Anda di halaman 1dari 14

MODUL

PEMBINAAN DAN PEMBERDAYAAN


SUMBER DAYA MANUSIA

(EBM502)

MODUL SESI 10

LANGKAH DALAM
PEMBERDAYAAN KARYAWAN

DISUSUN OLEH
RINA ANINDITA
6097

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


2020

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
0 / 14
Pendahuluan
Secara esensial, pemberdayaan karawan dibutuhkan setiap individu,
kelompok bahkan setiap organisasi. Organisasi yang berkeinginan terus maju dan
dapat melayani custumernya dengan baik haruslah organisasi yang “luwes” mudah
beradaptasi dan menyesuaikan dengan kebutuhan lingkungan. Lingkungan
organisasi butuh pelayanan, pemeliharaan, dan kemakmuran, hanya karyawan
yang berdaya sajalah yang dapat melakukan itu semua. Karyawan yang berdaya
tidak secara tiba-tiba atau given mereka harus dibentuk diproses oleh organisasi.
Perlu membangun mindset manajemen yang memberikan kesempatan luas bagi
personalianya untuk tumbuh berkembang sesuai dengan potensinya, talentanya,
komptensinya, bukan lagi bergaya birokrat, dan prosedur yang bertele-tele.
Banyak dampak positip dari pemberdayaan karyawan ini dampak yang palng
mudah dirasakan adalah, karyawan merasa dipercaya, dihargai, kepuasan kerja
mudah dirasakan oleh setiap karyawan komitmen kerja tak lagi masalah bagi
organisasi.

Tantangan Pemberdayaan
Pemberdayaan merupakan tantangan berat bagi para manajer dan supervisor.
Karena mereka dilatih untuk memecahkan masalah dan memberikan keputusan.
Semua pimpinan tentunya setuju bahwa sebuah pemberdayaan adalah vital bagi
peningkatan efisiensi bisnis dan kualitas.Banyak di antara manajer
mengkhawatirkan potensi pemberdayaan dapat menciptakan sebuah anarki dan
mereka berupaya menciptakan batas – batas sebuah pemberdayaan. Terdapat
anggapan bahwa sebuah pemberdayaan tidak akan dapat memecahkan sebuah
masalah, atau pemberdayaan tidak akan dapat berjalan dalam setiap situasi. Dalam
beberapa hal, pemberdayaan memang tidak cocok untuk diterapkan, para manajer
telah menyadari hal tersebut. Hingga tidak jarang jika manajer harus mengambil
resiko dengan membiarkan orang – orangnya membuat keputusan.
Ketika sebuah organisasi mengalami sebuah perampingan dan orang –
orang lini depan mengambil tanggung jawab besar, maka dalam hal ini yang akan
cenderung menjadi pihak terdepak adalak manajer menengah. Namun
sesungguhnya pemberdayaan tidak selalu mengancam eksistensi manajer dan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
1 / 14
supervisor, sebaliknya mereka semakin dibutuhkan oleh perusahaan yang
diberdayakan, hanya saja peranan mereka harus berubah secara dinamis.
Seorang manajer yang memberdayakan harus menjadi seseorang konselor
atau penasihat bagi tim dan individu – individu pada suatu perusahaan. Tugas
manajer bukan dikaitkan dengan pemecahan masalah atau mencari jawaban –
jawaban, melainkan tugas seorang manajer adalah membantu orang – orang
memahami dengan jelas bagaimana mereka mengelola suatu situasi.Tugas
manajer bukanlah memberikan perintah, namun mengartikulkasikan tujuan –
tujuan atau visi bersama dan mendorrong karyawan untuk bersama – sama
meraihnya.
Manajer harus mendefinisikan tujuan – tujuan tim dengan jelas dan
memberikan umpan balik secara konstan. Penting bagi manajer untuk melakukan
intervensi bagaimana sebuah pekerjaan dilakukan. Manajer harus mempunyai
perhatian pribadi dalam mengembangkan karir karyawan dengan jalan
memastikan mereka mengetahui dan menyadari kesempatan – kesempatan dan
mendorong mereka agar meraih kesempatan – kesempatan yang ada.
Bagi manajer melepaskan control bukan berarti melepas tanggung jawab,
tetapi ia harus mendapatkan cara – cara baru untuk mempengaruhi orang – orang
sehingga mereka menggunakan kebebasan baru mereka dengan bijaksana.
Menurut Fery (1993:205) menyebut skema prosesnya sebagai berikut :

