Hubungan
No Al-Ghazali Ibn Rusyd
sebab-akibat
1. Mu’jizat
2. Akal
3. Kebiasaan (al-‘adat)
4. Keniscayaan
Dalam karyanya Tahâfut al-Tahâfut, Ibnu Rusyd mengkritik apa yang telah
dikemukakan oleh Al-Ghazali tentang hubungan sebab-akibat serta
kaitannya dengan perkara yang menyimpang dari kebiasaan dan mukjizat
nabi. Berikut ini dikemukakan bantahan Ibnu Rusyd tersebut.
1. Terdapat hubungan yang dharuriy (pasti) antara sebab dan akibat
Berbeda dengan Al-Ghazali, Ibnu Rusyd berpendapat bahwa antara sebab
dan akibat atau kausalitas terdapat hubungan keniscayaan. Pengingkaran
akan adanya sebab, yang melahirkan adanya musabab atau akibat,
merupakan pernyataan yang tidak logis. Karena itu, menurut Ibnu Rusyd,
para mutakalimin termasuk Al-Ghazali sebenarnya mengatakan sesuatu
yang berlawanan dengan hati nurani mereka. Adapun pernyataan bahwa
sebab itu berpengaruh secara efektif dengan sendirinya terhadap lahirnya
suatu akibat atau efektivitas, pengaruh tersebut disebabkan hal lain, baik
secara langsung maupun tidak langsung, merupakan permasalahan yang
memerlukan kajian mendalam.
Selanjutnya, Ibnu Rusyd menyatakan bahwa pada suatu benda atau segala
sesuatu yang ada di alam ini memiliki sifat dan ciri tertentu, yang disebut
dengan sifat zâtiyah. Dalam arti bahwa untuk terwujudnya sesuatu keadaan
mesti ada daya atau kekuatan yang telah ada sebelumnya. Bagaimana
seseorang, kata Ibnu Rusyd, bisa mengingkari adanya sebab terhadap
musabab, padahal segala yang mawjũd ini tidak bisa dipahami, kecuali
dengan mengenali sebab-sebab zâtiyat. Tanpa sebab-sebab zâtiyat ini tidak
bisa dibedakan antara satu mawjũd dengan mawjũd yang lain. Seperti api
memiliki sifat zatiyat, yakni membakar. Air memiliki pula sifat zâtiyat-nya,
yakni membasahi. Sifat membakar dan membasahi inilah yang
membedakan antara api dan air. Jika tidak ada sifat tertentu bagi tiap-tiap
mawjũd, maka tentu api dan air menjadi sama saja. Sudah barang tentu, kata
Ibnu Rusyd, hal ini adalah suatu kemustahilan.