai penyokong struktural dan sebagai
pemompa sekresi keringat ke permukaan kulit.
7
Bromhidrosis
Fungsi
Kelenjar apokrin belum berfungsi sebelum pubertas.11 Mereka
menjadi aktif ketika pubertas, sebagai akibat peningkatan aktivitas
hormon.13 Kelenjar apokrin tidak mempunyai fungsi termoregulasi pada
manusia, meskipun mungkin berperan untuk komunikasi indera
penciuman.9
Kelenjar apokrin secara kontinyu mengeluarkan sekresi cairan
berminyak dalam jumlah yang sangat sedikit. Keringat ini bersifat steril,
tidak berbau dan pekat. Kelenjar ini kaya akan prekursor bahan-bahan
yang menimbulkan bau seperti kolesterol, trigliserid, asam lemak, ester
kolesterol, skualen. Selain itu juga mengandung androgen, karbohidrat,
amonia dan ion besi. Pada hewan, kelenjar apokrin merupakan sumber
feromon, yang berfungsi sebagai sinyal kimia yang memicu respon
perilaku hewan seperti daya tarik seksual. Pada manusia, kelenjar apokrin
belum jelas fungsinya tetapi mungkin berperan pada komunikasi indera
penciuman.
Meskipun kelenjar apokrin pada awalnya steril dan tidak berbau,
bakteri pada permukaan kulit memodifikasi dan mendegradasi bahan
yang disekresi, yang menyebabkan bau badan yang khas (bromhidrosis).
Ketika dilakukan biopsi, kelenjar apokrin pada pasien bromhidrosis
jumlahnya lebih banyak dan lebih besar ketika dibandingkan dengan
kontrol. Perbedaan histologi ini dapat merefleksikan peningkatan
produksi kelenjar apokrin dan dapat membantu menjelaskan
bromhidrosis.7
RINGKASAN
Kelenjar keringat terdiri dari kelenjar ekrin dan apokrin. Kelenjar
ekrin berperan dalam hiperhidrosis. Sementara itu, kelenjar apokrin
berperan terhadap timbulnya bau dan warna pada pakaian. Kelenjar
apokrin pada awalnya steril dan tidak berbau, tetapi bakteri pada
permukaan kulit akan memodifikasi dan mendegradasi bahan yang
disekresi, yang menyebabkan bau badan yang khas (bromhidrosis).
Terdapat dua jenis bromhidrosis yaitu bromhidrosis ekrin dan
bromhidrosis apokrin, sehingga tindakan yang dilakukan untuk terapi
bromhidrosis aksila sebaiknya dapat merusak/ mengambil kelenjar ekrin
dan apokrin dengan BSL dilanjutkan kuretase pada daerah aksila (ketiak).
8
Bromhidrosis
REFERENSI
1. Kanlayavattanakul M, Lourith N. Body malodours and their topical
treatment agents. Int J Cosmet Sci2011; 33(4): 298-311.
2. Perera E, Sinclair R. Hyperhidrosis and Bromhidrosis: A guide to
assessment and management. Aust Fam Physician 2013; 42(5): 266-
9.
3. Ngan V. Bromhidrosis. 2014 [terkini 07 Dec 2014; diakses 12 Feb
2015]. Diakses dari: http://www.dermnetnz.org/hair-nails-
sweat/bromhidrosis.html
4. Gregoriou SG, Rigopoulos D, Chiolou Z, dkk. Treatment of
bromhidrosis with a glycine-soja sterocomplex topical product.
J Cosmet Dermatol 2011; 10: 74–7.
5. Miller JL. Diseases of the Eccrine and Apocrine Sweat Glands.
Dalam: Bolognia JL, Jorizzo JL, Schaffer JV, editor. Dermatology.
Edisi Ke-3. China: Elsevier Inc; 2012. h. 587-602.
6. McGrath JA, Uitto J. Anatomy and Organization of Human Skin.
Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editor. Rook’s
textbook of dermatology. Edisi ke-8. Singapore: Blackwell Publishing
Ltd; 2010. h. 3.1-53.
7. Schaller M, Plewig G. Structure and Function of Eccrine, Apocrine
and Sebaceous Glands. Dalam: Bolognia JL, Jorizzo JL, Schaffer JV,
editor. Dermatology. Edisi ke-3. China: Elsevier Inc; 2012. h. 539-
59.
8. Lee JC, Kuo HW, Chen CH, dkk. Treatment for axillary osmidrosis
with suctionassisted cartilage shaver. Br J Plast Surg 2005; 58: 223–
7.
9. Coulson IH. Disorders of Sweat Glands. Dalam: Burns T, Breathnach
S, Cox N, Griffiths C, editor. Rook’s textbook of dermatology. Edisi
ke-8. Singapore: Blackwell Publishing Ltd; 2010. h. 44.1-22.
10. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews’ diseases of the skin:
clinical dermatology. Edisi ke-11. China: Elsevier Inc; 2011.
11. Mauro TM. Biology of Eccrine and Apocrine Glands. Dalam:
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff
K, editor. Fitzpatrick's dermatology in general medicine. Edisi ke-8.
New York: The McGraw-Hill Companies Inc; 2012. h. 929-35.
12. Mao GY, Yang SL, Zheng JH. Etiology and management of axillary
bromidrosis: a brief review. Int J Dermatol2008; 47: 1063–8.
13. Kim SW, Choi IK, Lee JH, et al. Treatment of axillary osmidrosis
with the use of Versajet. J Plast Reconstr Aesthet Surg 2013; 66:
e125-8.
9
Bromhidrosis
Pre-Operative Assessement
Arie Kusumawardani
Bagian/ KSM IK Kulit dan Kelamin FK UNS/RSUD dr. Moewardi
PENDAHULUAN
Bromhidrosis aksilar adalah kelainan pada aksila (ketiak) yang ditandai
dengan bau tidak sedap (specific mal odour), akibat hiperfungsi kelenjar
apokrin yang berinteraksi dengan mikroorganisme. Sekresi dari kelenjar
apokrin tidak menimbulkan bau pada saat mencapai permukaan kulit,
tetapi dalam beberapa jam dapat timbul bau yang khas akibat pelepasan
asam lemak oleh bakteri. Kelainan ini dapat menyebabkan disfungsi
psikologis dan okupasional sehingga menurunkan kualitas hidup dan rasa
percaya diri.1,2
Berdasarkan survei nasional di Amerika, prevalensi bromhidrosis
didapatkan pada 2,8% dari populasi. Kejadian ini banyak ditemukan
pada usia pubertas, tetapi pada beberapa penelitian dikatakan dapat
mengenai usia 25 sampai dengan 64 tahun, wanita dan pria memiliki
insiden yang sama. Riwayat yang sama pada keluarga yang dilaporkan
pada pasien bromhidrosis menunjukkan adanya transmisi genetik.3
Terapi topikal sering kali digunakan tetapi hanya bermanfaat pada kasus-
kasus yang ringan. Prosedur operasi yang sederhana, efektif dan aman
diperlukan pada beberapa pasien dengan gejala yang berat.4
Prosedur operasi yang baik memerlukan perencanaan yang matang
untuk menghindari harapan pasien yang tidak realistis, meminimalisasi
efek samping dan komplikasi. Perencanaan operasi tersebut mencakup
penilaian kualitas hidup, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan
penunjang untuk melihat tingkat keparahan bromhidrosis serta pemilihan
tehnik tindakan yang akan diambil.
10
Bromhidrosis
Gambar1. Starch-iodine-test 7
11
Bromhidrosis
Skor yang tinggi menunjukkan dampak yang berat pada QOL ( quality of
live ). Skala ini sebaiknya dinilai sebelum memberikan terapi dan dapat
juga digunakan untuk menilai pengaruh atau efektivitas terapi. Apabila
pasien merasa efek terapi memberikan perbaikan satu level (misalnya dari
level 4 ke level 3), menunjukkan adanya perbaikan 50%, dimana apabila
terjadi kenaikan dua level, menunjukkan adanya perbaikan
80%.Sedangkan skala subyektif yang lain diantaranya Dermatology Life
Quality Index (DLQI) danVisual Analog Scale (VAS).3,6
Skala lain yang selama ini telah banyak digunakan adalah
modifikasi Dermatology Quality Life Index, yang merupakan penjabaran
dari skala sebelumnya. Setiap pasien bromhidrosis diberikan kuesioner
sebelum dan sesudah dilakukan pembedahan. Skala dibagi menjadi 4
katagori: “tidak signifikan”, ‘ringan’, ‘sedang’ dan ‘signifikan’. Kualitas
hidup pasien dinilai berdasarkan modifikasi dari Dermatology Life
Quality Index, dimana terdapat 10 item kuesioner tentang pengukuran
/penilaian kualitas hidup. Terdapat 4 kemungkinan jawaban, untuk setiap
pertanyaan: tidak, ringan, sedang, dan berat, dengan skor masing-masing
dimulai dari 0, 1, 2 dan 3. Total skor mulai dari 0 sampai 30, skor yang
tinggi menunjukkan rendahnya kualitas hidup. Pasien dianjurkan untuk
dilakukan tindakan bedah apabila skor total lebih dari 5 .1
12
Bromhidrosis
No PERTANYAAN T R S B
13
Bromhidrosis
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan bromhidrosis ada beberapa metode mulai dari agen
topikal, iontoforesis, injeksi dengan botolinum toxin, sampai dengan
tindakan bedah ekstensif.1,2
Sejak tahun 1962 Skoog dan Thyresson mengemukakan terapi
bedah sebagai pilihan terapi untuk hiperhidrosis aksilaris. Saat ini metode
bedah sedot lemak (BSL) dengan kuretase telah ditetapkan menjadi terapi
standar hyperhidrosis aksilaris yang resisten terhadap terapi konservatif.2
Terapi ini dapat dilakukan dengan anestesi lokal dengan atau tanpa
sedasi, dan hanya memerlukan waktu sehari perawatan (one day care).4
Menurut Htheryo, angka rekurensi dari metode operasi ini adalah 20%
sampai dengan 40%, tetapi melalui metode dan instrumen yang terbaru
dimungkinkan penurunan angka rekurensi kurang dari 6%. Pada
penelitian yang dilakukan pada 168 pasien dan dilakukan observasi
selama 12 bulan didapatkan bahwa volume keringat pasien menurun
sampai 80%.2,3
Sebelum melakukan tindakan bedah pada pasien bromhidrosis
perlu dilakukan persiapan pre-operatif. Anamnesis, pemeriksaan klinis
dan labotarorium yang mendetail penting dilakukan, penyebab sekunder
harus dieklusi. Prosedur pembedahan sebaiknya dilakukan setelah
pubertas, hal ini berhubungan dengan kondisi psikologis. 4
PERSIAPAN OPERASI
Keadaan Umum
Banyak faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan operasi, mulai
dari kondisi umum pre-operatif, apakah pasien dalam keadaan sakit, sakit
ringan, atau ada kelainan bawaan. Keadaan umum seperti demam, adanya
edema anasarka, hipoalbuminemia, anemia, sepsis, dan kondisi sistemik
lainnya akan berpengaruh terhadap out come yang dihasilkan. Faktor lain
yang besar pengaruhnya adalah perawatan post operatif. Edukasi dari
dokter hendaknya disampaikan secara sistematis dan lengkap sesuai
dengan tingkat pemahaman dari pasien dan keluarganya, hal-hal yang
penting sebaiknya dilakukan secara tertulis dan diberikan pada pasien.
