Anda di halaman 1dari 18

hMAKALAH APLIKASI PERAWATAN TRANSKULTURAL

GERONTIK PADA PENYAKIT HIPERTENSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Psikososial Budaya Dan Keperawatan

Dosen Pengampu: Diah Ayu Fatmawati, S.Kep., Ns., M.Kep.

Disusun oleh :
Karisa Citra Mukti (7322016) Dwi Gusti Hamdaniah (7322025)
Dewi Ratna Swari (7322005) Riftian Fajar Maulana (7322038)
Lailatul Maghfiroh (7322017) Diva’un Nuha El-Mubarok (7322073)
Atika Kusumawati (7322020)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG
TAHUN AJARAN 2023/2024
LEMBAR PENGESAHAN
Dengan ini kami menyatakan bahwa:

Kami mempunyai kopi dari makalah ini jika makalah yang dikumpulkan hilang atau
rusak. Makalah ini adalah hasil karya kami sendiri dan bukan merupakan karya orang
lain kecuali yang telah dituliskandalam referensi, serta tidak ada seorangpun yang
membuatkan makalah ini untuk kami.

Jika dikemudian hari terbukti adanya ketidakjujuran akademik, kami bersedia


mendapatkan sangsi sesuai peraturan yang berlaku.

NO NAMA NIM Tanda tangan mahasiswa


1. Karisa Citra Mukti 7322016
2. Dewi Ratna Swari 7322005
3. Lailatul Maghfiroh 7322017
4. Atika Kusumawati 7322020
5. Dwi Gusti Hamdaniah 7322025
6. Riftian Fajar Maulana 7322038
7. Diva’un Nuha El-Mubarok 7322073

Jombang, 26 September, 2023


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Aplikasi Perawatan
Transkultural Gerontik Pada Penyakit Hipertensi” dengan tepat waktu. Sholawat
serta salam semoga tercurahkan kepada baginda tercinta kita Nabi Muhammad SAW.
yang kita nanti-nantikan syafaatnya di akhirat nanti.

Dalam penyusunan makalah ini, kami tidak lupa mengucapkan banyak


terimakasih pada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah
yang telah kami susun dengan maksimal, dan tidak lupa juga kami ucapkan
terimakasih kepada Ibu Diah Ayu Fatmawati, S.Kep., Ns., M.Kep. yang telah
membimbing kami dalam mengerjakan tugas makalah ini.

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Gerontologi transkultural adalah studi tentang bagaimana budaya
mempengaruhi penuaan dan perawatan orang lanjut usia. Istilah
“transkultural” berasal dari kata “trans” dan “kebudayaan”, dimana “trans”
berarti aliran pergerakan, persimpangan jalan, dan keterhubungan, sedangkan
“kebudayaan” berarti melalui dan kebudayaan.
Dalam ilmu keperawatan telah muncul teori keperawatan transkultur
yang di kemukakan oleh Madeline Leininger. Medeline Leininger adalah
seorang perempuan yang lahir 13 Juli 1995 di Sutton, Nebraska. Madeline
Leininger mengawali karirnya sebagai seorang perawat pada tahun 1945, saat
beliau mengambil program Diploma perawat di Sekolah Perawat St.Anthony,
Denver. Motivasi beliau ingin belajar ilmu keperawatan adalah membuat
perbedaan dalam kehidupan manusia melalui profesi perawat. Leininger
berpendapat bahwa konsep “caring” merupakan hal yang paling penting
dalam memberikan perawatan.
Caring bertujuan untuk membudayakan pemberi layanan perawatan
dengan tindakan bantu, mendukung, fasilitatif atau mungkin kognitif berbasis
keputusan yang sebagian besar dibuat khusus agar sesuai dengan individu,
keluarga atau kelompok sesuai dengan nilai-nilai, keyakinan dan lifeways nya
masing-masing. Leininger mengidentifikasi bahwa kurangnya pengetahuan
tentang budaya dalam memberikan perawatan, akan mempengaruhi
pengetahuan pemberi layanan perawatan tentang variasi budaya yang
diperlukan dalam merawat klien, sehingga tidak mendukung kepatuhan,
penyembuhan dan kesehatan klien.
Hipertensi pada lansia dapat memunculkan masalah-masalah yang ada
kaitannya dengan aspek medis, ekonomi, psikologis, dan sosial sehingga perlu
meningkatkan upaya pencegahan dan pengobatan. Prevalensi hipertensi pada
lansia cukup tinggi, terutama pada kelompok umur 55-64 tahun. Pengetahuan
dan sikap keluarga terhadap pencegahan hipertensi dapat berpengaruh pada
pola makan lansia. Selain pola makan, stres juga dapat menjadi penyebab
hipertensi pada lansia.
Hal ini disebabkan karena pada lansia semakin bertambahnya usia
maka elastisitas kulit dan pembuluh darah akan menurun, sehingga
menyebabkan terjadinya gangguan. Oleh karena itu, penting bagi lansia untuk
menjaga pola makan yang sehat dan menghindari stres agar dapat mencegah
terjadinya hipertensi.

