Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu : Sri Mutiara, M.Pd
Disusun Oleh :
Tri Hidayani 232712010013
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Allah Ta'ala, karena atas karunia dan petunjuk-Nya,
kelompok kami dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “Kemukjizatan Al-
Qur’an” dalam memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Linguistik .Shalawat serta salam semoga
tetap terlimpah curah kepada baginda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, kepada keluarganya,
para sahabatnya, serta umatnya yang senantiasa berpegang teguh pada ajarannya hingga akhir zaman.
Kami mengucapkan banyak terima kasih terutama kepada dosen yakni Sri Mutiara, M.Pd. yang
telah memberikan tugas dan ilmunya kepada saya.
Penulisan makalah ini sangat penting untuk diketahui terutama kepada para mahasiswa/i, harus
memperhatikan berbagai aspek, salah satunya adalah Kemukjizatan Al-Qur’an
. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua. Amiin
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................ ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 1
C. Tujuan ....................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 4
A. Kemukjiztan Alquran ................................................................................................ 4
B. Kemukjizatan Al- Quran Pada Masa Nabi Muhammad SAW .................................... 8
C. Kemukjizatan dari segi bahasa ................................................................................... 14
D. Pemahaman Modern tentang kemukjizatan Al-Quran ................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................. 30
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kemukjizatan Al-Qur’an, jika berbicara mengenai mukjizat tak jarang dari kita
menghubungkanya dengan hal yang luar biasa, seperti halnya mukjizat Nabi Musa, mukjizat itu
menampakan betapa luar biasa tongkatnya Nabi Musa yang dapat berubah menjadi ular, lebih-
lebih mukjizat Allah yang diberikan oleh Nabi Muhammad Saw yang berupa Al-Qur’an dan
merupakan kitab suci umat islam. Yang mana kemukjizatan Al-Qur’an ini masih diberlakukan
sampai saat ini tidak seperti mukjizat-mukjizat lain yang hanya berlaku pada masanya saja.
Kemukjizatan Al-Qur’an yang Allah berikan kepada Nabi Muhammad, merupakan salah satu
bukti akan kenabian Nabi Muhammad dan bukti akan kebenaran ajaran Islam. Kemukjizatan Al-
Qur’an ini seharusnya dapat menambah dan meningkatkan keimanan, ketakwaan dan rasa
syukur kita kepada Allah Saw karena dengan kemukjizatan ini kita diberi petunjuk untuk
mengarungi kehidupan ini dengan penuh kebenaran yang langsung dari Allah melalui Al-Qur’an
tersebut.
2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan penyusun bahas dalam makalah ini:
1. Apa Pengertian Al-Qur’an dan Mukjizat ?
2. Bagaimana kemukjizatan Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad Saw ?
3. Bagaimana kemukjizatan Al-Qur’an dari segi bahasa ?
4. Bagaimana pemahaman modern tentang kemukjizatan Al-Qur’an ?
3. Tujuan Masalah
Adapun tujuan dalam membahas masalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Pengertian Al-Qur’an dan Mukjizat
2. Kemukjizatan Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad Saw
3. Bagaimana kemukjizatan Al-Qur’an dari segi bahasa
4. Bagaimana pemahaman modern tentang kemukjizatan Al-Qur’an
1
BAB II
KEMUKJIZATAN AL-QUR’AN
A. Kemukjizatan Al-Qur’an
1. Pengertian Mukjizat
Secara langsung baik Al-Qur’an maupun Hadits Nabi Saw, tidak ada yang
menyinggung masalah mukjizat. Istilah mukjizat belum terdengar sejak era kenabian
hingga era sahabat. Istilah ini baru muncul pada masa-masa kodifikasi ilmu-ilmu agama
(khususnya ilmu akidah atau ilmu kalam), sekitar akhir abad ke-2 H dan permulaan abad
ke-3 H. Oleh karenanya Al-Qur’an ketika menceritakan suatu mukjizat sebagai bukti dari
kebenaran ajaran yang dibawa seorang nabi tidak menggunakan kata (al-mu’jizah),
melainkan dengan menggunakan kata-kata yang lain, seperti kata (al-ayah) sebagaimana
yang terdapat dalam ayat berikut ini:
“Mereka bersumpah denagn anama Allah dengan segala kesungguhan, bahwa
sungguh jika datang kepada mereka suatu mukjizat, pastilah mereka beriman kepada-
Nya. Katakanlah: “Sesungguhnya mukjizat-mukjizat itu hanya berada disisi Allah”. Dan
apa yang membaritahukan kepadamu apabila mukjizat datang, mereka tidak akan
beriman ?” (QS. Al-An’am(6): 109)
Kata Al-Bayyinah juga menjadi alternatif lain yang digunakan Al-Qur’an untuk
menunjukan makna mukjizat, sebagaiman yang terlihat pada ayat:
“Sesungguhnya telah datang bukti yang yang nyata kepadamu dari Tuhanmu.
