Anda di halaman 1dari 4

Pidato Bahasa Indonesia Tentang Berbakti kepada Orang Tua

Dewan juri yang arif dan bijaksana yang saya hormati


Asatidzah dan Para guru pembimbing yang saya mulyakan
Teman-temanku yang berbahagia
Assalamualaikum warrahmatullah wabarakatuh
Alhamdulillah , Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajma’in, amma
ba’dua:
Hadirin Rohimakumulloh.
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah TA’ALA, yang telah
memberikan nikmat kepada kita, dari nikmat yang paling kecil, sampai nikmat yang paling besar,
yaitu nikmat Iman dan Islam. Sholawat beserta salam marilah kita curahkan kepada junjungan kita,
Revolusioner Islam sedunia, pendobrak kebathilan, penghancur kemunkaran, pembawa rahmat
seluruh alam, yaitu baginda alam, habiibana wanabiyyanaa wamaulaanaa Muhammad
SALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM.

Hadirin Rohimakumulloh,
Dalam kesempatan yang berbahagia ini, saya akan menyampaikan ceramah dengan judul
“Menggapai Ridho Allah dengan Memuliakan Orang Tua”

Hadirin Rohimakumulloh,
Pada kesempatan kali ini, sebelumnya saya ingin mengajak hadirin sekalian untuk menutup mata
sejenak, lalu bayangkanlah wajah kedua orang tua kita, wajah ayah dan ibu kita. Lihatlah raut wajah
dan senyum mereka. Betapa mereka begitu ikhlas membesarkan dan mendidik kita. Ketahuilah,
bahwa ketika kita masih kecil, bahkan semenjak di dalam kandungan, mereka telah mencurahkan
segenap kasih sayangnya kepada kita dengan penuh keikhlasan dan tanpa lelah. Ketika di dalam
kandungan, dengan bersusah payah, ibu kita menjaga kita agar kita tetap sehat dan kuat. Begitu pun
dengan ayah kita. Dengan cucuran keringat, ayah kita membanting tulang, mencari nafkah untuk
membiayai keluarga.

Hadirin Rohimakumulloh,
Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita sebagai anaknya harus menghargai dan memuliakan kedua
orang tua kita. Kita harus memperlakukan mereka dengan cara-cara yang baik. Karena Al-Birru
dalam kamus bahasa Arab dimaknai dengan Ash-Shidq (kejujuran), Ath-Tha’ah (ketaatan), atau bisa
pula bermakna menyambung. Walidain sendiri artinya dua orang tua, bapak dan ibu. Jadi, kurang
lebihnya birrul walidain adalah kejujuran seorang anak dalam menaati kedua orang tuanya dalam
perkara yang makruf dan upayanya yang terus-menerus untuk menyambung hubungan dengan
keduanya dengan segala macam bentuk kebaikan, baik ucapan maupun perbuatan.
Dua Pilar Birrul Walidain
.Agar tergolong sebagai orang yang berbakti kepada kedua orang tua, ada dua pokok penting yang
harus ditegakkan. Pertama: Berbuat baik kepada kedua orang tua dengan berbagai kebaikan baik
ucapan atau perbuatan. Kedua: Tidak menyakiti atau menimpakan mudarat kepada keduanya, baik
secara langsung atau tidak, ucapan atau perbuatan.
Hal ini telah digambarkan dengan sempurna oleh Allah melalui firman-Nya dalam surat Luqman
ayat 14 yang berbunyi:
ْ َ َ َ ُ ْ َ َ ُ ْ ٰ َ ً ْ ٗ ُ ُ َْ َ َ َ ْ ْ َ ْ َّ
ٗ َ
‫َو َوصينا ال ِان َسان ِب َوا ِلد ْي ِهِۚ ح َملته ا ُّمه َوهنا على َوه ٍن َّو ِفصاله ِف ْي ع َام ْي ِن ا ِن اشك ْر ِل ْي َو ِل َوا ِلد ْيكَۗ ِالَّي ال َم ِص ْي ُر‬