TEKNIK DALAM MELAKUKAN PEMBERDAYAAN :


MEMBERITAHU  MENJUAL  MELATIH  MEMUNGKINKAN 
MEMBERDAYAKAN

Supervisor hendaknya ditempatkan sebagai agen perubahan, karena


supervisor merupakan penghubung antara lantai dasar dengan manajer pada
sebuah perusahaan. Setelah inisiatif sebuah pemberdayaan diambil, banyak
supervisor merasa bahwa suatu perubahan mengakibatkan stress, menantang,
sekaligus juga mengancam kekuasaan dan keamanan. Peranan supervisor dapat
bergeser dari motivator, perencana, dan enabler. Tentu bukan hal yang mudah
bagi seorang supervisor lini depan. Banyak yang mencapai posisi manajemen

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
2 / 14
berdasarkan kompetensi tehnis mereka, bukan karena motivasi mereka untuk
memimpin dan mengelola orang – orang lain.
Tugas seorang manajer menengah adalah mendorong para supervisor
memampukan tim – tim mereka menggunakan ketrampilan – ketrampilan baru
dan menerima tanggung jawab dan akuntanbilitas. Agar manajer menengah dapat
bekerja secara efektif, manajer senior harus melepaskan banyak dari peran
kepemimpinannya. Dalam mengembangkan manajer yang terberdayakan dan
memberdayakan adalah dengan system penghargaan. Sebuah penghargaan yang
akan diberikan harus berdasarkan pada kemampuan mereka dalam mengerahkan
bawahan secara signifikan dan juga penilaian dalam jangka waktu yang panjang.
Pemberdayaan karyawan atau biasa disebut dengan employee
empowerment, merupakan sebuah gagasan ideal yang memanusiakan manusia
dalam arti yang sesunguhnya di dalam organisasi. Tak ada lagi garis komando
birokrasi yang bertele-tele dan prosedur yang rumit. Semudah itukah idea
pemberdayaan karyawan ini dapat direalisasi di semua organisasi? Bagi organisasi
yang masih kovensioanal, membangun pemberdayaan bagi karyawaannya
merupakan pekerjaan yang tidak mudah, bahkan dalam organisasi goverment
yang memang disyaratkan adanya birokrasi yang ketat, tampak mustahil
pemberdayaan karyawan ini dapat dibangun.
Para peneliti di Amerika Hmieleski dan Ensley dari Neeley School of Business
Texas pada tahun 2000an (Clutterbuck 2003:75), menemukan bahwa tidak semua
dapat efektif dibangun dengan memperdayakan karyawannya. Berikut beberapa
temuan hasil penelitiannya, Dalam situasi tertentu –yakni dalam situasi bisnis
kewirausahaan yang berkembang pesat- kepemimpinan bergaya komando justru
bisa lebih efektif. “Gaya kepemimpinan yang bersifat memberi pemberdayaan
semakin tidak cocok dengan adanya petualangan-pertualangan baru dengan tim
yang anggotanya beragam, dalam lingkungan-lingkungan yang dinamis jurusan
manajemen tersebut.
Hmieleski dan tim pendukungnya dari Rensselaer Polytechnic Institute di Troy,
New York menjelaskan kenapa bisa demikian. Menurut mereka, hal itu karena
orang dengan beragam latar belakang, pola pikir dan perilaku yang berbeda,

