Anda di halaman 1dari 10

Analisa Elaborasi Pendekatan Teologi Pedagogi Nasionalistik

Terhadap Pembelajaran PAK MultiKultural


di Era Digital Masa Kini
Oleh: Reynold Pantas Sinaga

Mahasiswa Program Studi Doktoral

Universitas Kristen Indonesia

Abstraksi

Tujuan dari penelitian ini dimaksudkan agar pembaca dapat menganalisis elaborasi
dengan pendekatan secara Teogogy Nationalistik yang digunakan oleh Dirk Kolibu, sebagai
pendekatan pembelajaran PAK dalam masyarakat multikultural. Adapun pendekatan ini
menitik-beratkan pada pemahaman dan penghayatan ajaran agama yang sesuai dengan nilai-
nilai nasionalis dan kearifan budaya lokal. Hal ini dapat memperkuat identitas keagamaan
dan kebangsaan siswa dalam konteks masyarakat multikultural. Metode penelitian yang
digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan analisis-deskriptif terhadap sebuah
topik yang akan dikaji. Pengumpulan datanya melalui studi literatur. Temuan penelitian
menunjukkan bahwa pendekatan Teogogy Nationalistik dari Dirk Roy Kolibu, berupaya
mengintegrasikan nilai-nilai nasionalisme dan semangat kebangsaan dalam proses
pembelajaran yang bernandaskan teologi (prinsip Alkitab), seperti menggunakan contoh-
contoh lokal dan mengajarkan siswa untuk menghargai keragaman budaya. Namun,
pendekatan ini perlu dielaborasi lebih lanjut agar lebih inklusif dan sensitif terhadap
keberagaman latar belakang siswa dalam masyarakat multikultural. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pendekatan teogogi nationalistik dalam pengajaran PAK telah
mengalami elaborasi yang signifikan untuk mengakomodasi keberagaman budaya dan agama
di masyarakat multikultural.

Kata Kunci: Teologi, Pedagogi, Nasionalistik, Pendidikan Kristen, Multikutural

I. Pendahuluan

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena
pendidikan merupakan suatu proses di mana individu mengembangkan kualitas terhadap
agama, ilmu pengetahuan dan moral serta mampu mengklaim dirinya sebagai manusia.
Dalam Undangundang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menyatakan: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara”. Berhasil atau tidaknya suatu pendidikan terletak pada
berbagai komponen dalam proses pendidikan. Komponen tersebut bukan saja ditentukan oleh
tujuan kompetensi guru yang mengajar dan membimbing para siswa. Dalam kegiatan belajar
dan mengajar, guru harus bertangung jawab terhadap segala tindakannya dalam pembelajaran
di sekolah dan dalam kehidupan bermasyarakat.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 1 ayat 10


Tentang Guru dan Dosen: “Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan: “Guru yang baik adalah guru yang bertanggung jawab
yang akan mampu melaksanakan tanggung jawabnya apabila dia memiliki kompetensi yang
diperlukan”. Salah satu kompetensi yang harus ditingkatkan adalah Kompetensi Pedagogik.
Kompetensi Pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran
peserta didik. Kompetensi Pedagogik merupakan salah satu kompetensi mutlak yang perlu
dikuasai guru karena guru yang tidak mempunyai kompetensi dalam mengelola pembelajaran
akan sulit mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Guru adalah orang yang berprofesi
sebagai pengajar dan pendidik terutama guru Pendidikan Agama Kristen (PAK)1.

Pendidikan Agama Kristen adalah suatu usaha untuk mempersiapkan manusia menyakini,
memahami, dan mengamalkan agama kristen itu sendiri. PAK berfungsi menumbuhkan sikap
dan perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan Iman Kristen, serta
pengetahuan tentang Pendidikan Agama Kristen dengan tujuan meningkatkan keyakinan,
pemahaman, penghayatan, agar siswa dapat mengetahui mana yang baik dan mana yang
buruk. Guru Agama Kristen dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dituntut untuk
menciptakan kelas yang menyenangkan (kondusif) agar dapat mendorong siswa untuk
melakukan kegiatan belajar agama Kristen dengan sungguh-sungguh, baik di lingkungan
yang bersifat formal maupun non-formal. Selain itu, guru juga harus mempunyai
keterampilan dan memotivasi siswa dalam meningkatkan disiplin siswa, seperti beribadah,
mematuhi semua aturan dan norma yang ada sebagai bentuk tanggung jawab siswa.

