Anda di halaman 1dari 100

PENGARUH PENDIDIKAN/PELATIHAN KEJURUAN DAN KOMPETENSI

TERHADAP BUDAYA KERJA DAN KINERJA ANGGOTA DIREKTORAT

RESERSE KRIMINAL KHUSUS POLDA KALSEL

PROPOSAL TESIS

Oleh :

RAKA GILANG DARMAWAN

NPM : 2211322026115

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PANCASETIA

BANJARMASIN

TAHUN 2023
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
1.1. Latar Belakang Masalah......................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.............................................................................11
1.3. Tujuan Penelitian...............................................................................12
1.4. Kegunaan Penelitian.........................................................................13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................15
2.1. Landasan Teori.................................................................................15
2.1.1. Manajemen Sumber Daya Manusia........................................15
2.1.2 Kinerja......................................................................................29
2.1.3.Budaya Kerja............................................................................36
2.1.4. Kompetensi..............................................................................44
2.1.5. Pendidikan..............................................................................46
2.1.6.Pelatihan...................................................................................58
2.2 Penelitian Terdahulu..........................................................................67
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS.......................................71
3.1. Kerangka Konseptual........................................................................71
3.2. Hipotesis............................................................................................72
BAB IV METODE PENELITIAN...........................................................................75
4.1. Rancangan Penelitian.......................................................................75
4.2. Definisi Operasional Variabel............................................................76
4.3. Jenis dan Sumber Data.....................................................................77
4.4. Populasi dan Sampel.........................................................................78
4.5. Teknik Pengumpulan Data................................................................79
4.6. Teknik Analisis Data..........................................................................80
4.7. Lokasi dan Jadwal Penelitian............................................................88
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................89

i
DAFTAR TABEL

Tabel 1 1 Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel Nilai Perilaku Kerja
Anggota Tahun 2021 - 2022..................................................................................3
Tabel 1 2 Ditreskrimsus Polda Kalsel Data Pendidikan anggota...........................7
Tabel 1 3 Ditreskrimsus Polda Kalsel Data Kompetensi Penyidik.........................7
Tabel 2 1 Penelitian Terdahulu
Tabel 4 1 Definisi Operasional Variabel
Tabel 4 2 Skala Likert
Tabel 4 3 Jadwal Penelitian

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3 1 Kerangka Konseptual.......................................................................72


Gambar 4 1 Denah Tempat Penelitian

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kriminalitas adalah perilaku atau tindakan yang melanggar norma

hukum legal atau formal. Beberapa motif kejahatan bisa jadi dikarenakan

perihal ekonomi. Menurut Abdulsyani (1987), kriminalitas adalah suatu

perbuatan yang dapat menimbulkan masalah-masalah dan keresahaan

bagi kehidupan dalam masyarakat. Soesilo (1988) menyatakan bahwa

kejahatan adalah yang memiliki dua macam pengertiannya yaitu secara

yuridis dan secara sosiologi.

Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Kalsel,

memiliki tugas penyelidikan dan penyidikan tindak pidana khusus, antara

lain tindak pidana ekonomi, korupsi, dan tindak pidana tertentu di daerah

hukum Polda. Penganalisaan kasus beserta penanganannya, serta

mempelajari dan mengkaji efektivitas pelaksanaan tugas Dit Reskrimsus

Polda. Pembinaan teknis, koordinasi, pengawasan operasional dan

administrasi penyidikan oleh PPNS di daerah hukum Polda. Pelaksanaan

pengawasan penyidikan tindak pidana khusus di lingkungan Polda,

pengumpulan dan pengolahan data serta menyajikan informasi dan

dokumentasi program kegiatan Dit Reskrimsus Polda Kalsel.

Peran polisi sangatlah banyak, dimana Kepolisian Negara Republik

Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara

keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum; serta

memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada


iv
masyarakat; dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

Seorang polisi harus memiliki sikap Responsif dan Humanis, serta

mengedepankan

kepentingan masyarakat, seorang polisi juga harus memiliki sikap

Presisi yang merupakan singkatan dari prediktif, responsibilitas,

transparansi, dan berkeadilan membuat pelayanan dari kepolisian lebih

terintegrasi, modern, mudah, dan cepat. Seorang polisi selain harus

membantu masyarakat dalam memberi perlindungan terhadap segala hal

tindak kejahatan, seorang polisi juga harus dituntut memiliki kinerja yang

baik, agar dapat memberikan yang terbaik kepada masyarakatnya.

Kinerja sangat diperlukan dalam pelaksanaan tugas Polri hal

tersebut menunjukkan bagaimana kemampuan dan kualitas kerja seorang

anggota Polri. Sesuai dengan penilaian kinerja dengan Sistem

Manajemen Kinerja berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara

Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2018 tentang Penilaian Kinerja bagi

Pegawai Negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan

Sistem Manajemen Kinerja. Penilaian Kinerja adalah suatu proses

penilaian secara sistematis yang dilakukan oleh penilai terhadap kinerja

anggota yang dinilai. Kinerja seorang polisi harus dinilai setiap semester,

penilaian ini berfungsi sebagai bahan evaluasi dalam meningkatkan

kinerja, evaluasi kinerja seorang Polisi ini termuat dalam Sistem

Manajemen Kinerja, atau sering disebut SMK. SMK ini memiliki indikator

yang berbeda disetiap bagian pekerjaannya. Penilaian Kinerja anggota

Polri dilaksanakan melalui SMK, meliputi perencanaan kinerja,

pemantauan kinerja. pelaksanaan penilaian kinerja dan evaluasi kinerja.

v
Berdasarkan hasil penilaian kinerja yang dimiliki masing-masing

Anggota belum mencapai Sistem manajemen Kinerja yang seharusnya,

masih terdapat capaian kinerja yang realisasinya belum mencapai target

yang telah ditentukan, Berikut data Sistem Manajemen Kinerja Anggota

Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel

Tabel 1.1
Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel
Nilai Perilaku Kerja Anggota Tahun 2021 - 2022

N Nilai SMK Nilai SMK


DIMENSI & INDIKATOR
o Tahun 2021 Tahun 2022

A. FAKTOR SPESIFIK :
1 Kontrak kerja 96 98
2 Tugas tambahan 87 82
RATA - RATA NILAI 91,5 90
B. FAKTOR GENERIK :
1 Kepemimpinan 90 90
2 Orientasi pelayanan 86 71
3 Komunikasi 88 79
4 Pengendalian Emosi 87 85
5 Integritas 90 89
6 Empati 97 98
7 Komitmen terhadap organisasi 86 67
8 Insiatif 89 90
9 Disiplin 80 76
10 Kerjasama 90 90
RATA - RATA NILAI 88,3 83,5
Sumber : Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel, 2023
Tabel 1 1 Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel Nilai Perilaku Kerja Anggota Tahun 2021 - 2022

Berdasarkan tabel 1.1 diatas, diketahui bahwa Indikator penilaian

kerja yang menurun pada tahun 2022 ialah tugas tambahan, biasanya lebih

banyak daripada tugas yang ia miliki sebelumnya, penurunan ini

dikarenakan anggota pada Ditreskrimsus Polda Kalsel belum memiliki

kompetensi yang sesuai dengan tugas tambahan tersebut, indikator

selanjutnya Orientasi Pelayanan, dimana diketahui bahwa pelayanan yang

dimiliki oleh Ditreskrimsus Polda Kalsel memang belum sesuai dengan


vi
yang seharusnya, hal terebut dikarenakan anggota pada Diteskrimsus

polda Kalsel banyak yang belum mengikuti pelatihan pelayanan, indikator

selanjutnya Komunikasi, diketahui bahwa untuk memiliki komunikasi yang

baik maka seseorang anggota tersebut harus memiliki kompetensi yang

baik pula, namun diketahui anggota Ditreskrimsus Polda Kalsel belum

memiliki kompetensi tersebut, indikator selanjutnya Pengendalian emosi,

diketahui bahwa pengendalian emosi ini dapat terjadi dikarenakan anggota

tidak dapat mengendalikan emosi yang mereka miliki, sedangkan

pengendalian emosi ini telah diajarkan saat menempuh pendidikan

kepolisian, indikator selanjutnya Integritas, diketahui bahwa integritas pada

Ditreskrimsus Polda Kalsel yang tergolong rendah, dikarenakan kurangnya

kompetensi atas ilmu yang mereka miliki tentang integritas dan komitmen

terhadap organisasi, indikator selanjutnya Disiplin, sangat banyak budaya

kerja yang sulit dihilangkan dari kebiasaan sehari – hari hingga

menyebabkan penurunan kinerja yang signifikan hal tersebut dapat

mempengaruhi bagaimana cara orang tersebut bekerja, permasalahan

pada Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel diantaranya ialah

pekerjaan yang sering dilakukannya penundaan sehingga pekerjaan tidak

kunjung selesai.

Menurut Davis (1964:484) dalam (Mulyadi, 2015: 63) ada banyak

faktor yang dapat meningkatkan kinerja tersebut. Diantaranya dapat

melalui pendidikan, pelatihan, serta Kompetensi. Menurut Yusuf

(2015:69). Pelatihan merupakan bagian dari pendidikan. Pelatihan

bersifat spesifik, praktis dan segera. Spesifik berarti pelatihan

berhubungan dengan bidang pekerjaan yang dilakukan. Praktis dan

segera berarti yang sudah dilatihkan dapat dipraktikkan. Umumnya

vii
pelatihan dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai

keterampilan kerja dalam waktu relative singkat. Selanjutnya menurut

Sofyandi, Herman, (2016:112), Pelatihan adalah suatu usaha untuk

meningkatkan pengetahuan dan kemampuan pegawai dalam

melaksanakan pekerjaannya lebih efektif dan efisien. Program pelatihan

adalah serangkaian program yang dirancang untuk meningkatkan

pengetahuan dan kemampuan pegawai dalam hubungannya dengan

pekerjaan. Efektifitas program pelatihan adalah suatu istilah untuk

memastikan apakah program pelatihan dijalankan dengan efektif dalam

mencapai sasaran yang ditentukan. Pendidikan, Pelatihan merupakan

salah satu faktor yang penting dalam pengembangan SDM.

Pendidikan, Pelatihan tidak hanya menambah pengetahuan, akan

tetapi juga dapat meningkatkan kinerja Anggota. Para ahli manajemen

mengakui pendidikan, Pelatihan strategis signifikan menumbuhkan

keberhasilan sehingga akan meningkatkan kinerja Anggota. Sedangkan

menurut hasil penelitian Jubair Kafau, (2020), menyatakan bahwa

berdasarkan hasil analisis data, diketahui bahwa: hasil analisis deskriptif

melalui tabel analisis teknis (tabel frekuensi), bahwa sebaran jawaban

responden terhadap variabel pelatihan dan pendidikan (pelatihan) berada

pada kategori “tinggi”, sedangkan menurut Yuyun Yunifar. 2017,

menyatakan bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) pelatihan

berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja. (2) Pelatihan

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja Anggota. (3) Motivasi

kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja. (4) Motivasi

kerja terbukti secara signifikan memediasi pengaruh pelatihan terhadap

kinerja Anggota.

viii
Sedangkan faktor lain yang dapat mempengaruhi kinerja anggota

kepolisian adalah Kompetensi. Kompetensi kerja hanya dimiliki pada

Anggota yang memang memiliki kemampuan individual yang lebih namun

masing-masing Anggota memiliki kompetensi yang berbeda-beda sesuai

dengan bidangnya. Kompetensi pengetahuan

sangat membantu instansi untuk mengetahui sejauh mana seorang

Anggota dapat bekerja optimal dan memberikan kontribusi yang sesuai

dengan keinginan perusahaan. Tanpa adanya kompetensi seorang

Anggota tidak dapat bekerja optimal dan memberikan kontribusi

kepada perusahaan. Adapun beberapa definisi kompetensi menurut para

ahli,yakni sebagai berikut : Menurut Wibowo (2016:271)

“Kompetensi adalah kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan

suatu pekerjaan dan tugas yang dilandasi atas keterampilan dan

pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan

tersebut”. Berdasarkan hasil penelitian Sita Baya, 2018, dapat

disimpulkan bahwa kompetensi mempunyai pengaruh positif dan

signifikan terhadap kinerja Anggota pada PT. Telekomunikasi Indonesia

Tbk Witel Bandung, dan sesuai dengan penelitian Made Bintang, (2019),

menyatakan bahwa hasil analisis penelitian ini menunjukkan bahwa

variabel kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja

pegawai

Hubungan antara Pendidikan, Pelatihan dan Kompetensi terhadap

budaya kerja dan kinerja saling berpengaruh. Jika Pendidikan dan

Pelatihan sering dilakukan maka akan menambah kompetensi yang dimiliki

oleh seorang Anggota, maka semakin meningkatkan kinerja sesuai dengan

apa yang diinginkan perusahaan.

ix
Pentingnya suatu Pendidikan ialah apabila anggota Direktorat

Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel memiliki Pendidikan yang lebih

tinggi maka setiap tugas yang diberikan akan cepat dilaksanakan dan

cepat dipahami, namun anggota pada Direktorat Reserse Kriminal Khusus

Polda Kalsel kebanyakan masih berpendidikan SMA, hanya sedikit anggota

Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel yang berpendidikan

sarjana.

Dari data pada tabel 1.2 dibawah maka dapat diketahui bahwa

jumlah anggota Ditreskrimsus Polda Kalsel yang menempuh Pendidikan

Umum paling banyak ialah Pendidikan SMU, Dimana beberapa anggota

enggan untuk menempuh Pendidikan lebih lanjut, hal tersebut

dikarenakan faktor usia, faktor kesibukan dan juga faktor biaya.

Tabel 1.2
Ditreskrimsus Polda Kalsel
Data Pendidikan anggota
No Pendidikan Umum Pendidikan Polri
Jenis JML Jenis JML
1 S2 1 AKPOL/SPISS 4
2 S1 50 SIP
3 DIII 4 SAG PA 1
4 SMU 25 BRIGADIR 75
POLRI
JUMLAH 80 80
Sumber : Sumda Polda Kalsel, 2023
Tabel 1 2 Ditreskrimsus Polda Kalsel Data Pendidikan anggota

Sedangkan untuk Pendidikan Polri, sebagian besar adalah lulusan

Brigadir Polri, yang menempuh Akpol hanya beberapa orang.

Tabel 1.3
Ditreskrimsus Polda Kalsel
Data Kompetensi Penyidik
No Jenis Sertifikasi Jumlah
1 PENYIDIK 9
2 PENYIDIK PEMBANTU 21
3 TANPA SKEP 50
TOTAL 80
Sumber : Sumda Polda Kalsel, 2023
Tabel 1 3 Ditreskrimsus Polda Kalsel Data Kompetensi Penyidik
x
Dari data diatas dapat diketahui bahwa jumlah penyidik hanya 9

orang anggota atau 10,5%, jumlah penyidik pembantu sebanyak 21

anggota atau 24,7% dan anggota yang tidak memiliki sertifikat penyidik

sebanyak 5 orang anggota atau 5,8%. Sedangkan untuk stafnya ialah

sebanyak 50 anggota.

Untuk mendapatkan SKEP Penyidik maka diharuskan anggota

mengikuti atau menempuh DIKBANGSPES (Pendidikan pengembangan

Spesialisasi) Bidang / fungsi teknis Reskrim yang dilaksanakan oleh Polda

setempat maupun Lemdiklatpol Mabes Polri sebagai pelaksana, kemudian

dapat melampirkan SKEP Jabatan terakhir bawah berdinas disatuan fungsi

Reskrim.

Untuk dapat diangkat sebagai pejabat penyidik Kepolisian Negara

Republik Indonesia sebagaimana dimaksud Peraturan Kepala Kepolisian

Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2015 ialah

a. berpangkat paling rendah Inspektur Dua Polisi dan berpendidikan paling

rendah sarjana strata satu atau yang setara;

b. bertugas di bidang fungsi penyidikan paling singkat 2 (dua) tahun

c. mengikuti dan lulus pendidikan pengembangan spesialisasi fungsi

reserse kriminal

d. sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan

dokter; dan

e. memiliki kemampuan dan integritas moral yang tinggi.

Selain permasalahan pada Pendidikan, pelatihan yang dimiliki oleh

anggota Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel juga masih

kurang dalam hal penambahan pelatihan pada lingkungan Polda Kalsel,

pelatihan pada anggota Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel

xi
ditunda untuk sementara waktu, pelatihan hanya akan dilakukan secara

online atau daring, yang dimana apabila pelatihan dilakukan secara

daring maka ilmu yang ada pada pelatihan tersebut agak sulit dipahami

oleh sebagian anggota Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel

Permasalahan kompetensi pada anggota Direktorat Reserse

Kriminal Khusus Polda Kalsel ialah, anggota Direktorat Reserse Kriminal

Khusus Polda Kalsel tidak melakukan penambahan wawasan, padahal

kompetensi dapat diasah dengan cara melakukan pekerjaan dibidang

berbeda, tidak harus bekerja dibidang yang sesuai dengan bidang yang

dimiliki namun dapat memahami apa yang dilakukan teman dari unit lain,

hal tersebut juga penambahan kompetensi bagi anggota Direktorat

Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel. Berdasarkan hasil observasi pada

Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel, didapati anggota

Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel memang kurang aktif

dalam menambah wawasan dan pengetahuan, walaupun tidak semua

anggota Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel seperti itu,

apabila hal tersebut terjadi terus menerus maka kinerja dari anggota

Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel akan menurun tiap

tahunnya.

Permasalahan yang terjadi pada Direktorat Reserse Kriminal

Khusus Polda Kalsel dapat terjadi dikarenakan faktor budaya kerja yang

memang sangat mempengaruhi kinerja anggota kepolisian Direktorat

Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel, masing – masing staff hanya

memiliki Pendidikan formal SMA, mayoritas tidak ada anggota yang

menginginkan untuk menambah pendidikannya lebih, hal tersebut karena

xii
budaya kerja pada Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel yang

merasa bahwa pekerjaannya tidak membutuhkan Pendidikan yang lebih.

Budaya kerja adalah suatu hal yang penting bagi suatu instansi

kepolisian, dimana dengan adanya budaya kerja yang baik, maka

kegiatan sehari – hari yang dilakukan akan maksimal. Alasan penelitian

ini menggunakan variabel budaya kerja ialah, peneliti ingin mengetahui

bagaimana budaya kerja dapat menjembatani atau memediasi

kompetensi dan pendidikan/pelatihan kejuruan terhadap kinerja, sehingga

nantinya hasil ini akan diimplementasikan dengan keadaan real yang ada

pada objek. Supriyadi dan Triguno (2016:15) menyatakan bahwa:

“Budaya kerja adalah suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup

sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan yang juga pendorong

yang dibudayakan dalam suatu kelompok dan tercermin dalam sikap

menjadi perilaku, cita- cita, pendapat, pandangan serta tindakan, menurut

Halmahera, 2019, menyatakan bahwa budaya kerja memediasi

kompetensi terhadap kinerja, maka dapat disimpulkan bahwa seseorang

yang berbudaya kerja yang baik maka akan memiliki kompetensi yang

baik, kompetensi ini mempengaruhi bagaimana seorang bekerja.