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
3 / 14
membutuhkan waktu lama untuk mencapai konsensus atas tujuan bersama dalam
lingkungan bisnis yang menghendaki aksi cepat.
Hmieleski dan Ensley meneliti 168 manajer pada 66 firma dari daftar 500
perusahaan Amerika yang berkembang cepat. Mereka juga meneliti 417 manajer
puncak pada 154 firma yang dipilih secara acak. Hmieleski mengakui adanya
kearifan konvensional yang masih dipegang, bahwa perusahaan dengan
kepemimpinan yang memberdayakan memiliki keunggulan kompetitif dalam soal
fleksibilitas, inovasi dan kreativitas. Sedangkan kepempinan yang memerintah
dilihat sebagai seseuatu yang ketinggalan jaman.
Tapi, kenyataannya, menurut dia, tidak sesederhana itu. Kepemimpinan
adalah sesuatu yang kontekstual dan sangat kompleks, dan kedua tipe tersebut
memiliki kelebihan dan kekurangan. Masing-masing tergantung pada variabel-
variabel tim internal dan juga variabel eksternal dalam dinamika industri.Temuan
itu juga menyebutkan bahwa, kepemimpinan bergaya pemberdayaan, yang secara
umum diyakini paling efektif dalam lingkungan dengan tim yang berbeda-beda
dan perubahan yang cepat, ternyata kurang efektif dalam kondisi yang di bawah
itu.
“Lingkungan-lingkungan yang tumbuh dengan cepat menuntut keputusan-
keputusan yang diambil dengan cepat pula,” kata Dr Hmieleski seperti dilaporkan
management-issues. “Di sinilah kepemimpinan yang memerintah diperlukan,
karena bisa dengan cepat menjelaskan apa pekerjaan yang diperlukan untuk
dilakukan saat itu, dan oleh siapa.” Dalam tim yang terdiri atas bermacam-macam
orang dan dalam lingkungan yang stabil, kepemimpinan pemberdayaan unggul
sebagai pilihan yang pasti karena lingkungan semacam itu memberi waktu bagi
anggota tim untuk menciptakan keputusan-keputusan bersama. Dalam lingkungan
seperti ini, sikap memerintah dapat “menyinggung” anggota tim dan mengurangi
komitmen mereka pada tantangan.
Dalam tim yang lebih seragam anggotanya, peneliti menemukan bahwa
yang berlalu adalah kebalikannya. Dalam lingkungan yang dinamis, sikap
memerintah tidak diperlukan karena anggota tim cenderung berbagi dalam tujuan
yang sama. Dalam kondisi seperti ini, kinerja terbaik perusahaan dicapai ketika
dipimpin oleh pemimpin yang menerapkan pemberdayaan.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
4 / 14
Pendelegasian Wewenang Versus Pemberdayaan Karyawan
Mulyadi (2003:288) mengungkapkan bahwa secara sepintas pendelegasian
wewenang hampir sama dengan pemberdayaan karyawan. Sebenarnya jika
dicermati, dua konsep tersebut berbeda secara mendasar. Jika manajemen tidak
memahami perbedaan substansi kedua konsep tersebut, manajemen tidak akan
mengambil manfaat optimum dari konsep pemberdayaan karyawan, dan akan
mengakibatkan manajemen cenderung ke functional fixation.
Pemahaman terhadap perbedaan mendasar di antara keduanya akan
meningkatkan kompetensi eksekutif dalam mengimplementasikan secara efektif
program pemberdayaan karyawan, sehingga potensi seluruh personel organisasi
dapat secara optimum dikerahkan untuk membawa maju organisasi dengan pesat.
Pendelegasian Wewenang
Pada dasarnya organisasi perusahaan bukan merupakan organisasi
demokratis, karena kekuasaan yang berada di tangan manajemen puncak tidak
berasal dari manajer yang ada di bawahnya dan karyawan. Manajemen puncak
tidak dipilih oleh karyawan, namun dipilih oleh rapat umum pemegang saham
(sebagai lembaga yang menjadi forumnya para pemilik modal), dan oleh karena
itu, wewenang berasal dari lembaga tersebut. Wewenang kemudian
didistribusikan oleh manajemen puncak kepada manajer-manajer yang berada di
bawahnya melalui mekanisme pendelegasian wewenang.

Konsep Pendelegasian Wewenang


Delegasi wewenang lebih ditujukan kepada manajer, bukan karyawan.
Dalam organisasi fungsional hirarkhis, pembagian kekuasaan (power distribution)
hanya dilaksanakan di kalangan manajer, tidak sampai kepada karyawan.
Pendelegasian wewenang adalah pemberian wewenang oleh manajer yang
lebih atas kepada manajer yang lebih rendah untuk melaksanakan suatu pekerjaan
dengan otorisasi secara eksplisit dari manajer pemberi wewenang pada waktu
wewenang tersebut akan dilaksanakan. Dari definisi pendelegasian wewenang
tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Pendelegasian wewenang dilakukan dari manajer yang lebih tinggi
posisinya ke manajer yang lebih rendah (bukan kepada karyawan).