1
Kementerian Pendidikan Nasional bekerja Sama Dengan Kementerian Agama RI, “Undang-undang Pendidikan Nasional”, Jakarta:
Perpustakaan Nasional, 2005.
II. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode kualitatif dengan
pendekatan studi pustaka, dengan pendekatan analisis mendalam terhadap satu bacaan.
Metode kualitatif terkait dengan nilai dari sebuah penelitian. Sehingga, pelaporan hasil
penelitian kualitatif itu biasanya fleksibel dan tidak terikat, karena dipengaruhi oleh nilai.
Sehingga, penekanannya lebih kepada proses, dengan melihat bagaimana fakta, realita,
gejala, dan peristiwa yang terjadi 2. Letak utama dalam makalah ini adalah menganalisis
elaborasi pendekatan Teogogy nationalistik sebagai pendekatan belajar PAK dalam
masyarakat multikultural.

III. Isi
III.1. Pembahasan

A. Teologi dan Pedagogi


Teologi berasal dari bahasa Yunani yaitu θεος, theos, yang berarti Tuhan", dan λογος
logos, λογια, logia, "kata-kata," Firman (Kalam), "ucapan," atau "wacana" Dengan
demikian, teologi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan
keyakinan beragama atau ilmu tentang Tuhan. Teologi meliputi segala sesuatu yang
berhubungan dengan Tuhan. Istilah teologisasi merujuk pada kecenderungan untuk
menggunakan sudut pandang teologis dalam memperbincangkan dan mendiskusikan segala
permasalahan tentang Tuhan dan manusia 3. Sejauh ini, ilmu teologi itu merujuk kepada hal-
hal yang ilahi berdasarkan Kitab Suci. Dalam kekristenan, teologi dipahami sebagai sebuah
keyakinan bahwa Allah bertindak melalui firman-Nya di dalam Yesus Kristus yang
menggenapi hukum-Nya, janji-Nya dengan umat Israel 4. Mula-mula teologi dipahami hanya
sekadar membahas mengenai Allah, kemudian seiring berjalannya waktu arti dan maknanya
semakin luas, dengan mengartikan teologi berarti membahas keseluruhan ajaran dan praktik
Kristen di dalam terang kebenaran firman Allah, termasuk kaitannya dengan Pendidikan
Agama Kristen5. Singkatnya, teologi adalah refleksi tentang Allah, yaitu suatu usaha untuk
mengenal Allah, kehendak-Nya, misi penebusan-Nya yang diamanatkan-Nya kepada dan

2
J.R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya , Jakarta: Grasindo, 2010, hlm 61-80.
3
B.F. Drewes, Julianus Mojau, 2006. Apa itu Teologi?, Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm.17.

4
B.F.Drewes & Julianus Mojau, Apa itu Teologi?: Pengantar ke dalam Ilmu Teologi, Jakarta: hlm 19-21
5
Darsono Ambarita, Perspektif Misi dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Medan: Pelita Kebenaran Press, 2018, hlm 10-11.
melalui gereja-Nya. Teologi berarti suatu ilmu yang mempercakapkan keilahian Allah dan
seputar dasar-dasar iman Kristen/ajaran Kristen yang berlandaskan Alkitab.

Pedagogik merupakan ilmu yang mengkaji bagaimana membimbing anak,


bagaimana sebaiknya pendidik berhadapan dengan anak didik, apa tugas pendidik dalam
mendidik anak, apa yang menjadi tujuan mendidik anak.