Peningkatan kinerja Anggota dengan adanya Pendidikan/pelatihan

Kejuruan dapat membantu Anggota menambah kompetensi yang

dimilikinya, maka daripada itu motivasi dari pimpinan dan Instansi sangat

berpengaruh akan kinerja seseorang Anggota.

Penelitian dengan variabel Pendidikan dan pelatihan sebelumnya

pernah dilakukan oleh Gafarin, 2019, menyatakan bahwa Terdapat

pengaruh yang signifikan Kompetensi, Pendidikan, dan pelatihan

terhadap Kinerja Pegawai, Penelitian dengan variabel pelatihan dan

xiii
kompetensi ini sebelumnya pernah dilakukan juga oleh Reza Alfadihin,

2019, Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelatihan berpengaruh

terhadap kinerja, namun Pendidikan dan kompetensi tidak berpengaruh

terhadap kinerja. Dari kedua penelitian dapat disimpulkan bahwa terjadi

tidak konsistennya hasil penelitian yang dilakukan oleh kedua peneliti,

Gafarin menyatakan Pendidikan dan pelatihan berpengaruh terhadap

kinerja, sedangkan Reza Alfadhin, 2019 menyatakan bahwa pelatihan

berpengaruh terhadap kinerja, sedangkan pendidikan dan kompetensi

tidak memliki pengaruh. maka dengan adanya penelitian yang

inkonsistensi ini dapat menjadi temuan baru bagi peneliti dengan

menambahkan variabel budaya kerja sebagai variabel intervening, sesuai

dengan penelitian yang dilakukan Halmahera, 2019, menyatakan bahwa

budaya kerja memediasi kompetensi terhadap kinerja, maka dapat

disimpulkan bahwa seseorang yang berbudaya kerja yang baik maka

akan memiliki kompetensi yang baik, kompetensi ini mempengaruhi

bagaimana seorang bekerja

Alasan peneliti lainnya melakukan penelitian ulang terhadap

variabel ini ialah dimana penelitian terdahulu melakukan penelitian pada

perusahaan swasta sedangkan penelitian ini akan meneliti pada Intansi

pemerintah yaitu Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel,

perbedaan yang paling menarik dalam penelitian ini ialah, dimana peneliti

ingin menguji hipotesis dalam penelitian ini apakah Pendidikan/pelatihan

dan Kompetensi memiliki pengaruh terhadap Budaya Kerja dan kinerja

Anggota hal tersebut.

Berdasarkan latar belakang diatas, yang mana pembahasannya

terkait dengan kinerja Anggota, maka peneliti tertarik untuk melakukan

xiv
penelitian lebih dalam mengenai tata cara membangun kinerja Anggota

dari segi Pendidikan dan Latihan dan Kompetensi. Untuk itu judul

penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Pengaruh

Pendidikan/ pelatihan Kejuruan dan Kompetensi Terhadap Budaya

Kerja dan Kinerja Anggota Direktorat Reserse Kriminal Khusus

Polda Kalsel”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan

diatas, maka rumusan masalah yang dapat diambil adalah: rumusan

masalh berikut :

1. Apakah Pendidikan/pelatihan Kejuruan berpengaruh positif dan

signifikan terhadap Budaya Kerja Direktorat Reserse Kriminal Khusus

Polda Kalsel?

2. Apakah Kompetensi Berpengaruh Positif dan Signifikan terhadap

Budaya Kerja Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel?

3. Apakah Pendidikan/pelatihan Kejuruan berpengaruh positif dan

signifikan terhadap Kinerja Anggota Direktorat Reserse Kriminal

Khusus Polda Kalsel?

4. Apakah Kompetensi Berpengaruh positif dan signifikan terhadap

Kinerja Anggota Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel?

5. Apakah Budaya Kerja Berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kinerja Anggota Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel?

6. Apakah Budaya Kerja memediasi pengaruh Pendidikan/pelatihan

Kejuruan terhadap kinerja Anggota Direktorat Reserse Kriminal

Khusus Polda Kalsel?


xv
7. Apakah Budaya Kerja memediasi pengaruh Kompetensi terhadap

kinerja Anggota Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka

tujuan penelitian dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan manganalisis pengaruh positif dan Signifikan

Pendidikan/pelatihan Kejuruan terhadap budaya kerja Direktorat

Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel

2. Untuk mengetahui dan manganalisis pengaruh positif dan signifikan

Kompetensi terhadap Budaya Kerja pada Direktorat Reserse Kriminal

Khusus Polda Kalsel

3. Untuk mengetahui dan manganalisis pengaruh positif dan signifikan

Pendidikan/pelatihan terhadap Kinerja Anggota pada Direktorat

Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel

4. Untuk mengetahui dan manganalisis pengaruh positif dan signifikan

kompetensi terhadap Kinerja Anggota pada Direktorat Reserse

Kriminal Khusus Polda Kalsel

5. Untuk mengetahui dan manganalisis pengaruh positif dan signifikan

Budaya Kerja terhadap kinerja Anggota pada Direktorat Reserse

Kriminal Khusus Polda Kalsel

6. Untuk mengetahui dan menganalisis Budaya Kerja memediasi

pengaruh Pendidikan/pelatihan terhadap kinerja Anggota Direktorat

Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel

7. Untuk mengetahui dan menganalisis Budaya Kerja memediasi

pengaruh Kompetensi terhadap kinerja Anggota pada Direktorat


xvi
Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kegunaan bagi

beberapa pihak yaitu sebagai berikut :

1. Aspek Akademis

a. Sebagai Referensi untuk mahasiswa yang akan melakukan

penelitian selanjutnya.

b. Sebagai media penambah literatur dan wawasan bagi

perpustakan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pancasetia

c. Sebagai Referensi, penambah wawasan dan ilmu pengetahuan

bagi penelitian yang akan datang.

2. Aspek Pengembangan Ilmu Pengetahuan

a. Dapat memberikan kontribusi positif bagi pengembangan ilmu

perilaku organisasi sehingga dapat menguatkan teori-teori

tentang pengaruh Pendidikan/pelatihan dan kompetensi terhadap

budaya kerja dan kinerja Anggota, yaitu memberikan kontribusi

bagi ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia sesuai dengan

variabel yang diteliti.

b. Merupakan tugas akhir yang diharapkan dapat memberikan

wawasan dalam pengembangan ilmu bidang manajemen sumber

daya manusia khususnya pemberdayaan manusia yang

memegang peranan sangat penting dalam pencapaian suatu

tujuan serta Sumber daya manusia harus dikelola dengan baik

untuk meningkatkan kinerja dan tercapainya keberhasilan.

3. Aspek Praktis
xvii
a. Dapat di jadikan sebagai sumber informasi bagi Direktorat

Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel dalam usaha

meningkatkan kinerja Anggota nya dengan meningkatkan pula

Pendidikan/pelatihan dan kompetensi kerja para Anggota nya agar

merasa lebih nyaman saat bekerja di Direktorat Reserse Kriminal

Khusus Polda Kalsel dimasa sekarang maupun masa yang akan

datang.

b. Agar dapat menjadi saran bagi Anggota agar dapat meningkatkan

kompetensi nya dalam bekerja sehingga pekerjaan yang dilakukan

memberikan kinerja Anggota yang semakin baik.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Manajemen Sumber Daya Manusia

1. Pengertian Sumber Daya Manusia

Manajemen Sumber Daya Manusia (human resource

management) adalah pendayagunaan, pengembangan, penilaian,


xviii
pemberian balas jasa, dan pengelolaan individu, anggota

organisasi atau kelompok Karyawan Simamora (2016:4).

Manajemen sumber daya manusia merupakan aktivitas – aktivitas

yang dilaksanakan agar sumber daya manusia didalam organisasi

dapat digunakan secara efektif guna mencapai berbagai tujuan.

Kondisi perekonomian yang tidak menentu, dan perubahan

teknologi yang cepat hanyalah beberapa faktor eksternal yang

menyebabkan perusahaan mencari berbagai kiat baru agar dapat

memberdayakan sumber daya manusia secara lebih efektif

Manajemen sumber daya manusia sangat penting bagi suatu

perusahaan atau organisasi dalam mengelola, mengatur, dan

memanfaatkan Karyawan sehingga dapat berfungsi secara

produktif untuk tercapainya tujuan dari perusahaan. Manajemen

sumber daya manusia sebenarnya merupakan suatu gerakan

pengakuan terhadap pentingnya unsur manusia sebagai sumber

daya yang cukup potensial, yang perlu dikembangkan sedemikian

rupa sehingga mampu memberikan kontribusi yang maksimal bagi

organisasi maupun pengembangan dirinya.

Hasibuan (2020:10) menyatakan bahwa manajemen

sumber daya manusia adalah ilmu seni yang mengatur hubungan

dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu

terwujudnya tujuan perusahaan, Karyawan, dan masyarakat.

Sumber daya manusia adalah sumber untuk mencapai

keunggulan kompetitif karena kemampuannya untuk

mengkonversi sumber daya lainnya (uang, mesin, metode dan

material) ke dalam hasil (produk/jasa). Pesaing dapat meniru

xix
sumber lain seperti teknologi dan modal tetapi tidak untuk sumber

daya manusia yang unik. Karyawan mempunyai peran yang

strategis di dalam perusahaan yaitu sebagai pemikir, perencana,

dan pengendali aktivitas perusahaan karena memiliki bakat,

tenaga dan kreativitas yang sangat dibutuhkan oleh perusahaan

untuk mencapai tujuan. Snell dan Bohlander (2015:4) berpendapat

bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan suatu

proses yang mencakup segala sesuatu yang berkaitan dengan

organisasi dan orang – orang yang menjalankannya.

Sumber daya manusia (SDM) di perusahaan perlu dikelola

secara profesional agar terwujud keseimbangan antara kebutuhan

Karyawan dengan tuntutan dan kemampuan organisasi

perusahaan. Keseimbangan tersebut merupakan kunci utama

perusahaan agar dapat berkembang secara produktif dan wajar.

Dengan peraturan manajemen sumber daya manusia secara

profesional, diharapkan Karyawan dapat bekerja secara produktif.

Pengelolaan Karyawan i secara profesional ini harus dimulai sejak

perekrutan, penyeleksian, dan penempatan Karyawan sesuai

dengan kemampuan dan pengembangan kariernya

(Mangkunegara, 2019). Manajemen sumber daya manusia

merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang

meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan

dan pengendalian. Proses ini terdapat dalam fungsi atau bidang

produksi, pemasaran, keuangan maupun Karyawan dalam

mencapai tujuan perusahaan. Karena sumber daya manusia

dianggap semakin penting peranannya dalam pencapaian tujuan

xx
perusahaan, maka berbagai pengalaman dan hasil penelitian

dalam bidang sumber daya manusia dikumpulkan secara

sistematis dalam apa yang disebut dengan manajemen sumber

daya manusia.

Istilah manajemen mempunyai arti sebagai kumpulan

pengetahuan tentang bagaimana seharusnya mengelola sumber

daya manusia (Rivai dan Sagala, 2015). Menurut Noe, Hollenbeck,

Gerhart, dan Wright (2019:2), manajemen sumber daya manusia

adalah kombinasi kebijakan, praktik dan sistem yang

mempengaruhi kebiasaan, tingkah laku dan performa Karyawan

dalam aktivitas berorganisasi. Dalam paparannya, mereka

memberikan rincian aktivitas sumber daya manusia, seperti

analisis dan desain pekerjaan, perencanaan sumber daya

manusia, merekrut sumber daya manusia, memilih sumber daya

manusia, pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia,

pemberian kompensasi, manajemen performa, serta relasi antara

Karyawan. Sedangkan menurut Dessler (2015:4), manajemen

sumber daya manusia sebagai kebijakan dan latihan untuk

memenuhi kebutuhan Karyawan atau aspekaspek yang terdapat

dalam sumber daya manusia seperti posisi manajemen,

pengadaan Karyawan attau rekrutmen, penyaringan, pelatihan,

kompensasi, dan penilaian prestasi kerja Karyawan. Selain itu,

menurut Mathis dan Jackson (2019), sumber daya manusia

merupakan proses pembentukan sistem manajemen untuk

memastikan potensi yang dimiliki manusia dimanfaatkan secara

efektif dan efisien untuk mencapai tujuan perusahaan. Di sisi lain,

xxi
menurut Sutrisno (2019), manajemen sumber daya manusia

mempunyai sebagai suatu perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan, dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan,

kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemutusan

hubungan kerja dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi

perusahaan secara terpadu. Kemudian, menurut Sadili (2015:22)

menyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan

suatu kegiatan

pengelolaan yang meliputi pendayagunaan,

pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa bagi manusia

sebagai individu anggota organisasi atau perusahaan bisnis. Dari

berbagai teori mengenai manajemen sumber daya manusia

menurut para ahli, maka teori yang diambil dalam penelitian ini

berfokus kepada teori dari Snell dan Bohlander (2015:4) yang

menyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan

suatu proses yang mencakup segala sesuatu yang berkaitan

dengan organisasi dan orang – orang yang menjalankannya.

2. Komponen Manajemen Sumber Daya Manusia

Komponen manajemen sumber daya manusia menurut

Hasibuan (2020:13), yaitu tenaga kerja manusia pada dasarnya

dibedakan atas pengusaha, Karyawan, dan pemimpin.

a. Pengusaha adalah setiap orang yang menginvestasikan

modalnya untuk memperoleh pendapatan dan besarnya

pendapatan itu tidak menentu tergantung pada laba yang

dicapai perusahaan tersebut.

xxii
b. Karyawan merupakan kekayaan utama suatu perusahaan

karena tanpa keikutsertaannya aktivitas perusahaan tidak akan

terjadi. Karyawan berperan aktif dalam menetapkan rencana,

sistem, proses, dan tujuan yang ingin dicapai. Karyawan adalah

penjual jasa (pikiran dan tenaga) dan mendapatkan

kompensasi yang besarnya telah ditetapkan terlebih dahulu.

Mereka wajib dan terikat untuk mengerjakan pekerjaan yang

diberikan dan berhak memperoleh kompensasi sesuai dengan

perjanjian. Posisi karyawan dalam suatu perusahaan dibedakan

atau karyawan operasional dan karyawan manajerial

(pimpinan).

c. Pimpinan (Manajer) Pemimpin adalah seseorang yang

mempergunakan wewenang dan kepemimpinannya untuk

mengarahkan orang lain serta bertanggung jawab atas

pekerjaan orang tersebut dalam mencapai suatu tujuan.

Kepemimpinan adalah gaya seorang pemimpin mempengaruhi

bawahannya agar mau bekerjasama dan bekerja secara efektif

sesuai dengan perintahnya. Asas-asas kepemimpinan adalah

bersikap tegas dan rasional, bertindak konsisten dan berlaku

adil dan jujur.

Fungsi – Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut

Wahyudi (2015:12), mengemukakan bahwa fungsi-fungsi dari

manajemen sumber daya manusia adalah sebagai berikut :

xxiii
1. Fungsi Manajerial, meliputi :

a. Perencanaan (Planning) Perencanaan adalah melaksanakan

tugas dalam perencanaan kebutuhan, pengaduan,

pengembangan, dan pemeliharaan

b. Pengorganisasian (Organizing) Perorganisasian adalah

menyusun suatu organisasi dengan mendesain struktur dan

hubungan antara tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh

tenaga kerja yang telah dipersiapkan.

c. Pengarahan (Directing) Pengarahan adalah memberikan

dorongan untuk menciptakan kemauan kerja yang

dilaksanakan secara efektif dan efisien

d. Pengendalian (Controlling) Pengendalian adalah melakukan

pengukuran antar kegiatan yang dilakukan dengan standar-

standar yang telah ditetapkan khususnya di bidang tenaga

kerja.

2. Fungsi Operasional Fungsi Operasional dalam manajemen

sumber daya manusia merupakan dasar (basic) pelaksanaan

proses manajemen sumber daya manusia yang efisien dan

efektif dalam pencapaian tujuan organisasi/perusahaan. Fungsi

operasional tersebut terbagi 5 (lima), secara singkat diuraikan

sebagai berikut:

a. Fungsi Pengadaan adalah proses penarikan, seleksi,

penempatan, orientasi dan induksi untuk mendapatkan

karyawan yang sesuai kebutuhan perusahaan.

b. Fungsi Pengembangan adalah proses peningkatan

keterampilan teknis, teoritis, konseptual dan moral karyawan

xxiv
melalui pendidikan, pelatihan. Pendidikan, pelatihan yang

diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa

kini maupun masa depan

c. Fungsi Kompensasi adalah pemberian balas jasa langsung

dan tidak langsung berbentuk uang atau barang kepada

karyawan sebagai timbal jasa (output) yang diberikannya

kepada perusahaan. Prinsip kompensasi adalah adil dan

layak sesuai prestasi dan tanggung jawab karyawan tersebut

d. Fungsi Pengintegrasian adalah kegiatan untuk

mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan

karyawan, sehingga tercipta kerjasama yang serasi dan

saling menguntungkan. Dimana pengintegrasian adalah hal

yang penting dan sulit dalam manajemen sumber daya

manusia, karena mempersatukan dua aspirasi/kepentingan

yang bertolak belakang antara karyawan dan perusahaan

e. Fungsi Pemeliharaan adalah kegiatan untuk memelihara

atau meningkatkan kondisi fisik, mental dan loyalitas

karyawan agar tercipta hubungan jangka panjang.

Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program K3

(Keselamatan dan Kesehatan Kerja).

Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia Tujuan

manajemen sumber daya manusia menurut Sadili (2015:30)

adalah memperbaiki kontribusi produktif tenaga kerja terhadap

organisasi dengan cara yang bertanggung jawab secara strategis,

etis dan sosial. 4 (empat) tujuan MSDM adalah :

xxv
1. Tujuan Sosial Agar organisasi atau perusahaan bertanggung

jawab secara sosial dan etis terhadap kebutuhan dan

tantangan masyarakat dengan meminimalkan dampak

negatifnya

2. Tujuan Organisasional Sasaran formal yang dibuat untuk

membantu organisasi mencapai tujuannya

3. Tujuan Fungsional Mempertahankan kontribusi departemen

manajemen sumber daya manusia pada tingkat yang sesuai

dengan kebutuhan organisasi

4. Tujuan Individual Tujuan pribadi dari setiap anggota dicapai

melalui aktivitasnya dalam organisasi atau perusahaan.