Unta betina Allah ini menjadi tanda bagimu.” (QS. Al-A’raf (7): 73).
Ulama juga menamakan potongan-potongan surat dari Al-Qur’an dengan nam al-
ayah (ayat), seperti dalam sebuah ayat disebutkan:
“Ayat mana pun yang kami naskh (salin/ganti), atau kami jadikan (manusia) lupa
kepadanya, kami datangkan yang lebih baik dari padanya atau yang sebanting
dengannya.” (QS. Al-Baqarah (2) 106)
Selain makna tersebut, kata al-ayah juga memiliki makna suatu tanda (al-alamah)
yang jelas, yang menunjukan wujudnya Allah Swt. Dan sifat keesaan-Nya, sebagaimana
yang terdapat dalam Al-Qur’an:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam
dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”. (QS. Ali Imran (3)
109).
Sebagaimana kendala dan alasan yang terdapat dalam kata al-ayah, kata-kata
lainnya juga tidak dipakai ketika mengungkapkan kata mukjizat. Setelah mengalami
2
pergeseran penggunaan kata dari al-ayah, al-burhan dan lainnya menuju kata al-mu’jizah,
kemudian ulama menetapkan definisi dari kata al-mujizah.
Secara bahasa, kata al-mu’jizah merupakan derivasi dari akar kata (a’jaza) atau
(ajjaza), yang berarti melemahkan, lawan kata dari (al-qudrah) yang bermakna mampu.
Sedangkan huruf (ha) atau (ta’marbuthah) dari kata al-mu’jizah ditambahkan dengan
tujuan untuk memperkuat maknanya (al-mubhalaghah).
Ulama kemudian memberikan suatu definisi dari mukjizat dengan ungkapan
“Sesuatu yang tidak sesuai dengan kebiasaan pada umumnya dan diciptakan oleh Allah
Swt. Dan diperlihatkan melalui utusan-Nya sebagai bukti dari pengakuan atas kenabian
dengan disertai sebuah tantangan yang tidak ada seorangpun yang bisa menandingi.”
Dengan ungkapan lain, mukjizat merupakan suatu hal yang tidak sesuai dengan
sunahtullah, yang telah dipersiapkan oleh Allah Swt. Dengan sedemikian rupa dan tidak
ada dalam area hukum kuasalitas (sebab-akibat), serta tidak ada seorang pun yang bisa
menciptakannya meskipun dengan berbagai usaha dan cara yang ditempuhnya. Mukjizat
merupakan suatu anugrah dari Allah Swt, yang diberikan kepada utusan-Nya sebagai
bukti atas kebenaran risalah yang dibawanya.
Dengan melihat pengertian dan penjelasan diatas, dalam tatanan realitasnya
mukjizat tampak sekilas mirip dengan sihir. Yang membedakan sihir dengan mukjizat
adalah usaha-usaha yang dilakukan oleh ahli sihir untuk menghasilkan suatu kekuatan
yang luar biasa. Usaha-usaha ini merupakan sebab yang bisa menghasilkan kekuatan atau
kemampuan yang tak lazim. Oleh karenanya sihir bisa tampak dengan adanya sebuah
hukum kuasalitas dan dapat diperoleh oleh siapa pun yang melakukan usaha-usaha
tersebut.
