Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Oleh :
DHIYAH AYU KHUSNUL KHOTIMAH, S.Pd
NIP. 19940619 201903 2 109
SMA NEGERI 1 KOKOP
Dinas Pendidikan Jawa Timur Wilayah Cabang Dinas
Kabupaten Bangkalan
2023
i

HALAMAN PENGESAHAN

Makalah dengan Judul “Psikologi Pendidikan” Disahkan dan dinyatakan layak untuk
diletakkan di perpustakaan SMA Negeri 1 Kokop.

Bangkalan, 13 Desembert 2023


Mengetahui, Menyetujui,
Kepala SMA Negeri 1 Kokop Kepala Perputakaan SMA Negeri 1 Kokop

Mohammad Jari, S.Pd., M.M.Pd Uyunur Rohmatil Fitriah, S.Pd


NIP. 19690928 199707 1 002 NIP. ----------------------------
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Psikologi Pendidikan”. Makalah disusun untuk
memenuhi tugas sebagai ASN di lingkungan Dinas Pendidikan Provinsi Jatim Cabang Kabupaten
Bangkalan yang telah tertuang dalam Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) bulan Juni. Selain itu, makalah
ini bertujuan menambah wawasan tentang manfaat penerapan akuntansi para pembaca dan juga bagi
penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua yang berkenan membaca makalah ini.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya
makalah ini.

Penulis,

iii

DAFTAR ISI
HALAMAN COVER ……………………………………………………………………………. i

HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………………………………... ii

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………….. iii

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………… iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ……………………………………………………………………………….. 1

B. Rumusan Masalah ……………………………………………………………………………. 2

C. Manfaat dan Tujuan ………………………………………………………………………….. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Budaya Akuntansi pada Masyarakat …………………………………………………………. 3

B. Manfaat Akuntansi …………………………………………………………………………… 5

C. Laba atau Keuntungan pada Prespektif Kehidupan Masyarakat …………………………….. 5

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan …………………………………………………………………………………... 8

B. Hasil ………………………………………………………………………………………….. 8

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………… 9


iv

BAB II

PEMBAHASAN

Pada sub bab sebelumnya telah dijelaskan mengenai definisi perkembangan, faktor yang
mempengaruhi perkembangan, proses perkembangan, tugas perkembangan dan hukum
perkembangan. Pada sub bahasan hukum kesatuan anggota badan dijelaskan bahwa proses
perkembangan fungsi-fungsi organ jasmaniah tidak terjadi tanpa diiringi proses perkembangan
fungsi-fungsi rohaniah. Dengan demikian, suatu tahapan perkembangan tidak terlepas dari tahapan
perkembangan lainnya. Misalnya dalam perkembangan pancaindera tentu tidak terlepas dari
perkembangan kemampuan mendengar, melihat, berbicara, dan merasa. Selanjutnya kemampuan-
kemampuan ini tidak terlepas dari perkembangan berfikir, bersikap, dan berperasaan.

Begitu pula dengan hubungan antara perkembangan dengan pendidikan. Ibarat seperti satu-
kesatuan anggota badan, kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan. Diantara perkembangan dengan
pendidikan saling berkaitan erat sehingga aspek-aspek perkembangan yang mencakup didalamnya
tidak boleh berat sebelah melainkan harus berjalan dengan seimbang. Hubungan proses
perkembangan dengan pendidikan terbagi menjadi 3 yaitu sebagai berikut:

2.1 Hubungan Proses Perkembangan Kognitif dengan Pendidikan

Antara proses perkembangan dengan proses belajar-mengajar yang dikelola para guru
terdapat “benang merah” yang mengikuti kedua proses tersebut. Demikian eratnya ikatan
benang merah itu, sehingga hampir tak ada proses perkembangan siswa baik jasmani maupun
rohaninya yang sama sekali terlepas dari proses belajar-mengajar sebagai pengejawantahan
proses pendidikan. Apabila fisik dan mental sudah matang, pancaindera sudah siap menerima
stimulus-stimulus dari lingkungan, berarti kesanggupan siswa pun sudah tiba.

Salah satu kesulitan pokok yang dialami para guru dalam semua jenjang pendidikan
adalah mengahayati makna yang dalam mengenai hubungan perkembangan khususnya ranah
kognitif dengan proses mengajar-belajar yang menjadi tanggung jawabnya. Seberapa jauhkah
signifikasi perkembangan ranah kognitif bagi proses belajar-mengajar?