Peran Manajemen Sumber Daya Manusia Terdapat 9

(sembilan) peran manajemen sumber daya manusia dalam

mengatur dan menetapkan program Karyawan menurut Arifin dan

Fauzi (2015:8):

1. Menetapkan jumlah, kualitas dan penempatan tenaga kerja

yang efektif sesuai dengan kebutuhan perusahaan

2. Melakukan perekrutan karyawan, seleksi dan penempatan

pegawai sesuai kualifikasi pegawai yang di butuhkan

perusahaan

3. Menetapkan program kesejahteraan, pengembangan promosi

dan pemutusan hubungan kerja

4. Membuat perkiraan kebutuhan pegawai di masa yang akan

datang

5. Memperkirakan kondisi ekonomi pada umumnya dan

perkembangan perusahaan pada khususnya

xxvi
6. Senantiasa memantau perkembangan undang-undang

ketenagakerjaan dari waktu ke waktu khususnya yang

berkaitan dengan masalah gaji/upah atau kompensasi terhadap

pegawai

7. Memberikan kesempatan karyawan dalam hal pendidikan,

latihan, dan penilaian prestasi kerja karyawan

8. Mengatur mutasi karyawan

9. Mengatur pensiun, pemutusan hubungan kerja beserta

perhitungan pesangon yang menjadi hak karyawan.

Aktivitas Manajemen Sumber Daya Manusia Dalam

mencapai tujuannya, departemen sumber daya manusia

membantu para manajer dalam merekrut, melatih, dan

mengembangkan, mengevaluasi, memelihara, dan

mempertahankan para karyawan yang berkualitas. Aktivitas

manajemen sumber daya manusia adalah kegiatan untuk

menyediakan dan mempertahankan tenaga kerja yang efektif dan

berkualitas bagi organisasi atau perusahaan. Menurut Sadili

(2015:33), aktivitas manajemen sumber daya manusia meliputi 8

(delapan) aktivitas, yaitu :

a. Perencanaan Sumber Daya Manusia Perencanaan sumber

daya manusia harus berfokus pada cara organisasi atau

perusahaan bergerak dan kondisi sumber daya manusia yang

ada saat ini menuju kondisi sumber daya manusia yang

dikehendaki. Perencanaan sumber daya manusia harus

mampu menciptakan hubungan antara seluruh strategi

organisasi atau perusahaan dengan kebijakan sumber daya

xxvii
manusianya. Perencanaan sumber daya manusia yang baik

dapat memastikan aktivitas sumber daya manusia senantiasa

konsisten dengan arah strategi dan tujuan organisasi atau

perusahaan.

b. Rekrutmen Perusahaan akan mencari tenaga baru apabila

terjadi kekurangan karyawan atau tenaga kerja yang diperlukan

perusahaan. Efektivitas sebuah perusahaan bergantung pada

efektivitas dan produktivitas para karyawannya. Tanpa

didukung oleh tenaga kerja yang berkualitas maka prestasi

organisasi atau perusahaan tidak akan menonjol.

c. Seleksi Dalam menyeleksi karyawan baru, departemen sumber

daya manusia biasanya menyaring pelamar melalui

wawancara, tes, dan menyelidiki latar belakang pelamar.

Selanjutnya merekomendasikan pelamar yang memenuhi

persyaratan pada manajer untuk diambil keputusan

pengangkatan terakhir

d. Pelatihan dan Pengembangan Perkembangan organisasi atau

perusahaan terkait erat dengan kualitas sumber daya

manusianya. Apabila sumber daya manusia kualitasnya

rendah, stagnasi organisasi atau perusahaan kemungkinan

besar akan terjadi.

e. Penilaian Prestasi Kerja Penilaian prestasi kerja merupakan

salah satu faktor kunci dalam mengembangkan suatu

organisasi atau perusahaan secara efektif dan efisien.

f. Kompensasi Dalam suatu perusahaan, terutama perusahaan

yang profit-making, maka pengaturan kompensasi merupakan

xxviii
faktor penting untuk dapat memelihara dan mempertahankan

prestasi kerja para karyawan.

g. Pemeliharaan Keselamatan Tenaga Kerja Setiap organisasi

bisnis diharapkan memiliki program keselamatan kerja, guna

mengurangi kecelakaan kerja dan kondisi kerja yang tidak

sehat

h. Hubungan Karyawan Organisasi atau perusahaan bisnis tentu

saja tidak semata-mata ingin memenuhi atau mencapai tujuan

dengan mengorbankan kepentingan karyawan, sebab manusia

sebenarnya merupakan penentu akhir dari keberhasilan suatu

organisasi.

Faktor Yang Mempengaruhi Praktek Manajemen Sumber

Daya Manusia Praktek manajemen sumber daya manusia berbeda

dari satu negara ke negara lain dan faktor-faktor yang

mempengaruhi praktek manajemen sumber daya manusia terbagi

ke dalam dua dimensi yaitu eksternal dan internal. Seperti yang

dikatakan oleh Ozutku dan Ozturkler (2019), faktor eksternal dan

internal yang mempengaruhi praktek manajemen sumber daya

manusia berbeda secara signifikan di seluruh negara.

1. Faktor Eksternal Faktor eksternal yang mempengaruhi praktek

manajemen sumber daya manusia adalah tekanan yang tidak

dapat dikontrol dan diubah dengan cara yang menguntungkan

dalam jangka pendek (Kane dan Palmer dalam Ramadhani,

2016). Faktor-faktor ini meliputi:

a. Perubahan ekonomi

b. Perubahan teknologi

xxix
c. Budaya nasional

d. Industri/Sektor karakteristik

e. Legislasi/Peraturan

2. Faktor internal yang mempengaruhi praktek manajemen

sumber daya manusia adalah lingkungan internal organisasi

yang sangat mempengaruhi praktek manajemen sumber daya

manusia (Kane dan Palmer dalam Ramadhani, 2016). Faktor-

faktor ini meliputi:

1. Ukuran organisasi

2. Struktur organizational

3. Strategi bisnis

4. Strategi sumber daya manusia

5. Sejarah, tradisi dan praktek masa lalu

6. Manajemen puncak

7. Manajemen lini

8. Kekuasaan dan politik

9. Pengaruh akademis dan profesional dalam praktek

manajemen sumber daya manusia

3. Pengembangan Sumber Daya Manusia

Program pengembangan sumber daya manusia

hendaknya disusun secara cermat dan didasarkan pada

motode-metode ilmiah serta berpedoman pada keterampilan

yang dibutuhkan organisasi saat ini maupun masa depan.

Pengembangan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan

teoritis, teknis, konseptual, dan moral pegawai agar prestasi

kerjanya baik dan mencapai hasil yang optimal.

xxx
Pengembangan sumber daya manusia pada dasarnya

merupakan kegiatan terpadu yang dilakukan manajemen dalam

rangka meningkatkan nilai tambah pegawai guna meningkatkan

produktivitas organisasi sekaligus dalam rangka

mempersiapkan pegawai untuk melaksanakan tugas pada

jenjang yang lebih tinggi. Soekidjo Notoatmodjo (2018: 4)

menjelaskan bahwa pengertian pengembangan sumber daya

manusia sebagai berikut: Pengembangan sumber daya

manusia (human resources development) secara makro adalah

suatu proses peningkatan kualitas dan kemampuan manusia

dalam rangka mencapai suatu tujuan pembangunan bangsa.

Proses peningkatan ini mencakup perencanaan

pengembangan dan pengeloalaan sumber daya manusia.

Pengembangan sumber daya manusia secara mikro

adalah suatu proses perencanaan pendidikan, pelatihan dan

pengloalaan tenaga kerja atau pegawai untuk mencapai suatu

hasil optimal. Sedangkan Hani Handoko (2018: 117)

menjelaskan bahwa: Pengembangan sumber daya manusia

merupakan suatu cara yang efektif untuk menghadapi

beberapa tantangan yang dihadapi oleh banyak organisasi

besar. Tantangan ini mencakup keusangan pegawai,

perubahan sosioteknis, dan perputaran tenaga kerja.

Kemampuan untuk mengatasi tantangan tersebut merupakan

faktor penentu keberhasilan departemen personalia dalam

mempertahankan sumber daya manusia yang efektif.

xxxi
Berdasarkan definisi yang telah dipaparkan, maka dapat

disimpulkan bahwa pengembangan sumber daya manusia

merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan

pegawai dalam menangani berbagai jenis tugas dan

menerapkan kemampuan yang dibutuhkan sesuai dengan jenis

pekerjaan yang ada, sehingga pegawai dapat mengerjakan

pekerjaannya secara optimal. Pengembangan kualitas dan

kemampuan sumber daya manusia melalui proses

perencanaan pendidikan, pelatihan, dan pengelolaan tenaga

atau pegawai untuk mencapai suatu hasil optimal. Pegawai

sebaiknya diberikan penambahan pengetahuan dengan terlebih

dahulu mengkaji atau melakukan analisis kebutuhan. Analisis

kebutuhan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana

kemampuan mereka (pegawai) saat ini dan apa yang

seharusnya perlu dikuasai dan diketahui oleh pegawai dalam

hubungannya dengan tugas dan tanggung jawab mereka.

Walaupun demikian, penambahan pengetahuan belum cukup

untuk dapat mengantarkan seorang pegawai bekerja secara

profesional. Pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang

memadai akan memudahkan pegawai dalam menyelesaikan

pekerjaannya, misalnya keterampilan yang berkaitan dengan

teknologi komputer, karena suatu keharusan dan tuntutan yang

mendesak agar pegawai dapat bekerja secara efektif dan

efisien.

Efektif berarti pekerjaan apa yang hendak dilakukan dan

dikerjakan dapat diselesaikan sesuai dengan target yang

xxxii
diinginkan ataupun tujuan organisasi. Efisien maksudnya

pelaksanaan dari suatu pekerjaan betul-betul tidak sampai

menggunakan waktu yang relatif lama, sehingga seluruh

pekerjaan dapat dikelola dengan prediksi waktu yang tepat dan

biaya yang cukup. Oleh karena itu, pegawai sangat diharapkan

untuk mengubah sikap dan perilaku yang hanya membuang-

buang waktu dalam bekerja. Pegawai juga diharapkan dapat

mengubah sikap dan perilaku bekerja secara kreatif, tidak

hanya menunggu pekerjaan tetapi juga mencari pekerjaan,

tidak menumpuk pekerjaan melainkan juga merencanaan

pekerjaan sesuai tujuan pengembangan sumber daya manusia.

Tujuan pengembangan sumber daya manusia disamping untuk

menambah pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan juga

dapat mengubah sikap dan perilaku yang lebih baik dalam

bekerja. Tujuan pengembangan pegawai adalah untuk

meningkatkan produktivitas kerja dalam rangka pencapaian

tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Efisien adalah nilai

hasil lebih besar daripada nilai pengorbanan atau sumber yang

digunakan. Artinya bahwa efisiensi adalah perbandingan yang

terbaik antara input dan output, antara keuntungan dengan

biaya, (antara hasil pelaksanaan dengan sumber- sumber yang

dipergunakan), seperti halnya juga hasil maksimum yang

dicapai dengan penggunaan sumber yang terbatas. Oleh

karena itu proses pengembangan sumber daya manusia

berhubungan erat dengan konsep pendidikan dan pelatihan.

Pendidikan dan pelatihan adalah suatu cara yang pasti dilalui

xxxiii
untuk mencapai suatu pengembangan, baik pengembangan

pengetahuan, kemampuan dan keterampilan pegawai dalam

meningkatkan kinerjanya. Pengembangan ini tidak dapat

dipisahkan dari program pendidikan dan pelatihan.

2.1.2 Kinerja

1. Pengertian Kinerja

Istilah kinerja berasal dari kata Job performance atau

performance yang berarti prestasi kerja atau prestasi

sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang

(Mangkunegara,2020:67). Biasanya orang yang kinerjanya tinggi

disebut orang yang produktif dan sebaliknya orang yang tingkat

kinerjanya tidak mencapai standar dikatakan sebagai orang yang

tidak produktif atau berperforma rendah.

Kinerja menurut Dale Timpe (2020; hal.31) adalah tingkat

prestasi seseorang atau karyawan dalam suatu organisasi

atau perusahaan yang dapat meningkatkan produktifitas.

Kinerja menurut Meiner (2020; hal.43) adalah sebagai

kesuksesan yang dapat dicapai individu didalam melakukan

pekerjaannya, dimana ukuran kesuksesan yang dicapai

individu tidak dapat disamakan dengan individu yang lain.

Kesuksesan yang dicapai individu adalah berdasarkan

ukuran yang berlaku dan disesuaikan dengan jenis

pekerjaannya. Sedangkan Beyley (2020; hal.56) berpendapat

bahwa kinerja berkaitan erat dengan tujuan atau sebagai

suatu hasil dari perilaku kerja individu, hasil yang

xxxiv
diharapkan dapat merupakan tuntutan dari individu itu sendiri

(Lewa dan Subowo,2015) Hasibuan dalam Sujak (2020) dan

Sutiadi (2016:6) mengemukakan bahwa kinerja adalah suatu hasil

kerja yang dicapai seorang dalam melaksanakan tugas-tugas

yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan,

pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Dengan kata lain

bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang

dalam melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya sesuai

dengan kriteria yang ditetapkan. Selanjutnya As’ad dalam

Agustina (2020) dan Sutiadi (2016:6) mengemukakan bahwa

kinerja seseorang merupakan ukuran sejauhmana keberhasilan

seseorang dalam melakukan tugas pekerjaannya (Brahmasari &

Suprayetno,2020:128)

Berdasarkan pengertian kinerja dari beberapa pendapat ahli

di atas dapat ditafsirkan bahwa kinerja karyawan erat kaitannya

dengan hasil pekerjaan seseorang dalam suatu organisasi atau

perusahaan. Hasil dari pekerjaan tersebut dapat menyangkut

kualitas, kuantitas, dan ketepatan waktu.

2. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Kinerja seorang karyawan dengan karyawan yang lainnya

dalam perusahaan tentunya berbeda-beda, tergantung dari

faktor-faktor yang mempengaruhinya. Rasa puas yang di

dapatkan karyawan disaat mereka bekerja, dapat membuat

mereka bekerja secara maksimal dan menunjukkan hasil

terbaik. Hal tersebut merupakan wujud timbal balik yang

diberikan karyawan kepada perusahaan. Selain memberikan

xxxv
kepuasan kepada karyawan, kerja dengan memberikan

motivasi perlu diciptakan agar karyawan bekerja dengan

efektif. Menurut Tiffin dan Mc. Cormick (dalam As’ad, 2020:

49) ada dua variabel yang mempengaruhi kinerja, yaitu:

1. Variabel individual yaitu meliputi sikap, karakteristik,

kepribadian, sifat-sifat fisik, minat dan motivasi, pengalaman,

umur, jenis kelamin, pendidikan serta faktor individual lainnya.

2. Variabel situasional yaitu terdiri dari :

a. Faktor fisik pekerjaan meliputi metode kerja, kondisi dan

desain perlengkapan kerja, penataan ruang, lingkungan

fisik (penyinaran, temperatur dan ventilasi).

b. Faktor sosial dan organisasi meliputi peraturan

organisasi, jenis latihan, dan pengawasan, sistem upah

dan lingkungan sosial.

Sedangkan faktor yang mempengaruhi pencapaian

kinerja dalam Mangkunegara,(2020:67) adalah :

1. Faktor Kemampuan Secara psikologis, kemampuan (ability)

pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan

kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya pegawai yang

memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan

yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam

mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah

mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai

perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan

keahliannya.

2. Faktor Motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang

xxxvi
pegawai dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi

merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang

terarah untuk mencapai tujuan organisasi.

3. Teori – teori Kinerja

a. Goal Theory Teori ini dikemukakan oleh Georgopoulus (2020)

yang disebut path goal theory. Menurutnya performance adalah

fungsi dari facilitating process dan inhibiting process. Prinsip

dasarnya adalah jika seseorang melihat bahwa performance

yang tinggi itu merupakan jalur (path) untuk memuaskan need

(goal) tertentu, maka ia akan berbuat mengikuti jalur tersebut

sebagai fungsi dari level of needs yang bersangkutan.

Kesimpulan dari teori ini adalah bahwa performance

merupakan fungsi dari motivasi untuk berproduksi dengan level

tertentu. Motivasinya ditentukan oleh kebutuhan yang

mendasari tujuan yang bersangkutan dan merupakan alat dari

tingkah laku produktif terhadap tujuan yang diharapkan.

b. Attribusi / Expectancy Theory Pertama kali dikemukakan oleh

Heider (2020), pendekatan teori atribusu ini mengenai kinerja

yang dirumuskan sebagai berikut:

P = M x A Keterangan:

P = Performance (kinerja)

A = Ability (kemampuan)

M = Motivation (motivasi)

Berdasarkan rumus diatas, teori kinerja

(performance) adalah hasil interaksi antara motivasi

(motivation) dan kemampuan (ability).

xxxvii
4. Kinerja Menurut Perkap Nomor 02 Tahun 2018

Menurut Perkap 02 tahun 2018 tentang Sistem Manajemen

Kinerja yang selanjutnya disingkat SMK adalah sistem yang

digunakan untuk mengidentifikasi dan mengukur kinerja pegawai

negeri pada Polri agar selaras dengan visi dan misi organisasi.

Indikator kinerja menurut SMK ialah sebaagai berikut

Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya

disebut Polri adalah alat negara yang berperan dalam memelihara

keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum serta

memberikan perlindun gan , pengayoman dan pelayanan kepada

masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

Kepala Polri yang selanjutnya disebut Kapolri adalah pimpinan

Polri dan penanggung jawab penyelenggaraan fungsi kepolisian.

Sistem Manajemen Kinerja yang selanjutnya disingkat SMK

adalah sistem yang digunakan untuk mengidentifikasi dan mengukur

kinerja anggota Polri agar selaras dengan visi dan misi organisasi.

Penilaian Kinerja adalah suatu proses penilaian secara

sistematis yang dilakukan oleh penilai terhadap kinerja anggota yang

dinilai.

Kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh setiap anggota

Polri pada satuan kerja/satuan fungsi/satuan wilayah sesuai dengan

faktor generik dan faktor spesifik.

Pejabat Penilai yang selanjutnya disingkat PP adalah atasan

langsung anggota Polri yang memiliki tugas dan tanggung jawab

untuk mengidentifikasi, mengukur, dan menilai kinerja anggota Polri

yang dipimpinnya. Anggota Yang Dinilai yang selanjutnya disingkat

xxxviii
AYD adalah anggota Polri yang diidentifikasi, diukur, dan dinilai

kinerjanya.