Menurut Al-Suyuthi, mukjizat dapat dibagi kedalam dua kelompok, mukjizat yang
kasat mata dan mukjizat yang hanya bisa ditemu dengan akal. Mukjizat seorang nabi yang
diutus kepada kaum bani israil lebih banyak yang kasat mata karena bodoh dan kurang
tajamnya mata hati mereka, sedangkan mukjizat Nabi Muhammad Saw. Yang diutus
kepada umat islam lebih banyak yang berupa penalaran akal karena kecerdasan umatnya
yang diatas rata-rata dan kesempurnaan akalnya. 1
2. Pengertian Al-Qur’an
Al-Qur’an sebagai kitab suci merupakan kumpulan wahyu allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad Saw, untuk disampaikan kepada umat manusia, sebagai
1
Forum Karya Ilmiah Raden Purna Siswa 2011 , Al-Qur’an Kita. (kediri; Lirboyo press,2011) hal 77
3
pedoman dan pandangan hidup dalam mencapai kebahagiaan dan kerodhaan Allah
didunia dan diakhirat.
Pengertian Al-Qur’an Menurut Bahasa
kata Al-Qur’an ditinjau dari asal bahasanya terdapat beberapa pendapat,
antara lain:
a) Menurut pendapat Al-Asy’ari dan beberapa golongan yang lain; kata “Quran”
berasal dari kata “Qorona” yang berarti “menggambungkan”.
b) Menurut pendapat para Qurro; kata “Quran” berasal dari kata “Qoroo-in” yang
berarti “Qorina”. Maksudnya; bahwa ayat-ayat Al-Qur’an yang satu dengan
lainnya saling membenarkan.
c) Menurut pendapat Az-Zajjaj kata “Quran” sewazan dengan kata “Fu’laan”
yang berasal dari kata “Qori” atau “Quro” yang berarti “mengumpulkan atau
himpunan”. Maksudnya; bahwa Al-Qur’an mengumpulkan ayat-ayat dan
surat-surat, serta menghimpun intisari dari ajaran Rasul-rasul yang diberi kitab
suci terdahulu.
d) Menurut pendapat yang termasyhur; kata “Quran” berasal dari kata “Qoroa”
yang berarti “bacaan”. Pendapat ini diambil dengan berdasarkan ayat Al-
Qur’an;
”Sesungguhnya kami yang mengumpulkannya (didadamu) dan (membuatmu
pandai) membacanya, lalu ikutilah bacaan itu. (Al-Qiyamah 17-18).
Pengertian Al-Qur’an Menurut Istilah
Pengertian Al-Qur’an menurut istilah ialah “kalamullah yang diwahyukan
kepada Nabi Muhammad Saw, sebagai mukjizat dengan menggunakan bahasa
arab yang mutawati, diawali dengan surat Al-fatihah dan diakhiri surat An-Naas,
serta membacanya termasuk ibadah.
Imam Jalaluddin Asy-syuyuthi memberikan pengertian:
“Al-Qur’an adalah kalamullah/firman Allah, diturunkan kepada Nabi
Muhammad Sa. Untuk melemahkan orang-orang yang menentangannya sekalipun
dengan surat yang terpendek, membacanya termasuk ibadah.”
Sedangkan Dr. Subhi Al-Salih yang dikutip Drs. Musjfuk Zuhdi,
memberikan pengertian:
“Al-Qur’an adalah firman Allah Swt yang merupakan mukjizat, yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw yang ditulis dalam mushaf-mushaf, yang
diriwayatkan secara mutawatirdan dianggap ibadah membacanya”.
