Transkultural Gerontik-5
Transkultural Gerontik-5
Disusun oleh :
Karisa Citra Mukti (7322016) Dwi Gusti Hamdaniah (7322025)
Dewi Ratna Swari (7322005) Riftian Fajar Maulana (7322038)
Lailatul Maghfiroh (7322017) Diva’un Nuha El-Mubarok (7322073)
Atika Kusumawati (7322020)
Kami mempunyai kopi dari makalah ini jika makalah yang dikumpulkan hilang atau
rusak. Makalah ini adalah hasil karya kami sendiri dan bukan merupakan karya orang
lain kecuali yang telah dituliskandalam referensi, serta tidak ada seorangpun yang
membuatkan makalah ini untuk kami.
Segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Aplikasi Perawatan
Transkultural Gerontik Pada Penyakit Hipertensi” dengan tepat waktu. Sholawat
serta salam semoga tercurahkan kepada baginda tercinta kita Nabi Muhammad SAW.
yang kita nanti-nantikan syafaatnya di akhirat nanti.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Gerontologi transkultural adalah studi tentang bagaimana budaya
mempengaruhi penuaan dan perawatan orang lanjut usia. Istilah
“transkultural” berasal dari kata “trans” dan “kebudayaan”, dimana “trans”
berarti aliran pergerakan, persimpangan jalan, dan keterhubungan, sedangkan
“kebudayaan” berarti melalui dan kebudayaan.
Dalam ilmu keperawatan telah muncul teori keperawatan transkultur
yang di kemukakan oleh Madeline Leininger. Medeline Leininger adalah
seorang perempuan yang lahir 13 Juli 1995 di Sutton, Nebraska. Madeline
Leininger mengawali karirnya sebagai seorang perawat pada tahun 1945, saat
beliau mengambil program Diploma perawat di Sekolah Perawat St.Anthony,
Denver. Motivasi beliau ingin belajar ilmu keperawatan adalah membuat
perbedaan dalam kehidupan manusia melalui profesi perawat. Leininger
berpendapat bahwa konsep “caring” merupakan hal yang paling penting
dalam memberikan perawatan.
Caring bertujuan untuk membudayakan pemberi layanan perawatan
dengan tindakan bantu, mendukung, fasilitatif atau mungkin kognitif berbasis
keputusan yang sebagian besar dibuat khusus agar sesuai dengan individu,
keluarga atau kelompok sesuai dengan nilai-nilai, keyakinan dan lifeways nya
masing-masing. Leininger mengidentifikasi bahwa kurangnya pengetahuan
tentang budaya dalam memberikan perawatan, akan mempengaruhi
pengetahuan pemberi layanan perawatan tentang variasi budaya yang
diperlukan dalam merawat klien, sehingga tidak mendukung kepatuhan,
penyembuhan dan kesehatan klien.
Hipertensi pada lansia dapat memunculkan masalah-masalah yang ada
kaitannya dengan aspek medis, ekonomi, psikologis, dan sosial sehingga perlu
meningkatkan upaya pencegahan dan pengobatan. Prevalensi hipertensi pada
lansia cukup tinggi, terutama pada kelompok umur 55-64 tahun. Pengetahuan
dan sikap keluarga terhadap pencegahan hipertensi dapat berpengaruh pada
pola makan lansia. Selain pola makan, stres juga dapat menjadi penyebab
hipertensi pada lansia.
Hal ini disebabkan karena pada lansia semakin bertambahnya usia
maka elastisitas kulit dan pembuluh darah akan menurun, sehingga
menyebabkan terjadinya gangguan. Oleh karena itu, penting bagi lansia untuk
menjaga pola makan yang sehat dan menghindari stres agar dapat mencegah
terjadinya hipertensi.
B. TUJUAN
i. Tujuan umum
Agar mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada lansia
dengan penyakit hipertensi
ii. Tujuan khusus
1. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada
lansia yang mengalami gangguan hipertensi
2. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada
lansia hipertensi yang mengalami insomnia.
3. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada
lansia yang mengalami risiko jatuh
BAB II
KONSEP DASAR
A. PEMBAHASAN UMUM
Madeleine Leininger adalah ibu keperawatan transkultural, ia adalah
pendiri dan pemimpin internasional keperawatan transkultural serta penemu
teori ‘Sunrise Model’. Perempuan kelahiran 13 Juli 1925, di Sutton, Nebraska.
Hidup bersama empat saudara laki-laki dan seorang saudari. Mereka tinggal di
sebuah lahan pertanian hidup.
Leininger memaparkan teori Sunrise Transcultural Nursing sehingga
dikenal juga dengan istilah Sunrise Model. Model Sunrise melambangkan
esensi keperawatan transkultural yang menjelaskan bahwa sebelum
memberikan asuhan keperawatan kepada klien (individu, keluarga, kelompok,
komunitas, institusi), perawat terlebih dahulu harus memiliki pengetahuan
tentang pandangan dunia tentang dimensi dan budaya serta sebagai struktur
sosial yang berkembang di berbagai belahan dunia (global), dan masyarakat
dalam lingkup tertentu'.
Teori tersebut pertama kali dikemukakan oleh Medeleine Leininger
yang terinspirasi dari pengalaman pribadinya saat bekerja sebagai Perawat
Anak di Midwestern Amerika Serikat pada tahun 1950. Saat itu, ia melihat
adanya perubahan perilaku di kalangan anak- anak yang berasal dari budaya
berbeda. Perbedaan tersebut membuat Leininger memikirkan kembali profesi
perawat. Ia mengidentifikasi bahwa pengetahuan perawat untuk memahami
budaya anak masih kurang. Pada tahun 1960, Leininger pertama kali
menggunakan istilah keperawatan transkultural, keperawatan etnonursing, dan
keperawatan lintas budaya.
Akhirnya pada tahun 1985, Leininger menerbitkan karyanya Leininger
(1981:13), menyatakan bahwa ada 28 bentuk kepedulian keperawatan yang
dapat diterapkan pada seluruh tenaga kesehatan yang terdiri dari kenyamanan,
persahabatan, perilaku koping, empati, keterlibatan, cinta, nutrisi, dukungan,
dan kepercayaan. keperawatan transkultural menekankan pada pentingnya
peran perawat dalam memahami budaya klien.
Perawatan transkultural juga sangat penting dalam bidang gerontik,
yang berfokus pada perawatan lansia. Lansia merupakan seseorang yang telah
mencapai usia lebih dari 60 tahun, dan telah mengalami perubahan anatomis,
fisiologis dan biokimia pada tubuh sehingga berdampak pada fungsi dan
kemampuan tubuh secara keseluruhan (Maryam, S., dkk; 2008).
Lanjut usia mengalami masalah kesehatan. Masalah ini berawal dari
kemunduran sel-sel tubuh hingga fungsi dan daya tahan tubuh menurun serta
faktor resiko terhadap penyakit pun meningkat. Masalah kesehatan yang
sering dialami lansia adalah malnutrisi, gangguan keseimbangan, kebingungan
mendadak, dll. Selain itu, beberapa penyakit yang sering terjadi pada lansia
antara lain hipertensi, gangguan pendengaran dan penglihatan, demensia,
osteoporosis, dsb.
Upaya promotif dan preventif merupakan faktor penting yang harus
dilakukan untuk mengurangi angka kesakitan pada lansia. Untuk mencapai
tujuan tresebut, harus ada koordinasi yang efektif antara lintas program terkait
di lingkungan Kementerian Kesehatan dan organisasi profesi.
Menurut Data Susenas tahun 2012 menjelaskan bahwa angka
kesakitan pada lansia tahun 2012 di perkotaan adalah 24,77% artinya dari
setiap 100 orang lansia di daerah perkotaan 24 orang mengalami sakit. Di
pedesaan didapatkan 28,62% artinya setiap 100 orang lansia di pedesaan, 28
orang mengalami sakit. Adapun jenis penyakit yang paling banyak diderita
lansia yaitu hipertensi.