Rekan Kerja yang selanjutnya disingkat dengan RK adalah

anggota Polri yang memiliki atasan langsung yang sama dengan

AYD Perjanjian Kinerja adalah merupakan rencana kinerja tahunan

satuan fungsi atau satuan kerja dilingkungan polri yang berisi

pernyataan kinerja / kesepakatan kinerja antara atasan dan bawahan

untuk mewujudkan target kinerja tertentu berdasarkan sumber daya

yang dikelola. Kontrak Kerja adalah merupakan rencana kinerja

individu yang berisi perjanjian yang dibuat antara AYD dengan PP

untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang berkaitan dengan tugas

pokok, fungsi dan tanggung jawabnya, yang dirinci dalam uraian

pekerjaan .

Perilaku Kerja Anggota yang selanjutnya disingkat PKA adalah

setiap tingkah laku, sikap atau tindakan yang dilakukan oleh anggota

Polri atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan

sesuai dengan ketentuan perundang -undangan, Atasan Pejabat

Penilai yang selanjutnya disingkat APP adalah atasan langsung dari

PP yang memiliki tugas dan tanggung jawab menyelesaikan

permasalahan pengajuan keberatan yang diajukan oleh anggota

Polri yang dinilai. Faktor Generik adalah indikator penilaian kinerja

individu yang meliputi penilaian PKA, penambahan nilai

penghargaan dan pengurangan nilai hukuman yang dilakukan oleh

anggota Polri. Faktor Spesifik adalah indikator penilaian kinerja

individu yang meliputi kontrak kerja dan tugas tambahan. Uraian

Pekerjaan adalah pernyataan tertulis yang menjelaskan tanggung

xxxix
jawab dan kualifikasi untuk pekerjaan tertentu, berdasarkan analisis

pekerjaan

Indikator Pekerjaan adalah alat ukur yang digunakan untuk

menentukan derajat keberhasilan pekerjaan anggota Polri. Tugas

Tambahan adalah tugas yang dilaksanakan anggota Polri yang ada

hubungannya dengan tugas pokok dan fungsi Polri dan tidak ada

dalam kontrak kerja yang ditetapkan, pelaksanaannya ditunjuk

berdasarkan surat perintah . Penghargaan adalah bentuk pengakuan

yang diberikan kepada anggota Polri yang berjasa dan /atau

berprestasi dalam melaksanakan tugas yang bermanfaat bagi satuan

kerja atau organisasi Polri, pemerintah daerah kabupaten/kota,

pemerintah daerah provinsi dan negara Indonesia.

Hukuman adalah bentuk sanksi yang diberikan kepada

anggota Polri yang telah melakukan perbuatan pelanggaraan tindak

pidana/pelanggaran Kode Etik Profesi Polri/pelanggaran

disiplin/tindakan disiplin yang dilakukan

Target adalah jumlah hasil kerja yang akan dicapai dari setiap

pelaksanaan tugas jabatan. Capaian adalah jumlah hasil kerja yang

diwujudkan pada akhir semester. Mutu/Kualitas adalah ukuran

ketepatan hasil kerja yang sesuai dengan sasaran yang diharapkan.

Bawah Kendali Operasi yang selanjutnya disingkat BKO adalah

personel organik suatu Satker yang diperbantukan pada Satker lain

untuk melaksanakan tugas operasional berdasarkan perintah

Kasatker atau kepala operasi tempat BKO.

Sistem Informasi Penilaian Kinerja yang selanjutnya disingkat

SIPK adalah sistem berbasis komputer yang dapat menerima,

xl
mengirim, menyimpan, mengolah, dan menyajikan data dan

informasi tentang penilaian kinerja anggota Polri secara online yang

akurat, berkualitas, dan tepat waktu sebagai upaya mendukung

penyelenggaraan SMK. Sistem Informasi Personel Polri yang

selanjutnya disingkat SIPP adalah sistem berbasis komputer yang

dapat menerima, mengirim, menyimpan, mengolah, dan menyajikan

data dan informasi tentang pegawai negeri pada Polri secara online

yang akurat, berkualitas, dan tepat waktu sebagai upaya mendukung

penyelenggaraan pembinaan sumber daya manusia Polri. Penilaian

Kinerja anggota Polri dilaksanakan melalui SMK :

a. Faktor Spesifik :

1. Kontrak Kerja

2. Tugas Tambahan.

b. Faktor Generik :

1. Kepemimpinan

2. Orientasi Pelayanan

3. Komunikasi

4. Pengendalian Emosi

5. Integritas

6. Empati,

7. Komitmen Terhadap Organisasi

8. Inisiatif

9. Disiplin

10. Kerjasama.

2.1.3.Budaya Kerja

xli
1. Pengertian dan Fungsi Budaya Kerja

Budaya kerja adalah suatu falsafah didasari pandangan

hidup sebagai nilai nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga

pendorong yang dibudayakan dalam suatu kelompok dam

tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pendapat,

pandangan serta tindakan yang terwujud sebagai bekerja. Robbins

(2018:11) mengatakan budaya kerja merupakan “Suatu sistem

pengertian bersama yang dipegang oleh anggota suatu organisasi

yang membedakan organisasi tersebut dari organisasi lainnya”.

Menurut Mangkunegara (2016:316) menyimpulkan pengertian

budaya kerja sebagai “Separangkat asumsi atau sistem

keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam

perusahaan yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-

anggotamya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan

integrasi internal.

Triguna (2018:1) menjelaskan bahwa “Sebenarnya budaya

kerja sudah lama dikenal oleh manusia, namun belum disadari

bahwa suatu keberhasilan kerja berakar pada nilai-nilai yang

dimiliki dan perilaku yang menjadi kebiasaan. Nilainilai tersebut

bermula dari adat istiadat, agama, norma dan kaidah yang menjadi

keyakinan pada diri pelaku kerja atau organisasi. Nilai-nilai yang

menjadi kebiasaan tersebut dinamakan budaya kerja”. Dengan

demikian, maka setiap fungsi atau proses kerja harus mempunyai

perbedaan dalam bekerjanya, yang mengakibatkan berbedanya

pola nilai-nilai yang sesuai untuk diambil dalam kerangka kerja

organisasi. Seperti nilai-nilai apa saja yang sepatutnya dimiliki,

xlii
bagaimana perilaku setiap orang akan dapat mempengaruhi kerja

mereka, kemudian falsafah yang dianutnya seperti “budaya kerja”

merupakan suatu proses tanpa “akhir” atau “terus menerus”.

Berbicara tentang budaya kerja berarti berbicara tentang pedoman

yang berisi tentang aturan-aturan yang terkait bdengan kerja yang

kemudian diimplementasikan di dalam kehidupan nyata dalam

pekerjaan sehari-hari yang menghasilkan produk-produk yang

relevan dengan tuntutan pekerjaannya. Budaya kerja tersebut

kemudian secara mekanis dan organis terdapat didalam diri

manusia sehingga terekpresi di dalam kehidupannya. Sebagai

pedoman dalam bersikap dan berperilaku, budaya kerja

merupakan seperangkat pengetahuan yang built in di dalam

individu manusia pekerja yang dengannya manusia bertindak atau

berperilaku di dalam dunia kerja. Budaya kerja tersebut sudah

menjadi bagian di dalam kehidupan seseorang sehingga tanpa

pengawasan pun seseorang pasti akan melakukannya

sebagaimana pedomannya tersebut.

Dari pengertian tentang budaya kerja dapat disimpulkan

bahwa budaya kerja adalah cara pandang yang menumbuhkan

keyakinan atas dasar nilai-nilai yang diyakini karyawan untuk

mewujudkan prestasi kerja terbaik. Menurut Rivai (2016:430)

fungsi budaya kerja adalah “Budaya mempunyai suatu peran

menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptakan perbedaan

yang jelas antara suatu organisasi dengan organisasi lain; Budaya

memberikan identitas bagi organisasi; Budaya mempermudah

timbulnya komitmen yang lebih luas dari pada kepentingan

xliii
individu; Budaya itu mengingatkan kemantapan sistem sosial; dan

Budaya sebagai mekanisme pembuat maknadan kendali yang

memandu serta membentuk sikap dan perilaku karyawan”.

Menurut Robbins (2018:520) peran atau fungsi didalam suatu

budaya adalah “Sebagai tapal batas yang menbedakan secara

jelas suatu organisasi dengan organisasi yang lain; Memberikan

rasa identitas bagi anggota-anggotanya organisasi; Memudahkan

penerusan komitmen hingga mencapai batasan yang lebih luas

dari pada kepentingan individu; Mendorong stabilitas sisitem

sosial, merupakan perakat sosial yang membantu mempersatukan

organisasi; Membentuk rasa dan kendali yang memberikan

panduan dan membentuk sikap serta perilaku karyawan; Sebagai

pola perilaku yang berisi norma tingkah laku dan menggariskan

batas-batas toleransi sosial dan juga alat komunikasi antara

atasan dan bawahan maupun sebaliknya”.

2. Proses dan Faktor-Faktor Terbentuknya Budaya Kerja

Menurut Robbins (2018:523) dibutuhkan waktu yang lama

untuk pembentukan suatu budaya kerja. Sekali terbentuk budaya

itu cenderung berurat berakar, sehingga sukar bagi para manajer

untuk mengubahnya. Robbins (2018:523) menjelaskan bagaimana

budaya kerja dibangun dan dipertahankan ditunjukkan dari filsafat

pendiri dan pimpinannya. Selanjutnya budaya ini sangat

dipengaruhi oleh kriteria yang digunakan dalam mempekerjakan

karyawan. Tindakan pimpinan akan sangat berpengaruh terhadap

perilaku yang dapat diterima baik dan yang tidak. Bagaiman

bentuk sosialisasi akan tergantung kesuksesan yang dicapai

xliv
dalam menerapkan nilai-nilai dalam proses seleksi. Namun secara

perlahan nilai-nilai tersebut dengan sendirinya akan terseleksi

untuk melakukuan penyesuaian terhadap perubahan yang pada

akhirnya akan muncul budaya kerja yang diinginkannya.

Menurut Mangkunegara (2016:317) ada tiga macam proses

terbentuknya budaya, yaitu “Budaya diciptakan oleh sendirinya;

Budaya terbentuk sebagai upaya menjawab tantangan dan

peluang dari lingkungan internal dan eksternal; budaya diciptakan

oleh tim manajemen sebagai cara meningkatkan kinerja

perusahaan secara sistematis”. Sementara Gomes (2019:39)

mengatakan bahwa satuan kerja atau organisasi akan mampu

mencapai sukses tertinggi jika ia memiliki “Sasaran-sasaran dan

target-target yang agung; Keteguhan tetapi sekaligus fleksibel;

Budaya kerja yang dihayatin secara fanatik; Daya inovasi yang

kreatif; Sistem pembangunan sumber daya manusia (SDM) dari

dalam; Orientasi pada mutu kesempurnaan dan kemampuan untuk

terus menerus belajar dan berubah secara damai”. Menurut

Gomes (2019:53) factor-faktor yang membentuk budaya kerja

yaitu “Observed behavioral regularities when people interact”, yaitu

bahasa yang digunakan dalam organisasi, kebiasaan dan

organisasi yang ada, dan ritual para karyawan dalam menghadapi

berbagai macam situasi; Group Norms, yaitu nilai dan standar

baku dalam organisasi, Exposed Values, yaitu nilai-nilai dan

prinsipprinsip organisasi yang ingin dicapai, misalnya kualitas

produk, dan sebagainya; Formal Philosophy,yaitu kebijakan dan

prinsip ideologis yang mengarahkan perilaku organisai terhadap

xlv
karyawan, pelanggan, dan pemegang saham; Rules of the Game,

yaitu aturan-aturan dalam perusahaan, hal-hal apa saja yang

harus dipelajari oleh karyawan baru agar dapat diterima organisasi

tersebut; Climateyaitu perasaan yang secara eksplisit dapat terasa

dari keadaan fisik organisasi dan interaksi antar karyawan,

interaksi antasan dengan bawahan, juga interaksi dengan

pelanggan atau organisasi lain; Embedded Skills, yaitu kompetensi

khusus dari anggota organisasi dalam menyelesaikan tugasnya,

dan kemampuan menyalurkan keahliannya dari satu generasi ke

generasi lainnya; Habits of thinking,mental models,and/or linguistic

paradigms, yaitu adanya suatu kesamaan “frame” yang

mengarahkan pada persepsi (untuk dapat mengurangi adanya

perbedaan persepsi), pikiran, dan bahasa yang digunakan oleh

para karyawan dan diajarkan pada karyawan bru pada awal

proses sosialisasi; Shared Meanings, yaitu rasa saling pengertian

yang diciptakan sendiri oleh karyawan dariinteraksi sehari-hari;

Root Metaphors or Integrating Symbols, yaitu ide-ide, perasaan

dan citra organisasi yang dikembangkan sebagai karakteristik

organisasi yang secara sadar ataupun tidak sadar tercermin dari

bangunan, lay out ruang kerjadan materi artifact lainnya. Hal ini

merefleksikan respon emosional dan estetika anggota organisasi,

disamping kemampuan kognitif atau kemampuan evaluatif

anggota organisasi.

Nilai adalah keyakinan yang bertahan lama mengenai

sesuatu yang dianggap berharga, penting, mempunyai arti,

diinginkan dan diprioritaskan sehingga diperjuangkan untuk

xlvi
direalisasikan. Nilai-nilai yang terbentuk didalam suatu organisasi

kerja, sumbernya dari masyarakat yang kemudian dibawa suatu

organisasi ketika seseorang menjadi anggota organisasi kerja

tertentu. Nilai-nilai dari suatu masyarakat diyakini dominan

mempengaruhi budaya perusahaan tempat organisasi berada.Nilai

terbentuknya mulai dari keluarga, social, sekolah dan universitas.

Nilai-nilai budaya merupakan gejala kolektif dan lebih

mencerminkan gejala komunitas. Mencapai keberhasilan yang

permanen, organisasi perlu membangun core valueyang

membentuk budaya perusahaan. Nilai-nilai ini akan memotivasi

setiap orang dalam organisasi, berfungsi memperjelas alasan

organisasi untuk bertindak dan melakukan sesuatu. Nilai-nilai ini

juga menjadi ukuran dalam menentukan perioritas dalam

pengambilan keputusan dan menjadi pedoman perilaku anggota

organisasi.

Menurut Sentono (2015:69) “Budaya pada intinya adalah

nilai dan norma yang berlaku di suatu organisasi dan dianut oleh

para anggota”. Tiap organisasi seharusnya memiliki nilai masing-

masing yang sebaiknya merupakan nilai-nilai dari seluruh anggota.

Perusahaan membangun tata nilai yang mencakup hal-hal yang

menggugah karyawan untuk memberikan kontribusi positif pada

perusahaan, hubungan antara karyawan serta hubungan dengan

stakeholders, yang merupakan hal-hal yang harus dijunjung tinggi

atau dipedomi oleh seluruh karyawan dalam melaksanakan

kegiatan perusahaan, yang terdiri dari “Proaktif”. Proaktif berarti

sikap berinisiatif dan mengevaluasi resiko yang mungkin terjadi.

xlvii
Proaktif adalah kemampuan untuk membuat keputusan tentang

apa yang harus dikerjakan pada situasi dan kondisi yang kritis,

tanpa menunggu perintah atau dukungan dari atasan. Unggul

berarti lebih tinggi, lebih baik atau lebih cakap. Ungggul bisa juga

berarti yang terbaik atau yang terutama .

Excellence pada intinya adalah upaya membangun atau

menciptakan keunggulan dalam rangka memenangkan

persaingan. Watak unggul adalah sifat yang selalu

mengedepankan kesempurnaan dan peningkatan dalam kualitas

kerja, serta berkeinginan dan bergairah untuk menjadi yang

terbaik, kerjasama tim. Bermakna bukan sekedar bekerja

bersama-sama namun kerjasama diantar dua potensi yang

berbeda atau lebih, dengan beban, tanggung jawab dan fungsi

yang berbeda dan hasilnya lebih dari sekedar. Hasil kerja kolektif

terjadi bila dua anggota atau lebih bekerja bersama-sama,

mencerminkan kontribusi bersama yang nyata dari anggota-

anggota tim. Inovasi merupakan proses pengambilan gagasan

yang kreatif yang mengubahnya menjadi produk, jasa atau metode

operasi yang bermanfaat. Inovasi adalah intensi memperkenalkan

dan mengaplikasi suatu ide, proses produk atau prosedur baru

dalam organisasi untuk mendapatkan keuntungan bagi organisasi.

Bertanggung jawab didefinisikan sebagai kemampuan dalam

menannggapi dan menyelesaikan pekerjaan yang di lakukan.

Besar kecilnya tanggung jawab atas akibat keputusan yang

diambil dan tindakan yang dilakukan.

2. Indikator Budaya Kerja

xlviii
Menurut Triguno, dkk (2018:8) indikator budaya kerja dapat

dibagi menjadi:

a. Sikap Terhadap Pekerjaan Yaitu kesukaan akan kerja

dibandingkan dengan kegiatan lain, seperti bersantai atau

semata-mata memperoleh kepuasan dari kesibukan

pekerjaannya sendiri atau merasa terpaksa melakukan sesuatu

hanya untuk kelangsungan hidupnya,

b. Perilaku Pada Waktu Bekerja Seperti rajin, berdedikasi,

bertanggung jawab, berhati-hati, teliti, cermat, kemauan yang

kuat untuk mempelajari tuga dan kewajibannya, suka

membantu sesama karyawan atau sebaliknya.

c. Disiplin Kerja Dapat didefinisikan sebagai suatu sikap

menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan.

2.1.4. Kompetensi

1. Pengertian Kompetensi

Kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan

atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas

keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja

yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Wibowo (2016, p.271)

Menurut McClelland mendefinisikan kompetensi (competency)

sebagai karakteristik yang mendasar yang dimiliki seseorang yang

berpengaruh langsung terhadap, atau dapat mendeskripsikan,

kinerja yang sangat baik. Dengan kata lain, kompetensi adalah

apa yang para outstanding performers lakukan lebih sering pada

lebih banyak situasi dengan hasil yang lebih baik, daripada apa

xlix
yang dilakukan para average performers. (Zainal, Veithzal Rivai,

dkk. 2015, p.230)

3. Karakteristik Kompetensi Menurut Spencer dan Spencer dalam

Wibowo (2016, p.273) kompetensi terbentuk dari lima karakteristik,

yaitu:

1. Motif Sesuatu yang secara konsisten dipikirkan atau diinginkan

orang yang menyebabkan tindakan. Motif mendorong,

mengarahkan, dan memilih perilaku menuju tindakan atau

tujuan tertentu.