4
Dari kedua pengertian tersebut dapat diambil pengertian bahwa Al-Qur’an adalah:
a) Kalamullah, yaitu firman-firman allah yang diwahyukan, lafadznya bukan berasal
dari perkataan Nabi Muhammad sendiri. Sedangkan kalamullah yang diturunkan
tetapi lafadnya berasal dari Nabi Muhammad sendiri yang berupa Hadis Qudsi
tidaklah dinamakan Al-Qur’an, membacanya tidak termasuk ibadah. Demikian
juga kalamullah yang diturunkan kepada rasul-rasul sebelumnya tidak dinamakan
Al-Qur’an.
b) Al-kitab, yaitu kitabullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw yang
pengertian istilahnya sama dengan Al-Qur’an.
c) Mukjizat, yaitu suatu peristiwa atau keistimewaan yang berada diluar jangkauan
akal pikiran manusia pada umumnya, yang menjadi bukti kerasulan seorang Nabi,
untuk melemahkan orang-orang yang mengingkari Allah dan Rasul-Nya.
d) Mushaf, yaitu tulisan ayat-ayat Al-Qur’an yang ditulis oleh sekertaris-sekertaris
Nabi Muhammad Saw. Baik dikulit-kulit binatang, pelapah kurma, batu-batu
lamping, tulang binatang, kayu, atau lainnya dan belum terkumpul seperti yang ada
sekarang.
e) Membacanya adalah ibadah, yaitu orang-orang yang membaca kitab suci Al-
Qur’an, baik mengerti makna dan maksudnya atau tidak mengerti adalah mendapat
pahala. 2
2
Moh. Chadziq Charisma, Tiga Aspek Kemukjizatan Al-Qur’an 1991 (Surabaya: Pt. Bina ilmu) hal 10
5
Dengan demikian,tidak diragukan lagi bahwa Al-Qur'an telah membuktikan
pengakuannya sebagai mukjizat. Sebagaimana Rasul saw, pembawa kitab ini, tersebut
telah menyampaikannya kepada umat manusia sebagai mukjizat yang abadi dan bukti
yang kuat atas kenabiannya hingga akhir masa.
3
Al-Husaini Al-Hamid,Membangun peradaban sejarah Muhammad saw.(Bandung;Pustaka Hidayat,2000)hal 76
7
Dalam abad-abad menjelang kehadiran islam,masyarakat arab dikuasai oleh
pemikiran syirik yang memandang berhala sebagai perantara dalam hubungan mereka
dengan tuhan,mereka mempercayai allah,jika mereka di tanya “siapakah yang
meniptakan langit dan bumi?” mereka akan menjawab:”Allah”.Kepercayaan mereka
yang sedemikian itu diungkapkan dalam al-qur’an:
“Dan jika engkau(hai nabi) bertanya pada mereka,siapakah yang menciptakan
mereka,mereka akan menjawab:”Allah”(Qs.Az-zukhruf:87)
akan tetapi pikiran yang ada dalam benak mereka sangat sukar memahami ajaran
tauhid(monotheisme) yang diberikan oleh para nabi terdahulu. 4
Kenabian Nabi Muhammad Saw
Ketika Nabi Ibrahim a.s meninggikan batu-batu fondasi ka’bah,beliau
mengangkat tangan mengadah kelangit:
“ya Alloh,utuslah kepada mereka seseorang Rosul dari kalangan mereka,yang
akan membaakan kepada mereka ayat-ayat-Mu dan mengajarkan kepada mereka
Al-kitab(al-qur’an) dan hikmah serta mensuikan mereka’’(Qs.Al-Baqarah:129)
Nabi Isa a.s juga memberi tahu umatnya akan kedatangan Nabi terakir yang
bernama ahmad.Bahkan bukan hanya menyebut nama ahmad saja,beliau juga
menerangkan sifat-sifat yang akan datang itu di dalam injil,sama dengan yang
tersebut dalam taurat.karena itulah para pendeta yahudi dan nasrani telah mengenal
Nabi terakir Muhammad saw.Sebelum yang lain mengenal beliau.
Dengan demikian sesungguhnya kedatangan Nabi terakir Muhammad
bukanlah hal yang tiba-tiba atau mengejutkan bagi ahlil kitab.Pendeta Bahira
mengenal Nabi Muhammad saw.dan kemudian ibnu salam,pendeta yahudi yang
kemudian memeluk islam di madinah,setalah mengenal beliau.