Status gizi dan higiene seringkali luput dari perhatian operator. Infeksi
sistemik akut ataupun kronis, kelainan sistemik bawaan ataupun didapat
yang berpengaruh terhadap hemostasis, dan reaksi hipersensitivitas,
misalnya hemofili, ITP, penyakit kolagen, alergi terhadap obatsistemik
ataupun topikal dapat mempengaruhi proses penyembuhan. Status gizi
memiliki pengaruh yang besar yang akan terlihat dalam proses
penyembuhan luka dan kerentanan terhadap infeksi post operatif.8
14
Bromhidrosis
2. Diabetes Mellitus
Adakah polidipsi (sering minum), poliuri (sering kencing), polifagi
(sering makan), pruritus (gatal-gatal), parestesi (sering kesemutan), dan
riwayat kencing manis pada keluarga.
15
Bromhidrosis
6. Status Gizi
Status gizi berkaitan dengan proses wound healing. Makin buruk status
gizi maka kita harus berpikir untuk optimalisasi asupan zat gizi dan
pemeliharaan luka operasi yang lebih baik. Kadar protein yang rendah
misalnya albumin dan protein total sebagai indikator, akan menghambat
proses penyembuhan luka.
7. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah akan berpengaruh terhadap tahapan
hemostasis. Sebaiknya tekanan darah tidak lebih 140 mmHg untuk
systole dan dibawah 100 mm Hg untuk diastol.
9. Kondisi lokal
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa daerah sekitar lapangan operasi.
Jika infeksi sekitar daerah operasi dapat mempengaruhi aliran darah
setempat atau jika luka operasi dapat menyebabkan penyebaran infeksi
secara hematogen (port the entry) maka proses infeksi harus diatasi
dahulu.
16
Bromhidrosis
RINGKASAN
Bromhidrosis merupakan salah satu kelainan kelenjar keringat
yang dapat menimbulkan gangguan dalam fungsi sosial di masyarakat
dan psikologis. Diperlukan penatalaksanaan yang tepat dan sesuai dengan
tingkat keparahan yang diderita pasien. Tindakan sedot lemak dengan
kuretase merupakan salah satu terapi yang cukup aman, relatif mudah dan
efektif. Untuk itu diperlukan pemahaman tentang persiapan operasi
dengan baik, komunikasi yang efektif, sehingga dapat dilakukan tindakan
bedah dengan baik, diharapkan hasil yang tercapai sesuai dengan yang
diharapkan sehingga akan memperbaiki kualitas hidup penderita dan
mengurangi angka kekambuhan.
17
Bromhidrosis
DAFTAR PUSTAKA
1. He J, wang M, Dong J. Excision of apocrine glands and axillary
superficial fascia as a single entity for treatment of axillary
bromhidrosis. JEADV 2012;26:704-709.
2. Rezai K. Suction curettage of the sweat glands-an update. J Dermatol
Surg 2009;35:1126-1129.
3. Gontijo DT, Gualberto GV, Madureira NA. Axillary hyperhidrosis
treatment up date. Surg Cosmet Dermatol 2011;3(2):147-151.
4. Or CK. Sub epidermal liposuction: a safe therapy for axillary
hyperhidrosis. Pearls in dermatology. HKDermatol Venereal Bull
2004;12:143-146.
5. Schwartz R. Hyperhidrosis treatment and management. Medscape
May 2014.
6. Muslimin, Soejoto, Paulus, Kabulrachman, Binarso I, Subakir.
Hiperhidrosis aksilaris. Dermatologi Bedah Kulit 2007.
7. Kenneth B, dan Hillary O. Axillary chromhidrosis: report of a case,
review of the literature and treatment consideration. J Cosmet
Dermatol 2010;9:318-320.
8. King MS. Preoperative evaluation. Am fam Physician
2000;15;62(2);387- 396.
9. Verma MYL, Hartle, Alladi VR, Rollin AMG, Struther RC,
Johnston, Rivett, Hurley. Preoperative assassement and patient
preoperation. The role of anesthetist. The association of anasesthetists
of great Britain and Ireland 2010. Diunduh dari: www.aagbi.org
10. What is presurgica and critical care 2015. Diunduh dari:
www.stockport.nhs.uk
18
Bromhidrosis
19
Bromhidrosis
I. ALAT:
a. Spuit 1 cc
b. Spuit 10 cc
c. Kanula infiltrasi
d. Kanula suction
e. Kanula V dissector
f. Pisau scalpel no 11
g. Handle mesh
h. Sendok kuret
i. Mangkuk steril untuk mencampur cairan tumescent
j. Spidol steril
k. Duk bromhidrosis
l. Pinset
m. Kasa steril
n. Duk klem
II. BAHAN:
a. Lidokain/ xylocaine
b. NaCl 0.9%
c. Epinefrin 1/1000
20
Bromhidrosis
Keterangan:
Spuit 1 cc dipergunakan untuk anastesi sebelum membuat lubang
insisi menggunakan mata pisau no 11 selebar 2-3 mm.1
Spuit 10 c digunakan untuk alat suction/ infiltrasi disambungkan
dengan kanula suction/ infiltrasi.
Kanula infiltrasi: untuk memasukkan cairan anastesi tumescent.
Kanula infiltrasi dengan diameter kecil ini sangat penting untuk
kenyamanan pasien.2
21
Bromhidrosis
Selain itu ada beberapa tipe kanula yang sering digunakan, antara lain
kanula Gilliland Etching dan kanula Fatemi.
22
Bromhidrosis
Kanula V dissector
23
Bromhidrosis
Sendok Kuret
Bisa digunakan beberapa jenis sendok kuret.
24
Bromhidrosis
DAFTAR PUSTAKA
1. Mochtar M. Pengobatan bromhidrosis aksilaris dengan sedot lemak
tumescent.CDK 2013;40(6):464-6
2. Rezende RM, Luz FB. Surgical treatment of axillary hyperhidrosis by
suction-curettage of sweat glands. An Bras Dermatol 2014;89(6):940-
54
3. Tsai RY. Treatment of excessive axillary sweat syndrome
(hyperhidrosis, osmosis, bromhidrosis) with liposuction. Dalam:
Shiffman MA, Di Giuseppe A. Liposuction principles and practice.
Springer Verlag: Berlin. Edisi pertama 2006. H. 496-501.
4. Rezai K. Suction curettage of the sweat glands: an update. Dermatol
Surg 2009;35:1126-29
5. Seo SH, Jang BS, Oh CK, Kim MB. Tumescent superficial
liposuction with curettage for treatment of axillary hyperhidrosis.
JEADV 2008;22:30-35.
6. HK Surgical. Dapat diunduh pada:http://www.hksurgical.com/-
capistrano-cannulas.html
25
Bromhidrosis
Anestesi Tumescent
Endra Y Ellistasari
Bagian/ KSM IK Kulit dan Kelamin FK UNS/RSUD dr. Moewardi
PENDAHULUAN
Anestesi tumescent (AT) merupakan salah satu jenis anestesi lokal yang
dilakukan dengan cara memasukkan (infiltrasi) cairan ke kulit dalam
volume besar (pada umumnya normal saline) yang berisi bahan anestesi
dengan konsentrasiyang sangat terdilusi (lidokain), vasokonstriksi
(epineprin) dan bahan tambahan untuk mengurangi rasa nyeri pada saat
penyuntikan (sodium bikarbonat). Penderita dalam keadaan sadar pada
saat dilakukan tindakan pembedahan dengan menggunakan AT.1,2
Anestesi tumescent petama kali diperkenalkan oleh Klein JA2 pada
tahun 1986 dengan tujuan untuk meningkatkan keamanan dan efikasi
bedah liposuction /sedot lemak (BSL). Tehnik anestesi lokal dengan
tumescent menjadi era revolusi pada BSL karena eliminasi pemakaian
anestesi general atau sedasi intavena dan mengurangi perdarahan pada
saat pelaksanaan prosedur BSL. Pasca kesuksesan tehnik AT untuk sedot
lemak, AT banyak digunakan untuk berbagai macam prosedur bedah
kulit3 seperti bromhidrosis aksila4,5, bedah mohs microgaphic5 dan
berbagai kasus bedah kulit lainnya.