2. Sifat Karakteristik fisik dan respons yang konsisten terhadap

situasi atau informasi. Kecepatan reaksi dan ketajaman mata

merupakan ciri fisik kompetensi seorang pilot tempur.

3. Konsep Diri Sikap, nilai-nilai, atau citra diri seseorang. Percaya

diri merupakan keyakinan orang bahwa mereka dapat efektif

dalam hampir setiap situasi adalah bagian dari konsep diri

orang.

4. Pengetahuan Informasi yang dimiliki orang dalam bidang

spesifik. Pengetahuan adalah kompetensi yang kompleks. Skor

pada tes pengetahuan sering gagal memprediksi prestasi kerja

karena gagal mengukur pengetahuan dan keterampilan dengan

cara yang sebenarnya dipergunakan dalam pekerjaan.

5. Keterampilan Kemampuan mengerjakan tugas fisik atau mental

tertentu. Kompetensi mental atau keterampilan kognitif

termasuk berpikir analitis dan konseptual.

3. Indikator Kompetensi

l
Pada dasarnya banyak indikator yang mempengaruhi

kompetensi karyawan suatu perusahaan, indikator kompetensi

menurut Ruky dalam Fadillah, dkk (2017), yaitu:

1. Karakter pribadi (traits) Karakter pribadi adalah karakteristik fisik

dan reaksi atau respon yang dilakukan secara konsisten

terhadap suatu situasi atau informasi.

2. Konsep diri (self concept) Konsep diri adalah perangkat sikap,

sistem nilai atau citra diri yang dimiliki seseorang.

3. Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan adalah informasi yang

dimiliki seseorang terhadap suatu area spesifik tertentu.

4. Keterampilan (skill) Keterampilan adalah kemampuan untuk

mengerjakan serangkaian tugas fisik atau mental tertentu.

5. Motivasi kerja (motives) Motif adalah sesuatu yang secara

konsisten dipikirkan atau dikehendaki oleh seseorang, yang

selanjutnya akan mengarahkan, membimbing, dan memilih

suatu perilaku tertentu terhadap sejumlah aksi atau tujuan.

2.1.5. Pendidikan

1. Pengertian Pendidikan

Menurut Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik

Indonesia Nomor 14 Tahun 2015 menerangkan bahwa

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tuntutan

masyarakat terhadap kinerja Kepolisian Negara Republik Indonesia

memerlukan sumber daya manusia yang profesional, bermoral,

modern dan unggul, dilaksanakan melalui sistem pendidikan yang

li
terprogram , terintegrasi, sistematis dan berkelanjutan, Pendidikan

Polri adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana proses pem belajaran, pelatihan, dan pengasuhan guna

mem bentuk dan mengembangkan pengetahuan, sikap perilaku,

dan keterampilan peserta didik pada Satuan Pendidikan Polri.

Sistem Pendidikan Polri yang selanjutnya disebut Sisdik

Polri adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait

secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan Polri. Jalur

Pendidikan Polri adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk

mengembangkan potensi diri dalam sua tu proses pendidikan yang

sesuai dengan tujuan pendidikan Polri.

Jenis Pendidikan Polri adalah kelom pok yang didasarkan

pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan Polri.

Jenjang Pendidikan Polri adalah tahapan Pendidikan Polri yang

ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan

yang akan dicapai, dan kemampuan yang akan dikembangkan serta

jenjang kepangkatan.

(1) Jalur pendidikan dalam Sisdik Polri meliputi:

a. formal; dan

b. nonformal.

(2) Jalur pendidikan formal sebagaimana dimaksud merupakan jalur

pendidikan Polri yang terstruktur dan berjenjang.

(3) Jalur pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud merupakan

jalur pendidikan di luar pendidikan formal Polri yang dapat

dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

2. Jenis Pendidikan Polri meliputi:

lii
a. pendidikan akademik;

b. pendidikan vokasi; dan

c. pendidikan profesi.

Jenis Pendidikan akademik sebagaimana dimaksud meliputi

jenjang pendidikan program yaitu sarjana ilmu kepolisian, magister

ilmu kepolisian dan magister kajian ilmu kepolisian; dan doktor ilmu

kepolisian.

(1) Program Sarjana Ilmu Kepolisian merupakan Dikbang lulusan

Akpol dan Bin'tara Polri lulusan Diploma 3 STIK, dengan

ketentuan:

a. lulusan program sarjana ilmu kepolisian diberikan gelar

Sarjana Ilmu Kepolisian (S.I.K.); dan

b. lulusan program sarjana ilmu kepolisian sumber Akpol dapat

melanjutkan pendidikan ke program magister ilmu kepolisian

atau Dikbangpim Sespimma.

(2) Program magister ilmu kepolisian dan magister kajian ilmu

kepolisian merupakan Dikbang lulusan Akpol yang telah memiliki

gelar Sarjana Terapan Kepolisian dan Sarjana Ilmu Kepolisian,

dengan ketentuan:

a. lulusan program magister ilmu kepolisian diberikan gelar

Magister Ilmu Kepolisian (M.I.K.);

b. lulusan program magister kajian ilmu kepolisian diberikan gelar

Master of Science (M.Si.);

c. lulusan program magister ilmu kepolisian dan magister kajian

ilmu kepolisian serta lulusan program magister dalam maupun

luar negeri dengan penugasan dinas dapat melanjutkan ke

liii
Dikbangpim Sespim mentanpa melalui Dikbangpim

Sespimma; dan

d. lulusan program magister ilmu kepolisian dan magister kajian

ilmu kepolisian dapat melanjutkan ke program Doktor Ilmu

Kepolisian di STIK.

(3) Program Doktor Ilmu Kepolisian merupakan pendidikan

pengembangan Magister Ilmu Kepolisian, dengan ketentuan:

a. lulusan program doktor ilmu kepolisian diberikan gelar Doktor

(Dr); dan

b. lulusan program doktor ilmu kepolisian dan program doktor

dalam / luar negeri dengan penugasan dinas dapat

melanjutkan ke jenjang Dikbangum Sespimti.

Jenis pendidikan vokasi sebagaimana dimaksud meliputi:

a. Diktuk;

b. Diploma;

c. Dikbangspes;

d. DikbangAgol;

e. Dikbangpim;

f. Diklatpim; dan

g. Pelatihan.

Diktuk sebagaimana dimaksud dengan jenjang pendidikan

meliputi;

a. Tamtama;

b. Bintara;

c. Perwira Pertama; dan

d. Latihan PraJabata n Calon PNS (Latprajab CPNS).

liv
(1) Diktuk Tamtama Polri sebagaimana dimaksud diselenggarakan

untuk membentuk peserta didik menjadi anggota Polri sebagai

pembantu pelaksana utama tugas Kepolisian.

(2) Diktuk Tamtama Polri diselenggarakan pada satuan pendidikan

Polri yang ditetapkan dengan keputusan Kapolri.

(3) Lulusan Diktuk Tamtama Polri diberikan pangkat Bhayangkara

Dua.

(4) Tamtama Polri dapat mengikuti Dikbangspes dan Dikbang Agol

Bintara Polri.

(a) Diktuk Bintara Polri sebagaimana dimaksud diselenggarakan untuk

membentuk anggota Polri sebagai pelaksana utama tugas

Kepolisian.

(b) Diktuk Bintara Polri diselenggarakan di SPN, Sepolwan dan Satuan

Pendidikan Polri lainnya yang ditetapkan berdasarkan Keputusan

Kapolri.

(c) Lulusan Diktuk Bintara Polri diberi pangkat Brigadir Dua dan

mendapatkan ijazah Diktuk Bintara Polri dengan kualifikasi Diploma

Satu (DI) Kepolisian.

(d) Bintara Polri dapat mengikuti Dikbang Agol Perwira Pertama Polri,

Dikbangspes, dan Dikbangpim .

Diktuk Perwira Pertama Polri sebagaimana dimaksud

merupakan Program Diploma 4 Akpol/Sarjana Terapan Kepolisian

yang diselenggarakan diSatuan Pendidikan Polri dengan ketentuan

sebagai berikut;

a. lulusan Akpol diberikan pangkat Inspek tur Polisi Dua, dengan gelar

Sarjana Terapan Kepolisian;

lv
b. lulusan Akpol dapat diberikan gelar Sarjana Ilmu Kepolisian setelah

mengikuti matrikulasi dari STIK sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang -undangan ; dan

c. lulusan Akpol dapat mengikuti pendidikan akademik, Dikbangspes

dan Dikbangpim

Diploma sebagaimana dimaksud diselenggarakan untuk

membentuk dan mengembangkan anggota Polri menjadi praktisi di

bidang Kepolisian, dengan jenjang pendidikan, meliputi:

a. program Diploma 1 untuk membentuk kompetensi Bintara Polri

sebagai Ahli Pratama;

b. program Diploma 2 untuk mengembangkan kompetensi Bintara Polri

sebagai Ahli Muda;

c. program Diploma 3 untuk mengembangkan kompetensi Bintara Polri

sebagai Ahli Madya;

d. program Diploma 1, Diploma 2 dan Diploma 3 diselenggarakan

Lemdikpol dengan pengampu STIK selaku Lembaga Pendidikan

Tinggi Polri;

e. lulusan program Diploma 3 dapat m elanjutkan pendidikan ke

program Sarjana Ilmu Kepolisian; dan

f. program Diploma 4 / Sarjana Terapan Kepolisian untuk membentuk

Perwira pertama Polri melalui Akpol.

Dikbangspes sebagaimana dimaksud jenjang pendidikan

meliputi:

a. Tamtama Polri;

b. Bintara Polri/PNS Gol II;

c. Perwira Pertama Polri/PNS Gol III; dan

lvi
d. Perwira Menengah Polri/PNS Gol IV.

Dikbangspes, meliputi fungsi:

a. operasional;

b. pembinaan; dan

c. Bantuan Teknis (Bantek).

Dikbangspes diselenggarakan secara bertingkat meliputi tingkat

dasar dan tingkat lanjutan yang disusun mengacu pada kompetensi

dan hasil analisis kebutuhan tugas dan jabatan pada masing-masing

unit organisasi Polri.

Dikbangspes diselenggarakan di Satuan Pendidikan Polri yang

ditetapkan dengan Keputusan Kapolri. Dikbangspes diselenggarakan

oleh Lemdikpol dengan pembina fungsi Kepolisian tingkat Mabes Polri

sebagai penanggung jawab materi.

Dikbang Agol sebagaimana dimaksud dengan jenjang pendidikan

meliputi:

a. Agol Bintara Polri; dan

b. Agol Perwira Pertama Polri.

1. Dikbang Agol Bintara Polri, diselenggarakan oleh Satuan Pendidikan

Polri dalam upaya meningkatkan kemampuan Tamtama m enjadi

Bintara Polri.

2. Dikbang Agol Bintara Polri, diikuti oleh Tamtama Polri yang

memenuhi persyaratan.

3. Bintara Polri lulusan Dikbang Agol yang memenuhi persyaratan

dapat melanjutkan pendidikan ke Dikbang Agol Perwira Pertama

Polri.

lvii
Dikbang Agol Perwira Pertama Polri, diselenggarakan di Satuan

Pendidikan Polri dalam upaya meningkatkan kemampuan Bintara Polri

menjadi Perwira Pertama Polri. Dikbang Agol Perwira Pertama Polri,

diikuti Bintara Polri yang telah memenuhi persyaratan. Perwira

Pertama Polri Lulusan Dikbang Agol yang memenuhi persyaratan

dapat melanjutkan ke Dikbangpim Sespimma atau Diklatpim

Dikbangpim sebagaimana dimaksud dengan jenjang pendidikan

meliputi:

a. Sekolah Staf dan Pimpinan Pertama (Sespimma), diselenggarakan

untuk meningkatkan kemam puan Perwira Pertama sebagai asisten

manajer tingkat menengah dan sebagai pimpinan staf yang

profesional;

b. Sekolah Staf dan Pimpinan Menengah (Sespimmen),

diselenggarakan untuk mengem bangkan Perwira Menengah agar

memiliki kemampuan manajerial tingkat menengah dan sebagai pim

pinan staf yang profesional; dan –

c. Sekolah Staf dan Pimpinan Tinggi (Sespimti), diselenggarakan untuk

mengembangkan kemampuan Komisaris Besar Polisi agar memiliki

kompetensi sebagai manajer dan pemimpin Polri tingkat tinggi.

Sespimma merupakan pendidikan pengembangan dari Akpol,

SIPSS dan Dikbang Agol Perwira Pertama Polri. Sespimmen

merupakan pendidikan pengembangan dari Akpol dan Dikbang Agol

Perwira Pertama Polri yang telah mengikuti Dikbangpim Sespimma.

Sespimti merupakan pendidikan pengem bangan dari Akpol yang telah

mengikuti Dikbangpim Sespimmen atau Magister Ilmu Kepolisian/

Magister Kajian Ilmu Kepolisian atau Magister penugasan dalam /luar

lviii
negeri. Selain Sespimti Polri untuk memenuhi kompetensi sebagai

manajer dan pemimpin tingkat tinggi dapat ditempuh melalui

pendidikan Lemhannas/Diklatpim Tk. I.

Diklatpim sebagaimana dimaksud dengan jenjang pendidikan

meliputi:

a. Diklatpim tingkat IV diselenggarakan untuk mengembangkan

kemampuan manajerial PNS Polri untuk jabatan struktural Eselon

IV;

b. Diklatpim tingkat III diselenggarakan untuk mengembangkan

kemampuan manajerial PNS Polri, perwira lulusan SIPSS dan

Dikbang Agol Perwira pertama Polri untuk jabatan struktural Eselon

III;

c. Diklatpim tingkat II diselenggarakan untuk mengembangkan

kemampuan manajerial PNS Polri, perwira lulusan SIPSS dan

Dikbang Agol Perwira Pertama Polri yang telah mengikuti Diklatpim

Tk. III atau Sespimma untuk jabatan struktural Eselon II; dan

d. Diklatpim tingkat I/Lemhanas disenggarakan untuk pengembangan

kemampuan manajerial dan kepemimpinan tingkat tingkat tinggi

bagi PNS Polri, Perwira Lulusan SIPSS dan Dikbang Agol Perwira

Pertama Polri yang telah mengikuti Diklatpim Tk.II untuk jabatan

fungsional dan struktural eselon I.

Jenis pendidikan profesi sebagaimana dimaksud terdiri dari:

a. Sekolah Inspektur Polisi Sumber Sarjana (SIPSS); dan

b. Pendidikan spesialis yang dapat diselenggarakan oleh Satuan

Pendidikan di luar Polri.

lix
SIPSS merupakan merupakan pendidikan untuk mem bentuk

Perwira Pertama Polri sumber sarjana, dengan ketentuan:

a. lulusan SIPSS diberikan pangkat Inspektur Polisi Dua;

b.Perwira Polri lulusan SIPSS dapat melanjutkan ke program

pendidikan Pascasarjana di perguruan tinggi yang terakreditasi

sesuai disiplin ilmunya;

c. Perwira Polri lulusan SIPSS dapat melanjutkan ke program spesialis

di perguruan tinggi yang terakreditasi sesuai disiplin ilmunya; dan

d. Perwira Polri lulusan SIPSS dapat mengikuti Diklatpim dan

Dikbangspes.

Pendidikan spesialis merupakan pendidikan keahlian khusus

guna mendukung tugas operasional Polri yang dapat diselenggarakan

oleh satuan pendidikan di luar Polri.

Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan di lingkungan Polri

didasarkan pada Program Pendidikan dan Pelatihan Polri yang

disusun setiap tahun. Program pendidikan dan pelatihan Polri

ditetapkan dengan Keputusan Kapolri.

(1) Standar pendidikan Polri, meliputi: .

a. standar kompetensi lulusan;

b. standarisi;

c. standar proses;

d. standar pendidik dan tenaga kependidikan;

e. standarsarana dan prasarana;

f. standar pengelolaan;

g. standar pembiayaan; dan

h. standarpenilaian.

lx
2. Standar pendidikan Polri wajib ditingkatkan kualitas dan

kuantitasnya secara terencana dan berlanjut untuk digunakan

sebagai acuan pengembangan pendidikan Polri.

3. Penyusunan dan pengembangan standar pendidikan Polri dilakukan

berdasarkan hasil penelitian dan pengkajian oleh Lemdikpol, Satuan

Pendidikan Polri, pembina fungsi, dan tenaga ahli yang

berkompeten.

Standar Pendidikan Tinggi Polri mengacu pada standar

pendidikan Polri dan standar nasional pendidikan tinggi sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Standar Kompetensi Lulusan dicapai melalui kegiatan kurikuler,

kokurikuler dan ekstra kurikuler. Standar kompetensi lulusan

digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan

peserta didik dari Satu an Pendidikan Polri. Perumusan standar

kompetensi lulusan di setiap Satu an Pendidikan Polri mengacu pada

capaian pembelajaran (learning outcomes) dalam KKNI yang proses

penyusunannya melibatkan Lemdikpol, pendidik pada satuan

pendidikan Polri yang terkait, pembina fungsi, dan tenaga ahli.

Standar kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan Polri

menjadi bagian dari Kurikulum Induk Pendidikan Polri. Kurikulum Induk

Pendidikan dan Pelatihan Polri diatur lebih lanjut dengan Peraturan

Kalemdikpol. Standar isi meliputi kurikulum dan Hanjar pada setiap

jenis dan jenjang pendidikan Polri.

(1) Kurikulum terdiri dari lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk

mencapai kompetensi lulusan pada setiap program pendidikan.

(2) Kurikulum m eliputi:

lxi
a. kurikulum pendidikan; dan

b. kurikulum pelatihan.

(3) Kurikulum memuat:

a. kerangka dasar dan struktur kurikulum ;

b. daftar mata pelajaran/mata kuliah dan beban belajar; dan

c. silabus.

(4) Kurikulum Pendidikan Polri dikembangkan dan dilaksanakan

berbasis kompetensi, teknologi dan kinerja.

(5) Penyusunan dan pengembangan kurikulum Pendidikan Polri,

dilakukan oleh Lemdikpol, Satuan Pendidikan, Pembina Fungsi, dan

Tenaga Ahli.

(6) Kurikulum Pendidikan Polri disusun secara berkesinambungan.

(7) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Polri ditetapkan dengan

keputusan Kalemdikpol.