Beberapa saat menjelang kelahiran junjungan kita nabi muhammad.Api suci
sesembahan kaum majuzi di persia tiba-tiba padam.Demikian pula telaga Salwah
yang sangat disucikan oleh penduduk tiba-tiba meluap.Peristiwa-peristiwa yang
terjadi secara tiba-tiba itu bukan lain adalah tanda-tanda yang mengisyaratkan,
bahwa dengan datang agama allah yang dibawakan rosulnya yaitu Muhammad
benteng kedholiman akan hancur dan musnah.5
4
Ibid.,hal 77
5
Ibid.,hal 50
8
Ketika melihat suatu peristiwa yang paling menakjubkan pada bangsa Firaun
adalah kemampuaan sihir dan tidak ada tukang sihir yang mempuni dan mempunyai
kemampuan menyihir yang luar biasa pada zamannya kecuali bangsa Firaun yang
menjadi umat nabi Musa. Allah mengutus Nabi Musa kepada bangsa Firaun untuk
menggugurkannya, melemahkannya, menjadikannya tidak berdaya dan mencabut
akarnya dari itu semua, sehingga bangsa firaun yang tertipu oleh tipuaan tukang sihir
akan terbuka matanya dengan diutusnya Nabi Musa. Sebagai bukti kerasulannya Nabi
Musa mengalahkan semua penyihir Firaun dengan mukjizat tongkanya yang bisa
menjadi ular besar. Itu merupakan mukjizat yang Allah berikan kepada Nabi Musa.
Hal yang sama juga terjadi pada masa Rasul Muhammad Saw. Pada masa Nabi
Muhammad yang menjadi kaum elit penguasa adalah para pujangga dan orator
dimana mereka bisa mempengaruhi berbagai kabilah-kabilah dan mayoritas bangsa
arab saat itu dengan kemampuaan mereka membuat puisi dan orasi. Ketertarikan
bangsa arab kepada dunia sastra sangatlah mengakar jauh 150 thn sebelum hijrah
tepatnya 500M. kemampuaan bahasa dan retorika mereka sangatlah luar biasa, setiap
setahun sekali mereka mengadakan lomba puisi dan orasi di pasar ukaz, bagi
pemenang hasil karyanya akan ditulis dengan tinta emas dan ditempelkan di dinding
ka’bah, puisi-puisi tersebut yang sebut dengan Muallaqot.
Kemukjizan Al-Quran Menantang Para Penyair Arab
Al-Qur’an digunakan oleh Nabi Muhammad SAW untuk menantang orang-
orang pada masanya dan generasi sesudahnya yang tidak mempercayai kebenaran Al-
Qur’an sebagai firman Allah (bukan ciptaan Muhammad) dan risalah serta ajaran yang
dibawanya. Terhadap mereka, sungguhpun memiliki tingkat fashahah dan balaghah
yang tinggi di bidang bahasa Arab, Nabi memintanya untuk menandingi Al-Qur’an
dalam tiga tahapan:
1. Mendatangkan semisal al-Qur’an secara keseluruhan, sebagaimana dijelaskan
pada surat Al-Isra (17) ayat 88:
اإلسراء-ض ُهمْ لِبعضْ ظ ِهيرْا
ُ ت االيأتونْ بِمِثلِه ولوْ كانْ بع ِْ قُلْ لْئ
ِْ ِن اجتمع
Artinya:
“Katakanlah, “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang
serupa Al-Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan
dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian lain.” (Al-Isra (17):
88)
2. Mendatangkan satu surat yang menyamai surat-surat yang ada dalam al-Qur’an,
9
sebagaimana dijelaskan oleh surat Al-Baqarah (2) ayat 23:
البقرة. ْن للاِْ ِإنْ كُنتُمْ ص ِدقِين
ِْ و ِإنْ كُنتُمْ فِى ريبْ ِم َّما نزلناعلى عب ِْد نا فأتُوا ِبسُورةْ ِِّمنْ مِثلِه وادْ عُوا شُهداءْ كُمْ مِنْ د ُو
Artinya:
“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur’an yang Kami wahyukan
kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al-Qur’an
itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kami orang-orang yang
benar” (QS. Al Baqarah (2): 23)
Sejarah telah membuktikan bahwa orang-orang Arab ternyata gagal menandingi Al-
Qur’an. Inilah beberapa catatan sejarah yang memperlihatkan kegagalan itu:
1. Pemimpin Quraisy pernah mengutus Abu Al-Walid, seorang sastrawan ulung
yang tiada bandingannya untuk membuat sesuatu yang mirip dengan Al-Qur’an
ketika Abu Al-Walid berhadapan dengan Rasulullah SAW. Yang membaca surat
Fushilat, ia tercengang mendengar kehalusan dan keindahan gaya bahasa Al-Qur’an
dan ia pun kembali pada kaumnya dengan tangan hampa.