Pada beberapa laporan menyatakan BSL dengan AT memiliki
risiko komplikasi serius, bahkan dapat menyebabkan kematian, tapi tidak
ada data yang menerangkan secara tegas dan lengkap tentang tehnik yang
digunakan, ataupun tindakan yang dilakukan sudah sesuai prosedur
(guidelines). Kematian pada sedot lemak dengan AT pada umumnya
tejadi karena kombinasi AT dengan anestesi umum (general anestesi),
sedasi intravena yang dalam, ataupun anestesi spinal. Kematian dapat
26
Bromhidrosis
27
Bromhidrosis
1. Lidokain
Lidokain merupakan salah satu jenis lokal anestesi bertipe amide
sehingga jarang didapatkan reaksi alergi pada pasien. Amide akan di
metabolisme di hepar oleh enzim mikrosomal sitokrom P450 (CYP)
produk metabolit akan diekskresikan lewat renal. Lidokain merupakan
anestesi lokal yang paling sering digunakan dalam kasus bedah kulit
(dermatologi). Lidokain 1-2% (xylocain) bersifat short-acting; sedangkan
apabila dicampur dengan epineprin 1:100.000 atau 1:200.000 bersifat
long-acting.13
Toksisitas lidokain berhubungan secara langsung dengan kadar
konsentrasinya di plasma. Toksisitas yang paling umum ditemukan
adalah drowsiness. Keluhan lain yang dapat terjadi seperti: pusing,
nausea, tremor, tinitus, dan yang berat seperti kejang, depresi
kardiopulmonari, koma, henti nafas dan kematian. Semakin tinggi kadar
lidokain di dalam plasma, maka semakin berat tanda toksisitasnya.
Toksisitas lidokain yang berat tersebut didapatkan karena penggunaan
dosis besar pada jaringan vaskular (contoh: blokade anestesi regional);
atau penggunaan secara langsung ke intravaskular (properti antiaritmia
dan antikonvulsan). Lidokain jika diberikan hanya sebagai anestesi lokal
di kulit jarang menimbulkan toksisitas yang serius.1,2,6,11
Serum lidokain
Tanda /gejala toksisitas sistemik
(µg/mL)
28
Bromhidrosis
2. Epineprin
Epineprin dikenal juga sebagai adrenalin, merupakan salah satu obat yang
berfungsi sebagai vasokonstriktor. Efek hemostatik secara langsung pada
vasokonstriksi perifer terjadi karena stimulasi reseptor alfa pada
pembuluh darah. Penambahan epinefrin pada anestesi lokal memiliki
tujuan untuk mengurangi aliran perdarahan di kulit melalui kontriksi
arteriole-arteriole pembuluh darah, sehingga kehilangan darah pada saat
operasi dapat dikurangi. Epineprin yang digunakan biasanya konsentrasi
1:100.000 atau 1:200.000, tergantung dari lokasi dan kebutuhan untuk
mengurangi perdarahan.1,13
Epinefrin dapat bertahan apabila dalam keadaan asam, pada pH
alkali (basa) kadar epinefrin akan terdegradasi secara perlahan. Sifat
asam tersebut menimbulkan rasa nyeri pada saat dilakukan infiltrasi ke
dalam kulit. Metode yang digunakan untuk mengurangi rasa nyeri
tersebut dengan cara menetralkan kadar asamnya dengan pemberian
sodium bikarbonat. Penambahan tersebut harus dilakukan pada saat akan
dilakukan tindakan karena semakin lama larutan campuran tersebut
dibuat maka epinefrin akan semakin terdegradasi, efek utama epinefrin
sebagai vasokonstriktor akan berkurang dan risiko perdarahan pada saat
dilakukan operasi atau perdarahan pasca operasi akan meningkat.1,2,13
Efek samping epineprin dalam cairan AT dapat menyebabkan
takikardi, tremor, dan ansietas, sehingga hati-hati pada pasien dengan
pengobatan pseudoefedrin untuk dekongesti nasal atau suplemen diet
yang mengandung komponen epedrin-like pada saat akan dilakukan
tindakan dengan mengunakan AT. Dosis epineprin yang bisa digunakan
untuk jaringan fibrosa adalah 1mg/L (daerah perut, punggung dan flank),
sedangkan untuk area lain adalah 0.65 mg/L. Kontra indikasi epineprin
adalah: hipersensitivitas terhadap epineprin, hipertensi berat, penyakit
jantung iskemik, hipertiroid, dan glaukoma narrow-angle.13
3. Sodium Bikarbonat
Sodium bicarbonat (NaHCO3) merupakan bahan yang ditambahkan pada
AT, dengan tujuan utama untuk mengurangi rasa nyeri dengan cara
menetralisir pH pada saat dilakukan infiltrasi AT yang disebabkan karena
sifat asam pada epinefrin. Keuntungan lain yang dapat dicapai adalah
molekul lidokain akan lebih mudah terdistribusi menembus lapisan sel
membran lemak. Hasil tersebut akan mempercepat onset kerja anestesi.
Antibakterial lidokain dapat meningkat pada penambahan sodium
bikarbonat.2,13
29
Bromhidrosis
4. Normal Saline
Volume AT yang paling besar adalah normal saline, sebagai bahan dilusi
lidokain. Normal saline yang paling sering digunakan adalah 0.9%
sodium klorida (NaCl). Penggunaan AT dengan volume yang besar akan
memberikan tekanan hidrostatatik, sehingga memberikan konstribusi
pada lokal anestesi dengan cara kompresi persarafan perifer kulit.
Kompresi AT juga terjadi pada vaskular, sehingga memberikan
keuntungan tambahan sebagai anestesi melalui absorbsi lidokain yang
lebih lambat. Pemberian cairan elektrolit dalam volume besar (AT) pada
jaringan sub kutis dapat menghilangkan kebutuhan penambahan cairan
intravena pada saat dilakukan.2,10
30
Bromhidrosis
Jumlah
Bahan Kemasan Dosis
(mL)
Normal saline 1L 889 -
1% lidokain 50 mL x2 100 1.000 mg
Epineprin 1:1.000 1 ampul 1 1mg
(1mg/mL)
8.4% sodium bicarbonat 10 mL atau 50 10 10 mEq
(1mEq/mL) mL
Atau:
Jumlah
Bahan Kemasan Dosis
(mL)
Normal saline 1L 890 -
1% lidokain dengan 20 mL x 5 100 1.000 mg
epineprin 1:1.00.000
Epineprin 1:1.000 - - 1mg
8.4% sodium bicarbonat 10 mL atau 10 mEq
(1mEq/mL)
31
Bromhidrosis
32
Bromhidrosis
33
Bromhidrosis
34
Bromhidrosis
35
Bromhidrosis
KOMPLIKASI
Komplikasi penggunaan AT sangat minimal, terutama pada saat
pelaksanaan tindakan sudah sesuai dengan prosedur yang harus dilakukan
(guideline). Komplikasi utama pada umumnya disebabkan karena
toksisitas lidokain dan epineprin. Kontra indikasi epineprin selalu
diperhatikan pada setiap kasus yang akan menggunakan AT. Toksisitas
lidokain dapat terjadi apabila dalam pembuatan formula AT melebihi
batas aman dosis konsentrasi lidokain, digunakan bersama-sama dengan
obat-obatan yang dapat mengganggu enzim sitokrom P4501A1 atau
P4503A4 dan yang paling utama, komplikasi AT banyak terjadi apabila
dikombinasikan dengan anestesi jenis lainnya.4,9-11
RINGKASAN
Anestesi lokal dengan modifikasi yang dikenal sebagai anestesi
tumescent pertama kali diperkenalkan oleh Jeffrey A. Klein seorang
dermatolog dan farmakolog. Infiltrasi secara langsung cairan berisi
lidokain yang sangat terdilusi (0.05-0.15%) dengan epineprin ke dalam
jaringan lemak, akan menghasilkan absorbsi lidokain sistemik secara
lambat, sehingga toksisitas lidokain dapat dikurangi dan menjadikan AT
sebagai anestesi lokal yang aman. Komplikasi AT sangat minimal apabila
dilakukan dengan prosedur yang benar. Penggunaan AT secara lokal akan
mengeliminasi keperluan pemakaian anestesi general/sistemik.
Keuntungan AT yang memiliki sifat hemostat akan mengurangi jumlah
perdarahan durante dan pasca operasi. Tidak ada resep/formula standart
dalam pembuatan AT. Formula dapat berubah dari satu area lokasi tubuh
dengan area yang lain atau dari prosedur satu dengan prosedur
berikutnya. Perbedaan formula tersebut pada titrasi kadar lidokain dan
epineprin tergantung dengan kebutuhan, dengan syarat tidak melebihi
dosis maksimal. Tidak disarankan untuk menggunakan AT kombinasi
dengan anestesi jenis lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Henghold WB, Moody BR. Tumescent anesthesia. In: Anesthesia and
analgesia in dermatologic surgery. Harahap M, Abadir AR, ed.
Informa healthcare. New York 2008; 107-132.
2. Klein JA. Tumescent technique, tumescent anesthesia and
microcanular liposuction. Mosby. St.Louis, Missouri 2000.
36
Bromhidrosis
37
Bromhidrosis
16. Jacob CL, Kaminer MS. Tumescent anesthesia. In: Narins RS, ed.
Safe liposuction and fat transfer. New York: Marcel Dekker,
2003:29-40.
17. Gaitan SBS, and Markus R. Anesthesia methods in laser resurfacing.
Plast Surg 2012;26:117–124.