Pedagogik berasal dari kata Yunani “παεδος” paedos, yang berarti anak laki-laki,
dan “αγογος” agogos artinya mengantar, membimbing. Jadi pedagogic secara harfiah berarti
pembantu anak laki-laki pada jaman Yunani kuno, yang pekerjaannya mengantarkan anak
majikannya ke sekolah. Kemudian secara kiasan pedagogik adalah seorang ahli, yang
membimbing anak kearah tujuan hidup tertentu 6. Langeveld (1980), membedakan istilah
“pedagogic” dengan istilah “pedagogi”. Pedagogic diartikan dengan ilmu pendidikan, lebih
menitik beratkan kepada pemikiran, perenungan tentang pendidikan. Suatu pemikiran
bagaimana kita membimbing anak, mendidik anak. Sedangkan istilah pedagogi berarti
pendidikan, yang lebih menekankan pada praktek, menyangkut kegiatan mendidik, kegiatan
membimbing anak7.

Pedagogic merupakan suatu teori yang secara teliti, krisis dan objektif,
mengembangkan konsep-konsepnya mengenai hakekat manusia, hakekat anak, hakekat
tujuan pendidikan serta hakekat proses pendidikan. Walaupun demikian, masih banyak
daerah yang gelap sebagai “terraincegnita” (daerah tak dikenal) dalam lapangan pendidikan,
karena masalah hakekat hidup dan hakekat manusia masih banyak diliputi oleh kabut misteri.

Pedagogi, adalah education (pendidikan), istilah bahasa Inggris saat ini di belahan
dunia pengguna bahasa Inggris yang merujuk pada konteks keseluruhan dari instruction,
learning, dan operasi-operasi aktual yang terlibat di dalamnya. Di belahan dunia berbahasa
Inggris istilah pedagogy merujuk pada sains atau teori mendidik (the science or theory of
educating)8.

Sadulloh Uyoh. dkk. 2011. Pedagogika, Bandung: Alfabeta, hlm 32.


6

7
G. Soegisman, “Pelaksanaan dan Persoalan Pendidikan Agama Kristen di Sekolah-Sekolah Dalam Persekutuan Gereja; Strategi
Pendidikan Agama Kristen”: Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1989, hlm 50-52.
8
J. M. Nainggolan, “PAK dalam Masyarakat Majemuk”: Bandung, 2009, Bina Media Informasi, hlm 29-33.
B. Pemahaman Teologi Nasionalistik (Nasionalisme)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, nasionalisme diartikan sebagai paham atau ajaran
untuk mencintai bangsa dan negara sendiri9. Selain itu nasionalisme mengandung makna kesadaran
keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai,
mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran serta kekuatan bangsa
tersebut10. Kata nasionalisme itu sendiri secara etimologis, berasal dari bahasa latin yaitu natio yang
berarti bangsa yang dipersatukan karena kelahiran. Kata natio ini berasal dari kata nascie yang berarti
dilahirkan. Kata tersebut memberikan makna sekelompok orang yang berasal dari keturunan dan
rumpun yang sama. Oleh sebab itu, jika makna tersebut dihubungkan secara objektif, maka pada
umumnya yang dikemukakan adalah bahasa, ras, agama, peradaban, wilayah, negara, dan
kewarganegaraan11. J.E. Renan dan Otto Bouwer yang menganut aliran nasionalisme mengungkapkan
bahwa munculnya suatu bangsa atas dasar kemanusiaan. Namun penekanan pada faktor kemanusiaan
tersebut berbeda. Renan menekankan bahwa suatu bangsa hadir karena adanya suatu dorongan yang
kuat untuk bersatu, sedangkan Bouwer menekankan pada kesadaran akan persamaan nasib yang harus
diperjuangkan secara bersama-sama12. Berbagai upaya dilakukan oleh para ahli untuk menjelaskan
definisi mengenai nasionalisme. Ernest Gellner dalam bukunya “Nation and nationalism” menyatakan
bahwa nasionalisme pertama-tama merupakan suatu prinsip legitimasi politik, yang meyakini bahwa
dalam suatu negara, kesatuan politik dan kesatuan nasional harus berjalan seimbang. Nasionalisme
sebagai sentimen, atau sebagai sebuah gerakan, paling tepat didefinisikan dalam konteks prinsip ini.
Sentimen nasionalis adalah rasa marah yang timbul akibat pelanggaran prinsip ini, atau rasa
puas karena prinsip ini dijalankan dengan baik 13. Gellner mendefinisikan gagasan mengenai
bangsa dalam dua bagian, diantaranya yang pertama, bangsa sebagai suatu kondisi di mana
dua orang dari bangsa yang sama, memiliki budaya yang sama, yang mana budaya tersebut
mencakup sistem ide, tanda-tanda (simbol) dan cara bertingkah laku serta berkomunikasi.
Kedua, mengakui bahwa mereka terikat oleh persaudaraan atas dasar kebangsaan. Definisi
nasionalisme menurut Gellner didasarkan pada dua hal, yakni negara dan bangsa. Gellner
menegaskan bahwa sulit membayangkan bangsa tanpa negara, maksudnya, bangsa seperti
negara sama-sama memiliki sejarah, Namun bukan sejarah yang sama14.