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
5 / 14
2. Manajer yang lebih rendah posisinya memerlukan otorisasi secara eksplisit
dari manajer pendelegasi wewenang pada waktu akan melaksanakan
wewenang yang telah didelegasikan kepadanya.
3. Pemberian wewenang yang dilaksanakan dalam pendelegasian wewenang
masih bersifat setengah-setengah. Jika kepada manajer bawah saja manajer
tingkat atas mendelegasikan/ wewenang secara setengah-setengah, dapat
dibayangkan seberapa rendah tingkat kepercayaan manajemen tingkat atas
kepada karyawan untuk pengambilan keputusan.
4. Pendelegasian wewenang lebih menekankan pada aspek pengendalian dan
kepatuhan daripada pemberian kebebasan dalam pelaksanaan wewenang
yang telah didelegasikan tersebut. Pengendalian untuk menciptakan
kepatuhan bawahan dilakukan oleh manajer jenjang lebih atas melalui tiga
instrumen pengendalian, yaitu:
a. Melalui otorisasi secara eksplisit sebelum wewenang dilaksanakan
oleh manajer yang lebih rendah,
b. Melalui laporan pertanggungjawaban pelaksanaan wewenang yang
dibuat oleh manajer tingkat yang lebih rendah ke manajer pemberi
wewenang,
c. Melalui audit kinerja (performance audit) yang dilaksanakan oleh
auditor intern.

Di dalam kondisi yang ekstrem, delegasi wewenang dapat berupa gofer


delegation, yaitu suatu bentuk delegasi wewenang yang menuntut manajer
penerima delegasi wewenang hanya melaksanakan apa yang telah ditentukan oleh
pemberi wewenang.

Kondisi yang Cocok untuk Pendelegasian Wewenang


Sistem pendelegasian wewenang cocok diimplementasikan dalam kondisi
berikut ini:
a. Karyawan terdiri dari tenaga kerja tidak terampil dan tidak terdidik. Di
masa lalu, pekerjaan umumnya berupa serangkaian tugas sederhana dan
manual yang dilaksanakan oleh pekerja tidak terampil dan tidak terdidik,
sehingga pekerjaan semacam itu mudah diamati pelaksanaannya. Atau

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
6 / 14
yang dikenal sebagai organisasi hirarkis, yang mendasarkan prinsip
komando dan kepatuhan di dalam menjalankan organisasi yang cocok
untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan manual, yang dilaksanakan oleh
pekerja tidak terampil dan tidak terdidik.
b. Informasi tidak dapat diakses oleh karyawan karena keterbatasan teknologi
yang digunakan untuk mengolah data. Di masa lalu, informasi diolah
secara manual, sehingga secara fisik, data dikumpulkan secara terpusat di
suatu tempat (tentu saja di bawah penguasaan manajemen tingkat atas) dan
secara eksklusif pula dimanfaatkan oleh manajemen tingkat atas. Dengan
demikian, karena keterbatasan teknologi pengolahan data ini, wajar jika
setiap karyawan akan melaksanakan pekerjaan, mereka memerlukan rantai
otorisasi dari para manajer di atas mereka karena di tangan manajer
puncaklah informasi yang diperlukan berada.
c. Lingkungan bisnis yang dihadapi oleh perusahaan adalah stabil.
Lingkungan bisnis yang stabil memberikan toleransi kepada panjangnya
rantai komando dalam pengambilan keputusan. Di dalam lingkungan
seperti itu, perubahan jarang terjadi, sehingga kecepatan pengambilan
keputusan bukan merupakan kebutuhan penting organisasi.