B. TUJUAN
i. Tujuan umum
Agar mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada lansia
dengan penyakit hipertensi
ii. Tujuan khusus
1. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada
lansia yang mengalami gangguan hipertensi
2. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada
lansia hipertensi yang mengalami insomnia.
3. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada
lansia yang mengalami risiko jatuh
BAB II

KONSEP DASAR

A. PEMBAHASAN UMUM
Madeleine Leininger adalah ibu keperawatan transkultural, ia adalah
pendiri dan pemimpin internasional keperawatan transkultural serta penemu
teori ‘Sunrise Model’. Perempuan kelahiran 13 Juli 1925, di Sutton, Nebraska.
Hidup bersama empat saudara laki-laki dan seorang saudari. Mereka tinggal di
sebuah lahan pertanian hidup.
Leininger memaparkan teori Sunrise Transcultural Nursing sehingga
dikenal juga dengan istilah Sunrise Model. Model Sunrise melambangkan
esensi keperawatan transkultural yang menjelaskan bahwa sebelum
memberikan asuhan keperawatan kepada klien (individu, keluarga, kelompok,
komunitas, institusi), perawat terlebih dahulu harus memiliki pengetahuan
tentang pandangan dunia tentang dimensi dan budaya serta sebagai struktur
sosial yang berkembang di berbagai belahan dunia (global), dan masyarakat
dalam lingkup tertentu'.
Teori tersebut pertama kali dikemukakan oleh Medeleine Leininger
yang terinspirasi dari pengalaman pribadinya saat bekerja sebagai Perawat
Anak di Midwestern Amerika Serikat pada tahun 1950. Saat itu, ia melihat
adanya perubahan perilaku di kalangan anak- anak yang berasal dari budaya
berbeda. Perbedaan tersebut membuat Leininger memikirkan kembali profesi
perawat. Ia mengidentifikasi bahwa pengetahuan perawat untuk memahami
budaya anak masih kurang. Pada tahun 1960, Leininger pertama kali
menggunakan istilah keperawatan transkultural, keperawatan etnonursing, dan
keperawatan lintas budaya.
Akhirnya pada tahun 1985, Leininger menerbitkan karyanya Leininger
(1981:13), menyatakan bahwa ada 28 bentuk kepedulian keperawatan yang
dapat diterapkan pada seluruh tenaga kesehatan yang terdiri dari kenyamanan,
persahabatan, perilaku koping, empati, keterlibatan, cinta, nutrisi, dukungan,
dan kepercayaan. keperawatan transkultural menekankan pada pentingnya
peran perawat dalam memahami budaya klien.
Perawatan transkultural juga sangat penting dalam bidang gerontik,
yang berfokus pada perawatan lansia. Lansia merupakan seseorang yang telah
mencapai usia lebih dari 60 tahun, dan telah mengalami perubahan anatomis,
fisiologis dan biokimia pada tubuh sehingga berdampak pada fungsi dan
kemampuan tubuh secara keseluruhan (Maryam, S., dkk; 2008).
Lanjut usia mengalami masalah kesehatan. Masalah ini berawal dari
kemunduran sel-sel tubuh hingga fungsi dan daya tahan tubuh menurun serta
faktor resiko terhadap penyakit pun meningkat. Masalah kesehatan yang
sering dialami lansia adalah malnutrisi, gangguan keseimbangan, kebingungan
mendadak, dll. Selain itu, beberapa penyakit yang sering terjadi pada lansia
antara lain hipertensi, gangguan pendengaran dan penglihatan, demensia,
osteoporosis, dsb.