Sikap dari kekristenan dalam menghargai bangsa dan negaranya adalah suatu
perintah Tuhan yang dituangkan dalam kebenaran Alkitab, sebagai bagian yang harus
dilaksanakan untuk kepentingan bersama. Hal itu dapat juga disejajarkan dalam
9
Suharso dan Ana Retnoningsih, “Kamus Besar Bahasa Indonesia” , Semarang: Penerbit Widya Karya, 2011,hlm 333.
10
Hasan Al-Banna, “Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin”, terj. Anis Matta, dkk , Surakarta: Era Intermedia, 2009, hlm. 37-40.
11
Ali Maschan Moesa, “Nasionalisme Kiai Konstruksi Sosial Berbasis Agama” ,Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, 2007, hlm 28-29.
12
Hendro Muhaimin et al., “Prosiding Kongres Pancasila VI”, Yogyakarta: Pusat Studi Pancasila, 2014, hlm 485.
13
Ernest Gellner, “Nation And Nationalism”, Ithaca, New York: Cornell University Press, 1983, hlm 1.
14
Ernest Gellner, “Nation And Nationalism” hlm 5-7
mengaktualisasi nilai nasionalisme yang idendik dan terkandung sebagai tindakan
keharusan bagi setiap warganegara Indonesia, termasuk orang percaya. Karena
kebijakan sikap dalam mengaktualisasi nasionalisme adalah sebuah konsekuensi logis
yang harus dikerjakan15. Sikap orang percaya terhadap kepedulian akan bangsanya yang
di dasari dari nilai kebenaran Alkitab dapat mempengaruhi kondisi keamanan bangsa,
karena kekristenan mengajarkan penundukan kepada pemerintah karena pemerintah
ditetapkan oleh Allah, dengan demikian terwujud kerukunan16.

Seperti yang disampaikan oleh Yonatan Alex Arifianto bahwa Kekristenan juga
dituntut bukan sekadar menjadi bagian dari penduduk dan kota atau tempat tinggal
yang dipercayakan namun juga diminta untuk mengusahakan kesejahteraan bagi
kota dimana ia tinggal dengan terus berdoa karena hal itu merupakan tindakan aktif dalam
membangun kebersamaan dalam mengusahakan kerukunan yang berkaitan dalam
mengandalkan Tuhan (Yer. 29:7; Gal. 6:10)17.

C. PAK Multikultural

Pendidikan agama Kristen merupakan usaha sadar dan terencana yang dilakukan
dalam rangka membimbing seseorang pada pengenalan akan Allah sehingga boleh bertumbuh
dalam iman kepada Yesus Kristus Alkitab dan atas penyertaan Roh Kudus boleh
mewujudnyatakan imannya melalui tindakan sehari hari yang berdasarkan pengajaran
Alkitab. Tujuan utama dari pendidikan agama kristen adalah agar manusia memiliki relasi
yang benar dengan Tuhan dan mewujudkannya dalam interkasi sosial dengan sesama, dalam
hal ini dapat hidup bersama saling menerima dalam pelbagai perbedaan yang tajam.
Pendidikan agama Kristen berperan untuk memberikan pemahaman dan kesadaran yang
penuh terhadap setiap orang terlebih khusus warga gereja18.