2. Musailamah bin Habib Al Kadzdzab yang mengaku sebagai Nabi juga pernah
berusaha mengubah sesuatu yang mirip dengan ayat-ayat Al-Qur’an. Ia mengaku
bahwa dirinyapun mempunyai Al-Qur’an yang diturunkan dari langit dan dibawa
oleh Malaikat yang bernama Rahman. Di antara gubahan-gubahannya yang
dimaksudkan untuk mendandingi Al-Qur’an itu adalah antara lain:
ن ن ِِّقيْ ماتُنقِينْ أعالكِْ فِى الماءِْ وأسفلُكِْ فِى الطِ ِّيْن
ِْ ضفدعي
ِ ُْاضفدعُْ ِبنت
ِ ي
Artinya:
“Hai katak, anak dari dua katak. Bersihkan apa saja yang akan engkau bersihkan,
bagian atas engkau di air dan bagian bawah engkau di tanah”.
Ketika itu pula, ia merobek-robek apa saja yang telah ia kumpulkan dan merasa
malu tampil di depan khalayak ramai. Setelah peristiwa itu ia mengucapkan kata-
katanya yang masyhur:
ْهذاوللاِْ مايستطِ ي ُْع البش ُْر أنْ يأتُوا بِمِث ِل ِه
Artinya:
“Demi Allah, siapapun yang tidak akan mampu mendatangkan yang sama dengan
Al-Qur’an.”
Kelemahan orang arab untuk menandingi Al Qur’an adalah sebuah bukti,
padahal mereka memiliki factor-faktor dan potensi luar biasa dalam retorika
bahasanya. Sebagaimana kita ketahui banyak sekali orator-orator dan pujangga-
pujangga besar pada masa jahiliah yang selalu membanggakan diri dengan puisi
10
fakher dan orasi-orasi perang mereka dan menganggap diri mereka lebih baik satu
sama lain karena mempunyai kelebihan dan potensi dari itu semua. Setelah al-
Quran berbicara mereka diam, terkesima dan dibuat takjub karena retorika
bahasanya yang indah, konsekuensi logisnya banyak kalangan penyair masuk islam
seperti Hasan Bin Tsabit, Ka”ab Ibnu Malik Al Ansori, Abdullah Ibnu Rawahah
dan Al-Hutay’ah itu merupakan bukti tersendiri bagi kelemahan bahasa arab para
penyair dan pada masa ini bahasa arab begitu kaya, berada pada puncak keremajaan
dan kejayaannya dalam puisi dan prosa (orasi).tan Nabi Sesuai dengan Keahliaan
Kaumnya
6
At-Tirmidhi,sunan,Fada’il Al-Qur’an:14,hadith no.2906
7
Al-A’zami,Sejarah teks Al-Qur’an.(Jakarta,Gema Insani,2005)hal 63
11
untuk menanyakan tenteng islam,kemudian beliau menjelaskan pada mereka
dengan membaca Al-Qur’an dan mereka masuk islam.
b. Penciptaan Manusia
Al-Qur’an menyebutkan banyak topik yang mengundang manusia untuk
beriman. Terkadang langit, terkadang hewan dan terkadang tanaman ditunjukan Allah
sebagai bukti bagi manusia. Dalam banyak ayat, orang-orang diseru untuk
memusatkan perhatian mereka pada proses terciptanya diri mereka sendiri. Manusia
sering diingatkan bagaimana mereka sampai kebumi, tahap-tahap apa saja yang telah
dilalui dan apa bahan dasar penciptaan mereka sesuai firman Allah dalam (Q.S. Al-
Waqi’ah 56;57-59)
Penciptaan manusia dan aspek-aspeknya yang luar biasa itu ditegaskan dalam ayat.