Upaya promotif dan preventif merupakan faktor penting yang harus
dilakukan untuk mengurangi angka kesakitan pada lansia. Untuk mencapai
tujuan tresebut, harus ada koordinasi yang efektif antara lintas program terkait
di lingkungan Kementerian Kesehatan dan organisasi profesi.
Menurut Data Susenas tahun 2012 menjelaskan bahwa angka
kesakitan pada lansia tahun 2012 di perkotaan adalah 24,77% artinya dari
setiap 100 orang lansia di daerah perkotaan 24 orang mengalami sakit. Di
pedesaan didapatkan 28,62% artinya setiap 100 orang lansia di pedesaan, 28
orang mengalami sakit. Adapun jenis penyakit yang paling banyak diderita
lansia yaitu hipertensi.
Berdasarkan Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan,
upaya pemeliharaan kesehatan bagi lanjut usia harus ditujukan untuk menjaga
agar tetap hidup sehat dan produktif secara sosial maupun ekonomis. Selain
itu, Pemerintah wajib menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan dan
memfasilitasi kelompok lansia untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif,
hal ini merupakan upaya peningkatan kesejahteraan lansia khususnya dalam
bidang kesehatan. Upaya promotif dan preventif merupakan faktor penting
yang harus dilakukan untuk mengurangi angka kesakitan pada lansia. Untuk
mencapai tujuan tresebut, harus ada koordinasi yang efektif antara lintas
program terkait di lingkungan Kementerian Kesehatan dan organisasi profesi.
B. APLIKASI
Keperawatan transkultural adalah bidang yang relatif baru yang
berfokus pada studi tentang perbedaan budaya dan kaitannya dengan layanan
kesehatan yang merupakan proses pemberian asuhan keperawatan yang
difokuskan pada individu dan kelompok untuk memelihara dan meningkatkan
perilaku sehat sesuai dengan latar belakang budayanya.
Tujuan keperawatan transkultural adalah untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan dan pengetahuan humanistik yang menciptakan praktik
keperawatan yang peka dan sesuai secara budaya. Penerapan keperawatan
transkultural dalam layanan kesehatan penting karena perbedaan budaya dapat
berdampak signifikan terhadap hasil kesehatan. Misalnya, keyakinan dan
praktik budaya dapat memengaruhi cara individu memandang dan merespons
penyakit, serta kesediaan mereka untuk mencari perawatan medis.
Beberapa konsep dan paradigma kunci dalam keperawatan
transkultural meliputi:
 Kepedulian Budaya : Ini adalah teori holistik yang mencakup struktur
sosial, pandangan dunia, nilai-nilai budaya, ekspresi bahasa, etnis, dan
sistem profesional
 Keperawatan Transkultural : Ini adalah penerapan teori Cultur Care
dalam praktik keperawatan
 Budaya Universal : Ini mengacu pada nilai-nilai dan keyakinan yang
dianut lintas budaya
 Kompetensi Budaya : Ini adalah kemampuan untuk memahami,
menghargai, dan bekerja secara efektif dengan individu dari budaya
yang berbeda.
Penerapan keperawatan transkultural dalam layanan kesehatan dapat
membantu meningkatkan hasil kesehatan dengan mempromosikan perawatan
yang peka dan tepat secara budaya. Hal ini mencakup pemahaman dan
menghormati keyakinan dan praktik budaya, serta mengadaptasi perawatan
untuk memenuhi kebutuhan individu dari latar belakang budaya yang berbeda.

