Anda di halaman 1dari 18

Teori Nilai Guna (Utility)

Tugas Makalah Ekonomi Mikro

Anggota Kelompok
Winnie 233010001
Jessica 233010002
Carolyna 233010015
Andres 233010016

“TEORI PERILAKU KONSUMEN”

1
Ekonomi Mikro

Daftar Isi ………….……………………………………..…………..……2


Kata Pengantar ……………...……………………..……………..……... 3

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………..…………………….4

BAB II. PEMBAHASAN


2.1 Definisi Perilaku Konsumen……………..………………………….…..5
2.2 Definisi Teori Perilaku Konsumen Menurut para ahli…..…...………….6
2.3 Teori Nilai Guna (Utility)………………………….……........................ 6
2.4 Hukum Pertambahan Manfaat yang Makin Menurun……….…..............7
2.5 Konsistensi Preferensi (Transitivity)……………………….....................7
2.6 Pengetahuan Sempurna (Perfect Knowledge)……..…..………...............8
2.7 Faktor yang Mempengaruhi Nilai Guna ………..……………………......8
2.8 Hipotesis Utama Teori Nilai ………..………………..………………....11
2.9 Teori Kardinal (Cardinal Theory)…..…………………….....…….....….12
2.10 Teori Ordinal (Ordinal Theory)...............................................................14

BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan...............................................................................................16
3.2 Daftar Pustaka………………………………..…………………...……. 17

KATA PENGANTAR

2
Pertama-tama kami panjatkan puja dan puji Syukur atas rahmat Tuhan Yang
Maha Esa , karena tanpa rahmatNya , kita tidak dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik dan tepat waktu.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Dra. Pesta Gultom, M.M selaku
dosen pengampu Ekonomi Mikro yang membimbing kami dalam pengerjaan tugas
makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman kami yang
selalu setia membantu dalam hal mengumpulkan data-data dalam pembuatan makalah
ini. Dalam makalah ini kami menjelaskan tentang teori perilaku konsumen terkait
teori nilai guna

Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum kami
ketahui. Maka dari itu kami mohon saran & kritik dari teman-teman maupun dosen.
Demi tercapainya makalah yang sempurna

Medan , 02 Oktober 2023

Penulis
BAB I. PENDAHULUAN

3
1.1 Latar Belakang
Perilaku konsumen adalah proses dan aktivitas ketika seseorang berhubungan
dengan pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan, serta pengevaluasian produk
dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan keinginan. Perilaku konsumen merupakan
hal-hal yang mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian.Untuk
barang berharga jual rendah (low-involvement) proses pengambilan keputusan
dilakukan dengan mudah, sedangkan untuk barang berharga jual tinggi (high-
involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan dengan pertimbangan
yang matang.
Pemahaman akan perilaku konsumen dapat diaplikasikan dalam beberapa hal,
yang pertama adalah untuk merancang sebuah strategi pemasaran yang baik, misalnya
menentukan kapan saat yang tepat perusahaan memberikan diskon untuk menarik
pembeli. Kedua, perilaku konsumen dapat membantu pembuat keputusan membuat
kebijakan publik. Misalnya dengan mengetahui bahwa konsumen akan banyak
menggunakan transportasi saat lebaran, pembuat keputusan dapat merencanakan
harga tiket transportasi di hari raya tersebut.
Pengertian perilaku konsumen menurut Shiffman dan Kanuk (2000) adalah
“Consumer behavior can be defined as the behavior that customer display in
searching for, purchasing, using, evaluating, and disposing of products, services, and
ideas they expect will satisfy they needs”. Pengertian tersebut berarti perilaku yang
diperhatikan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan
mengabaikan produk, jasa, atau ide yang diharapkan dapat memuaskan konsumen
untuk dapat memuaskan kebutuhannya dengan mengkonsumsi produk atau jasa yang
ditawarkan.
Selain itu perilaku konsumen menurut Loudon dan Della Bitta (1993) adalah:
“Consumer behavior may be defined as the decision process and physical activity
individuals engage in when evaluating, acquiring, using, or disposing of goods and
services”. Dapat dijelaskan perilaku konsumen adalah proses pengambilan

4
keputusan dan kegiatan fisik individu-individu yang semuanya ini melibatkan
individu dalam menilai, mendapatkan, menggunakan, atau mengabaikan barang-
barang dan jasa-jasa.