Kultur yang Dihasilkan dari Sistem Pendelegasian Wewenang


Berkaitan dengan cultur, Mulyadi (2003:297) mengemukakan bahwa
sistem pendelegasian wewenang yang dikembangkan dalam organisasi traditional
membentuk kultur organisasi berikut ini:
a. Membentuk pemimpin yang berpegang pada kedudukannya (position-
based leadership), dan bergaya otoriter yang mengandalkan pada komando
untuk memperoleh kepatuhan bawahan. Sistem pendelegasian wewenang
menghasilkan pemimpin yang memiliki kekuasaan karena posisi yang
didudukinya. Pemimpin seperti ini memiliki gaya kepemimpinan otoriter,
yang mengandalkan komando untuk memperoleh kepatuhan dari
bawahannya.
b. Membentuk karyawan yang patuh, tidak kreatif, dan tidak berinisiatif.
Sistem pendelegasian wewenang menghasilkan personel yang patuh
terhadap perintah, dan karena pengendalian yang diciptakan cenderung

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
7 / 14
berlebihan, sistem ini juga mengakibatkan karyawan tidak mempunyai
inisiatif dan tidak kreatif.
c. Menghasilkan hubungan berdasar ketidakpercayaan (distrust) antara
manajer atas dengan manajer di bawahnya. Konsep pendelegasian
wewenang menekankan aspek pengendalian dan tidak didasarkan pada
trust dalam hubungan antara manajer yang lebih atas dengan manajer
bawahannya. Distribusi wewenang dalam organisasi didasarkan pada
power-based relationship dimana wewenang bersumber dari manajer
tingkat atas, yang memiliki wewenang karena kedudukannya (position-
basedpower). Manajer tingkat atas kemudian mendelegasikan sebagian
wewenangnya (yang diperoleh karena posisinya tersebut) kepada manajer
yang lebih rendah, sehingga terciptalah hubungan berbasis kekuasaan
(power-based relationship) antara kedua manajer tersebut.

Prospek bagi Karyawan


Di tempat kerja sekarang, seringkali pekerja memiliki pendidikan lebih
tinggi daripada manajernya, terutama di dalam perusahaan berteknologi tinggi.
Bahkan umumnya, pekerja memiliki pengetahuan lebih banyak mengenai
pekerjaannya dibandingkan dengan manajer mereka.
Oleh karena itu, pandangan manajemen terhadap karyawan perlu di-up
date. Pandangan manajemen terhadap karyawan akan menentukan keberhasilan
pengembangan potensi karyawan. Pandangan terhadap karyawan yang
mendukung usaha pemberdayaan karyawan adalah:
1. Orang adalah aktiva organisasi yang paling bernilai dan merupakan
keunggulan kompetitif yang paling tinggi. Seberapa canggih teknologi
yang dimanfaatkan oleh organisasi dan seberapa maju sistem yang
digunakan oleh organisasi dalam menjalankan bisnis, kualitas produk dan
jasa yang dihasilkannya sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya
manusia yang mengoperasikannya. Teknologi dan sistem yang canggih
hanya akan produktif di tangan sumber daya manusia yang memiliki
komitmen tinggi dan produktif. Oleh karena itu, perlu disadari oleh

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
8 / 14
manajemen bahwa aktiva yang paling bernilai bagi organisasi perusahaan
adalah sumber daya manusia.
2. Gedung dan aktiva tetap lain akan mengalami depresiasi nilainya
karena pemakaian, sementara orang memiliki kesempatan untuk
bertumbuh dengan berlalunya waktu. Berbeda dengan aktiva tetap,
sumber daya manusia memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang
selama dimanfaatkan dalam organisasi. Manusia memiliki potensi yang
tidak terbatas jika orang menyadarinya dan menggali serta
mengembangkan potensi tersebut. Jika manajemen mau dan mampu
menyediakan lingkungan dan sistem untuk menyediakan kesempatan bagi
karyawan dalam membangun potensi mereka selama bekerja, karyawan
akan mencapai tingkat potensi optimum yang diperlukan oleh organisasi
untuk maju.
Jika dicermati lebih lanjut, sebenarnya karyawan adalah orang yang
melakukan banyak pekerjaan yang sangat menentukan dan bermakna bagi
organisasi. Contoh pekerjaan yang dilaksanakan oleh karyawan yang
seringkali dipandang tidak bermakna oleh manajemen tradisional: (1)
melakukan interaksi dengan customers, (2) melakukan interaksi dengan
pemasok, (3) melakukan interaksi dengan mitra bisnis, (4) mengelola dan
melakukan improvement terhadap proses, (5) mengubah tuntutan
customers ke dalam produk dan jasa.