Yang artinya: “Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu
bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan
menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu bapakmu,
hanya kepada-Kulah kembalimu”
Dalam ayat ini Allah menggandengkan perintah untuk bersyukur kepada Allah dengan perintah
untuk bersyukur, berbakti, serta berterima kasih kepada kedua orang tua. Kemudian, Allah menutup
ayat tersebut dengan mengatakan, “Kalian akan dikembalikan kepada-Ku.” Artinya, kalian akan
dimintai pertanggungjawaban oleh Allah ‫ﷻ‬, apakah kalian bersyukur/berterima kasih kepada kedua
orang tua atau tidak?
Hadirin Rohimakumulloh,
Lalu bagaimana cara kita ber-birrul waalidain, berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tua
kita? Allah TA’ALA berfirman di dalam surat Al-Isro ayat 23,
ْ ُ َ َ َ َ ُ ٰ ْ َ َ ُ ُ َ َ َ َ ْ َ َ ْ َّ َ ُ ْ َ َّ ً ٰ ْ ْ َ َ ْ َ ُ َّ َّ ْ ُ ُ ْ َ ََّ َ ُّ َ ٰ َ َ
‫۞ وقضى ربك الا تعبد ْٓوا ِال ْٓا ِاياه و ِبالوالِدي ِن ِاحسناَۗ ِاما يبلغن ِعندك ال ِكبر احدهمآْ او ِكلهما فلا تقل‬
ً َ ً َ َ َّ ْ ُ َ ُ ْ َ َ ُ َ َّ
‫ل ُهمآْ ا ٍف َّولا تن َه ْرهما َوقل ل ُهما ق ْولا ك ِر ْيما‬

yang artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-
kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak
mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
Dalam ayat ini, Allah menggandengkan antara hak Allah sebagai satu-satunya sembahan dengan
hak berbakti kepada kedua orang tua. Hal ini menunjukkan agungnya hak berbakti kepada kedua
ً َ ْ
orang tua. Barang siapa yang mengerti bahasa Arab, kalimat “‫ ” ِإحسانا‬adalah maf’ul muthlaq yang
didatangkan untuk memberi penekanan, seakan-akan taqdir-nya (redaksi sebenarnya dari kalimat
ini) adalah:
َ
ً َ ْ ْ َ َْ ْ َ
‫وأح ِسنوا ِبالوا ِلدي ِن ِإحسانا‬

“Berbaktilah kepada kedua orang tua dengan sebakti-baktinya.”


Allah tidak memerintahkan kita hanya sekedar berbakti sewajarnya. Tetapi Allah menyuruh untuk
berbakti sebakti-baktinya kepada kedua orang tua. Ini menunjukkan akan agungnya berbakti kepada
kedua orang tua.
Hadirin Rohimakumulloh,
Bisa ditarik kesimpulan bahwa wajib hukumnya bagi kita untuk berbuat baik dan berbakti kepada
orangtua. Jaga dan muliakanlah mereka. Jangan pernah menyakiti hati dan perasaaannya, karena
ridho Allah terletak pada ridho kedua orang tua kita, dan murka Allah terletak pada mereka.
Sebagaimana sabda Rasulullah SALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM.
َّ َ َ َ َّ َ َْ ْ َ َّ َ ْ َ
‫اَّلل‬
ِ ‫ ِرضا‬:‫ ع ِن النبي صلى اَّلل عليه و سلم قال‬:‫اص رضي اَّلل عنهما‬ ِ ‫اَّلل ْب ِن ع ْم ِرو ب ِن الع‬
ِ ‫َوعن ع ْب ِد‬
ِ ِ
ْ َ َْ ْ َّ ْ َ َْ َ ْ
. ‫اَّلل ِفـي سخط الوالِدي ِن‬
ِ ‫ و سخط‬،‫ـن‬ ِ ‫ِفـي ِرضا الوالِدي‬
Dari ‘Abdullāh bin ‘Amr bin Al-‘Āsh, dari Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam, Beliau bersabda,
“Keridāan Allah itu berada pada keridāan kedua orang tua, dan kemarahan Allah itu berada pada
kemarahan kedua orang tua. (HR. Tirmidzi no. 1899 dan dinyatakan sahih oleh Ibnu Hibbān no. 429
dan Al-Hākim no. 7249)
Contoh-Contoh Berbaktinya Salaf Kepada Orangtua Mereka
Contoh pertama
Muhammad bin Sirin berkata, ((Harga kurma naik melambung di masa pemerintahan Utsman bin
‘Affan hingga 1000 dirham, maka Usamah bin Zaid pun pergi menuju pohon kurma yang ia miliki
lalu iapun melobanginya dan mengambil jantung kurma tersebut lalu ia berikan kepada ibunya.
Orang-orang lalu berkata kepadanya, “Apa yang menyebabkan engkau melakukan ini padahal
engkau tahu bahwa harga pohon kurma sekarang mencapai 1000 dirham?”, Usamah berkata, “Ibuku
meminta jantung pohon kurma kepadaku dan tidaklah ia meminta sesuatu kepadaku yang aku
mampu kecuali aku penuhi permintaannya”))