BAB II. PERILAKU KONSUMEN

2.1. Pengertian Perilaku Konsumen


Perilaku konsumen adalah proses yang dilalui oleh seseorang/ organisasi
dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan membuang produk atau
jasa setelah dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhannya. Perilaku konsumen akan
diperlihatkan dalam beberapa tahap yaitu tahap sebelum pembelian, pembelian, dan
setelah pembelian. Pada tahap sebelum pembelian konsumen akan melakukan
pencarian informasi yang terkait produk dan jasa.
Pada tahap pembelian, konsumen akan melakukan pembelian produk, dan
pada tahap setelah pembelian, konsumen melakukan konsumsi (penggunaan produk),
evaluasi kinerja produk, dan akhirnya membuang produk setelah digunakan.Atau
kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan
menggunakan barang dan jasa termasuk di dalamnya proses pengambilan keputusan
pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut.
Konsumen dapat merupakan seorang individu ataupun organisasi, mereka
memiliki peran yang berbeda dalam perilaku konsumsi, mereka mungkin berperan
sebagai initiator, influencer, buyer, payer atau user.
Dalam upaya untuk lebih memahami konsumennya sehingga dapat memenuhi
kebutuhan dan keinginan konsumen, perusahaan dapat menggolongkan konsumennya
ke dalam kelompok yang memiliki kemiripan tertentu, yaitu pengelompokan menurut
geografi, demografi, psikografi, dan perilaku.

5
2.2. Pengertian Perilaku Konsumen

1. James F Engel Perilaku konsumen di definisikan tindak-tindakan individu secara


langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang-barang jasa
ekonomi termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan
menentukan tindakan-tindakan tersebut (1988:8)
2. David L Loundon Perilaku konsumen dapat diDefinisikan sebagai proses
pengambilan keputusan dan aktivitas individu secara fisik yang dilibatkan dalam
mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau dapat mempergunakan barang-
barang atau jasa (1984:6).
3. Gerald Zaltman Perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan, proses dan
hubungan sosial yang di lakukan oleh individu, kelompok dan organisasi dan
mendapatkan, menggunakan suatu produk atau lainnya sebagai suatu akibat dari
pengalaman dengan produk, pelayanan dan sumber-sumber lainya. (1979:6)

2.3. Teori Nilai Guna (Utility)


Utilitas (utility) adalah manfaat yang diperoleh karena mengonsumsi barang.
Utilitas merupakan ukuran manfaat suatu barang dibanding dengan alternatif
penggunaannya. Utilitas digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan oleh
konsumen. Nilai guna perlu dibedakan di antara dua pengertian:
- Nilai guna total
- Nilai guna marjinal
Nilai guna total dapat diartikan sebagai jumlah seluruh kepuasan yang diperoleh dari
mengkonsumsikan sejumlah barang tertentu. Nilai guna marjinal berarti pertambahan
atau pengurangan penggunaan suatu unit barang tertentu.
Utilitas total (total utility/TU) adalah manfaat total yang diperoleh dari
seluruh barang yang dikonsumsi. Utilitas marjinal (marginal utility/MU) adalah

6
tambahan manfaat yang diperoleh karena menambah konsumsi sebanyak satu unit
barang.