Kurikulum pendidikan tinggi Polri wajib memuat mata kuliah:

a. agama;

b. pancasila;

c. pendidikan kewarganegaraan;

d. bahasa indonesia; dan

e. pembentukan karakter.

Kurikulum program studi pada satuan Pendidikan tinggi Polri yang

meliputi Program Diploma, Sarjana dan Pascasarjana dikembangkan

dan ditetapkan oleh satuan pendidikan tinggi Polri sesuai ketentuan

peraturan perundangan-undangan

Muatan kurikulum pendidikan tinggi Polri diatur oleh masing-

masing satuan pendidikan Polri. Kurikulum pada setiap program

lxii
pendidikan Polri memuat beban belajar dan masa studi. Beban belajar

pendidikan Polri menggunakan Satuan Kredit Semester (SKS)

dan/atau Jam Pelajaran (JP).

Bentuk Hanjar Pendidikan Polri meliputi;

Hanjar format buku teks [textbook); Hanjar format modul tatap

muka; Hanjar format modul pembelajaran jarak jauh (PJJ); Hanjar

dengar (audio) dalam bentuk kaset dan compact disk; Hanjar pandang

dengar (audio visual); Hanjar multimedia interaktif; dan Hanjar berbasis

web.

Penyusunan Hanjar pendidikan Program Diploma, Sarjana, dan

Pascasarjana Polri mengacu pada ketentuan peraturan perundang-

undangan. Ketentuan mengenai penyusunan Hanjar diatur lebih lanjut

dengan Peraturan Kalemdikpol. Bagian Keempat Standar Proses

Standar proses terdiri dari proses pembelajaran dan pengasuhan pada

setiap program pendidikan Polri. Pembelajaran sebagaimana

dimaksud diselenggarakan secara interaktif, inspiratif," menyenangkan,

menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif,

memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan

kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik

serta psikologis peserta didik.

Setiap Satuan Pendidikan Polisi wajib:

a. menyusun perencanaan pembelajaran;

b. melaksanakan pembelajaran;

c. melakukan penilaian hasil pembelajaran; dan

d. melakukan pengawasan untuk terlaksananya pembelajaran yang

efektif d an efisien.

lxiii
Proses pembelajaran dirancang berbasis Teknologi Informasi

dan Komunikasi (TIK), menggunakan E-leaming, E-academic, dan

Elibrary.

(1) Pengasuhan sebagaimana dimaksud dilaksanakan untuk

membentuk dan mengembangkan karakter sebagai insan

Bhayangkara.

(2) Tahapan pengasuhan terdiri dari: penanaman, untuk menanamkan

sikap dan sifat sebagai seorang anggota Polri/PNS Polri yang

mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat secara prima;

penumbuhan, untuk menumbuh kembangkan disiplin pribadi, harga

diri, kesadaran akan tugas dan tanggung jawab, mempertinggi

percaya diri, kerjasama dan meningkatkan motivasi berprestasi;

pengembangan, untuk mengintegrasikan nilai-nilai yang telah

ditanamkan pada tahapan sebelumnya agar tercipta kesadaran

peserta didik terhadap kualitas diri dan pekerjaan; dan

pendewasaan, untuk mengembangkan peserta didik sebagai pribadi

yang mandiri dan adaptif.

Indikator Pendidikan yaitu:

1) Perbaikan kinerja,

2) Kemajuan teknologi,

3) Waktu pembelajaran,

4) Memecahkan masalah operasional,

5) Mempersiapkan personil polisi untuk promosi,

6) Mengorientasikan personil polisi terhadap organisasi, dan

7) Memenuhi kebutuhan pertumbuhan

lxiv
2.1.6.Pelatihan

1. Pengertian Pelatihan Kerja

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Repulik Indonesia Nomor

19 Tahun 2015, tentang penyelenggaraan pelatihan kepolisian

Negara Republik Indonesia menerangkan bahwa dalam rangka

pencapaian grand strategy Kepolisian Negara Republik Indonesia

dan upaya mendukung program akselerasi transformasi menuju

Kepolisian Negara Republik Indonesia yang mandiri, profesional dan

dipercaya serta guna meningkatkan kemampuan dan keterampilan

personel Kepolisian Negara Republik Indonesia, diperlukan adanya

pelatihan;

untuk mencapai kemampuan dan keterampilan personel

Kepolisian Negara Republik Indonesia yang optimal, diperlukan

pedoman penyelenggaraan pelatihan internal Kepolisian Negara

Republik Indonesia dan/atau kerja sama dengan instansi lain baik

dalam negeri maupun luar negeri;

Pelatihan adalah suatu upaya atau proses, cara perbuatan,

kegiatan untuk memberikan, memelihara, meningkatkan kemampuan

dan keterampilan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek

agar mahir atau terbiasa untuk melakukan sesuatu tugas atau

pekerjaan. Peserta pelatihan adalah pegawai negeri pada Polri,

instansi lain dan masyarakat umum pengemban tugas fungsi

kepolisian yang memperoleh pengetahuan secara teknis dan taktis

dalam memelihara dan meningkatkan kemampuan serta

keterampilan dengan persyaratan yang telah ditetapkan.

lxv
Direktif pelatihan adalah kebijakan pelatihan yang dikeluarkan

oleh Kapolri dan Kapolda yang berisikan petunjuk umum tentang

penyelenggaraan suatu pelatihan. Rencana Garis Besar yang

selanjutnya disebut RGB adalah suatu produk perencanaan pelatihan

secara garis besar yang memuat tujuan, sasaran, materi dan

anggaran pelatihan. Rencana Pelatihan yang selanjutnya disebut

Renlat adalah suatu produk tertulis yang memuat atau berisikan

rincian kegiatan pelatihan yang disusun oleh kesatuan tingkat pusat,

kewilayahan dan fungsi. Pengendalian Pelatihan adalah upaya

kegiatan untuk memelihara arah/gerak dinamika pelaksanaan

pelatihan dalam rangka pencapaian tujuan secara efektif dan efesien.

Manajemen Pelatihan adalah proses penggunaan sumber daya

yang tersedia meliputi manusia, alat peralatan, piranti lunak

pendukung dan dukungan anggaran, secara efektif dan efisien

melalui kegiatan perencanaan pengorganisasian, pelaksanaan, dan

pengendalian untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. 11.

Pelatihan bersama adalah kegiatan pelatihan yang diselenggarakan

oleh Polri bersama instansi di luar Polri baik di dalam maupun di luar

negeri dalam rangka mencapai kompetensi tertentu yang ditetapkan

bersama.

Pelatihan rutin adalah pelatihan yang diselenggarakan

sepanjang tahun dalam rangka mencapai target kompetensi yang

diharapkan. Pelatihan khusus adalah pelatihan yang diselenggarakan

dalam rangka memberikan kemampuan khusus kepada perorangan,

fungsi dan kesatuan guna mengantisipasi situasi dan sasaran yang

spesifik. Pelatihan perorangan adalah kegiatan pelatihan untuk

lxvi
membentuk kemampuan dan keterampilan perorangan yang harus

dimiliki oleh setiap anggota Polri.

Pelatihan fungsi adalah pelatihan yang dilaksanakan untuk

memelihara dan meningkatkan kemampuan fungsi sesuai dengan

bidang tugasnya. Pelatihan kesatuan adalah pelatihan yang

dilaksanakan oleh antar fungsi dalam organisasi Polri baik di tingkat

Pusat maupun kewilayahan.

Sertifikat pelatihan adalah surat atau keterangan berupa

pernyataan tertulis atau tercetak yang dikeluarkan oleh

penyelenggara pelatihan sebagai lembaga yang berwenang, yang

dapat digunakan sebagai bukti dari suatu kegiatan secara otentik.

Pengamanan pelatihan adalah usaha kegiatan dan pekerjaan yang

dilaksanakan secara terencana dan terarah dalam rangka

menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif agar pelatihan dapat

berjalan aman dan lancar.

Desain pelatihan adalah persiapan mengajar yang harus

dibuat/disiapkan oleh pelatih (tim) setiap akan mengajar sesuai

dengan kompetensi yang harus dicapai. Tujuan dari peraturan ini

sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pelatihan Polri guna

meningkatkan kemampuan dan keterampilan personel di lingkungan

Polri.

2. Prinsip – Prinsip Pelatihan

Prinsip-prinsip dalam penyelenggaraan pelatihan ini meliputi:

a. legalitas, yaitu pelatihan yang dilaksanakan mempunyai dasar

hukum dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum;

lxvii
b. akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan

pelatihan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat

atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai

dengan ketentuan peraturan perundangundangan;

c. transparansi, yaitu segala upaya dan tindakan harus dilaksanakan

secara jelas dan terbuka;

d. humanis, yaitu pelatihan yang dilakukan senantiasa

memperhatikan aspek penghormatan, perlindungan dan

menjunjung tinggi hak asasi manusia;

e. bertingkat, yaitu penyelenggaraan pelatihan dilakukan sesuai

tingkatan kompetensi guna mendapatkan kualitas hasil yang

maksimal;

f. bertahap, yaitu penyelenggaraan pelatihan dengan memperhatikan

tahapan yang telah ditentukan guna dapat terukur; dan

g. berlanjut, yaitu penyelenggaraan pelatihan dilakukan secara terus

menerus guna mencapai profesionalisme yang lebih tinggi atau

sebanding dari kebutuhan pelayanan yang dibutuhkan.

3. Jenis Pelatihan

Jenis Pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a,

terdiri dari:

a. pelatihan rutin; dan

b. pelatihan khusus.

Pelatihan rutin sebagaimana dimaksud terdiri dari:

a. pelatihan perorangan;

b. pelatihan kesatuan; dan

c. pelatihan fungsi.

lxviii
Pelatihan perorangan sebagaimana dimaksud, bertujuan untuk

membentuk, memelihara serta meningkatkan kemampuan dan

keterampilan perorangan. Pelatihan perorangan sebagaimana

dimaksud terdiri dari:

a. dasar; dan

b. lanjutan.

Pelatihan perorangan dasar sebagaimana dimaksud bertujuan

untuk membentuk, memelihara kemampuan dan keterampilan dasar

yang harus dimiliki oleh setiap anggota Polri. Pelatihan perorangan

lanjutan sebagaimana dimaksud merupakan pelatihan untuk

memelihara, meningkatkan dan mengembangkan kemampuan dan

keterampilan dasar perorangan yang telah dimiliki sesuai dengan

fungsi yang diembannya.

Pelatihan kesatuan sebagaimana dimaksud bertujuan untuk

membentuk, memelihara dan meningkatkan kemampuan antar fungsi

di tingkat kesatuan pusat maupun wilayah, sesuai dengan bidang

tugasnya. Pelatihan kesatuan sebagaimana dimaksud terdiri dari:

a. dasar; dan

b. lanjutan.

Pelatihan kesatuan dasar sebagaimana dimaksud bertujuan

untuk membentuk, memelihara kemampuan dan keterampilan dasar

yang harus dimiliki oleh setiap kesatuan Polri. Pelatihan kesatuan

lanjutan sebagaimana dimaksud merupakan pelatihan untuk

memelihara, meningkatkan dan mengembangkan kemampuan dan

keterampilan kesatuan yang telah dimiliki. Pelatihan fungsi

sebagaimana dimaksud merupakan pelatihan yang diselenggarakan

lxix
oleh masing-masing fungsi pada tingkat pusat maupun wilayah

sesuai kebutuhan.

Pelatihan fungsi sebagaimana dimaksud terdiri dari:

a. operasional Kepolisian;

b. pembinaan Kepolisian; dan

c. pendukung.

Pelatihan fungsi operasional Kepolisian sebagaimana dimaksud

merupakan pelatihan yang ditujukan untuk meningkatkan

kemampuan operasional Kepolisian, yaitu fungsi:

a. intelijen dan keamanan (intelkam);

b. reserse kriminal;

c. samapta;

d. lalu lintas;

e. bimbingan masyarakat (bimmas); dan

f. narkoba.

Pelatihan fungsi pembinaan Kepolisian sebagaimana dimaksud

merupakan pelatihan yang ditujukan untuk meningkatkan

kemampuan bidang pembinaan kepolisian, antara lain:

a. personel;

b. logistik;

c. keuangan;

d. hukum; dan

e. humas

Pelatihan fungsi pendukung sebagaimana dimaksud

merupakan pelatihan yang ditujukan untuk meningkatkan

lxx
kemampuan pendukung lain di luar fungsi operasional dan

pembinaan, antara lain:

a. identifikasi;

b. laboratorium forensik;

c. kedokteran dan kesehatan; dan

d. psikologi.

Pelatihan khusus sebagaimana dimaksud terdiri dari:

a. pelatihan pra operasi;

b. pelatihan pra tugas;

c. pelatihan kontinjensi; dan

d. pelatihan bersama.

Manajemen pelatihan di lingkungan Polri dilaksanakan melalui

tahap:

a. perencanaan;

b. pengorganisasian;

c. pelaksanaan; dan

d. pengendalian.

Bagian Kedua Perencanaan Tahap perencanaan pelatihan

sebagaimana dimaksud dilaksanakan oleh kesatuan penyelenggara

pelatihan sesuai tingkatannya, yaitu pada tingkat:

a. pusat; dan

b. kewilayahan.

Perencanaan pelatihan tingkat pusat sebagaimana dimaksud

dilaksanakan oleh Mabes Polri. Perencanaan pelatihan tingkat

kewilayahan sebagaimana dimaksud dilaksanakan oleh:

a. Polda;

lxxi
b. Polwil/tabes; dan

c. Polres/ta/Poltabes/Metro.

Kegiatan perencanaan pelatihan rutin dan khusus sebagaimana

dimaksud dilaksanakan dengan urutan:

a. direktif;

b. RGB;

c. renlat; dan

d. penetapan pelaksanaan latihan.

Direktif sebagaimana dimaksud merupakan petunjuk/arahan

Kapolri mengenai penyelenggaraan pelatihan dalam rangka

mendukung operasi kewilayahan kendali pusat. Diklatpim

diselenggarakan sesuai dengan perundang-undangan ketentuan

peraturan

(1) Pelatihan Polri sebagaimana dimaksud dalam dengan jenjang

meliputi:

a. Tamtama Polri/PNS Gol I;

b. Bintara Polri/PNS Gol II;

c. Perwira Pertama Polri/PNS Gol III; dan

d. Perwira Menengah Polri/PNS Gol IV.

(2) Jenis Pelatihan terdiri dari:

a. pelatihan perorangan , yaitu kegiatan pelatihan untuk

membentuk kemampuan dan keterampilan perorangan yang

harus dimiliki oleh setiap anggota Polri;

b. pelatihan fungsi, yaitu pelatihan yang dilaksanakan untuk

memelihara dan meningkatkan kemampuan fungsi sesuai

dengan bidang tugasnya; dan

lxxii
c. pelatihan kesatuan , yaitu pelatihan yang dilaksanakan oleh

satuan fungsi dalam organisasi Polri secara terpadu baik di

ting kat Pusat maupun kewilayahan/Polda.

(3) Pelatihan diselenggarakan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundangundangan.

RGB sebagaimana dimaksud disusun untuk memberikan

gambaran secara singkat tentang seluruh proses kegiatan pelatihan

yang akan dilaksanakan. RGB sebagaimana dimaksud meliputi:

a. latar belakang;

b. tujuan;

c. urgensi; dan

d. sasaran yang ingin dicapai.

RGB sebagaimana dimaksud dilampiri:

a. surat perintah penyelenggara/kepanitiaan;

b. struktur organisasi pelatihan;

c. kebutuhan anggaran dan logistik;

d. peta daerah latihan; dan

e. jaring komunikasi.

Dalam setiap pelaksanaan pelatihan harus berpedoman

kepada Indikator pelatihan yang terdiri dari;

a. peserta;

b. pelatih;

c. kurikukum;

d. hanjar/latih;

e. sarana prasarana; dan

f. anggaran.

lxxiii
2.2 Penelitian Terdahulu

Adanya penelitian-penelitian sejenis yang telah dilakukan

sebelumnya berperan sangat penting dalam sebuah penelitian yang akan

dilakukan. Karena dengan adanya penelitian sebelumnya maka penulis

saat ini dapat terbantu dalam penulisan penelitian yang akan dihadapi.