Contoh kedua
Dari Abu Burdah mengabarkan bahwasanya Ibnu Umar melihat seorang pria dari Yaman towaf di
ka’bah sambil mengangkat ibunya di belakang punggungnya seraya berkata, “Sesungguhnya aku
adalah onta ibuku yang tunduk..jika ia takut untuk menungganginya aku tidak takut (untuk
ditunggangi)”, lalu ia berkata, “Wahai Ibnu Umar, apakah menurutmu aku telah membalas jasa
ibuku?”, Ibnu Umar berkata, “Tidak, bahkan engkau tidak bisa membalas jasa karena keluarnya
satu tetes cairan dari cairan yang dikeluarkannya tatkala melahirkan”, kemudian Ibnu Umar menuju
maqom Ibrahim dan sholat dua rakaat lalu berkata, “Wahai Ibnu Abi Musa sesungguhnya setiap dua
rakaat menebus dosa-dosa yang ada dihadapan kedua rakaat tersebut”
Lihatlah pemuda dari yaman ini yang telah bersusah payah memikul ibunya untuk berbakti kepada
ibunya tatkala thowaf demi untuk membalas kebaikan ibunya namun seluruh keletihan itu tidaklah
menyamai setetes air yang keluar tatkala melahirkan. Ini jelas menunjukan akan tingginya dan
agungnya hak orangtua atas anaknya

Contoh ketiga
Dari Musa bin ‘Uqbah berkata, “Ali bin Al-Husain bin Ali bin Abi Tholib tidak makan bersama
ibunya padahal ia adalah orang yang paling berbakti kepada ibunya. Lalu ditanyakan kepadanya
tentang hal itu maka ia berkata, “Aku takut jika aku makan bersama ibuku lantas matanya
memandang pada suatu makanan dan aku tidak tahu pandangannya tersebut lalu aku memakan
makanan yang dipandangnya itu maka aku telah durhaka kepadanya”
Contoh keempat
Dikatakan bahwasanya Kihmis bin Al-Hasan At-Tamimi hendak membunuh kalajengking namun
kalajengking tersebut masuk ke dalam lubangnya maka beliaupun memasukan jari beliau ke dalam
lubang tersebut dari belakang kalajengking maka kalajengking tersebutpun menyengatnya. Lalu
ditanyakan kepadanya kenapa ia melakukan hal itu?, ia berkata, “Aku khawatir kalajengking itu
keluar dari lubangnya kemudian menyengat ibuku”
Contoh kelima
Al-Ma’mun berkata, “Aku tidak melihat ada orang berbakti kepada ayahnya sebagaimana
berbaktinya Al-Fadhl bin Yahya kepada ayahnya. Yahya (ayah Fadhl) adalah orang yang tidak bisa
berwudhu kecuali dengan air hangat. Pada suatu waktu Yahya dipenjara maka penjaga penjara
melarangnya untuk memasukan kayu bakar di malam yang dingin, maka tatkala Yahya hendak tidur
Al-Fadhl pun mengambil qumqum (yaitu tempat air dari tembaga yang atasnya sempit, yaitu
semacam kendi kecil yang terbuat dari tembaga) lalu ia penuhi dengan air kemudian ia dekatkan
dengan lampu sambil berdiri. Ia terus berdiri sambil memegang qumqum hingga subuh.”
Dan selain Ma’mun menceritakan bahwasanya para petugas penjaga penjarapun mengetahui apa
yang diperbuat oleh Al-Fadhl maka merekapun melarang Al-Fadhl untuk mendekati lampu pada
malam berikutnya maka Al-Fadhl pun mengambil qumqum yang penuh dengan air kemudian ia
membawanya tatkala ia hendak tidur, ia memasukannya diantara bantal-bantal hingga subuh
sehingga airnyapun hangat”
Urwah bin Az-Zubair berkata,“Tidaklah berbakti kepada orangtuanya orang yang menajamkan
pandangannya kepada orangtuanya. Al-Fudhail bin ‘Iyadh ditanya tentang berbakti kepada kedua
orangtua maka ia berkata, “Ia tidak melayani keduanya dengan malas”.
Hadirin Rohimakumulloh,
Demikianlah ceramah yang bisa saya sampaikan. Mudah-mudahan ada manfaatnya bagi kita semua.
Jika ada kebenaran, itu semata-mata dari Allah TA’ALA. Dan jika ada kesalahan, itu semata berasal
dari kelemahan saya sebagai seorang manusia. Jika ada sumur di ladang, boleh kita menumpang
mandi. Kalau ada umur yang panjang, bolehlah kita berjumpa lagi. Burung Irian burung
Cendrawasih. Cukup sekian dan terima kasih.

Billahi taufiq walhidaayah.


Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.

Anda mungkin juga menyukai