Aplikasi gerontik transkultural pada kehidupan yang menerapkan prinsip


konsep dan prinsip pemeliharaan transkultural dalam merawat lansia.
Beberapa faktor pengkajian yang mempengaruhi aplikasi ini antara lain:
1. Faktor Teknologi : Teknologi kesehatan memungkinkan individu
untuk memilih atau mengakses informasi kesehatan yang sesuai
dengan budaya dan kebutuhan mereka
2. Faktor Agama dan Falsafah hidup : Agama dan Filsafat memainkan
peran penting dalam kehidupan lansia. Perawat perlu memahami dan
menghormati nilai-nilai agama dan filosofi klien dalam memberikan
asuhan keperawatan
3. Faktor sosial dan ikatan kekerabatan : Hubungan sosial, struktur
keluarga, dan dukungan sosial individu atau kelompok. Misalnya
pengambilan keputusan dalam anggota keluarga
4. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup : Perbedaan budaya dapat
mempengaruhi cara lansia dalam menanggapi perawatan kesehatan.
Perawat perlu memiliki kesadaran dan apresiasi terhadap perbedaan
budaya dalam memberikan perlindungan yang tepat
5. Faktor kebijakan dan peraturan : Peraturan dan kebijakan yang
berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh
menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
6. Faktor ekonomi : mengenai pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan,
kebiasaan menabung dan jumlah tabungan sebulan
7. Faktor pendidikan : mengenai tingkat pendidikan terakhir, pelatihan
yang pernah didapat dan jenis pendidikan serta kemampuannya untuk
belajar secara aktif mandiri.
Dengan demikian, perawat harus memahami perbedaan budaya
dalam merawat populasi lanjut usia. Ini melibatkan pengakuan dan
penghormatan terhadap nilai-nilai, kepercayaan, dan praktik budaya
yang berbeda yang dapat mempengaruhi perawatan kesehatan. Penting
untuk mengintegrasikan aspek-aspek transkultural dalam perawatan
gerontik untuk memberikan perawatan yang komprehensif dan efektif
kepada orang lanjut usia dari berbagai latar belakang budaya.
BAB III
PEMBAHASAN
Contoh kasus Hipertensi
Pasien Ny. E, seorang wanita beragama Islam berusia 70 tahun datang
dengan keluhan sakit kepala dan pusing. Keluhan ini sudah terjadi selama
kurang lebih 2 bulan yang lalu. Awalnya pasien sering mengalami sakit
kepala yang hilang timbul, sakit kepala sering muncul terutama saat pasien
beraktivitas. Keluhan dirasakan makin lama makin berat. Lalu, pasien berobat
di Puskesmas Rawat Inap Gedung Tataan Lampung dan dilakukan
pemeriksaan oleh dokter, didapatkan hasil bahwa pasien mengalami tekanan
darah tinggi. Sebelumnya pasien sudah mengetahui bahwa dirinya selama ini
mengalami tekanan darah tinggi, namun pasien tidak rutin kontrol tekanan
darahnya. Sebelumnya dokter sudah menyarankan pasien untuk melakukan
pemeriksaan EKG namun pasien menolaknya.