18. Krejci-Manwaring J, Markus JL, Goldberg LH, Friedman PM,
Markus RF. Surgical Pearl: Tumescent anesthesia reduces pain of
axillary laser hair removal. J Am Acad Dermatol 2004;51:290-291.
19. Narins RS. The use of tumescent anesthetic solution for fat transfer
donor and recipient sites. J Drug Dermatol 2002;3:279-282.
38
Bromhidrosis
PENDAHULUAN
Kulit manusia merupakan bagian tubuh dengan permukaan yang paling
luas, terdapat berbagai macam koloni mikroba yang bersifat komensal.
Koloni berbagai mikroba tersebut mempunyai peran penting untuk
kesehatan kulit, pada perubahan ekologi yang terjadi pada permukaan
kulit akan terjadi perubahan sifat dari mikroba juga terjadi pada
perubahan bau badan baik secara keseluruhan dan terutama di daerah
ketiak, yang biasa disebut sebagai bromhidrosis atau osmidrosis.
Bromhidrosis, diartikan sebagai bau badan dengan awitan pada usia
setelah pubertas, keringat yang dihasilkan pada aksila memberikan warna
kuning kecoklatan pada baju dengan bau yang menyengat.1
Bromhidrosis merupakan kondisi kronis dan dapat terjadi pada
semua ras. Walupun tidak ditemukan morbiditas pada bromhidrosis tetapi
bau badan tidak sedap sering membuat individu yang terkena merasa
malu sehingga mengganggu kualitas hidupnya. Oleh karena itu, perlu
diketahui lebih lanjut mengenai bromhidrosis sehingga diharapakan dapat
menambah pengetahuan mengenai etiologi, manifestasi klinis, cara
menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan bromhidrosis agar dapat
diterapkan guna mencegah komplikasi berupa penurunan fungsi
psikososial individu yang mengalami bromhhidrosis.1
Berbagai penanganan bromhidrosis, telah banyak dilaporkan
dengan hasil yang tidak signifikan, bahkan penggunaan berbagai
39
Bromhidrosis
BROMHIDOSIS
Bromhidrosis dapat dibagi menjadi bromhidrosis apokrin dan
bromhidrosis ekrin. Bromhidrosis apokrin diartikan sebagai bau tidak
sedap yang dihasilkan oleh kelenjar apokrin. Keadaan ini biasa terjadi di
aksila. Sekresi kelenjar apokrin berupa cairan berminyak diuraikan oleh
bakteri pada permukaan kulit sehingga menghasilkan ikatan kimia E-3-
methyl-2-hexenoic acid (E-3M2H) dan (RS)-3-methylhexanoic acid
(HMHA), yang dihasilkan melalui aktivasi dari N-alpha-acyl-glutamine
aminoacylase (N-AGA) yang tergantung pada zinc, oleh kuman
corynebacteria menghasilkan odor yang tidak sedap. Sementara itu,
bromhidrosis ekrin dapat disebabkan oleh konsumsi beberapa jenis
makanan seperti bawang putih, alkohol, berbagai jenis obat (penisilin,
bromida), toksin serta gangguan metabolik dan faktor eksterna.
Jenis Kelenjar Keringat dan Fungsinya
Kelenjar keringat ekrin:
Kelenjar ekrin terdapat di seluruh permukaan tubuh, tidak dijumpai
pada berbagai bentuk modifikasi kulit yang tidak didapatkan kelenjar
seperti sudut vermilion pada bibir, kuku, labium minora, klitoris dan
glans penis, kelenjar ekrin berfungsi sebagai pengatur temperatur
tubuh melalui produksi keringat. Selain temperatur, emosi serta
proses pencernaan memicu sekresi dari ekrin.1
Terdiri dari tiga segmen: Duktus intra epidermal (akrosyringium),
duktus intra dermal dan saluran sekresi kepermukaan kulit.
Kumparan kelenjar ekrin basalis terletak pada lapisan dermis dan
bahkan masuk ke jaringan adiposa.
Keringat yang dihasilkan bisa mencapai 3 liter per jam terdiri
terutama air (99%).2 Pada keadaan istirahat dihasilkan elektrolit
seperti NaCl, K+, HCO3-, Mg 2+ dan SO4 2- dan beberapa molekul
sederhana seperti laktat, amonia, urea, calcium dan logam
40
Bromhidrosis
41
Bromhidrosis
Dalam hal ini faktor host juga berperan meliputi gender, usia, jenis kulit.
Umur merupakan parameter yang penting, oleh adanya perubahan sebum
yang berubah setiap saat berakibat pada fluktuasi kadar bakteri yang
bersifat lipofilik.6 Perbedaan anatomi dan fisiologis antara pria dan
perempuan, seperti kelenjar keringat dan produksi hormon, serta faktor
lingkungan seperti penggunaan kosmetik, obat-obatan dan aktivitas
sehari-hari akan sangat berperan pada mikrobiome kulit manusia.1,7,8
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa iklim hanya memberikan
seedikit pengaruh pada mikrobiome kulit, tetapi peranan tangan dan
frekuensi mencuci tangan memberikan hasil yang signifikan pada
mikrobiome kulit.7
Sebagian besar bakteri yang hidup pada lapisan kulit meliputi 4
phyla: Actinobacteria, Firmicutes, Bacteriodes dan Proteobacteria, dan
actinobacteria merupakan phylum yang paling dominan pada lapisan
kulit dan kelenjarnya.2 Pada area yang lembab seperti aksila, spesies
stafilokokus dan corynebacteria yang paling dominan, sedangkan pada
permukaan kulit yang kering species flavobacteriales dan β-
Proteobacteria, lebih dominan. Hal penting lain yang harus diperhatikan
adalah bahwa di daerah aksila juga didapatkan koloni mikrokokus dan
propioni bakteria yang berkembang dengan subur.2 Stapilokok yang
hidup pada lingkungan anaerob, menggunakan urea yang dihasilkan oleh
keringat sebagai sumber nitrogen. Coryne bacteria, merupakan
mikroorganisme yang paling berperan didalam menimbulkan bau badan
tidak sedap pada kelenjar apokrin.9,10 Disamping bakteri, beberapa jenis
jamur merupakan flora normal pada kulit seperti species Malassezia dan
Cryptococcus.2 Bahkan arthropoda seperti demodex juga menjadi bagian
mikroflora dari kulit normal.11,12
Dari berbagai macam mikrobiota tersebut di atas, aksila merupakan
bagian tubuh yang paling sering mengandung berbagai jenis mikro
organisme, bahkan jumlah dan variasi antara aksila kanan dan kiri
berbeda pada masing-masing.13
Berbagai bahan kimia yang berperan pada bau badan.
Bromhidrosis apokrin merupakan jenis dengan prevalensi tertinggi,
dengan berbagai macam bau mulai dari ringan sampai bau sangat
menyengat, dan diakibatkan juga oleh berbagai reaksi kiamiawi yang
dikativasi oleh flora normal kulit.1 Produk asam tersebut berikatan
dengan reseptor protein permukaan kulit seperti apocrine secretion odor
binding proteins, ASOB1 dan ASOB2, diidentifikasi sebagai
apolipoprotein D (apoD).11
Keringat manusia pada saat dihasilkan baik melalui kelenjar ekrin
maupun apokrin, tidak berbau dan masih steril.14 Bau badan manusia
42
Bromhidrosis
43
Bromhidrosis
PENATALAKSANAAN
Non Intervensi
Topikal, merupakan first line terapi, dengan menggunakan aluminium
chlorida (10-15%), digunakan pada malam hari, diawali dengan
pengeringan ketiak sebelum pengolesan obat, alumium chlorida ini hanya
bermanfaat untuk hiperhidrosis derajat ringan sampai sedang, mekanisme
kerjanya: interaksi Aluminium chlorida dengan keratin pada saluran
kelenjar (berfungsi menghambat ekskresi) atau secara langsung pada
epitel kelenjar ekrin dengan tujuan memicu atropi pada sel-sel kelenjar
keringat, terutama ekrin. Aluminium chlorida tidak memberikan manfaat
apapun pada bromhidrosis yang berasal dari kelenjar apokrin.
1. Preparat anti cholinergik
Preparat anticholinergik (glycopyrrolate, methatheline bromide, oxybutin)
dan alpha-adrenergik agonists (clonidine) paling banyak digunakan oleh
para klinisi. Cara kerjanya menghambat produksi keringat secara
44
Bromhidrosis
1. Botulinum toxin
Botulinum toxin (Botox) yang diproduksi oleh kuman anaerob,
Clostridium botulinum toxin, merupakan neurotoksin kuat yang
menghambat produksi acetylcholine pada presynaptic dan berikatan
dengan reseptor membran posynaptic, kelenjar keringat ekrin mendapat
inervasi dari serabut saraf simpatis kolinergik post ganglion, dimana hal
tersebut merupakan target BOTOX yang efektif. Botox menghasilkan 7
neurotoksin, yaitu tipe A,B,C1,D,E,F dan G, dengan antigen berbeda
tetapi struktur subunit yang homolog.19 Injeksi Botox bersifat sementara
(2-4 bulan) dan harus diulang secara berkala, serta hanya untuk
hiperhidrosis tetapi tidak memberikan hasil yang signifikan apabila
digunakan untuk bromhidrosis.
45
Bromhidrosis
46
Bromhidrosis
47
Bromhidrosis
Komposisi (2)
Dapat menggunakan campuran dengan konsentrasi berbeda:
Epinephrine / adrenalin 1/1000 : 2 ml
Lidocaine / Xylocaine 2 % : 20 ml
Sodium hydrogen carbonate 8,4% : 10 ml
Triamcinolone 40 : 1 ml
Na Cl 0,9% : 1000 ml
48
Bromhidrosis
49
Bromhidrosis
RINGKASAN
Telah dibicarakan tentang bromhidrosis, baik patogenesis maupun
penatalaksanaannya. Berbagai macam terapi yang ditujukan untuk brom
hidrosis seperti oral, topikal, botox, tidak memberikan hasil maksimal.