Cara Pemberdayaan Karyawan


Reynolds (1997:4) menyebut bahwa pemberdayaan karyawan pada
dasarnya membentuk karyawan yang produktif dan berkomitmen. Pemberdayaan
karyawan berangkat dari keinginan untuk menggali seluruh potensi yang terdapat
dalam diri seiuruh karyawan untuk diarahkan dalarn memajukan organisasi.
Untuk menjadikan karyawan produktif, karyawan harus memiliki kompetensi
memadai dan produktivitas karyawan sangat ditentukan oleh kualitas lingkungan
kerja yang dibangun di dalam organisasi. Tanpa lingkungan kerja berkualitas,
karyawan dengan kompetensi tinggi tidak akan produktif. Oleh karena itu,
pemberdayaan karyawan pada hakikatnya merupakan usaha untuk menjadikan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
9 / 14
karyawan produktif dan berkomitmen. Pemberdayaan karyawan hanya dapat
diwujudkan melalui:
a. Pembangunan kompetensi karyawan dan penyediaan sumber daya yang
diperlukan untuk mewujudkan kompetensi karyawan.
b. Pembangunan lingkungan kerja berkualitas.
Karyawan yang memiliki kompetensi sesuai dengan tuntutan pekerjaannya
memerlukan lingkungan kerja yang menumbuhkan komitmen di dalam dirinya
untuk menghasilkan kinerja unggul. Kompetensi karyawan akan menghasilkan
produk dan jasa berkualitas di dalam lingkungan kerja yang kondusif, yaitu:
a. Terdapat kepercayaan timbal balik (mutual trust) antara manajemen
dengan karyawan.
b. Terdapat komitmen karyawan terhadap misi, visi, core beliefs, dan core
values organisasi.
c. Kesediaan manajemen puncak untuk memberikan wewenang kepada
karyawan untuk mengambil keputusan atas pekerjaan yang menjadi
tanggung jawab karyawan,
d. posisi (position-based reward).

Dampak Positif Pemberdayaan Karyawan


Menurut Askenas et.all (1995:43) Pemberdayaan Karyawan paling tidak memiliki
dua dampak penting yaitu dampak terhadap struktur organisasi dan terhadap
sistem informasi manajemen.. Dampak pemberdayaan terhadap struktur organisasi
adalah sebagai berikut:
a. Organisasi lebih mendatar. Jenjang organisasi dibangun untuk
melaksanakan pengendalian terhadap pelaksanaan wewenang yang
didelegasikan kepada manajer dibawahnya. Agar pengendalian jauh lebih
efektif dalam diri karyawan ditumbuhkan self-imposed control melalui
pendidikan, pelatihan, dan penyediaan teknologi memadai sehingga
karyawan mampu mengambil keputusan berkualitas dan organisasi dapat
mengurangi kebutuhan pengendalian dari pihak lain. Jika karyawan
memiliki kemampuan seperti itu, fungsi manajer menengah menjadi tidak
relevan, sehingga jenjang manajer menengah dapat dihapus dari struktur

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
10 / 14
organisasi sehingga biaya pengoperasian organisasi menjadi berkurang
secara drastis.

b. Arus informasi terutama ke arah horisontal. Pemberdayaan karyawan


menjadikan karyawan mampu merencanakan, mengendalikan, dan
mengambil keputusan atas pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.
Dengan demikian arus informasi vertikal tidak lagi diperlukan oleh
karyawan, karena karyawan dapat melakukan akses ke pusat informasi dan
dapat mengambil keputusan berkualitas atas pekerjaannya. Dengan
demikian, orientasi karyawan akan diarahkan ke horisontal, karena di arah
itulah customer berada dan ke arah itulah semestinya semua kompetensi
karyawan ditujukan.

c. Kecepatan pengambilan keputusan, yang dapat dinikmati oleh


customers. Pemberdayaan karyawan meningkatkan kecepatan
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh organisasi dalam
berhubungan dengan customers.

d. Berkurangnya distorsi informasi. Rantai komando yang terdapat di


dalam sistem pendelegasian wewenang memiliki kelemahan bawaan
karena panjangnya rantai komando dan tingginya risiko terdistorsi
informasi yang dikomunikasikan. Pemberdayaan karyawan memotong
rantai komando tersebut, sehingga mengurangi secara signifikan risiko
terdistorsinya informasi yang dipakai sebagai dasar pengambilan
keputusan.

e. Komitmen karyawan untuk melakukan improvement meningkat.