Adapun beberapa penelitian terdahulu yang mendasari penelitian ini

ditunjukkan pada Tabel 2.1.

lxxiv
75

Tabel 2.1.
Penelitian Terdahulu
No Nama Judul penelitin Teknik Analisis Data Hasil Penelitian Perbedaan Persamaan
1 Reina Sampel pada penelitian ini Pelatihan berpengaruh positif dan Tidak meneliti Menelliti tentang variabel
Yunidasari PENGARUH ialah sebanyak 39 orang, signifikan terhadap Kinerja Karyawan variabel intervening pendidikan dan pelatihan
(2020) PELATIHAN DAN teknik analisis data yaitu sebesar 28,7%. Kompetensi terhadap kinerja karyawan
KOMPETENSI menggunakan Teknik analisis berpengaruh positif dan signifikan
TERHADAP regresi berganda dan menguji terhadap Kinerja Karyawan yaitu
KINERJA hipotesis UJI F, UJI T dan sebesar 80,6%. Pelatihan dan
KARYAWAN PT. Dominan Kompetensi berpengaruh positif dan
ASIA RENT signifikan terhadap prestasi kerja
JAKARTA karyawan yaitu sebesar 85%. pelatihan
dan kompetensi secara simultan
berpengaruh terhadap kinerja
karyawan. Kesimpulan dari penelitian
ini adalah terdapat pengaruh pelatihan
dan kompetensi terhadap kinerja
karyawan.
2 Fansyuri Ilham, Pengaruh Jenis penelitian ini adalah berdasarkan hasil penelitian, secara Menggunakan Teknik Menelliti tentang variabel
2019 Kompetensi, explanatory research. Populasi simultan kompetensi, kompensasi, dan analisis yang berbeda pendidikan dan pelatihan
Kompensasi, dan yang digunakan adalah seluruh tempat kerja berpengaruh signifikan dan objek yang dan motivasi kerja
Lingkungan Kerja PT. Karyawan Sai Apparel terhadap kinerja karyawan dengan F- berbeda
terhadap Kinerja Industries yang terdiri dari hitung > F-tabel (52.087 > 2.703).
Karyawan melalui 2630 orang dengan jumlah Kemudian pada analisis jalur, terdapat
Budaya Kerja sampel 96 responden pengaruh mediasi/intervensi Budaya
Sebagai Variabel ditentukan dengan Kerja kerja antara kompetensi dan
Intervening (Studi menggunakan rumus slovin. kompensasi terhadap kinerja pegawai.
Kasus pada Teknik pengambilan sampel Namun, tidak ada pengaruh
Karyawan Bagian yang digunakan adalah mediasi/intervensi dalam hubungan
Produksi PT. Sai Purposive Non-probality antara tempat kerja dengan kinerja
Apparel Industries Sampling yang juga dikenal karyawan sehingga mengakibatkan
Semarang) sebagai jenis pengambilan proses trimming. Kesimpulannya,
sampel dengan kasus-kasus ketika kompetensi karyawan, jumlah
tertentu. Akumulasi tata kompensasi, dan tempat kerja yang
menggunakan teknik kondusif ditingkatkan pada tingkat yang
wawancara yang didukung tinggi, maka kinerja karyawan akan
dengan instrumen kuesioner lebih baik dengan meningkatnya
76

No Nama Judul penelitin Teknik Analisis Data Hasil Penelitian Perbedaan Persamaan
dengan skala likert. Data motivasi kerja.
dianalisis dengan
menggunakan uji koefisien
determinasi, analisis regresi
sederhana dan berganda, uji
signifikansi, dan analisis jalur,
serta proses trimming dengan
mengoperasikan software
komputer SPSS 20.0
3 Sultan Pengaruh Sampel pada penelitian ini Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Tidak meneliti Menelliti tentang variabel
azlansya pelatihan dan ialah sebanyak 67 orang, (1) secara parsial variabel pelatihan variabel intervening pendidikan dan pelatihan
(2019) kompetensi teknik analisis data mempengaruhi Kinerja Karyawan Pada terhadap kinerja karyawan
Terhadap Kinerja menggunakan Teknik analisis PT.Huki Cabang Medan.(2) secara
Karyawan Pada data kuantitatif, regresi linear parsial variabel kompetensi
PT.Huki Cabang berganda, dengan menguji mempengaruhi Kinerja Karyawan Pada
Medan hipotesis serta, asumsi klasik Pada PT.Huki Cabang Medan.(3)
secara simultan terdapat pengaruh
yang positif dan signifikan antara
variabel pelatihan dan kompetensi
mempengaruhi Kinerja Karyawan Pada
PT.Huki Cabang Medan.
4 Nano Ismanto PENGARUH Sampel pada penelitian ini Persamaan ini mempunyai makna Tidak meneliti Menelliti tentang variabel
(2016) PELATIHAN DAN ialah sebanyak 98 orang, bilamana pelatihan meningkat satu- variabel intervening pendidikan dan pelatihan
KOMPETENSI teknik analisis data satuan variabel tetap, maka akan dapat terhadap kinerja karyawan
TERHADAP menggunakan Teknik analisis pengaruh pada pelatihan 26,30%.
KINERJA data kuantitatif, regresi linear Bilamana kompetensi meningkat satu-
KARYAWAN berganda, dengan menguji satuan variabel tetap , maka akan
PADA PT. INDO hipotesis serta, asumsi klasik dapat pengaruh kepada kompetensi
MAKMUR 75,70%. Variabel yang paling
SENTOSA memberikan kontribusi terbesar
terhadap kinerja karyawan adalah
variabel kompetensi sebesar 0,757.

5 Hadi (2016) Analisis Pengaruh Sampel pada penelitian ini Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Tidak meneliti Menelliti tentang variabel
pendidikan, upah ialah sebanyak 232 orang, variabel upah, pengalaman kerja, jenis variabel intervening pendidikan dan pelatihan
pengalaman kerja, teknik analisis data kelamin dan jumlah tanggungan terhadap kinerja karyawan
jenis kelamin menggunakan Teknik analisis berpengaruh positif terhadap
77

No Nama Judul penelitin Teknik Analisis Data Hasil Penelitian Perbedaan Persamaan
terhadap data kuantitatif, regresi linear produktivitas tenaga kerja industri
produktivitas berganda, dengan menguji shuttlecock Tegal. Sedangkan variabel
tenaga kerja hipotesis serta, asumsi klasik pendidikan tidak berpengaruh
industri shutllock signifikan terhadap produktivitas
kota tegal tenaga kerja di industri shuttlecock
Tegal
Sumber : Data Diolah, 2022

Tabel 2 1 Penelitian Terdahulu


78

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Konseptual

Kerangka pemikiran merupakan penjelasan secara teoritis

pertautan antara variabel yang akan diteliti (Sugiono, 2019). Pada

umumnya perusahaan akan berusaha meningkatkan kinerja Anggota

dalam perusahaannya. Ada banyak faktor yang dapat meningkatkan kinerja

tersebut. Diantaranya dapat melalui pendidikan dan Pelatihan,serta

kompetensi Anggota. Hubungan antara Diklat, dan Kompetensi terhadap

budaya kerja dan kinerja saling berpengaruh.

Menurut penelitian sebelumnya yaitu Reina Yunidasari (2020).

Menyatakan bahwa Pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap

Kinerja Karyawan yaitu sebesar 28,7%. Kompetensi berpengaruh positif

dan signifikan terhadap Kinerja Karyawan yaitu sebesar 80,6%. Pelatihan

dan Kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja

karyawan yaitu sebesar 85%. pelatihan dan kompetensi secara simultan

berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Kesimpulan dari penelitian ini

adalah terdapat pengaruh pelatihan dan kompetensi terhadap kinerja

karyawan, sejalan juga dengan penelitian Sultan azlansya (2019) Hasil

penelitian menunjukkan bahwa: (1) secara parsial variabel pelatihan

mempengaruhi Kinerja Karyawan pada PT.Huki Cabang Medan.(2) secara

parsial variabel kompetensi mempengaruhi Kinerja Karyawan Pada Pada

PT.Huki Cabang Medan.(3) secara simultan terdapat pengaruh yang positif

dan signifikan antara variabel pelatihan dan kompetensi mempengaruhi


79

Kinerja Karyawan Pada PT.Huki Cabang Medan. Sejalan juga dengan

penelitian Halmahera, 2019, menyatakan bahwa budaya

kerja memediasi kompetensi terhadap kinerja, maka dapat disimpulkan

bahwa seseorang yang berbudaya kerja yang baik maka akan memiliki

kompetensi yang baik, kompetensi ini mempengaruhi bagaimana seorang

bekerja. Secara skematis, kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat

dilihat pada Gambar 3.1:

Pendidikan/
pelatihan
Kejuruan (X1)

H3
H1
H6

Budaya H5
kerja Kerja Kinerja
(Z) Anggota (Y)
H7
H2

H4
Kompetensi
(X2)
Keterangan :

Pengaruh Langsung
Gambar 3. 1. Kerangka Konseptual
Pengaruh Tidak Langsung
Sumber : Data Diolah, 2023

Gambar 3 1 Kerangka Konseptual

3.2. Hipotesis

Berdasarkan uraian rumusan masalah, tujuan penelitian, kajian

empiris, kajian teori, dan kerangka konseptual penelitian, maka hipotesis

penelitian adalah sebagai berikut:


80

Pengaruh Pendidikan/pelatihan Kejuruan dan Kompetensi terhadap

budaya kerja dan kinerja Anggota Salah satu benefit yang dapat diperoleh

dari pelaksanaan penilaian kinerja adalah informasi yang penting untuk

merancang dan memprogramkan pendidikan, Pelatihan yang dibutuhkan

oleh pegawai. Pendidikan, pelatihan dapat membantu para pegawai dalam

mengembangkan berbagai keterampilan tertentu yang memungkinkannya

untuk berhasil pada pekerjaanya saat ini dan mengembangkan

pekerjaanya dimasa mendatang. Para ahli manajemen mengakui

pendidikan, pelatihan strategis signifikan menumbuhkan keberhasilan

sehingga akan meningkatkan kinerja pegawai (Sinambela: 2020).

Pengaruh kompetensi kerja sangat mempengaruhi kinerja dari

Anggota, apabila kompetensi semakin ditingkatkan dengan dimoderasi

variabel intervening budaya kerja maka semakin besar pula peningkatan

kinerja Anggota tersebut.

Pengaruh Pendidikan/pelatihan Kejuruan dan kompetensi terhadap

budaya kerja dan kinerja Anggota Telah diuraikan bahwa secara sendiri-

sendiri variabel Pendidikan/pelatihan Kejuruan dan Kompetensi diduga

memiliki pengaruh yang kuat terhadap kinerja dengan demikian jika

variabel ini dihubungkan secara bersama-sama terhadap kinerja maka

akan diperoleh dampak yang lebih tinggi. Dimana jika pelatihan sering

dilakukan, dan kompetensi sering diasah maka kinerja Anggota akan

meningkat.

H1 = Pendidikan/pelatihan Kejuruan berpegaruh positif dan signifikan

terhadap budaya kerja pada Direktorat Reserse Kriminal Khusus

Polda Kalsel

H2 = Kompetensi berpegaruh positif dan signifikan terhadap budaya

kerja pada Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel


81

H3 = Pendidikan/pelatihan Kejuruan berpegaruh positif dan signifikan

terhadap kinerja Anggota pada Direktorat Reserse Kriminal Khusus

Polda Kalsel

H4 = Kompetensi berpegaruh positif dan signifikan terhadap kinerja

Anggota pada Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel

H5 = budaya kerja berpegaruh positif dan signifikan terhadap kinerja

Anggota pada Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel

H6 = budaya kerja Memediasi pengaruh Pendidikan/pelatihan Kejuruan

terhadap kinerja Anggota pada Direktorat Reserse Kriminal Khusus

Polda Kalsel

H7 = budaya kerja Memediasi pengaruh Kompetensi terhadap kinerja

Anggota pada Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel


82

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian kuantitatif biasanya menggunakan desain eksplanasi,

di mana objek telaahan penelitian eksplanasi (explanatory research) adalah

untuk menguji hubungan antar-variabel yang dihipotesiskan. Pada jenis

penelitian ini, jelas ada hipotesis yang akan diuji kebenarannya. Hipotesis

itu sendiri menggambarkan hubungan antara dua atau lebih variabel; untuk

mengetahui apakah sesuatu variabel berasosiasi ataukah tidak dengan

variabel lainnya, atau apakah sesuatu variabel disebabkan atau

dipengaruhi ataukah tidak oleh variabel lainnya. Desain eksplanasi

dimaksudkan untuk menjelaskan suatu generalisasi sampel terhadap

populasinya atau menjelaskan hubungan, perbedaan atau pengaruh dari

satu variabel terhadap veriabel yang lain. Oleh karena itu, dalam format

eksplanasi peneliti menggunakan sampel dan hipotesis penelitian. Desain

eksplanasi memiliki kredibilitas untuk mengukur, menguji hubungan sebab

akibat dari dua atau lebih variabel dengan menggunakan analisis statistik

inferensial (induktif).

Disamping itu penelitian eksplanasi juga dapat digunakan untuk

mengembangkan dan menyempurnakan teori bahkan sebaliknya

melemahkan bahkan mengugurkan teori. Penelitian dengan desain

eksplanasi dapat dilakukan dengan survei dan eksperimen.

penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan sejumlah

data untuk melihat apakah terdapat suatu keterkaitan antara variabel


83

bebas (independent) yaitu Pendidikan/pelatihan Kejuruan (X1),

Kompetensi (X2)

dengan variabel terikatnya (dependent) yaitu Kinerja Anggota (Y) serta

Variabel interveningnya yaitu budaya kerja (Z) sehingga dapat diperoleh

hubungan yang signifikan atau hubungan yang tidak signifikan antara

variabel bebasnya. Data yang sudah didapat kemudian diolah

menggunakan program PLS Versi 3.2.9.

4.2. Definisi Operasional Variabel

Tabel 4.1.
Definisi Operasional Variabel
Skala
No Variabel Definisi Variabel Indikator
Penelitian
1 Pendidikan Menurut Peraturan Kepala Kepolisian a. peserta;
pelatihan Negara Repulik Indonesia Nomor 19 Tahun b. pelatih;
Kejuruan 2015 Pelatihan adalah suatu upaya atau c. kurikukum;
(X1) proses, cara perbuatan, kegiatan untuk d. hanjar/latih;
memberikan, memelihara, meningkatkan e. sarana prasarana; dan
Skala
kemampuan dan keterampilan dengan metode f. anggaran.
Likert
yang lebih mengutamakan praktek agar mahir
atau terbiasa untuk melakukan sesuatu tugas
atau pekerjaan. Maka indikator pelatihan
ialah :

2 Kompetensi Berdasar pada arti Pada dasarnya banyak


(X2) Estimologi kompetensi diartikan sebagai indikator yang mempengaruhi
kemampuan yang kemampuan yang dibutuhka kompetensi Anggota suatu
n dibutuhkan untuk melakukan atau untuk perusahaan, indikator
melakukan atau melaksanakan kompetensi menurut Ruky
pekerjaan yang dilandasi oleh pengetahuan, dalam Fadillah, dkk (2017),
Skala
keterampilan dan sikap kerja. yaitu:
Likert
1. Karakter pribadi
2. Konsep diri
3. Pengetahuan
4. Keterampilan
5. Motivasi kerja

3 Budaya Budaya kerja adalah suatu falsafah didasari a. Sikap Terhadap Pekerjaan
Kerja (Z) pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang b. Perilaku Pada Waktu
menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong Bekerja
yang dibudayakan dalam suatu kelompok dam c. Disiplin Kerja
tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-
cita, pendapat, pandangan serta tindakan yang Skala
terwujud sebagai bekerja. “Suatu sistem Likert
pengertian bersama yang dipegang oleh
anggota suatu organisasi yang membedakan
organisasi tersebut dari organisasi
lainnya”Menurut Triguno, dkk (2018:8) indikator
budaya kerja dapat dibagi menjadi:
4 Kinerja Menurut Perkap No. 02 Tahun 2018 a.Faktor Spesifik : Skala
84

Skala
No Variabel Definisi Variabel Indikator
Penelitian
Anggota kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan 1. Kontrak Kerja
(Y) kuantitas yang dapat dicapai oleh seorang 2. Tugas Tambahan.
pegawai dalam melaksanakan tugas pokok dan b. Faktor Generik :
fungsinya sebagai pegawai sesuai dengan 1. Kepemimpinan
tanggung jawab yang dibebankan atau 2. Orientasi Pelayanan
diberikan kepadanya. indikator dalam penilaian 3. Komunikasi
kinerja ialah sebagai berikut : 4. Pengendalian Emosi
5. Integritas Likert
6. Empati,
7. KomitmenTerhadap
Organisasi
8. Inisiatif
9. Disiplin
10. Kerjasama.

Sumber : Data Diolah, 2023

Tabel 4 1 Definisi Operasional Variabel

4.3. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah dibagi menjadi dua

yang bersumber dari data primer dan data sekunder, yaitu data

kualitatif dan kuantitatif.

a. Data kualitatif, yaitu data yang diteliti ini bersifat terstruktur

sehingga variasi data dari sumbernya tidak berubah atau selalu

tetap. Data kualitatif ini misalnya sejarah singkat Direktorat

Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel

b. Data kuantitatif dalam penelitian ini adalah data yang berupa

angka yang dapat dihitung dan diperoleh dari pendapat para

responden yang ditanyai dengan pertanyaan atau pernyataan

khusus yang ada kaitannya dengan penelitian.

2. Sumber Data

Dalam penelitian ini ada beberapa sumber data yang dapat

dikumpulkan untuk menghasilkan informasi. Dilihat dari sumbernya,


85

data dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua kelompok

besar, yaitu data primer dan data sekunder.

a. Data Primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan dari nara sumber

secara langsung. Berdasarkan sifatnya, data primer ini dapat

dikategorikan menjadi dua macam, yaitu data kualitatif dan data

kuantitatif

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen yang

berasal dari perusahaan atau organisasi yang relevan dengan

penelitian, yaitu data Anggota Direktorat Reserse Kriminal Khusus

Polda Kalsel

4.4. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari atas

objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono, 2020: 43).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Anggota pada

Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel, yang berjumlah 80

anggota.

2. Sampel
86

Sampel adalah sebagian objek yang akan diteliti dari

keseluruhan objek dari populasi yang ada, sampel penelitian ini

berjumlah 80 anggota. Sampel yang digunakan peneliti dalam

penelitian ini didapat melalui metode sensus, yaitu pengambilan

sampel dari seluruh populasi yang ada (Sugiyono, 2020: 45).

4.5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu

sebagai berikut:

a. Wawancara (Interview)

Wawancara adalah suatu metode pengumpulan data yang dilakukan

dengan melakukan wawancara langsung dengan pihak-pihak yang

terkait dalam penelitian ini.

b. Kuisioner

Kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan

cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada

responden untuk dijawab (Sugiyono, 2020: 78) sesuai dengan jawaban

yang telah ditentukan seperti contoh berikut ini.

Tabel 4.2
Skala Likert
No. Pertanyaan/Pernyataan Jawaban
1. Sangat Setuju (SS) 5
2. Setuju (S) 4
3. Netral (N) 3
4. Tidak Setuju (TS) 2
5. Sangat Tidak Setuju (STS) 1
Sumber: Data diolah, 2023
Tabel 4 2 Skala Likert

Data yang telah terkumpul selanjutnya diolah. Semua data

yang terkumpul kemudian disajikan dalam susunan yang baik dan

rapi. Yang termasuk dalam kegiatan pengolahan data adalah


87

menghitung frekuensi berdasarkan data hasil. kuesioner kemudian

diolah untuk mendapatkan nilai persentase. Tahap-tahap pengolahan

data tersebut adalah:

1. Pembuatan Kuesioner melalui Google Form, disebarkan melalui

Whatsapp, minta tolong kepada anggota untuk membantu

mengisi.

2. Pengisian dari google form akan otomatis masuk ke google gmail

peneliti, sehingga pengumpulan data lebih mudah, diharapkan

Anggota dapat mengisi kuesioner selama 1 minggu terhitung sejak

pengiriman link kuesioner tersebut.

3. Penyuntingan Semua daftar pertanyaan wawancara, data

kuesioner yang berhasil dikumpulkan selanjutnya diperiksa terlebih

dahulu dan dikelompokkan.

4. Penyusunan dan Perhitungan Data Penyusunan dan perhitungan

data dilakukan secara manual dengan menggunakan alat bantu

berupa Uji analisis PLS.

5. Tabulasi Data yang telah disusun dan dihitung selanjutnya

disajikan dalam bentuk tabel. Pembuatan tabel tersebut dilakukan

dengan cara tabulasi langsung karena data langsung dipindahkan

dari data ke kerangka tabel yang telah disiapkan tanpa proses

perantara lainnya.

c. Studi Pustaka Informasi yang berkaitan dengan penelitian diperoleh

dengan melakukan studi literatur untuk mempelajari landasan teori

yang akan digunakan dalam penelitian

4.6. Teknik Analisis Data


88

4.6.1. Analisis Deskriptif.

Analisis statistik deskriptif memberikan gambaran atau

deskriptif suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar

deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, kurtosis dan skewness

atau kemencengan distribusi (Ghozali, 2019).