Pendidikan Agama Kristen wajib menyampaikan warisan rohani gereja, yang telah
diamanatkan oleh Tuhan sendiri. Anak-anak muda biasanya tidak mulai mempelajari agama
15
Yonatan Alex Arifianto and Asih sumiwi Rachmani, “Peran Roh Kudus Dalam Menuntun Orang Percaya Kepada Seluruh
Kebenaran Berdasarkan Yohanes 16 : 13,” Jurnal Diegesis 3, no. 1, 2020, hlm 1–12.

16
Yonatan Arifianto, “Deskripsi Sejarah Konflik Horizontal Orang Yahudi Dan Samaria,” PASCA : Jurnal Teologi Dan Pendidikan
Agama Kristen 16, no. 1, May 29, 2020, hlm 33–39, https://doi.org/10.46494/psc.v16i1.73.

17
Yonatan Alex Arifianto, “Pentingnya Pendidikan Kristen Dalam Membangun Kerohanian Keluarga Di Masa Pandemi Covid -19,”
Regula Fidei Jurnal Pendidikan Agama Kristen 5, no. 2, 2020, hlm 94 –106.

18
F. M Boiliu, “Peran Pendidikan Agama Kristen Sebagai Strategi Dalam Menangkal Radikalisme Agama di Indonesia”. Jurnal:
Rontal Keilmuan PKn vol 6/No 02, 2021, hlm 38-51.
Kristen dengan cara belajar seperti yang dipakai di sekolah, melainkan dalam rumah tangga
orangtuanya sejak kelahirannya mereka didik dalam suasana Kristen dan belajar mengasihi
Tuhan Yesus dan percaya kepadannya. Dengan sendirinya dengan berangsur-angsur mereka
diperkenalkan dengan isi dan praktek kepercayaan kita secara orang Kristen. Kemudian,
apabila mereka sudah lebih besar, barulah mereka akan dididik lebih lanjut dengan jalan
dengan pengajaran tentang Alkitab dan pengakuan resmi dari Gereja. Hakikat Pendidikan
Agama Kristen adalah usaha yang dilakukan secara terus-menerus, dalam rangka
mengembangkan kemampuan pada siswa agar dengan pertolongan Roh Kudus dapat
memahami dan menghayati kasih Allah di dalam Yesus Kristus yang dinyatakannya dalam
kehidupan sehari-hari, terhadap sesama dan lingkungan hidupnya19.

Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan


seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang
menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman, dan berbagai macam budaya
(multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem,
budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut. Multikulturalisme adalah suatu posisi
multikultural untuk menjawab perbedaan yang berkaitan dengan rasial, golongan
sosialekonomi, gender, bahasa, budaya, jenis kelamin, dan ketuhanan. Dalam konteks
kemajemukan dan heterogenistik agama, maka agama Kristen tidak bisa acuh tak acuh
dengan keanekaragaman agama disekitarnya. Karena itu, Hans Kung dalam tulisan Pinnock
berkata: ”For the first time in world history it is impossible for any one religion to exist in
splended isolation and ignore the others” 20. Untuk pertama kali dalam sejarah dunia, adalah
mustahil bagi satu agamapun berada dalam keterpisahan dan mengabaikan agama-agama
lain. Pendidikan Agama Kristen memiliki peranan yang sangat penting bagi generasi
muda/anak didik baik di Gereja maupun di Sekolah yang hidup dalam konteks pluralistik.
Bukan hanya mendidik untuk mengerti imannya secara sadar (bukan dihafal) tetapi juga
mampu melihat agama lain secara obyektif tanpa harus terpengaruh. Ini akan menolong anak
didik untuk melihat secara tajam kekhasan iman Kristen dan sekaligus belajar dari cara
pandang iman lain.