2.4. Hukum Pertambahan Manfaat yang Makin Menurun

Pada awalnya penambahan konsumsi suatu barang akan memberi tambahan


utilitas yang besar, tetapi makin lama pertambahan itu bukan saja makin menurun,
bahkan menjadi negatif. Good sudah berubah menjadi bad. Gejala itu disebut sebagai
Hukum Pertambahan Manfaat yang Makin Menurun (The Law of Diminishing
Marginal Utility, disingkat LDMU). Dalam analisis perilaku konsumen, gejala
LDMU dilihat dari makin menurunnya nilai utilitas marjinal. Karena dasar
analisisnya adalah perubahan utilitas marjinal, analisis ini dikenal sebagai analisis
marjinal (marginal analysis).
Analisis marjinal mula-mula dikembangkan untuk menjawab pertanyaan
mengapa berlian lebih mahal daripada air? Ada yang menjawab karena utilitas total
penggunaan berlian lebih tinggi daripada air. Jawaban itu disanggah dengan
mengatakan bahwa ada kondisi di mana air terasa lebih bernilai daripada berlian,
misalnya pada saat manusia sangat haus. Tetapi mengapa secara umum harga berlian
lebih mahal daripada air? Seorang ekonom bernama Herman Heinrich Gossen
menjawab bahwa pertambahan manfaat dari air cepat sekali menurun. Jika seseorang
sangat haus, segelas pertama air akan memberi manfaat yang sangat besar, tetapi
setelah gelas keempat atau kelima, pertambahan manfaat air sudah sangat menurun.
Tidak demikian halnya dengan berlian. Itu sebabnya harga air lebih murah daripada
harga berlian. Untuk menghormati Gossen maka hukum pertambahan manfaat yang
makin menurun disebut sebagai hukum Gossen (Gossen Law).

2.5 Konsistensi Preferensi (Transitivity)


Konsep preferensi berkaitan dengan kemampuan konsumen menyusun prioritas
pilihan agar dapat mengambil keputusan. Minimal ada dua sikap yang berkaitan

7
dengan preferensi konsumen yaitu lebih suka (prefer) dan atau sama-sama disukai
(indifference). Misalnya ada dua barang X dan Y, maka konsumen mengatakan X
lebih disukai daripada Y (X > Y) atau X sama-sama disukai seperti Y (X=Y). Tanpa
sikap ini perilaku konsumen sulit dianalisis.
Syarat lain agar perilakunya dapat dianalisis, konsumen harus memiliki
konsistensi preferensi. Bila barang X lebih disukai dari Y (X > Y) dan barang Y lebih
disukai dari Z (Y > Z), maka barang X lebih disukai dari Z (X > Z). Konsep ini
disebut transitivitas (transitivity).

2.6 Pengetahuan Sempurna (Perfect Knowledge)


Konsumen diasumsikan memiliki informasi atau pengetahuan yang sempurna
berkaitan dengan keputusan konsumsinya. Mereka tahu persis kualitas barang,
kapasitas produksi, teknologi yang digunakan dan harga barang di pasar. Mereka
mampu memprediksi jumlah penerimaan untuk suatu periode konsumsi.

2.7 Faktor yang Mempengaruhi Nilai Guna


1. Jangka waktu konsumsi barang
Jangka waktu yang lama akan mempengaruhi nilai guna suatu barang.
Semakin lama kita menggunakan suatu barang tentu akan mengurangi nilai
guna dari barang tersebut. Hal ini disebabkan karena kita sudah
menggunakan produk ini dalam waktu yang lama, otomatis akan
menyebabkan nilai dari barang itu sendiri lebih rendah dibandingkn nilai
barang yang baru. Contoh : ketika kita memakai panci dalam jangka waktu
yang lama, panci tersebut akan mengalami kelecetan, kehitaman akibat
gosong, dan sebagainya, dimana hal ini dapat menyebabkan berkurangnya
nilai dari panci tersebut.

2. Daya Ingat Konsumsi

8
Ketika kita membeli suatu barang, namun kita belum membutuhkannya,
maka kita akan menyimpannya terlebih dahulu. Hal ini dapat menyebabkan
menurunnya nilai guna dari suatu barang. Barang yang memiliki tenggat
waktu dalam pemakaiannya tentu dapat mencapai masa kadarluarsa apabila
tidak digunakan sebelumnya. Hal ini dapat menyebabkan menurunnya nilai
guna dari suatu barang. Ketika barang tersebut telah mencapai masa
kadarluarsa maka nilai guna dari barang tersebut sudah tidak ada. Apabila
barang tersebut berupa peralatan rumah tangga seperti meja, kursi, lemari,
atau pun alat memasak lainnya, barang tersebut akan mengalami pemudaran
warna, kurangnya efektivitas dari barang tersebut apabila tidak
menggunakannya dalam jangka waktu tertentu sehingga nilai guna barang
akan berkurang. Oleh sebab itu pentingnya, mengingat mengonsumsi barang
yang telah dibeli sesegera mungkin.