Beberapa informasi didalam ayat-ayat ini sedemikian terperinci sehingga mustahil
bagi orang yang hidup pada abad ke-7 untuk mengetahuinya. Dibawah ini adalah
beberapa diantaranya :
1. Manusia tidak diciptakan dari mani secara keseluruhan, tetepi dari sebagian
kecilnya (sperma)
2. Laki-lakilah yang menentukan jenis kelamin bayi.
3. Janin manusia melekat pada rahim sang ibu bagaikan lintah.
4. Janin berkembang ditiga daerah gelap didalam rahim.
Setetes Mani
Sperma melakukan perjalanan lima menit yang sulit dalam tubuh si ibu untuk
sampai pada sel telur. Hanya seribu dari 250 juta sperma yang berhasil mencapai sel
telur. Sel telur, yang berukuran setengah butir garam, hanya membolehkan masuk satu
sperma. Artinya, bahan dasar manusia bukan mani secara keseluruhan, melainkan
hanya sebagian kecil darinya. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an : (Q.S. Al-Qiyamah
75;36-37).
Campuran dalam Mani
Ilmu pengetahuan modern telah menemukan bahwa cairan yang disebut mani
tidak mengandung sperma saja. Cairan ini ternyata merupakan campuran dari berbagai
cairan berlainan. Cairan mani merupakan campuran dari zat-zat yang dikeluarkan dari
testikel, vesikel, kelenjar prostat, dan kelenjer-kelenjar yang berhubungan denagn
saluran urin. Analisis mendetail tentang cairan ini menunjukan kandungannya terdiri
atas banyak zat terpisah, seperti asam sitrat, prostaglandin flavin, asam arkobat
18
ergothioneine, kolesterol, phospoliphids, fibronilysin, zinc, asam fosfatas, phosphase,
hyaluronidase, dan sperma. Cairan-cairan ini mempunyai fungsi yang berbeda,
misalnya mengandung gula yang diperlukan untuk menyediankan energi bagi sperma,
menetralkan asam dipintu masuk rahim dan menyediakan zat lendir untuk
memudahkan pergerakan sperma.
Ketika mani disinggung dengan Al-Qur’an, juga ditunjukan bahwa mani
merupakan cairan campuran:
Sesungguhnya, kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang
bercampur yang kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan).
Karena itu, kami jadiakan dia mendengar dan melihat. (Q.S. Al-Insan 76:2)
Jenis Kelamin Bayi
Hingga baru-baru ini, diyakini bahwa jenis kelaminbayi ditentukan oleh sel-sel
ibu atau setidaknya dipercaya bahwa jenis kelamin ini ditentukan secara bersama oleh
sel-sel laki-laki dan perempuan. Namun kita mendapatkan informasi yang berbeda
dari Al-Qur’an yang menyatakan bahwa jenis kelamin laki-laki atau perempuan
diciptakan “dari air mani apabila dipancarkan”.
Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan
wanita dari air mani apabila dipancarakna. (Q.S An-Najm 53: 45-46)
Ilmu genetika dan biologi molekuler telah membenarkan secara ilmiah
ketetapan informasi yang diberikan Al-Qur’an ini. Kini diketahui bahwa jenis kelamin
ditentukan oleh sel-sel sperma dari tubuh pria dan bahwa wanita itu berperan dalam
proses penentuan jenis kelamin ini.