D. Relevansi

19
E. G Homrighausen, Pendidikan Agama Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2013, hlm 25-28.
20
E. G Homrighausen, Pendidikan Agama Kristen, hlm 55- 58
III.2. Kajian Teologis Nasionalistik terhadap Pembelajaran PAK
Multikultural di Era Digital Masa Kini.

Nasionalisme adalah sebuah ungkapan yang mempunyai banyak penafsiran, diantaranya


adalah: nasionalisme diartikan sebagai ungkapan rasa cinta tanah air, nasinalisme juga
diartikan sebagai keharusan berjuang membebaskan tanah air dari cengkeraman
imperialisme, menanamkan makna kehormatan dan kebebasan dalam jiwa putra-putra
bangsa. Nasionalisme juga diartikan memperkuat ikatan kekeluargaan antara anggota
masyarakat atau warga negara serta menunjukkan kepada mereka cara-cara memanfaatkan
ikatan itu untuk mencapai kepentingan bersama. Nasionalisme juga diartikan membebaskan
negeri-negeri lain dan menguasai dunia. Adapun batasan nasionalisme tersebut berbeda, ada
yang membatasinya sesuai dengan teritorial wilayah negara dan batas-batas geografis, dan
ada yang membatasinya dengan batasan aqidah. Batasan dengan menggunakan barometer
aqidah ini memandang setiap orang yang seaqidah adalah mempunyai nasionalisme yang satu
yang tidak dibatasi oleh teritorial wilayah tertentu21.

Kolibu berpendapat bahwa teogogi nasionalistik adalah bidang studi yang membahas
tentang doktrin fundamental dalam pembangunan suatu bangsa. Berdasarkan teologi yang
dianut, suatu bangsa akan menemukan jati dirinya sebagai bangsa yang mempunyai karakter
tersendiri tanpa memandang perbedaan sebagai sebuah ancaman, baik itu perbedaan agama,
suku, budaya dan sebagainya.22 Kolibu juga menyebut bahwa baik teologi dan Pedagogi
multikultural merupakan dua bidang yang saling berkelindan, berinteraksi dan saling
melengkapi, menghargai keberagaman budaya, suku, agama dalam masyarakat
multikultural23. Teologi dan Pedagogi sama-sama mempunyai muatan “gerakan perubahan”,
di satu sisi, teologi berkaitan dengan transformasi spiritualitas, moralitas dan relasional
dengan Tuhan sedangkan pedagogi berkaitan dengan transformasi fisik dan pikiran (akal
budi). Kolibu menambahkan bahwa teologi dan nasionalisme itu merupakan kerangka
fundamental yang secara inheren membentuk naradidik yang seturut dengan kehendak
Tuhan, sedangkan Pedagogi nasionalisme mengacu pada ilmu atau seni mengajar dengan
sasaran khalayak umum, yang dinilai berperan penting dalam menanamkan dan
menumbuhkan rasa nasionalisme24. Landasan pedagogi nasionalistik yaitu mengedepankan