Untuk itu telah dikembangkan beberapa penanganan baru seperti ablasi
pada jaringan kelenjar menggunakan Laser Nd YAG maupun bedah sedot
lemak, sedot kelenjar dan curretage, yang dapat dikerjakan oleh dokter
kulit, dengan syarat harus memenuhi kompetensi yang ditentukan oleh
Kolegium Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Benjamin B. (2013). Development of the Skin Community
Interaction (SCIN) simulation to examine skin odour formation.
Faculteit Bio-ingenieurswetenschappen. Universiteit Gent.
2. Wilke k, Martin A, Terstegen L. and Biel SS. (2007). A short history
of sweat gland biology. Internat J of Cosmet Science, 29, 169–179.
3. Doodall. First Published online (2013). Innervation and Inhibition of
Eccrine and Apocrine sweating in Man. J Clin Pharmacol.Vol
10,Issue 4:235-240.
4. Catherine Lu and Elaine Fuchs (2014). Sweat Gland Progenitors in
Development, Homeostasis, and Wound Repair. Published by Cold
Spring Harbor Laboratory Press.
5. Leyden JJK, McGenley J, Hölzle E, Labows JN, and Kligman AM.
(1981). The microbiology of the human axilla and its relationship
to axillaryodor. J invest Dermatol 77: 413-416.
6. Fierer N, Hamady M, Lauber CL, and Knight R. (2008). The
influence of sex, handedness, and washing on the diversity of hand
surface bacteria. Proc Natl Acad Sci USA 105(46): 17994-17999.
50
Bromhidrosis
51
Bromhidrosis
18. Park Yj, and Shin MS (2001). What is the best method for treating
osmidrosis? Ann Surg Plast; 26: 392-6.
19. Damayanti, Diah Mira Indramaya, Putra D, Indira E. (2009). Toksin
Botulinum pada Terapi Wajah Bagian Atas. Berkala Ilmu Kesehatan
Kulit dan KelaminVol. 21 No. 1 April.
20. Amanda-Amrita D, Lakraj, Moghimi N, and Jabbari B (2013).
Hyperhidrosis: Anatomy, Pathophysiology and Treatment with
Emphasis on the Role of Botulinum Toxins. Toxins 2013, 5, 821-840;
doi:10.3390/toxins5040821.
21. Kim D, Junhyung, Hyeonjung, Kwon H, Son D, Han K (2012).
Treatment of Axillary osmidrosis using a Subcutaneous Pulsed Nd-
YAG Laser. APS;39:143-9.
22. Gontijo GT, Gualberto GV, and Madureira NAB (2011). Axillary
hyperhidrosis treatment update. Surg Cosmet Dermatol;3(2):147-51.
23. Rezai K. (2009). Suction Curettage of the Sweat Glands An Update.
Dermatol Surg ;35:1126–1129.
52
Bromhidrosis
PENDAHULUAN
Bau badan adalah bila bau tidak enak tercium orang yang berada 30 cm di
dekatnya.1 Kelenjar apokrin kebanyakan terletak di jaringan subkutis.
Tidak ditemukan serabut syaraf di sekitar kelenjar apokrin, menunjukkan
bahwa setiap keterlibatan katekolamin adalah melalui efek humoral juga
kelenjar bisa terlibat oleh sub tipe adrenoreseptor β dan purinoseptor
sehingga blokade pada 2 reseptor tersebut akan menghambat sekresi
kelenjar apokrin dengan akibat mengurangi kemungkinan terjadinya
bromhidrosis.2 Sekresi kelenjar apokrin tersebut tidak berbau jika sampai
permukaan kulit. Tetapi dalam beberapa jam akan keluar bau yang khas
bila asam lemak dibebaskan oleh bakteri normal termasuk koloni besar
bakteri lipofilik dan difteroid.1 Beberapa penulis memperkirakan bahwa
kelenjar apokrin ada di subkutis. Beberapa penulis lain memperkirakan di
subkutis dan dermis.3
Untuk mengatasi bromhidrosis telah dilakukan berbagai cara
penanganan dari obat topikal maupun sistemik. Pemberian obat topikal
Astringen, Antiperspirant, atau garam alumunium hanya memberi efek
sementara. Pasien yang gagal diobati secara konvensional diindikasikan
pengobatan dengan cara bedah.4
Penelitian membuktikan bahwa kelenjar apokrin sensitif terhadap
kolinergik ataupun stimulasi adrenergik, sehingga suntikan botox atau
antikolinergik sistemik tidak dapat secara sempurna menghambat sekresi
53
Bromhidrosis
54
Bromhidrosis
55
Bromhidrosis
56
Bromhidrosis
57
Bromhidrosis
Teknik:
a. Aksila dibersihkan, dikeringkan, dan bebas rambut.
b. Beri lodin 3,5% atau Betadine 1%
c. Taburi Aksila dengan tepung kanji, maka akan terlihat warna biru
daerah yang banyak kelenjarnya.
58
Bromhidrosis
d. Tandai dengan spidol atau gentian violet daerah yang akan disedot 1-
2 cm di luar daerah yang banyak kelenjarnya.1
e. Sterilkan daerah operasi.
f. Buat sayatan dari Kranial Lateral dengan “Yelko” atau pisau no. 11
g. Masukkan cairan anestesi tumescent superfisial, sekitar 100cc –
250cc tiap aksila tergantung luas area yang banyak kelenjar
apokrinnya. (NaCI 100cc, Lidokain 0,05%, 12mkr unit Bikarbonas
Natrikus, Epineprin 1: 1.000.000). Maksudnya untuk buffer terhadap
saraf, pembuluh darah, sekaligus anesthesia.
h. Tunggu 15-30 menit supaya terjadi anesthesia dan vasokontriksi.
i. Sedot dengan kanula terlebih dahulu, “Pembimbing” (tangan kiri)
pada daerah setinggi mungkin (Superficial Portion) dari lapisan
Subkutis, karena di situ paling banyak kelenjar apokrin juga
meminimalkan kontak dengan bagian yang lebih dalam. Lubang
kanula menghadap ke atas (dermis). Ambil sebanyak mungkin
kelenjar apokrin aksila, dikombinasikan denga kuretase. Tetap
diingat yang diambil adalah kelenjar apokrin walaupun lemak ikut
terambil. Modifikasi melepas kelenjar apokrin memakai kanula yang
bercabang ujungnya akan memberi hasil yang lebih banyak. Dengan
kanula Fatemi cukup efektif menyedot jaringan subkutan sekaligus
kuretase.1
j. “Scrapping” (Kuret) lapisan dermis untuk membuat fibrosis dan
kerusakan kelenjar apokrin.
k. Keluarkan sisa-sisa lemak dan kelenjar apokrin. Rho, dkk (2008)
melakukan irigasi pada akhir prosedur operasi (12). Operasi selesai
kulit terlihat tipis, dapat dicubit dengan mudah, kulit berwarna putih
sampai purple.1
l. Tutup dengan memakai “pembalut wanita” selama 2-3 hari untuk
mencegah hematoma atau seroma.
m. Pasien disarankan untuk tidak abduksi dan elevasi maksimal selama 2
minggu dan tidak diperbolehkan olahraga berat selama 1 bulan.
59
Bromhidrosis
60
Bromhidrosis
61
Bromhidrosis
b. Ultrasonic Microfocus
Dilakukan penelitian buta ganda dengan randomisasi pada 20 pasien
hiperhidrosis aksila di mana energinya difokuskan pada kelenjar keringat.
Respon positif didapatkan 50-60%.
c. Microwave
Microwave akan diserap jaringan yang banyak mengandung air, sehingga
akan memanasi jaringan adipose di dermis di mana terletak kelenjar
keringat di dalamnya. Target pemanasan ini adalah termolisis pada
62
Bromhidrosis
RINGKASAN
Banyak cara mengatasi bromhidrosis. Terapi dengan menggunakan zat-
zat kimia baik topikal, sistemik, maupun kemodenervasi (botox) hanya
bersifat sementara. Pemakaian alat-alat berbasis energi (laser, ultrasonic
microfocus, microwave) masih butuh penelitian yang luas, multicenter,
dan melibatkan pasien yang banyak. Sebagian besar (90%) terapi
bromhidosis masih memilih cara bedah. Sesungguhnya sedot lemak
dengan anestesi tumescent sudah terbukti merupakan cara yang aman dan
efektif untuk jangka yang lama. Dalam waktu 6 minggu pasca operasi 80-
90% terlihat perbaikan nyata setelah diuji dengan tepung kanji dan lodin.
Beberapa pasien melaporkan hasil maksimal setelah 8 bulan pasca
operasi. Tertundanya hasil ini mungkin oleh karena fibrosis pasca operasi
yang akan merusak kelenjar keringat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Seo SH, Jang BS, Oh CK, Kwon KS, Kim MB. Tumescent
superficial liposuction with curetage for treatment of axillary
bromhidrosis. JEADV 2008:22:30-5.
2. Lindsay SL, Holmes S, Corbett AD, Harkert M, Bovell DL.
Innervation and receptor profiles of the human apocrine (epitrichial)
sweat gland: routes for intervention in bromhidrosis. Br J Dermatol
2008:159:653-60.
3. Mao GY, Yang SL, Zheng JH. Etiology and management of axillary
bromhidrosis: a brief review. Int J Dermatol 2008 : 47: 1063-8.
4. Sarnoff DS. Therapeutic update on hyperhidrosis. J Drugs Dermatol
2014:Vol 13(8) : 896.