Kromosom adalah unsur utama dalam penentuan jenis kelamin. Dua dari 46
kromosom yang menentukan struktur seorang manusia diidentifikasi sebagai
kromosom kelamin. Dua kromosom ini disebut “XY” pada pria dan “XX” pada
wanita. Penamaan ini didasarkan pada bentuk kromosom tersebut yang menyerupai
bentuk huruf-huruf ini. Kromosom Y membawa gen-gen yang meng-kode sifat-sifat
kelelakian, sedangkan kromosem X membawa gen-gen yang meng-kode sifat-sifat
kewanitaan.
Pembentukan seorang manusia baru berawal dari penggabungan silang salah
satu dari kromosom ini yang pada pria dan wanita ada dalam keadaan berpasangan.
Pada wanita, kedua bagian sel kelamin yang membelah menjadi dua selama peristiwa
ovulasi membawa kromosom X. Sebaliknya, sel kelamin seorang pria menghasilkan
dua sel sperma yang berbeda, satu berisi kromosom X dan yang lainnya berisi
19
kromosom Y, bayi yang akan lahir berjenis kelamin pria. Dengan kata lain, jenis
klamin bayi ditentukan oleh jenis kromosom mana dari pria yang bergabung dengan
sel telur wanita.
Tidak satu pun informasi ini dapat diketahui hingga ditemukannya ilmu
genetik pada abad ke-20. Bahkan dikalangan masyarakat, diyakini bahwa jenis
kelamin bayi ditentukam oleh wanita. Inilah sebabnya kaum wanita dipersalahkan
ketika mereka melahirkan bayi wanita. Namun, tiga abad sebelum penemuan gen
manusia, Al-Qur’an telah mengungkapkan informasi yang menghapuskan keykinan
takhayul ini dan menyatakan bahwa wanita bukanlah penentu jenis kelamin bayi,
melainkan pria.
Segumpal Daging yang Melekat pada Rahim
Disini, pada tahap ini, satu keajaiban penting dalam Al-Qur’an terungkap.
Ketika merujuk pada zigot yang sedang tumbuh dalam rahim ibu, Allah menggunakan
kata ‘Alaq’ dalam Al-Qur’an.
Bacalah dengan menyebut nama tuhanmu yang menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia darisegumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu lah yang
maha pemurah. (Q.S. Al-Alaq 96; 1-3)
Arti kata ‘Alaq’ dalam bahasa Arab adalah ‘sesuatu yang menempel pada
suatu tempat’. Kata ini secara harfiah digambarkan untuk menggambarkan lintah yang
menempel pada tubuh untuk mengisap darah. Tentunya bukan suatu kebetulan bahwa
kata yang sedemikian tepat digambarkan untuk menggambarkan zigot yang tumbuh
dalam rahim ibu. Sekali lagi terbukti bahwa Al-Qur’an merupakan wahyu darai Allah,
Tuhan semesta alam.
Penciptaan Manusia dari Air
Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air. Maka sebagian
dari hewan itu ada yang berjalan diatas perutnya dan sebagian berjalan
dengan dua kaki dan sebagian (yang lain)berjalan dengan empat kaki.
Allah menciptakan apa yang dikehendakiNya. Sesungguhnya, Allah maha
kuasa atas segala sesuatu. (Q.S. An-Nur 24:45)
Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia jadikan
manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah (hubungan
kekeluargaan yang berasal dari perkawinan, seperti, menantu, ipar,
mertua dan sebagainya) dan adalah Tuhanmu maha kuasa. (Q.S. Al-
Furqan 25:54)
20
Kalimat “Air adalah komponen utama makhluk hidup. Persentase air
dalam bobot makhluk hidup berkisar 50%-90%” sering muncul dalam
ensiklopedia. Lebih lanjut, dijelaskan dalam buku-buku biologi, 80% dari
sitoplasma (bahan dasar sel) hewan adalah air. Analisis sitoplasma dan
percantuman dalam buku ilmiah ini memerlukan waktu berabad-abad setelah Al-
Qur’an mengungkapkannya. Sangat mustahil bahwa kenyataan ini, yang kini telah
diterima masyarakat ilmiah, telah diketahui pada saat Al-Qur’an diturunkan.
21
DAFTAR PUSTAKA
22