Ranah psikologis siswa yang terpenting adalah ranah kognitif. Ranah kejiwaan yang
berkedudukan pada otak ini, dalam perspektif psikologi kognitif adalah sumber sekaligus
pengendali ranah-ranah kejiwaan lainnya, organ-organ tubuh lainnya, organ otak sebagai pusat
fungsi kognitif bukan hanya menjadi penggerak aktivitas akal pikiran, melainkan juga menjadi
pusat pengontrol aktivitas perasaan dan perbuatan. Sekali kita kehilangan fungsi-fungsi kognitif
karena kerusakan berat pada otak, martabat kita hanya berbeda sedikit dengan hewan. Demikian
pula dengan halnya orang yang menyalahgunakan kelebihan kemampuan otak untuk hal-hal
yang merugikan kelompok lain apalagi menghancurkan kehidupan mereka, martabat orang
tersebut tak lebih dari martabat hewan atau mungkin lebih rendah lagi. Itulah sebabnya,
pendidikan dan pengajaran perlu diupayakan sedemikian rupa agar ranah kognitif para siswa
dapat berfungsi secara positif dan bertanggung jawab.

Di antara temuan-temuan riset yang menonjol adalah sebagaimana yang penyusun


kemukakan di atas, yakni bahwa otak adalah sumber dan menara pengontrol bagi seluruh
kegiatan kehidupan ranah-ranah psikologi manusia. Otak tidak hanya berpikir dengan
kesadaran, tetapi juga berpikir dengan ketidaksadaran. Pemikir tidak sadar (unconscious
thinking) sering terjadi pada diri kita. Ketika kita tidur misalnya, kita bermimpi dan mimpi
adalah sebuah bentuk berpikir dengan gambar-gambar tanpa kita sadari. Kebiasaan kita bangun
subuh (tanpa dibangunkan oleh orang lain) dan siap mengerjakan rencan-rencana harian, juga
bentuk aktivitas otak yang dalam psikologi kognitif disebut berpikir yang tak disadri oleh kita
sendiri. Alhasil, ranah kognitif yang dikendalikan oleh otak kita itu memang karunia tuhan yang
luar biasa dibandingkan dengan organ-organ tubuh lainnya.

Tanpa adanya perkembangan kognitif, sulit dibayangkan seseorang siswa dapat berpikir
selanjutnya. Tanpa kemampuan berpikir mustahil siswa tersebut dapat memahami materi-materi
pelajaran yang di sajikan kepadanya. Tanpa berpikir juga sulit bagi siswa untuk menangkap
materi pelajaran yang diberikan guru. Oleh karena itu, ada juga benarnya mutiara hikmah yang
berbunyi “Agama adalah (memerlukan) akal, tiada beragama bagi orang yang tidak berakal”.
Walaupun demikian, tidak berarti fungsi afektif dan psikomotor seorang siswa tidak perlu.
Kedua fungsi psikologis siswa ini juga penting.

Dalam perkembangan kognitif, terdapat dua macam kecakapan kognitif siswa yang amat
perlu dikembangkan segera khususnya oleh guru yakni: (1) Strategi belajar memahami isi
materi pelajaran; (2) Strategi meyakini arti penting isi materi pelajaran dan aplikasinya serta
menyerap pesan-pesan moral yang terkandung dalam materi pelajaran tersebut. Tanpa
pengembangan dua macam kecakapan kognitif ini, agaknya siswa sulit diharapkan mampu
mengembangkan ranah afektif dan psikomotornya sendiri.

Preferensi kognitif yang pertama pada umumnya timbul karena dorongan luar (motif
ekstrinsik) yang mengakibatkn siswa menganggap belajar hanya sebagai alat pencegah
ketidaklulusan atau ketidaknaikan. Aspirasi yang dimilikinya pun bukan ingin menguasai
materi secara mendalam, melainkan sekadar lulus atau naik tingkat. Sebaliknya, preferensi
kognitif yang kedua biasanya timbul karena dorongan dari dalam diri (motif instrinsik), dalam
arti siswa tersebut memang tertarik dan membutuhkan materi-materi pelajaran yang disajikan
gurunya. Oleh karenanya, siswa ini lebih memusatkan perhatiannya untuk benar-benar
memahami dan juga memikirkan cara menerapkannya (Good & Brophy, 1990). Untuk
mencapai aspirasi ini, ia memotivasi dirinya sendiri agar memusatkan perhatinnya pada aspek
signifikansi materi dan menghubungkannya dengan materi-materi lain yang relevan. Jadi
mengaplikasikan materi tidak selalu berarti dalam bentuk pelaksanaan dalam kehidupan nyata
di luar sekolah, meskipun ada beberapa jenis materi yang memerlukan atau dapat di aplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari.