4.6.2. Analisis Distribusi Frekuensi

Distribusi Frekuensi adalah daftar nilai data (bisa nilai individual

atau nilai data yang sudah dikelompokkan ke dalam selang interval

tertentu) yang disertai dengan nilai frekuensi yang sesuai.

Hasil pengukuran yang kita peroleh disebut dengan data

mentah. Besarnya hasil pengukuran yang kita peroleh biasanya

bervariasi. Apabila kita perhatikan data mentah tersebut, sangatlah

sulit bagi kita untuk menarik kesimpulan yang berarti. Data mentah

tersebut perlu di olah terlebih dahulu sehingga kita bisa memperoleh

gambaran yang baik mengenai data tersebut.

4.6.3. Analasis jalur dengan smartPLS.

Untuk menentukan keabsahan data yang digunakan dalam

penelitian ini diperlukan instrumen penelitian, yaitu:

Analisis data merupakan menguraikan keseluruhan menjadi

komponen yang lebih kecil untuk mengetahui komponen yang

dominan, membandingkan antara komponen yang satu dengan

komponen lainnya, dan membandingkan salah satu atau beberapa

komponen dengan keseluruhan.Teknik analisis data digunakan untuk

menjawab rumusan masalah atau menguji hipotesis yang telah

dirumuskan.
89

Pengelolaan data pada penelitian ini akan menggunakan

Software smartPLS 3.2.9 Structural Equation Modelling (SEM)

merupakan suatu metode yang digunakan untuk menutup kelemahan

yang terdapat pada metode regresi. Menurut para ahli metode

penelitian Structural Equation Modelling (SEM) dikelompokkan

menjadi dua pendekatan yaitu pendekatan Covariance Based SEM

(CBSEM) dan Variance Based SEM atau Partial Least Square (PLS).

Partial Least Square merupakan metode analisis yang powerfull yang

mana dalam metode ini tidak didasarkan banyaknya asumsi.

Pendekatan (Partial Least Square) PLS adalah distribution free (tidak

mengasumsikan data tertentu, dapat berupa nominal, kategori,

ordinal, interval dan rasio).

(Partial Least Square) PLS menggunakan metode bootstraping

atau penggandaan secara acak yang mana asumsi normalitas tidak

akan menjadi masalah bagi (Partial Least Square) PLS. Selain itu

(Partial Least Square) PLS tidak mensyaratkan jumlah minimum

sampel yang akan digunakan dalam penelitian, penelitian yang

memiliki sampel kecil dapat tetap menggunakan (Partial Least

Square) PLS. Partial Least Square digolongkan jenis non-parametrik

oleh karena itu dalam permodelan PLS tidak diperlukan data dengan

distribusi normal. Tujuan dari penggunaan (Partial Least Square)

PLS yaitu untuk melakukan prediksi. Yang mana dalam melakukan

prediksi tersebut adalah untuk memprediksi hubungan antar konstruk,

selain itu untuk membantu peneliti dalam penelitiannya untuk

mendapatkan nilai variabel laten yang bertujuan untuk melakukan

pemprediksian. Variabel laten adalah linear agregat dari indikator-

indikatornya.
90

Weight estimate untuk menciptakan komponen skor variabel

laten didapat berdasarkan bagaimana inner model (model struktural

yang menghubungkan antar variabel laten) dan outer model (model

pengukuran yaitu hubungan antar indikator dengan konstruknya)

dispesifikasi. Hasilnya adalah residual variance dari variabel

dependen (kedua variabel laten dan indikator) diminimumkan.

Estimasi parameter yang didapat dengan PLS (Partial Least Square)

dapat dikategorikan sebagai berikut:

Kategori pertama, adalah weight estimate yang digunakan

untuk menciptakan skor variabel laten. Kedua mencerminkan

estimasi jalur (path estimate) yang menghubungkan variabel laten

dan antar variabel laten dan blok indikatornya (loading). Kategori

ketiga adalah berkaitan dengan means dan lokasi parameter (nilai

konstantaregresi) untuk indikator dan variabel laten. Untuk

memperoleh ketiga estimasi tersebut, PLS (Partial Least Square)

menggunakan proses iterasi tiga tahap dan dalam setiap tahapnya

menghasilkan estimasi yaitu sebagai berikut:

1. Menghasilkan weight estimate.

2. Menghasilkan estimasi untuk inner model dan outer model.

3. Menghasilkan estimasi means dan lokasi (konstanta).

Dalam metode PLS (Partial Least Square) teknik analisa yang

dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Analisa outer model Analisa outer model dilakukan untuk

memastikan bahwa measurement yang digunakan layak untuk

dijadikan pengukuran (valid dan reliabel). Dalam analisa model ini

menspesifikasi hubungan antar variabel laten dengan indikator-


91

indikatornya. Analisa outer model dapat dilihat dari beberapa

indikator:

a. Convergent Validity adalah indikator yang dinilai berdasarkan

korelasi antara item score/component score dengan construct

score, yang dapat dilihat dari standardized loading factor yang

mana menggambarkan besarnya korelasi antar setiap item

pengukuran (indikator) dengan konstraknya. Ukuran refleksif

individual dikatakan tinggi jika berkorelasi > 0.7 dengan

konstruk yang ingin diukur, sedangkan menurut Chin yang

dikutip oleh Imam Ghozali, nilai outer loading antara 0,5 – 0,6

sudah dianggap cukup.

b. Discriminant Validity merupakan model pengukuran dengan

refleksif indicator dinilai berdasarkan crossloading pengukuran

dengan konstruk. Jika korelasi konstruk dengan item

pengukuran lebih besar daripada ukuran konstruk lainnya,

maka menunjukan ukuran blok mereka lebih baik dibandingkan

dengan blok lainnya. Sedangkan menurut metode lain untuk

menilai discriminant validity yaitu dengan membandingkan nilai

squareroot of average variance extracted (AVE)

c. Composite reliability merupakan indikator untuk mengukur

suatu konstruk yang dapat dilihat pada view latent variable

coefficients. Untuk mengevaluasi composite reliability terdapat

dua alat ukur yaitu internal consistency dan cronbach’s alpha.

Dalam pengukuran tersebut apabila nilai yang dicapai adalah >

0,70 maka dapat dikatakan bahwa konstruk tersebut memiliki

reliabilitas yang tinggi.


92

d. Cronbach’s Alpha merupakan uji reliabilitas yang dilakukan

memperkuat hasil dari composite reliability. Suatu variabel

dapat dinyatakan reliabel apabila memiliki nilai cronbach’s

alpha > 0,7.25 Uji yang dilakukan diatas merupakan uji pada

outer model untuk indikator reflektif. Untuk indikator formatif

dilakukan pengujian yang berbeda.

2. Analisa Inner Model

Analisa Inner model biasanya juga disebut dengan (inner

relation, structural model dan substantive theory) yang mana

menggambarkan hubungan antara variabel laten berdasarkan

pada substantive theory. Analisa inner model dapat dievaluasi

yaitu dengan menggunakan R-square untuk konstruk dependen,

Stone-Geisser Qsquare test untuk predictive relevance dan uji t

serta signifikansi dari koefisien parameter jalur struktural. Dalam

pengevaluasian inner model dengan PLS (Partial Least Square)

dimulai dengan cara melihat Rsquare untuk setiap variabel laten

dependen. Kemudian dalam penginterpretasiannya sama dengan

interpretasi pada regresi. Perubahan nilai pada R-square dapat

digunakan untuk menilai pengaruh variabel laten independen

tertentu terhadap variabel laten dependen apakah memiliki

pengaruh yang substantif. Selain melihat nilai R-square, pada

model PLS (Partial Least Square) juga dievaluasi dengan melihat

nilaiQ-square prediktif relevansi untuk model konstruktif.

Q-square mengukur seberapa baik nilai observasi dihasilkan

oleh model dan estimasi parameternya.

Nilai Q-square lebih besar dari 0 (nol) menunjukkan bahwa model

mempunyai nilai predictive relevance, sedangkan apabila nilai Q-


93

square kurang dari 0 (nol), maka menunjukkan bahwa model

kurang memiliki predictive relevance. Inner Model Atau

Pengukuran Bagian Dalam

Inner Model Atau Pengukuran Bagian Dalam disebut juga

sebagai model struktural. Model struktural adalah model yang

menghubungkan antar variabel laten. Pengukuran model struktural

PLS SEM dapat disimpulan sebagai berikut:

R2 variabel laten endogenous

1. Nilai R2 sebesar 0,67 dikategorikan sebagai substansial,

2. Nilai R2 sebesar 0,33 dikategorikan sebagai moderate,

3. Nilai R2 sebesar 0,19 dikategorikan sebagai lemah (Chin,

1988),

4. Nilai R2 sebesar > 0,7 dikategorikan sebagai kuat (Sarwono).

Estimasi untuk koefisien jalur

Nilai-nilai yang diestimasi untuk hubungan jalur dalam model

struktural harus dievaluasi dalam perspektif kekuatan dan

signifikansi hubungan.

Ukuran pengaruh f2

1. Nilai f2 sebesar 0,02 dikategorikan sebagai pengaruh lemah

variabel laten prediktor (variabel laten eksogenous) pada

tataran struktural,

2. Nilai f2 sebesar 0,15 dikategorikan sebagai pengaruh cukup

variabel laten prediktor (variabel laten eksogenous) pada

tataran struktural,

3. Nilai f2 sebesar 0,35 dikategorikan sebagai pengaruh kuat

variabel laten prediktor (variabel laten eksogenous) pada

tataran struktural.
94

Relevansi prediksi (Q2 dan q2)

Nilai Q2 > 0 menunjukkan bukti bahwa nilai-nilai yang

diobservasi sudah direkonstruksi dengan baik dengan demikian

model mempunyai relevansi prediktif. Sedang nilai Q2 < 0

menunjukkan tidak adanya relevansi prediktif.

Nilai q2 digunakan untuk melihat pengaruh relatif model

struktural terhadap pengukuran observasi untuk variabel

tergantung laten (variabel laten endogenous).

3. Pengujian Hipotesa

Pengujian hipotesis yang akan dilakukan menggunakan

Bootsraping akan terlihat dengan nilai P-Value pada suatu

analisis, dimana dengan menggunakan PLS ini pengujian

hipotesis akan langsung terlihat dengan warna P-Value yang

berwarna hijau dan merah, dimana apabila hipotesis diterima

maka nilai P-Value akan berwarna Hijau hal tersebut artinya nilai

pengaruh atau nilai P-Value kurang dari 0,05, sedangkan apabila

nilai P-Value berwarna merah mengartikan bahwa hipotesis

ditolak dan nilai P-Value lebih dari 0,05, pembuktian hipotesis ini

dilakukan dengan melakukan Boostraping terhadap data.

Bootsrapping adalah resampling, PLS menggunakan

bootstraping dan Jacknifing untuk menentukan nilai t sehingga

dapat diketahui tingkat signifikansi dari nilai t tersebut. Setiap kali

melakukan bootsraping hasil nilai t akan berbeda karena

menggunakan metode iterasi dan setiap komputer nenggunakan

angka awal itersi yang berbeda. Oleh sebab itu gunakan

bootstrapping > 500 supaya mendapatkan nilai t yg stabil. input

data untuk PLS dapat berupa data mentah (original) atau


95

standardized (mean=0, variance=1). dalam analisis SEM gunakan

stndardized karena kita ingin membandingkan antar jalur.

1. Total Indirect Effect

Pengaruh Langsung (direct effect), adalah pengaruh yang

dapat dilihat dari koefesien jalur dari satu variabel ke variabel

lainnya.

2. Spesifict Indirect Effect

Pengaruh tidak langsung (indirect effect), merupakan

urutan jalur melalui satu atau lebih variabel perantara.

4.7. Lokasi dan Jadwal Penelitian

4.7.1. Lokasi Penelitian

Ditreskrimsus Polda Kalimantan Selatan beralamatkan di Jl. S.

Parman No.16, Antasan Besar, Kec. Banjarmasin Tengah, Kota

Banjarmasin, Kalimantan Selatan 70123

Gambar 4.1 : Denah Tempat Penelitian


Sumber : Data diolah, 2023
96

Gambar 4 1 Denah Tempat Penelitian

4.7.2. Jadwal Penelitian

Adapun jadwal pelaksanaan penelitian dilakukan selama 5 bulan

yaitu bulan Oktober 2023 sampai dengan Februari 2024, dengan

uraian kegiatan sebagai berikut:

Tabel 4.3.
Jadwal Penelitian
Tahun 2023 - 2024
Kegiatan Yang
No. Oktober November Desember Januari Februari
Dilakukan
1. Penyusunan Proposal X X
2. Ujian Proposal X
3. Pengolahan Data X
4. Penyajian Data X
5. Analisis Data X
6. Penyusunan Data X
7. Uraian Hasil X
8. Ujian Thesis X
Sumber : Data Diolah, 2023

Tabel 4 3 Jadwal Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Syani. 1987. Sosiologi Kriminalitas. Bandung: Remaja Rosda Karya.

A.A Anwar Prabu Mangkunegara (2020). Manajemen Sumber Daya Manusia.


Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Amilasari, A, dan Sutiadi, A. (2015). Peningkatan Kecakapan Akademik Siswa.


SMA dalam Pembelajaran Fisika Melalui Penerapan Inquiry Terbimbing.

A.Dale Timpe. (20189). Seri Ilmu dan Seni Manajemen Bisnis “Kinerja”.Jakarta

Bambang Wahyudi. 2015. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Sulita.

Bohlander, George., and Snell, Scott. 2015. Principles of Human Resource.


Management, 15th ed. Mason, OH: South Western – Cengage Learning

Davis, Keith dan Newstrom, 2016, Perilaku Dalam Organisasi, Edisi ketujuh

Dessler, Gary. 2015. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Kesepuluh. Jilid
Satu. Jakarta Barat : PT. Indeks.

Edy, Sutrisno. 2019. Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit: Jakarta,.


Kencana.
97

Gomes. 2018. Manajemen sumber daya manusia. Yogyakarta : Andi offset.

Gering, Supriyadi dan Triguno. 2018. Budaya Kerja Organisasi Pemerintah.


Jakarta.

Ghozali, Imam. 2019. Aplikasi Analisis Multivariat Dengan Program SPSS.


Semarang : Badan Penerbit Universitas

Gering, Supriyadi dan Triguno, 2016, Budaya Kerja Organisasi Pemerintah.


Jakarta.

Handoko, T. Hani. 2018. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.


Yogjakarta.

Henry Simamora. 2016. Manajemen Sumber Sumber Daya Manusia. Jakarta :


Bina Aksara

Hasibuan, Malayu Sp. 2020. Manajemen SDM. Edisi Revisi, Cetakan Ke.
Tigabelas. Jakarta : Bumi Aksara.

Lewa, Eka Idham Iip K. dan. Subowo. 2016. Pengaruh Kepemimpina,


Lingkungan Kerja Fisik, dan. Kompensasi terhadap Kinerja Karyawan
diJurnal Manajemen

L. Mathis, Robert & H. Jackson, John. 2019. Human Resource Management


(edisi. 10). Jakarta : Salemba Empat.
Mc Clelland, David. C. 1988. Human Motivation. New York : Cambridge.

Nano Ismanto. 2016. Pengaruh Pengalaman Kerja Dan Disiplin KerjaTerhadap.


Kinerja Karyawan PT. Sucofindo (Persero) Surabaya. (Online).

Noe, Raymond A., John R. Hollenbeck., Barry Gerhart and Patrick


M. Wright.2019. Fundamentals of Human Resource Management. New.
York: McGraw Hill.

Notoatmodjo, Soekidjo. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta. Rineka.


Cipta.

Nor Hadi. 2016. Pasar Modal : Acuan Teoretis dan Praktis Investasi di
Instrument. Keuangan Pasar Modal, Graha Ilmu, Yogyakarta.Sugiyono.
(2020). Memahami Penelitian Kualitatif”. Bandung : ALFABETA Sinambela:
2020
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2015

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Repulik Indonesia Nomor 19 Tahun 2015

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2018


tentang Penilaian Kinerja bagi Pegawai Negeri pada Kepolisian Negara
Republik Indonesia

Robbins, P. Stephen. (2019). Prinsip-Prinsip Perilaku Organisasi. Edisi Kelima.


Peraturan Kapolri Nomor 03 Tahun 2015 Tentang Pemolisian Masyarakat.
98

Pudi Rahardi, 2016, Hukum Kepolisian, Kemandirian, Profesionalisme dan.


Reformasi POLRI, Laksbang Grafika,Surabaya.

Perpol Nomor 14 Tahun 2018; TentangSusunan Organisasi dan Tata Kerja


(STOK) Kepolisian Daerah (POLDA)

Pohan, Imbalo. Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan. ... Jakarta: Kementrian


Kesehatan RI

Purwanto. 2015. Evaluasi Hasil belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi


Birokrasi RI No. 14 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan Survei
Kepuasan Masyarakat.

Peraturan Kepolisian Negara RI No. 21 tahun 2019 tentang sistem informasi


penyidikan

Reynaldi, pangabean, 2019, Pengaruh kemampuan dan profesionalitas terhadap


kinerja dan kepuasan pelanggan Hotel Ambarwati Semarang, Journal,
Tersedia di Google Schoolar

Rezky Wibowo, 2017, Pengaruh kemampuan dan profesionalitas terhadap


kinerja PT. Sumberwangi, Journal, Tersedia di Google Schoolar

Rivai, Veithzal. 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan.


Dari teori Ke Praktik. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Siska Cahaya Ningrum, 2018, Pengaruh kemampuan dan profesionalitas


terhadap kinerja Pegawai Rumah Sakit Cut Syifa., Journal, Tersedia di
Google Schoolar

Sujarweni, V. Wiratna. 2015. Metodologi Penelitian Bisnis Dan Ekonomi, 33.


Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.CV

Sedarmayanti, 2020. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Refika.


Aditama Eresco.

Sullivan K, Cleary M, Sullivan G. (2016). Bullying in Secondary Schools.


California: Corwin Press.

Simanjuntak, Payaman. J. 2018. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia.


Jakarta:Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.

Triatmodjo, B. 2015. Perencanaan Pelabuhan. Penerbit BETA OFFSET,. Edisi


Pertama, Yogyakarta.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA. NOMOR 22 TAHUN 2009.


TENTANG. LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
99

Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik.


Indonesia.

Wibowo . (2016) . Manajemen Kinerja . Edisi Keempat . Jakarta : Rajawali Pers

Anda mungkin juga menyukai