3. Kualitas Barang
Kualitas suatu barang tentu mempengaruhi nilai guna dari suatu produk.
Apabila kita membeli barang dengan harga yang murah, namun kualitas
barang yang kurang baik, maka nilai guna dari barang tersebut akan rendah.
Dan sebaliknya ketika kita membeli barang dengan kualitas yang baik, maka
nilai guna dari barang tersebut akan meningkat serta efektivitas dan efisiensi
dalam penggunaan produk tersebut akan meningkat.

Nilai guna erat kaitannya dengan kebiasaan konsumsi. Pengelompokan kebiasaan


konsumsi:
a. Kecanduan
Ketika kita kecanduan menggunakan suatu barang , maka nilai guna suatu barang
akan meningkat. Contoh : ketika seseorang merokok, dan orang tersebut

9
kecanduan terhadap rokok, maka orang tersebut akan terus meningkatkan
pembelian terhadap rokok tersebut. Hal ini akan meningkatkan nilai guna suatu
barang karena akan digunakan secara terus menerus.

b. Kebiasaan abadi
Ketika seseorang sudah terbiasa menggunakan suatu barang maka nilai guna
barang tersebut akan meningkat. Contoh : seseorang yang sudah menggunakan
produk kecantikan bertahun-tahun, akan terus meningkatkan pembelian dari
produk tersebut untuk mencapai wajah yang diinginkan. Selain itu, orang yang
mengonsumsi vitamin, juga akan terus meningkatkan pembelian agar memiliki
tubuh yang senantiasa sehat. Dengan demikian, nilai guna dari suatu barang akan
meningkat akibat kebiasaan yang sudah lama.

c. Kebiasaan sesaat
Ketika seseorang menggunakan suatu barang dalam jangka waktu yang pendek
akan mempengaruhi nilai guna barang. Barang tersebut hanya digunakan sesaat
tergantung situasi dan kondisi yang membutuhkan. Apabila orang tersebut sudah
tidak lagi membutuhkannya, maka orang tersebut sudah tidak akan lagi
mengonsumsinya. Contoh : penggunaan masker pada masa pandemi Covid-19.
Setelah melewati pandemi, banyak orang sudah tidak lagi memakai masker dan
permintaan terhadap masker pun menurun.

d. Mencari kenikmatan baru


Suatu barang yang sudah dipakai terus menerus akan menyebabkan kebosanan.
Hal ini bisa disebabkan banyak hal seperti kinerja produk yang sudah berkurang
ataupun terdapat produk baru yang memiliki kinerja yang lebih baik. Ketika kita
sudah bosan terhadap suatu barang, kita akan mencari kenikmatan baru. Dengan

10
mencari kenikmatan dari produk baru tentu akan mempengaruhi nilai guna
barang yang sebelumnya.

Sifat permintaan masyarakat. Analisis akan menerangkan dua hal berikut.


1. Alasan konsumen untuk membeli lebih banyak barang pada harga yang lebih
rendah dan mengurangi pembeliannya pada harga yang tinggi.
2. Bagaimana konsumen menentukan jumlah dan komposisi dari barang yang
akan dibeli dari pendapatan yang diperolehnya.
Teori tingkah laku konsumen dapat dibedakan dalam 2 macam pendekatan :
1. Pendekatan nilai guna (utility) kardinal
2. Pendekatan nilai guna ordinal
Pendekatan nilai kardinal dianggap manfaat atau kenikmatan yang diperoleh seorang
konsumen dapat dinyatakan secara kuantatif.