Tugas guru dalam hal ini ialah menggunakan pendekatan mengajar yang memungkinkan
para siswa menggunakan strategi belajar yang berorientasi pada pemahaman yang mendalam
terhadap isi materi pelajaran seiring dengan upaya ini, guru juga diharapkan mampu
menjauhkan para siswa dari strategi dan presepsi akal yang hanya mengarah ke aspirasi asal
naik atau lulus. Sebaiknya guru menjelaskan kepada para siswa contoh-contoh dan peragaan
secara lengkap yang memungkinkan agar mereka memahami secara detail materi yang
diajarkan. Selain itu, guru juga diharapkan mampu menjelaskan nilai-nilai moral yang
terkandung dalam materi yang ia ajarkan, sehingga keyakinan para siswa terhadap materi
tersebut dapat semakin tebal dan pada gilirannya kelak ia akan mengembangkan dan
mengaplikasikannya dalam situasi yang relevan. Contohnya saat menjelaskan materi pelajaran
fisika, tentu guru lebih menekankan pada perkembangan kognitif siswanya. Siswa dituntut
berpikir ekstra dalam menyerap materi-materi fisika tersebut. Jadi siswa akan menggunakan
fungsi perkembangan kognitifnya.

Selanjutnya, guru juga dituntut untuk mengembangkan kecakapan kognitif para siswa
dalam memecahkan masalah dengan menggunakan pengetahuan yang dimilikinya dan
keyakinan-keyakinan terhadap pesan-pesan moral atau nilai yang terkandung dan menyatu
dalam pengetahuannya. Seiring dengan upaya ini, guru diharapkan tak bosan-bosan melatih
penggunanan procedural knowledge (pengetahuan tentang cara melakukan sesuatu) yang
relevan dengan pengetahuan normatif (declarative knowledge) yang ia ajarkan.

Dapat kita pahami dariuraian diatas bahwa hubungan kognitif dengan hasil belajar
sangat berparan penting, karenatanpa adanya fungs ikognitif pada siswa ia tidak akan mampu
untukmemahami apa yang disampaikan guru, sehingga hasil belajarnya pun akan kurang
maksimal. Bagaimana ia bisa memperoleh hasil yang baik jika materi yang disampaikan guru
pun tidak ia pahami.

2.2 Hubungan Proses Perkembangan Afektif dengan Pendidikan

Keberhasilan pengembangan ranah kognitif tidak hanya akan membuahkan kecakapan


kognitif saja, tetapi juga menghasilkan kecakapan ranah afektif. Sebagai contoh, seorang guru
agama yang piawai dalam mengembangkan kecakapan kognitifnya akan berdampak positif
terhadap ranah afektif para siswa. Dalam hal ini, pemahaman yang mendalam terhadap arti
penting materi pelajaran agama yang disajikan guru akan meningkatkan kecakapan ranah
afektif para siswa. Peningkatan kecakapan afektif ini antara lain, berupa kesadaran beragama
yang mantap.Dampak positif lainnya dari contoh di atas ialah dimilikinya sikap mental
keagamaan yang lebih tegas sesuai dengan tuntutan ajaran agama yang telah ia pahami dan
yakini secara mendalam. Contoh lainnya, apabila seorang siswa diajak kawannya untuk berbuat
tidak senonoh, seperti kumpul kebo atau menyalahgunakan narkoba, ia akan serta merta
menolak dan bahkan berusaha mencegah perbuatan asusila itu dengan segenap daya dan
upayanya.

Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif
mencakup perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi dan nilai. Beberapa pakar mengatakan
bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang tersebut telah memiliki
ranah kognitif yang tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam
berbagai tingkah laku. Ranah efektif terbagi menjadi tiga jenjang, yaitu:

1. Receiving atau attending (menerima atau memperhatikan) adalah kepekaan seseorang


dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam
bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya,
kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyelesaikan
gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar.
2. Responding (menanggapi) mengandung arti “adanya parsitipasi aktif”. Jadi
kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk
mengikut sertakan drinya secara aktif dalam fenomena tertentu terutama dalam proses
belajar-mengajar. Jenjang ini lebih tinggi tingkatannya dari pada jenjang receiving.
Contoh hasil balajar ranah afektif responding adalah peserta didik tumbuh hasratnya
untuk mempelajarinya lebih jauh atau mengenali lebih dalam lagi materi-materi yang
telah diberikan seorang pendidik.
3. Valuing (menilai atau menghargai). Menilai atau menghargai artinya memberikan
nilai atau memberikan penghargaan terhadap sesuatu kegiatan atau obyek, sehingga
apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau
penyesalan. Valuing merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi dari pada
receiving atau responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta didik
disini tidak hanya mampu menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah
berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruknya. Bila
suatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan mampu untuk mengatakan “itu
adalah baik”, maka ini berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses penilaian.
Nilai itu mulai dicamkan (internalized) dalam dirinya. Dengan demikian nilai tersebut
telah stabil dalam peserta didik. Contoh hasil belajar afektif jenjang valuing adalah
tumbuhnya kemampuan yang kuat pada diri peserta didik untuk berlaku disiplin, baik
disekolah, dirumah maupun ditengah-tengah kehidupan masyarakat.
Tugas guru dalam hal ini ialah menggunakan prinsip penguatan dan hukuman.
Pendekatan penguatan ini dilakukan pendidik kepada peserta didik dengan cara memberikan
semangat atau pujian atas peran aktif siswa dalam proses belajar-mengajar. Sedangkan dalam
pendekatan prinsip hukuman, dilakukan dengan cara memberikan konsekuensi yang tidak
menyenangkan seperti hukuman kecil saat siswa tidak mengerjakan tugas, dengan harapan
supaya tidak mengulangi hal tersebut dan dapat berubahsikap siswa menjadi lebih baik lagi.
Selain itu seorang pendidik dapat memberikan contoh suri tauladan sikap dan tutur kata yang
baik kepada peserta didik terutama dalam proses pembelajaran. Pada dasarnya Kedua prinsip
ini dilakukan untuk lebih meningkatkan ranah afektif peserta didik dalam proses belajar-
mengajar.

Dapatkitapahamidariuraiandiatasbahwahubunganperkembangan
afektifdenganhasilbelajarsangat berperanpenting. Karena dengan perkembangan afektif dapat
menanamkan pendidikan berkarakter pada siswa sehingga mempengaruhi sikap atau tingkah
laku siswa baik dalam proses pendidikan di sekolah maupun di luar proses pendidikan sekolah.

2.3 Hubungan Proses Perkembangan Psikomotor dengan Pendidikan

Keberhasilan pengembangan ranah kognitif juga akan berdampak positif terhadap


perkembangan ranah psikomotor. Kecakapan psikomotor ialah segala amal jasmaniyah yang
konkret dan mudah diamati, baik kuantitas maupun kualitasnya karena sifatnya yang terbuka.
Namun, kecakapan psikomotor tidak terlepas dari kecakapan afektif. Jadi kecakapan
psikomotor siswa merupakan manifestasi wawasan pengetahuan dan kesadaran serta sikap
mentalnya.

Banyak contoh yang membuktikan bahwa kecakapan kognitif itu berpengaruh besar
terhadap berkembangnya kecakapan psikomotor. Para siswa berprestasi baik (dalam arti
yang luas dan ideal) dalam bidang pelajaran agama misalnya sudah tentu akan lebih rajin
beribadah salat, puasa dan mengaji. Dia akan juga segan-segan memberi pertolongan atau
bantuan kepada orang yang memerlukan. Sebab, ia merasa memberi bantuan itu adalah
kebajikan (afektif), sedangkan perasaan yang berkaitan dengan kebajikan tersebut berasal
dari pemahaman yang mendalam terhadap materi pelajaran agama yang ia terima dari
gurunya (kognitif).

Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa upaya guru dalam
mengembangkan keterampilan ranah kognitif para siswa merupakan hal yang sangat penting
jika guru tersebut menginginkan siswanya aktif mengembangkan sendiri keterampilan
ranah-ranah pskologis lainnya. Selanjutnya, untuk memperjelas pengembangan kecakapan
ranah kognitif di atas, berikut ini penyusun buatkan sebuah model yang menggambarkan
pola pengembangan fungsi kognitif siswa.
Pola Pengembangan Fungsi Kognitif Siswa

Pengembangan
Fungsi Kognitif

Upaya

1. Pengajaran strategi memahami, meyakini dan


mengaplikasikan isi dan nilai pelajaran.
2. Pengajaran strategi memechkan masalah
dengan mengaplikasikan isi dan nilai materi
pelajaran.

Hasil

Keterampilan Keterampilan Keterampilan


kognitif siswa afektif siswa psikomotor siswa
BAB III

SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Good, Thomas L. & Brophy, Jere E. 1990. Educational Psychology: A Realistic Approach. 4th Edition.
New York: Longman

Syah, Muhibbin. 2013. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.

Anda mungkin juga menyukai