21
Muhammad In’am Esha,”Teologi Islam; Isu-isu Kontemporer”, Malang, UIN Press, 2008, hlm. 13.
22
Bnd. Sioratna Puspita Sari & Jessica Elfani Bermuli, “Etika Kristen dalam Pendidikan Karakter dan Moral Siswa di Era
Digital,” dalam Diligentia: Journal of Theology and Christian Education, Vol.2, No.1, (2021): hlm 46-63.
https://ojs.uph.edu/index.php/DIL/article/view/2782
23
Dirk Roy Kolibu, “Teogogy Nationalistic: An Interaction Model of Christian Religious Education in a Multicultural Society in
the Digital Era,” hlm 4204.
24
Dirk Roy Kolibu, “Teogogy Nationalistic”, hlm 4204.
konsep kemanusiaan sebagai penyelenggara pendidikan atau pedagogi di ruang publik yang
berkorelasi dengan teologi, yang bernandaskan Alkitab. Dalam hemat penulis, teologi itu
adalah dasar (pengajarannya), sedangkan pedagogi adalah “alat” untuk mengejawantahkan
ajaran Firman Tuhan dengan jiwa nasionalistik di era multikultural di Indonesia.Pedagogi
multikultural harus selalu dikomunikasikan kepada naradidik sebagai cara pandang untuk
menghargai perbedaan agama, praktik keagamaan, melibatkan penggunaan bahan ajar yang
terintegrasi dalam model pedagogi multikultural yang akan menciptakan lingkungan belajar
inklusif bagi semua peserta didik dan tentunya juga hendaknya berlandaskan teologi
(Alkitab)25. Nasionalisme menuntut adanya perwujudan nilai-nilai dasar yang berorientasi
kepada kepentingan bersama dan menghindarkan segala legalisasi kepentingan pribadi yang
merusak tatanan kehidupan bersama. Suatu bangsa hanya dapat muncul apabila terdapat
keinginan untuk hidup bersama, adanya jiwa dan pendirian rohaniah (sebagai umat
beragama), adanya perasaan kesetiakawanan yang besar yang terbentuk bukan disebabkan
oleh persamaan ras, bahasa, agama, melainkan karena pengalaman-pengalaman historis yang
menjembatani kesediaan untuk berkorban bersama26.
Jika ditinjau dari masyarakat Indonesia sendiri sebagai masyarakat multikultural atau
majemuk, pluralitas sangat penting untuk dijunjung tinggi demi terciptanya masyarakat yang
damai dimana rasa saling menghargai, gotong royong dan kerukunan hidup dapat terwujud
dengan baik. Kreasi dan toleransi di tengah masyarakat untuk mewujudkan rasa persaudaraan
dalam NKRI. Pendidikan adalah salah satu cara terpenting untuk mencegah dan memerangi
konsep radikalisme dan dampak negatifnya. Pendidikan memberi peserta didik kesempatan
untuk mandiri, kritis dan berpikiran terbuka, memiliki petualangan intelektual dan menjawab
serta memecahkan masalah dunia nyata yang mereka hadapi. Tugas pendidikan adalah
membawa orang ke dalam kontak kritis dengan dunia. Tujuan dari pelatihan ini adalah untuk
meningkatkan kesadaran akan realitas. Pelatihan adalah pencarian rangsangan yang tepat
untuk memperoleh tanggapan yang sesuai. Pendidikan menghasilkan peserta didik dan
masyarakat yang kritis. Karena pendidikan merupakan cara penting untuk mendorong
pendidikan multikultural, maka pembelajaran PAK melibatkan kehadiran dan pengamalan
keyakinan seseorang di tengah-tengah lingkungannya. Sekolah PAK harus mengarah pada
perubahan baik pengetahuan maupun keyakinan27.

IV. Kesimpulan
25
Dirk Roy Kolibu, “Teogogy Nationalistic, hlm 4206.
26
Anggraeni dan Faturochman, “Nasionalisme”, dalam Buletin Psikologi, Vol. XII, No. 2, Desember 2004, hlm 66.
27
Hasugian, J. W., Kakiay, A. C., Sahertian, N. L., & Patty, F. N. (2022) “Panggilan untuk Merekonstruksi Strategi Pendidikan
Agama Kristen yang Kontekstual dan Inovatif. Jurnal Shanan, 6(1), hlm 45–70. https://doi.org/10.33541/shanan.v6i1.3707
Adapun kesimpulan yang penulis dapatkan adalah:
 Bahwa analisa Teogogi Nasionalistik mengacu kepada meningkatnya jati diri sebagai
bentuk pengembangan kepribadian bangsa yang menghargai perbedaan kultur budaya
lokal
 Adanya sikap saling menghormati dan sikap saling melengkapi kebudayaan lokal
sebagai bentuk keberagaman.
 Memadukan konsep Teologi Kristen dengan Kearifan Lokal sebagai bentuk
pembekalan peserta didik untuk menciptakan kebersamaan yang harmonis dan
terbuka akan budaya lokal.

Anda mungkin juga menyukai