Pasien memang sering mengeluh sakit kepala sampai tengkuk
belakang, sulit tidur akibat sakit kepala tersebut dan terkadang pandangan
mata pasien kabur. Menurut pasien keluhan ini sudah berlangsung cukup lama
dan hilang timbul, pasien mengira ini hanya akibat pasien kelelahan sehingga
pasien tidak pernah memeriksakan dirinya ke dokter atau Puskesmas hanya
mengandalkan pengobatan tradisional yang dipercayai secara turun menurun,
salah satunya dengan cara timbuk mandi (memercikkan air berkali – kali ke
bagian yang akan di obati) dan Bertangus (menutupi diri dengan terpal atau
tikar dibawah teriknya matahari. Pasien tidak mengetahui bahwa keluhan-
keluhan yang sering pasien alami tersebut merupakan gejala dari tekanan
darah tinggi. Pola pengobatan pasien dan keluarganya adalah kuratif yaitu
berobat apabila telah sakit. Adik pasien juga memiliki riwayat tekanan darah
tinggi.
Pasien memiliki kebiasaan buruk dalam hal pola makan. Pasien sering
mengkonsumsi makanan yang asin dan berminyak. Meskipun dari pihak
keluarga sudah mengontrol pola makan pasien, namun pasien tetap ‘kekeuh’
untuk menambah garam maupun penyedap rasa. Pasien juga suka meminum
kopi. Pasien mengatakan sudah jarang berolahraga dikarenakan pasien sudah
tidak memiliki tenaga untuk berolahraga. Pasien tidak mengkonsumsi alkohol
ataupun merokok.
Pasien memiliki satu orang anak dan sudah menikah. Hubungan pasien
dengan anaknya cukup terjalin baik dan saling bertukar kabar walaupun
anaknya tinggal diluar kota. Pasien tinggal bersama adiknya, Tn. S (64tahun),
beserta kedua anak laki-lakinya dan dua anak perempuannya, pasien
bergantung pada adiknya yang bekerja sebagai buruh dan keponakan sebagai
tulang punggung keluarga. Pasien sesekali keluar rumah untuk bersosialisasi
dengan tetangga sekitar rumah, untuk mengikuti pengajian rutin yang
diselenggarakan lingkungan sekitar.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik didapatkan berat badan 50 kg dan
tinggi badan 158 cm. Tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis.
Tekanan darah 180/100 mmHg, nadi 92 x/menit, frekuensi napas 20x/menit
dan suhu tubuh 36,5o C. Mata, telinga, hidung, kesan dalam batas normal.
Pada pemeriksaan leher, JVP tidak meningkat. Abdomen, datar dan supel,
tidak didapatkan organomegali ataupun ascites, kesan dalam batas normal.
Ekstremitas, tidak didapatkan parese, kesan dalam batas normal.
Diagnosis kerja pada pasien ini yaitu Hipertensi Grade II yang tidak
terkontrol. Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini adalah edukasi dan
konseling mengenai penyakitnya, dan pencegahan agar penyakit tidak muncul
kembali. Penatalaksanaan farmakologi berupa antihipertensi Captopril tablet
2x25 mg, Amlodipine tablet 1x10 mg, analgetik Paracetamol 3x500 mg.