5. Ding Z, Zheng J. A comparison of two different sub-dermal trimming
techniques for the treatment of axillary bromhidrosis. J Plas Reconts
& Aesthe Surg 2013:66:1569-74.
6. Lee KYC, Levell NJ. Turning the tide: a history and review of
hyperhidrosis treatment. J Royal Society of Med 2013:5(1):1-4.
7. Mochtar M. Pengobatan bromhidrosis aksilaris dengan sedot lemak
tumescent. 2 CDK 2013: Vol 40(6):464-6.
63
Bromhidrosis
64
Bromhidrosis
PENDAHULUAN
Bromhidrosisadalah suatu kondisi keluarnya keringat yang berlebihan
dari kelenjar ekrin, pada keadaan termoregulasi normal
(hiperhidrosis=HH), disertai bau menyengat berasal dari dalam kelenjar
apokrin (osmidrosis). Bromhidrosis merupakan kombinasi dari HH dan
osmidrosis (Mao, Yang & Zheng, 2008). Hiperhidrosis diklasifikasikan
sebagai idiofati (primary HH) dan secondary HH. Hiperhidrosis bias
mengenai seluruh tubuh (general) dan fokal (mengenai anggota badan
tertentu). Hiperhidrosis fokal primer, khususnya pada aksila merupakan
kondisi medis yang umum dan serius yang menyebabkan gangguan psikis
yang berdampak pada aktivitas dan hubungan sosial.
Prevalensi HH di Amerika mendekati 2.8% populasi, terdiri dari
1.4% aksila, 0.5% telapak tangan (Stashak & Brewer, 2014). Prevalensi
terbanyak primary HH mengenai usia 25-65 tahun, namun onset
dipengaruhi oleh region yang terkena. Riwayat keluarga sering dilapor-
kan penderita HH, hal ini menyokong dasar penyebaran genetik pada
penyakit ini (Hurley, 1992).
Walaupun HH bukan suatu kondisi yang fatal namun dapat
berpengaruh pada kualitas hidup penderita akibat dampak/efek psikologis
dan sosial dari penyakitnya. Beberapa penelitian membandingkan
penurunan kualitas hidup (quality of life) penderita bromhidrosis dengan
psoriasis berat, fase akhir dari gagal ginjal, rheumatoid arthritis dan
65
Bromhidrosis
ETIOLOGI
Perubahan histologi kelenjar apokrin diduga memberikan kontribusi
paling utama terjadinya bromhidrosis. Selain itu mikroorganisme yang
tinggal di aksila dan sex-hormon juga sebagai factor etiologi
bromhidrosis. Faktor lain adalah keturunan dengan pola autosomal
dominant inheritance. Hal ini disokong dengan banyaknya kasus
bromhidrosis anggota keluarga juga menderita yang sama (Hurley, 1992;
Mao, Yang and Zheng, 2008).
Kelenjar apokrin pada manusia terletak di aksila, areola,
anogenital, kanal auditoris ekstrernal (kelenjar ceruminous), dan kelopak
mata (kelenjar Moll). Selain itu didapatkan pula kelenjar ekrin dan
kelenjar apoekrin yang merupakan tipe ketiga dari sweat gland pada
aksila manusia dewasa. Kelenjar apoekrin ini pertama kali dilaporkan
oleh Sato et al, 1987. Bau khas pada keringat biasanya disebabkan oleh
dekomposisi bakteri yang ada di dalam cairan lemak (oily fluid) yang
disekresi oleh kelenjar apokrin. Salah satu aromanya adalah trans-3-
methyl-2 hexanoic acid (Mao, Yang and Zheng, 2008).
Terdapat beberapa mikroorganisme yang tinggal sebagai residen
dan bersifat sebagai flora normal di aksila seperti Micrococcaceae,
Aerobic diphtheroids, dan Propionicbacteria; namun hanya diphtheroids
yang memberikan bau badan yang khas (Leyden at al, 1981).
Peran hormon pada bromhidrosis disebabkan oleh adanya reseptor
androgen pada nucleus sel epitel apokrin yang mensekresi oily fluid,
sementara reseptor - Beta estrogen pada nucleus sel dan sitoplasma (Beier
et al, 2005).
66
Bromhidrosis
TERAPI
Tujuan dan goal dari terapi bromhidrosis adalah mengurangi jumlah
keringat sampai pada level yang dapat diterima. Terapi dapat diberikan
secara non-surgical maupun dengan tindakan intervensi pada kulit atau
tindakan bedah. Pembedahan pada bromhidrosis dapat dilakukan
beberapa cara, antara lain local eksisi, liposuction-curretage dan
symphatectomy. Pengobatan konservatif non-surgical dapat
menggunakan agen topikal, sistemik dengan oral-anticholinergic atau
dengan penyuntikan toksin botulinum.
Tindakan pembedahan untuk HH dianjurkan dilakukan dengan
prosedur yang aman, dengan sedikit efek samping, komplikasi sedikit
atau tidak terjadi dan pasien dapat segera beraktivitas kembali seperti
semula. Pembedahan HH local pada aksila bertujuan menghilangkan
sebagian besar kelenjar ekrin, sementara sebisa mungkin menjaga
penampakan estetika aksila serta mobilitas lengan.
67
Bromhidrosis
68
Bromhidrosis
69
Bromhidrosis
RINGKASAN
Telah dibahas cara-cara atau prosedur yang perlu dilakukan setelah
tindakan bedah pada bromhidrosis aksila. Ditekankan pula untuk
mengamati beberapa parameter sebagai tanda bahwa kuretase telah cukup
dilakukan. Dibahas pula etiologi dan cara-cara pengobatan bromhidrosis
secara garis besar.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mao G-Y, Yang SL, Zeng JH. Etiology and management of axillary
bromidrosis: a brief review. Internat J Dermatol 2008; 47:1063-1068.
2. Stashak AB and Brewer JD. Management of hyperhidrosis. Clin,
Cosm and Invest Dermatol 2014; 7: 285-299.
3. Hurley HJ. Diseases of the eccrine sweat glands. Philadelphia: WB
Saunder, 1992.
4. Sato K, Leidal R, Sato F. Morphology and development of an
appoeccrinesweat gland in human axillae. Am J Physiol 1987;21: R1
661-R180.
5. Leyden JJ, Mcginley KJ, Hlozle E et al. The microbiology of the
human axilla and its relationship to axillary odor. J investDermatol
1981: 413-416.
6. Beier K, Ginez I, Schaller H. Localization of steroid hormone
receptors in the apocrine sweat glands of the human axillae.
Histochem Cell Biol 2005; 123: 61 – 65.
7. Seo, SH; Jang BS, Oh CK, Kwon KS and Kim MB. Tumescent
superficial liposuction with curettage for treatment of axillary
bromhidrosis. JEADV 2008,22; 30-35.
8. Rezende RM and Luz FB. Surgical treatment of axillary of
hyperhidrosis by suction-curretage of sweat glands. An Bras
Dermatol. 2014; 89(6): 940-54.
9. Bienik A, Bialyncki-Birula R, Baran W, Kuniewska B, Okulewicz-
Gojlik D, Szepietowski JC. Surgicl treatment of axillary
hyperhidrosis with liposuction equipment: risk and benefits. Acta
Dermatovenerol Croat. 2005; 13:212-8.
10. Proebstle TM, Schneiders V, Knop J. Gravimetrically controlled
efficacy of subcorial curettage: a prospective study for treatment of
axillary hyperhidrosis. Dermatol Surg. 2002; 28: 1022-6.
11. Swinehart JM. Treatment of axillary hyperhidrosis: combination of
the starch- iodine test with the tumescent liposuction technique.
Dermatol Surg. 2000; 26: 392-6.
70
Bromhidrosis
PENDAHULUAN
Bromhidrosis diartikan sebagai bau badan dengan awitan setelah usia
pubertas yang berkaitan dengan produksi berlebihan dan berbau dari
kelenjar apokrin di aksila. Hal ini dikaitkan dengan peningkatan jumlah
dan ukuran kelenjar apokrin serta adanya kontaminasi bakteri.1
Bromhidrosis digolongkan menjadi bromhidrosis apokrin dan
bromhidrosis ekrin. Bromhidrosis apokrin dapat diartikan sebagai bau
yang tidak sedap yang dihasilkan kelenjar apokrin, sedangkan
bromhidrosis ekrin dikaitkan dengan produksi keringat berlebih
(hiperhidrosis) dapat disebabkan oleh konsumsi berbagai jenis makanan
seperti bawang putih, alkohol serta gangguan metabolik.2
Berbagai upaya dilakukan sebagai terapi bromhidrosis, baik terapi
topikal sampai tindakan intervensi berupa pembedahan. Semua tindakan
intervensi berupa pembedahan/operasi akan memiliki risiko komplikasi
pada saat durante ataupun pasca operasi. Operator yang akan melakukan
tindakan harus mengetahui tentang anatomi dan fisiologi, persiapan pre-
operasi yang harus dilakukan, jenis tehnik yang akan digunakan dan
kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi secara komprehensif untuk
meminimalisasi komplikasi serta jejas permanen.