2.8 Hipotesis Utama Teori Nilai

Menyatakan bahwa tambahan nilai guna yang diperoleh seseorang dari


mengkonsumsikan suatu barang akan menjadi semakin sedikit apabila orang tersebut
terus menerus menambah konsumsinya ke atas barang tersebut. Pada akhirnya
tambahan nilai guna akan menjadi negatif yaitu apabila konsumsi ke atas barang
tersebut ditambah satu unit lagi, maka nilai guna total akan menjadi semakin sedikit.
Pada hakikatnya hipotesis tersebut menjelaskan bahwa pertambahan yang terus-
menerus dalam megkonsumsi suatu barang tidak secara terus-menerus menambah
kepuasan yang dinikmati orang yang mengkonsumsikannya.
Hukum nilai guna marjinal yang semakin menurun, menyatakan bahwa
tambahan nilai guna yang akan diperoleh seseorang dari mengkonsumsikan suatu
barang akan menjadi sedikit apabila orang tersebut terus menerus menambahkan
konsumsinya ke atas barang tersebut.

11
2.9 Teori Nilai Guna : Teori Kardinal (Cardinal Theory)

Teori kardinal menyatakan bahwa kegunaan dapat dihitung secara nominal,


sebagaimana kita menghitung berat dengan gram atau kilogram, panjang dengan
centi-meter atau meter. Sedangkan satuan ukuran kegunaan (utility) adalah util.
Keputusan untuk mengonsumsi suatu barang disebut utilitas total (TU). Tambahan
kegunaan dari penambahan satu unit barang yang dikonsumsi disebut utilitas marjinal
(MU). Total uang yang harus dikeluarkan untuk konsumsi adalah jumlah unit barang
dikalikan harga per unit. Untuk setiap unit tambahan konsumsi, tambahan biaya yang
harus dikeluarkan sama dengan harga barang per unit.
Misalnya Achmad ingin membeli baju, yang harga per helainya Rp.25.000,00.
Berapa buah baju yang akan dikonsumsi? Untuk menjawabnya, kita harus tahu
dahulu nilai baju itu bagi Achmad yang diasumsikan setara dengan rupiah.
Seandainya pola konsumsi Achmad seperti ditunjukkan dalam Tabel.

Harga baju per Jumlah baju Uang yang Kegunaan Tambahan


helai yang harus Total/TU Kegunaan/MU
(Rp) dikonsumsi dikeluarkan (util) (util)
(Rp)

25.000 1 25.000 50.000 50.000


25.000 2 50.000 125.000 75.000
25.000 3 75.000 185.000 60.000
25.000 4 100.000 225.000 40.000
25.000 5 125.000 250.000 25.000
25.000 6 150.000 250.000 0
25.000 7 175.000 225.000 25.000
25.000 8 200.000 100.000 125.000

12
Bagi Achmad, baju pertama nilai kegunaannya jauh lebih besar dibanding
uang yang harus dikeluarkan. Hanya dengan Rp.25.000,00 diperoleh kegunaan
50.000 util. Karenanya dia mau menambah konsumsi bajunya. Baju yang kedua
memberi tambahan kegunaan (MU) lebih besar daripada yang pertama, yaitu 75.000
util, berarti kegunaan total (TU) menjadi 125.000 util. Dia pun menambah konsumsi
baju menjadi tiga, yang memberi TU 185.000 util dan MU 60.000 util. Walaupun
telah terjadi penurunan MU (hukum pertambahan manfaat yang makin menurun telah
terjadi), tetap lebih menguntungkan. Seandainya Achmad terus menambah konsumsi
bajunya, maka setelah baju kelima penambahan konsumsi tidak menambah TU,
bahkan dapat menurunkan TU karena MU sudah < 0 (negatif). Pergerakan angka-
angka dalam tabel dapat diterjemahkan dalam bentuk grafik berikut ini (Tabel
diatas). Terlihat kurva TU pada awalnya menaik tajam, seiring naiknya nilai MU. Di
titik A MU mencapai maksimum, untuk selanjutnya menurun yang menyebabkan
slope kurva TU makin mendatar.