Asuhan Keperawatan Transkultural Nursing Pada Hipertensi

A. Pengkajian
1. Faktor Teknologi
a. Pasien berobat ke pelayanan kesehatan yaitu Puskesmas Rawat
Inap Gedung Tataan Lampung dan diperiksa oleh dokter.
b. Kebiasaan berobatnya pasien adalah kuratif yaitu berobat
apabila telah sakit.
2. Faktor agama dan Falsafah Hidup
a. Agama yang dianut yaitu Islam
b. Pasien mengikuti pengajian rutin yang diselenggarakan
lingkungan sekitar.
c. Pasien menyepelekan penyakit yang diderita, karena mengira
akibat dari kelelahan aktivitasnya.

3. Faktor Sosial dan Keterikatan Keluarga


Identitas Pasien
Nama : Ny. E
Umur : 70 thn
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Pendidikan :-
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Penghasilan : bergantung pada saudara dan sepupunya

4. Faktor Nilai-nilai Budaya dan Gaya Hidup


a. Pasien sesekali keluar rumah untuk bersosialisasi dengan
tetangga sekitar rumah, umtuk mengikuti pengajian rutin yang
diselenggarakan lingkungan sekitar.
b. kebiasaan buruk dalam hal pola makan. Pasien sering
mengkonsumsi makanan yang asin, berminyak, suka meminum
kopi namun tidak mengkonsumsi alkohol ataupun merokok.
c. Pasien mengatakan sudah jarang berolahraga dikarenakan
pasien sudah tidak memiliki tenaga untuk berolahraga.
5. Faktor Kebijakan dan Peraturan yang Berlaku
-
6. Faktor Ekonomi
a. Untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, pasien bergantung
pada adik dan keponakan sebagai tulang punggung keluarga.
b. Pendapatan pasien yang bergantung pada saudara hanya cukup
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan sulit untuk
menabung untuk melakukan perencanaan keluarga
7. Faktor Pendidikan
-
B. Diagnosa
1. Data gangguan komunikasi verbal
 Menurut data, pihak keluarga sudah mengontrol pola makan
pasien, namun pasien tetap ‘kekeuh’ untuk menambah garam
maupun penyedap rasa
2. Data gangguan interaksi sosial
 Pasien dan keluarga merupakan penduduk asli lampung
sehingga mengandalkan pengobatan tradisional yang
dipercayai secara turun menurun
 Pasien menolak untuk dilakukan pemeriksaan EKG oleh dokter
3. Data ketidakpatuhan dalam pengobatan
 Pasien mempunyai pola makan buruk sehingga tidak bisa lepas
dari makanan asin dan berminyak meskipun sudah dikontrol
oleh keluarganya
C. Intervensi
1. Mempertahankan budaya
 Beri penjelasan kepada pasien bahwa menerapkan tradisi
pengobatan berupa Bertangus kurang baik untuk penyembuhan
namun, pada praktik Timbuk Mandi justru membantu
penyembuhan lebih efektif karena berkaitan dengan psikologis
pasien (pola pikir).
2. Negosisasi budaya
 Beri motivasi kepada pasien untuk mengurangi konsumsi
natrium karena dapat memperparah penyakitnya.
 Berikan penjelasan kepada pasien bahwa pemeriksaan EKG
dapat membantu mendiagnosis komplikasi lebih awal .
3. Restrukturisasi
 Diskusikan kesenjangan budaya yang diannut pasien denga
terapi kesehatan yang harus dijalani pasien.
 Jelaskan kepada pasien dan keluarganya bahwa penyakit
hipertensi dapat menimbulkan penyakit komplikasi lainnya.
KESIMPULAN

Bahwa perawatan kesehatan bagi populasi lansia yang berasal dari berbagai
latar belakang budaya memerlukan pendekatan yang sangat sensitif terhadap faktor-
faktor budaya. Dalam upaya memberikan perawatan yang efektif dan berkelanjutan,
perawat gerontik harus memahami dan menghormati keanekaragaman budaya dalam
praktik perawatan mereka. Beberapa poin penting yang perlu digaris bawahi dalam
perawatan gerontik meliputi kesadaran budaya, komunikasi efektif, keterlibatan
keluarga, adaptasi perawatan, faktor pendidikan dan pelatihan.

Dalam keseluruhan, makalah ini menekankan pentingnya pendekatan yang


budaya-sensitif dalam perawatan lansia. Dengan memahami dan menghormati
keanekaragaman budaya, perawat gerontik dapat memberikan perawatan yang lebih
efektif, empatik, dan sesuai dengan kebutuhan pasien lansia dari berbagai budaya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku Keperawatan Transkultural Lengkap. (2019).
KEPERAWATAN GERONTIK KEL 5. (2019).
Sri Melfa Damanik, M. Kep. Modul bahan ajar keperawatan gerontik. (2019)
Aprilia Wulan, Askep Pada Lansia Dengan Hipertensi. Karya Tulis Ilmiah. (2022)

Anda mungkin juga menyukai