71
Bromhidrosis
EPIDEMIOLOGI
Bromhidrosis merupakan kondisi kronis yang dapat terjadi pada semua
ras dan paling sering terjadi pada laki-laki pada etnik orang berkulit
hitam. Bromhidrosis banyak terjadi pada usia setelah pubertas pada
populasi penduduk di Afrika, Amerika dan Asia. Hal ini dipengaruhi oleh
letak geografis, musim dan iklim pada negara tersebut. Dikatakan saat
musim panas ataupun iklim panas dapat memperburuk keadaan
bromhidrosis, disamping itu higienitas seseorang yang buruk juga
merupakan faktor pendukung.3
DIAGNOSIS
Diagnosis bromhidrosis berdasarkan atas keluhan bau tidak sedap yang
terdapat pada daerah aksila, genital, dan kaki. Pada bromhidrosis ekrin
perlu ditanyakan riwayat penggunaan obat (bromide), makanan dan
minuman (bawang putih dan alkohol), serta gangguan metabolik.2
Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan ujud kelainan kulit yang
khas pada penderita bromhidrosis. Namun, individu dengan bromhidrosis
ekrin yang disebabkan degradasi bakteri dari keratin dapat ditemukan
adanya maserasi dan hiperkertosis yang tebal dan lembab pada daerah
plantar dan intertriginosa.4 Pada pemeriksaan laboratorium tidak
didapatkan hasil yang abnormal, sedangkan pada pemeriksaan
histopatologi juga tidak dijumpai abnormalitas kelenjar apokrin. Pada
beberapa penelitian melaporkan bahwa terdapat peningkatan jumlah dan
ukuran kelenjar apokrin pada penderita bromhidrosis.1
PENATALAKSANAANBROMHIDROSISdanKOMPLIKASI
Penatalaksanaan bromhidrosis secara umum dibagi menjadi
penatalaksanaan/terapi non bedah dan terapi pembedahan. Pada
penatalaksanaan bromhidrosis dapat terjadi komplikasi khususnya pada
penatalaksanaan dengan metode pembedahan. Penatalaksanaan dengan
menggunakan obat topikal maupun sistemik hasilnya sering kurang
memuaskan dan hanya bersifat sementara. Pada penggunaan obat
antikolinergik sistemik sering menimbulkan masalah mulut dan mata
kering serta kesulitan dalam buang air kecil.
a. Penatalaksanaan Secara Umum
Penatalaksanaan dilakukan dengan cara sering mencuci daerah aksila.
Menggunakan deodoran atau anti perspirant yang mengandung
alumunium klorida 1-2% atau parfum.
72
Bromhidrosis
73
Bromhidrosis
pada minggu pertama injeksi Botox pada kasus bromhidrosis ekrin pada
palmar dan lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki.6,8
Jung dan kawan-kawan juga melaporkan pada 18 pasien (36 aksila)
dengan bromhidrosis aksila yang dilakukan dengan 1,444 nm laser
Nd:YAG, 20 (56%) aksila muncul ekhimosis tapi membaik setelah
beberapa minggu, 4 (11%) aksila muncul nekrosis superfisial epidermis,
2 aksila muncul skar hipertrofi yang membaik setelah diberi injeksi
triamcinolon, dan 6 aksila terjadi hiperpigmentasi yang hilang secara
spontan setelah 1 tahun.7
c. Terapi Pembedahan
Beberapa pemeriksaan sebelum dilakukan tindakan pembedahan (pre-
operative assessement) merupakan hal yang penting untuk dilakukan
karena berhubungan dengan pembentukan skar setelah operasi, waktu
penyembuhan lama, infeksi dan komplikasi lainnya.
Pengangkatan kelenjar apokrin dengan metode upper thoracal
sympatectomy sudah lama dikerjakan dan memberikan hasil yang efektif
dalam mengatasi bromhidrosis aksila. Tindakan pembedahan dengan
pengangkatan kelenjar apokrin dilakukan melalui pembuangan jaringan
subkutan sampai aksila. Tindakan ini tergantung kedalaman jaringan
yang diangkat, teknik operasi, regenerasi dan kembalinya fungsi
apokrin.9,10
Metode baru dalam penatalaksanaan bromhidrosis aksila adalah
dengan modifikasi liposuction/ bedah sedot lemak (BSL) dan kuretase
dengan anestesi tumescent (AT) (tumescent liposuction and currettage).
Metode ini merupakan pilihan bagi dokter dan pasien karena lebih aman,
mudah dan pasien bisa langsung dikerjakan tanpa rawat inap.
Keberhasilan dengan metode ini sudah pernah dilaporkan oleh Ou dan
kawan-kawan tahun 1998, dimana 95% pasien bromhidrosis aksila
merasa puas dengan metode ini.3,11,12,
Komplikasi pada terapi pembedahan
Komplikasi pembedahan dapat berasal dari anestesi dan dari tehnik yang
digunakan baik saat durante ataupun pasca operasi. Anestesi yang
digunakan oleh dokter kulit pada saat pembedahan, pada umumnya
menggunakan lokal anestesi tumescent (AT). Komplikasi AT
berhubungan dengan toksisitas lidokain dan epineprin (baca di anestesi
tumescent). Komplikasi awal yang sering muncul pada tindakan
pengangkatan kelenjar apokrin adalah hematoma, namun hal ini diatasi
dengan pemasangan drain selama 24 jam. Superficial epidermal
74
Bromhidrosis
RINGKASAN
Bromhidrosis diartikan sebagai bau badan yang muncul pada usia
pubertas, berhubungan dengan peningkatan aktivitas kelenjar apokrin.
Bromhidrosis digolongkan menjadi bromhidrosis apokrin dan ekrin.
Penatalaksanaan bromhidrosis terdiri dari penatalaksanaan secara umum,
terapi non bedah dan terapi pembedahan. Pada penatalaksanaan
bromhidrosis dapat terjadi komplikasi khususnya pada penatalaksanaan
dengan metode pembedahan. Tindakan pembedahan untuk bromhidrosis
terdiri atas pengangkatan kelenjar apokrin dengan metode upper thoracal
sympatectomy dan modifikasi BSL dan kuretase (tumescent liposuction
and currettage). Metode BSL dan kuretase untuk bromhidrosis aksila
merupakan teknik yang efektif dengan komplikasi yang minimal, dan
metode ini juga merupakan pilihan bagi dokter dan pasien karena lebih
aman, mudah dan pasien bisa langsung dikerjakan tanpa rawat inap.
75
Bromhidrosis
DAFTAR PUSTAKA
1. Coulson IH. Disorder of sweat glands. In : Burns T, Brrishnack S,
Cox N, Griffith C, editor. Dalam: Rook’s text book of dermatology.
Edisi ke-7. Vol 3. Massachusetts: Blackwell Publ ; 2004. 8–14.
2. Sinclair R. Hyperhidrosis and bromhidrosis. Aust Fam Physi
2013;42(5) ; 266–9.
3. Seo SH, Jang BS, Oh CK, Kim MB. Tumescent superficial
liposuction with curretage of axillary bromhidrosis. J Eur Acad
Dermatol and Venereol 2008 ; 22; 30–35.
4. Mao GY, Yang XL, Zheng JH. Etiology and management
bromhidrosis axillaris. Int J Dermatol 2008 ;47 ; 1063–8.
5. Kanlayavattanakul M, Lourith N. Review article : body malodours
and their topical treatment agents. Internat J of Cosmet Science 2011
; 33; 298–311.
6. He J, Wang T, Dong J. A close positive correlation between malodor
and sweating as a marker for the treatment of axillary bromhidrosis
with botulinum toxin A. J Dermatol Treatment 2012; 23: 461–464.
7. Jung SK, Jang HW, Kim HJ, Lee SG, dkk. A prospective, long-term
follow-up study of 1,444 nm Nd:YAG laser: a new modality for
treating axillary bromhidrosis. An Dermatol 2014; 26 (2) ; 184–7.
8. Kouris A, Vavouli C, Markantoni V, Kontochristopoulos G. Muscle
weakness in treatment of palmar hyperhidrosis with botulinum toxin
type A: can it be prevented?. J of Drugs in Dermatol 2014; 13(11)
;1315–7.
9. Qian JG, dan Wang XJ. Effectiveness and complications of
subdermal excision of apocrine glands in 206 cases with axillary
osmidrosis. J of Plast, Recons&Aesthetic Surg 2010 ; 63 ; 1003–7.
10. He J, Wang T, Dong J. Excision of apocrine glands and axillary
superficial fascia as a single entity for the treatment of axillary
bromhidrosis. J Eur Aca of Dermatol and Venereol. 2012 ; 26 ; 704–
9.
11. Rezende M, Luz F.B. Surgical treatment of axillary hyperhidrosis by
suction-curettageof sweat glands. An Bras Dermatol 2014;89(6):940-
54.
12. Mochtar M. Pengobatan bromhidrosis aksilaris dengan sedot lemak
tumescent. Cermin Dunia Kedokteran 2013;40(6); 464–6.
76
Bromhidrosis
PENDAHULUAN
Bau badan menyengat sering menimbulkan masalah pada kehidupan
sehari-hari, mulai dari mengganggu percaya diri sampai dengan merusak
baju yang dipakai.1 Berkeringat berlebihan atau hiperhidrosis dapat
disebabkan karena sekresi kelenjar keringat yang berlebihan, terutama
kelenjar ekrin, adanya air yang berlebihan tersebut mempermudah bakteri
untuk mengalami biotrasformasi, terutama Corynebacterium dan
merupakan salah satu penyebab timbulnya bromhidrosis, atau bau
keringat menyengat disertai dengan hiperhidrosis.2 Bila bromhidrosis
terjadi tanpa disertai oleh hiperhidrosis disebut dengan osmidrosis.3,4
Kondisi bromhidrosis dapat ditangani dengan berbagai metode,
mulai dengan mengaplikasikan bahan secara topikal, pengobatan
sistemik, penggunaan botulinum toxin, dan tindakan intervensi.5
Tindakan intervensi merupakan tindakan non-pembedahan namun karena
adanya ‘intervensi’, masih menimbulkan terjadinya perlukaan, sedangkan
tindakan pembedahan merupakan pengobatan yang dilakukan dengan
cara invasif, yaitu menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani
dengan membuat sayatan, setelah bagian yang akan ditangani
ditampilkan, dilakukan tindak perbaikan yang diakhiri dengan penutupan
dan penjahitan luka.6
77
Bromhidrosis
METODE
a. Kriteria Pencarian
Pencarian jurnal yang relevan menggunakan program software EndNote
X4, Online search PubMed NLM dengan kata kunci bromhidrosis,
osmidrosis dan treatment, artikel tahun 1990-2014. Pencarian di
utamakan pada artikel berbahasa Inggris dan Indonesia dilakukan pada
manusia.
b. Kriteria inklusi dan ekslusi
Yang termasuk kriteria inklusi berupa artikel penelitian bromhidrosis,
osmidrosis, treatment dengan intervention dan surgery. Kriteria eksklusi
adalah artikel bromhidrosis atau osmidrosis yang tidak menjelaskan
dengan baik mengenai prosedur intervensi yang dilakukan, artikel laporan
kasus dan tanpa abstrak
c. Ekstraksi Data
Data diambil dari artikel yang sesuai, kemudian tindakan intervensi
dibagi berdasarkan kriteria Bisbal dkk (1987), informasi jenis tindakan
intervensi, jumlah subyek penelitian, prosentasi keberhasilan, prosentase
komplikasi dicatat dan dimasukan dalam Microsoft Excel.