13
2.10 Teori Ordinal (Ordinal Theory)

Menurut teori ordinal, kegunaan tidak dapat dihitung hanya dapat


dibandingkan, sebagaimana kita menilai kecantikan/kepandaian seseorang. Untuk
menjelaskan pendapatnya, teori ordinal menggunakan kurva indeferensi. Kurva
indeferensi adalah kurva yang menunjukkan berbagai kombinasi konsumsi dua
macam barang yang memberikan tingkat kepuasan yang sama bagi seorang
konsumen. Misalkan Sutarno mengombinasikan konsumsi bakso dengan makan sate
U=X.Y
U= tingkat kepuasan

14
X= makan bakso (mangkok per bulan)
Y= makan sate (porsi per bulan)
Untuk mencapai tingkat kepuasan tertentu, bebrapa kombinasi yang mungkin
dicantumkan dalam tabel
Makan Bakso (Per bulan) Makan Sate (Per bulan)
24 kali 4 porsi
20 kali 8 porsi
10 kali 10 porsi
5 kali 20 porsi
4 kali 25 porsi

Garis anggaran (budget line) adalah kurva yang menunjukkan kombinasii


konsumsi 2 macam barang yang membutuhkan biaya (anggaran) yang sama besar.
Misalnya garis anggaran dinotasikan sebagai BL, sedangkan harga sebagai P (Px

15
untuk X dan Py untuk Y) dan jumlah barang yang dikonsumsi adalah Q (Qx untuk X

dan Qy untuk Y), maka, BL=Px.Qx+Py.Qy

Perubahan harga dan pendapatan akan memengaruhi daya beli, diukur dari
besarnya luas bidang segitiga makin luas, daya beli meningkat.
Keseimbangan yang dicapai dapat berubah karena pendapatan nyata berubah. Jika
pendapatan meningkat konsumen dapat menaikkan tingkat kepuasannya. Sebaliknya
jika pendapatan menurun maka konsumen menurunkan tingkat kepuasannya.
Disesuaikan dengan kemampuan anggaran yang menurun. Salah satu faktor yang
dapat mengubah pendapatannya adalah perubahan harga barang.

Kondisi keseimbangan adalah kondisi dimana konsumen telah mengalokasi


seluruh pendapatannya untuk konsumsi. Uang yang ada dipakai untuk mencapai
tingkat kepuasan tertinggi atau tingkat kepuasan tertentu dapat dicapai dengan
anggaran paling minim.
Suatu faktor lain yang dapat mengubah keseimbangan konsumen adalah
perubahan pendapatan nominal.

Ketika kita mengatakan bahwa jika harga barang turun maka permintaan terhadapnya
bertamba atau sebaliknya. Dengan perkataan lain jika ada harga suatu baran turun
maka ada dua komponen yang dipengaruhi.
1. Harga relatif barang menjadi murah, sehingga bila konsumen bergerak pada
tingkat kepuasan yang sama dan jumlah konsumsi barang harganya menjadi
relatif lebih murah dan mengurangi jumlah konsumsi barang yan harganya
relatif lebih mahal.
2. Pendapatan nyata berubah menyebabkan jumlah permintaan berubah.

16
BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam konsep ekonomi konvensional, konsumen dalam mengeluarkan


uangnya diasumsikan selalu bertujuan untuk memperoleh kepuasan (utility)
dalam kegiatan konsumsinya. Utility adalah suatu ukuran
kepuasan/kebahagiaan yang diperoleh konsumen dari sekelompok barang.
Dalam membahas mengenai nilai guna perlu dibedakan di antara dua
pengertian : nilai guna total dan nilai guna marjinal. Nilai guna total
dapat diartikan sebagai jumlah seluruh kepuasan yang diperoleh dari
mengkonsumsikan sejumlah barang tertentu. Sedangkan, nilai guna marjinal
berarti pertambahan (atau pengurangan) kepuasan sebagai akibat dan
pertambahan (pengurangan) penggunaan satu unit barang tertentu.

3.2 Daftar Pustaka

Rahardja, Prathama. 2008. Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi &


Makroekonomi). Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

17
18

Anda mungkin juga menyukai