Berdasarkan Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan,
upaya pemeliharaan kesehatan bagi lanjut usia harus ditujukan untuk menjaga
agar tetap hidup sehat dan produktif secara sosial maupun ekonomis. Selain
itu, Pemerintah wajib menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan dan
memfasilitasi kelompok lansia untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif,
hal ini merupakan upaya peningkatan kesejahteraan lansia khususnya dalam
bidang kesehatan. Upaya promotif dan preventif merupakan faktor penting
yang harus dilakukan untuk mengurangi angka kesakitan pada lansia. Untuk
mencapai tujuan tresebut, harus ada koordinasi yang efektif antara lintas
program terkait di lingkungan Kementerian Kesehatan dan organisasi profesi.
B. APLIKASI
Keperawatan transkultural adalah bidang yang relatif baru yang
berfokus pada studi tentang perbedaan budaya dan kaitannya dengan layanan
kesehatan yang merupakan proses pemberian asuhan keperawatan yang
difokuskan pada individu dan kelompok untuk memelihara dan meningkatkan
perilaku sehat sesuai dengan latar belakang budayanya.
Tujuan keperawatan transkultural adalah untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan dan pengetahuan humanistik yang menciptakan praktik
keperawatan yang peka dan sesuai secara budaya. Penerapan keperawatan
transkultural dalam layanan kesehatan penting karena perbedaan budaya dapat
berdampak signifikan terhadap hasil kesehatan. Misalnya, keyakinan dan
praktik budaya dapat memengaruhi cara individu memandang dan merespons
penyakit, serta kesediaan mereka untuk mencari perawatan medis.
Beberapa konsep dan paradigma kunci dalam keperawatan
transkultural meliputi:
Kepedulian Budaya : Ini adalah teori holistik yang mencakup struktur
sosial, pandangan dunia, nilai-nilai budaya, ekspresi bahasa, etnis, dan
sistem profesional
Keperawatan Transkultural : Ini adalah penerapan teori Cultur Care
dalam praktik keperawatan
Budaya Universal : Ini mengacu pada nilai-nilai dan keyakinan yang
dianut lintas budaya
Kompetensi Budaya : Ini adalah kemampuan untuk memahami,
menghargai, dan bekerja secara efektif dengan individu dari budaya
yang berbeda.
Penerapan keperawatan transkultural dalam layanan kesehatan dapat
membantu meningkatkan hasil kesehatan dengan mempromosikan perawatan
yang peka dan tepat secara budaya. Hal ini mencakup pemahaman dan
menghormati keyakinan dan praktik budaya, serta mengadaptasi perawatan
untuk memenuhi kebutuhan individu dari latar belakang budaya yang berbeda.
A. Pengkajian
1. Faktor Teknologi
a. Pasien berobat ke pelayanan kesehatan yaitu Puskesmas Rawat
Inap Gedung Tataan Lampung dan diperiksa oleh dokter.
b. Kebiasaan berobatnya pasien adalah kuratif yaitu berobat
apabila telah sakit.
2. Faktor agama dan Falsafah Hidup
a. Agama yang dianut yaitu Islam
b. Pasien mengikuti pengajian rutin yang diselenggarakan
lingkungan sekitar.
c. Pasien menyepelekan penyakit yang diderita, karena mengira
akibat dari kelelahan aktivitasnya.
Bahwa perawatan kesehatan bagi populasi lansia yang berasal dari berbagai
latar belakang budaya memerlukan pendekatan yang sangat sensitif terhadap faktor-
faktor budaya. Dalam upaya memberikan perawatan yang efektif dan berkelanjutan,
perawat gerontik harus memahami dan menghormati keanekaragaman budaya dalam
praktik perawatan mereka. Beberapa poin penting yang perlu digaris bawahi dalam
perawatan gerontik meliputi kesadaran budaya, komunikasi efektif, keterlibatan
keluarga, adaptasi perawatan, faktor pendidikan dan pelatihan.