Orientasi karyawan ke sistem yang digunakan untuk menghasilkan value
bagi customer meningkatkan komitmen karyawan terhadap improvement
terhadap sistem, karena menimbulkan kesadaran bahwa customer-lah yang
menentukan kelangsungan hidup organisasi.

f. Pergeseran dari responsibility-at-the-top organization ke responsibility-


based organization. Di dalam organisasi yang karyawannya telah
diberdayakan, tanggung jawab atas jalannya bisnis perusahaan dapat
diserahkan sepenuhnya kepada karyawan. Sehingga, organisasi berubah

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
11 / 14
menjadi responsibility-based organization (suatu organisasi yang
tanggung jawab atas jalannya bisnis berada di tangan setiap orang dalam
organisasi).

g. Perubahan dari organisasi orang bayaran ke organisasi orang bisnis.


Di dalam organisasi yang karyawannya telah diberdayakan, karyawan
diberi wewenang untuk akses ke pusat informasi dan untuk mengambil
keputusan bisnis yang menjadi tanggung jawabnya. Dan setiap keputusan
bisnis yang mengandung risiko dan tanggung jawab untuk menanggung
risiko bisnis tersebut, karyawan memperoleh penghargaan yang sepadan.
Dengan demikian, karyawan yang berdaya menjadi pelaku-pelaku bisnis,
bukan lagi sekadar orang bayaran (hired hands).

Dampak Pemberdayaan Karyawan Terhadap Sistem Informasi Manajemen


Pemberdayaan karyawan akan berdampak terhadap sistem informasi
manajemen di bawah ini:
a. Karyawan menjadi pemakai informasi untuk pengambilan keputusan.
Di dalam manajemen kontemporer, pemakai informasi untuk pengambilan
keputusan harian adalah karyawan. Bahkan keputusan-keputusan yang
dipandang strategik di dalam manajemen tradisional, sekarang dapat
dilakukan oleh karyawan. Oleh karena itu, ahli desain sistem informasi
manajemen perlu menyadari perubahan ini dan memasukkan perubahan ini
ke dalam desain sistem informasinya.
b. Informasi keuangan menjadi tipe informasi yang dibutuhkan oleh
karyawan. Pemberdayaan karyawan melibatkan karyawan ke dalam
keputusan-keputusan yang berdampak keuangan. Oleh karena itu, sistem
informasi akuntansi perlu didesain sehingga karyawan dapat melakukan
akses ke pusat informasi akuntansi untuk memungkinkan karyawan
mempertimbangkan besarnya cost effective pekerjaan mereka di dalam
menghasilkan value bagi customers.

\\

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
12 / 14
Reference:
Setyawan, Johny.,Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen. Salemba
Empat, 2001

Clutterbuck, David., The Power of Empowerment. Kogan Page, 2003.

Reynolds, Larry., The Trust Effect: Creating the High Trust, High Performance
Organization. London: Nicholas Brealey Publishing, 1997

Snyder, Neil H., James D.Dowd, Jr., Dianne. ,Vision, Values, and Courage:
Leadership for Quality Management. New York: The Free Press, 1994

Oates, D., Leadership: The Art of Delegation, Century Bussiness Books: London,
1993.
“Empowerment, a leap of faith?”Management Training, Agustus, 1993

Bowen, D.E. dan Lawler, E.E.,”The Empowerment of Service Workers:What,


Why, How, and When,”Sloan Management Review,Spring ,1992, Volume
33,no. 3.

Frey, R.,”Empowermrnt or else,.”Harvard Bussiness Review,September-Oktober,


1993

Greenberg, Jerald., Managing Bahavior in Organizations, Fisher College of


Bussiness The Ohio State University, Pearson Prentce Hall, 2005

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
13 / 14

Anda mungkin juga menyukai