HASIL
Dari 58 jurnal yang ditemukan, 28 jurnal dapat dilakukan telaah. Bisbal
dkk (1987) membagi tindakan intervensi menjadi 3 bagian besar:
78
Bromhidrosis
79
Bromhidrosis
80
Bromhidrosis
81
Bromhidrosis
DISKUSI
Berbagai tindakan intervensi untuk terapi osmidrosis mulai berkembang
setelah Skoog dan Thyresson tahun 1962 mempublikasikan untuk terapi
hiperhidrosis. Prosedur Skoog dilakukan dengan cara melakukan incisi
trasversal pada aksila sentral, kemudian ditambahkan incisi pada
proksimal dan distal dari incisi pertama, sehingga membagi area operasi
menjadi 4 kuadran.38,39 Tindakan ini kemudian dilakukan beberapa
modifikasi untuk mengurangi timbulnya skar dan memperpendek waktu
penyembuhan luka.
Tindakan intervensi bisa dilakukan untuk kasus hiperhidrosis berat
dan bromhidrosis atau osmidrosis, hal ini disebabkan karena dapat
memberikan hasil memuaskan untuk jangka waktu lama, selain itu juga
karena kelenjar apokrin pada pasien dengan osmidrosis ukuran dan
jumlahnya lebih banyak dibandingkan kontrol, sehingga terapi intervensi
diharapkan dapat mengurangi kelenjar apokrin tersebut.23,40
Saat ini, tindakan intervensi minimal telah menggantikan prosedur
eksisi kulit aksila komplit. Berbagai modalitas tindakan intervensi
minimal telah dilakukan dan mengalami berberapa modifikasi yang
beragam keberhasilan dan berkurangnya komplikasi, diantaranya adalah
reseksi kulit parsial, liposuction dan kombinasi liposuction dengan
kuratase sanpai dengan penggunaan instrumen pembantu seperti
unltrasound, laser, dan versajet, serta arthoscopic shaver (tabel 1).
Tindakan minimal invasif lebih banyak dipilih dibandingkan
prosedur eksisi kulit aksila komplit disebabkan karena komplikasi yang
ditimbulkan lebih sedikit22 dan perbaikan klinis yang lebih cepat serta
angka keberhasilan yang tinggi.29 Angka keberhasilan lebih tinggi
didapatkan pada tindakan dengan mekanisme insisi transversal baik satu
maupun dua insisi dengan membalik flap dan menghilangkan kelenjar
apokrin dengan melihat secara langsung.
Pilihan laser, sebagai terapi non pembedahan, baik dengan laser
CO2, Nd:YAG 1,046 nm maupun Nd:YAG 1,444 nm telah dilakukan
untuk menggantikan tindakan invasif. Jung dkk (2014) melaporkan
penggunaan Nd :YAG 1,444 nm, dengan keberhasilan mengurangi bau
dengan penilaian baik 56%, cukup 34% dan kurang 11%. Penggunaan
CO2 dan Nd:YAG laser 1,064 nm kurang efektif mengingat target laser
tidak spesifik pada kelenjar apokrin di lapisan subkutan, selain itu, pasien
lebih sering mengalami rekurensi timbulnya bau. Laser Nd:YAG 1,444
nm dianggap lebih superior dari Nd:YAG 1,064 nm dengan adanya efek
lipolytic karena lebih terabsorbsi di lemak dibanding air. Dibandingkan
metode minimal invasif seperti liposuction atau eksisi kulit, laser
1,444nm mempunyai efek samping yang lebih kecil, namun, laser
82
Bromhidrosis
83
Bromhidrosis
Gambar 1. Diambil dari studi Yang dkk (2012). Gerakan mencubit kulit
dan membungkus kanula
Bila metode liposuction-kuretase dibandingkan efektifitasnya
dengan bedah terbuka eksisi parsial kulit aksila dan jaringan subkutan,
keberhasilan bedah terbuka lebih tinggi 91,18% dibandingkan liposuction
(80,70%), dan pasien yang merasa tidak atau sedikit perbaikan lebih
banyak pada metode liposuction (19,29%) dibandingkan bedah terbuka
(8,82%). Meskipun demikian komplikasi yang terjadi akibat tindakan
liposuction lebih kecil.22
Berbagai studi melakukan modifikasi tindakan minimal invasif
dengan menggabungkan beberapa modalitas terapi dalam satu tindakan.
Park DH (1998) membandingkan tindakan incisi transversal dengan
instrument shaving, manual shaving, intrumen dan manual shaving,17
mendapatkan hasil terbaik dalam mengurangi bau pada modalitas yang
menggabungkan incisi transversal diikuti manual shaving dan intrument
shaving (97,4%). Sedangkan Tsai dan Lin juga melaporkan
berkurangnya bau lebih baik pada teknik liposuction-kuretase (80%)
dibandingkan simple liposuction (10%). Studi Ding dan Zheng (2013)
juga melaporkan efektifitas penggabungan teknik trimming subdermal
diikuti dengan flap elevasi aksila lebih baik (97,8%) dibandingkan
trimming subdermal saja (89,3%).
84
Bromhidrosis
KESIMPULAN
Tindakan minimal invasif masih merupakan pilihan utama untuk
terapi bromhidrosis dan osmidrosis, dengan efektifitas yang bervariasi.
Tindakan minimal invasif akan semakin efektif bila dilakukan dengan
melihat langsung kelenjar apokrin yang akan dibuang. Berbagai
modifikasi yang dilakukan dengan menggabungkan beberapa modalitas
terapi secara bersamaan memberikan angka keberhasilan terapi lebih
tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kanlayavattanakul M, Lourith N. Body malodours and their topical
treatment agents. Int J Cosmet Sci 2011 Aug; 33(4): 298-311.
2. Perera E, Sinclair R. Hyperhidrosis and bromhidrosis - a guide to
assessment and management. Aust Fam Physician 2013 May; 42(5):
266-9.
3. Leyden JJ, McGinley KJ, Holzle E, Labows JN, Kligman AM. The
microbiology of the human axilla and its relationship to axillary odor.
J Invest Dermatol 1981 Nov; 77(5): 413-6.
4. Niiyama S, Aiba S, Katsuoka K, Ito Y, Sumiya N. Treatment of
osmidrosis using the ultrasonic surgical aspirator. Acta Derm
Venereol 2006; 86(3): 238-40.
5. Seo SH, Jang BS, Oh CK, Kwon KS, Kim MB. Tumescent
superficial liposuction with curettage for treatment of axillary
bromhidrosis. J Eur Acad Dermatol Venereol 2008 Jan; 22(1): 30-5.
6. Sjamsuhidajat RJ, W.D. Buku Ajar Ilmu Bedah: EGC; 2005.
7. He J, Wang T, Dong J. Excision of apocrine glands and axillary
superficial fascia as a single entity for the treatment of axillary
bromhidrosis. J Eur Acad Dermatol Venereol 2012 Jun; 26(6): 704-
9.
8. Bisbal J, del Cacho C, Casalots J. Surgical treatment of axillary
hyperhidrosis. Ann Plast Surg 1987 May; 18(5): 429-36.
9. Ding Z, Zheng J. A comparison of two different sub-dermal trimming
techniques for the treatment of axillary osmidrosis. J Plast Reconstr
Aesthet Surg 2013 Nov; 66(11): 1569-74.
10. Mao GY, Yang SL, Zheng JH. Etiology and management of axillary
bromidrosis: a brief review. Int J Dermatol 2008 Oct; 47(10): 1063-8.
11. Bechara FG, Sand M, Hoffmann K. Tumescent liposuction with
dermal curettage for treatment of axillary osmidrosis and
hyperhidrosis. Dermatol Surg 2007 Jan; 33(1): 125.
85
Bromhidrosis
86
Bromhidrosis
87
Bromhidrosis
37. Fan YM, Wu ZH, Li SF, Chen QX. Axillary osmidrosis treated by
partial removal of the skin and subcutaneous tissue en bloc and
apocrine gland subcision. Int J Dermatol 2001 Nov; 40(11): 714-6.
38. al KRHSe. Surgical Treatment of Axillary Hyperhidrosis Tretmant &
Management2014.
39. Skoog T, Thyresson N. Hyperhidrosis of the axillae. A method of
surgical treatment. Acta Chir Scand 1962 Dec; 124: 531-8.
40. Bang YH, Kim JH, Paik SW, Park SH, Jackson IT, Lebeda R.
Histopathology of apocrine bromhidrosis. Plast Reconstr Surg 1996
Aug; 98(2): 288-92.
88