Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

Dokumentasi Keperawatan
“Askep legal pendokumentasian keperawatan”
Dosen MK :

Disusun oleh :
Kelompok 8
Maryam pawae
Sry rahmi lahasi
Elawati rumbou

Kementerian kesehatan RI
Poltekes kemenkes Maluku
Prodi keperawatan masohi
Tahun ajaran 2017/2018
KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas
berkat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan Makalah ini yang
berjudul “ASPEK LEGAL PENDOKUMENTASIAN’’
Mungkin dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan baik itu dari segi
penulisan, isi dan lain sebagainya, maka kami sangat mengharapkan kritikan dan saran guna
perbaikan untuk pembuatan makalah untuk hari yang akan datang.
Demikianlah sebagai pengantar kata, dengan iringan serta harapan semoga tulisan
sederhana ini dapat diterima dan bermanfaat bagi pembaca. Atas semua ini kami mengucapkan
ribuan terima kasih yang tidak terhingga, semoga segala bantuan dari semua pihak mudah-
mudahan mendapat amal baik yang diberikan oleh Allah SWT.
BAB II
PEMBAHASAN

ASPEK LEGAL PENDOKUMENTASIAN


Pendokumentasian asuhan keperawatan harus memenuhi standar profesi. The American
Nurses Association (ANA) mendefenisikan standar sebagai pernyataan autoritatif dimana
kualitas paktik, pelayanan, dan pendidikan dapat dinilai (Flanagan 1974). Standar adalah
praktik yang diterima secara umum yang perawat cukup bijaksana akan melakukannya dalam
situasi yang sama. Lingkungan yang serupa dapat meliputi sumber yang tersedia (peralatan,
jumlah staf), persiapan pendidikan staf, sensus klien, kekritisan klien, beban kasus, dan region
geografis (Northrop dan Kelly 1987). Agar asuhan dan pencatatan dapat dinilai, maka harus
dapat dibandingkan dengan standar. Penentuan standar dokumentasi keperawatan berasal dari
berbagai sumber yang berada. Pengetahuan tentang standar ini membekali otoritas
departemen keperawatan untuk menentukan filosofi dan kebijakan mereka pada dokumentasi
yang sesuai dengan standar yang berlaku.

Sebagai suatu informasi yang tertulis, dokumentasi keperawatan merupakan media


komunikasi yang efektif antar profesi dalam suatu tim pelayanan kesehatan pasien. Disamping
itu dokumentasi keperawatan bertujuan untuk perencanaan perawatan pasien sebagai indikator
kualitas pelayanan kesehatan, sumber data untuk penelitian bagi pengembangan ilmu
keperawatan, sebagai bahan bukti pertanggung jawaban dan pertanggunggugatan pelaksanaan
asuhan keperawatan serta sebagai sarana pendidikan bagi para mahasiswa.
Dokumentasi dan pelaporan merupakan suatu metode untuk mengkomunikasikan suatu
informasi yang berhubungan dengan manajemen pemeliharaan kesehatan. Dalam beberapa
hal kesuksesan dari pelaksanaan proses keperawatan tergantung dari keakuratan dan
komplitnya pelaporan dan ketepatan dalam penulisan pendokumentasian.
Dokumentasi adalah tulisan, data penting dari semua intervensi yang tepat bagi klien dari
pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi keperawatan (Taylor, 1993).
Dokumentasi merupakan tulisan dan pencatatan suatu kegiatan/aktivitas tertentu secara
sah/legal. Pendokumentasian asuhan keperawatan merupakan penulisan dan pencatatan yang
dilakukan oleh perawat tentang informasi kesehatan klien termasuk data pengkajian, diagnosa,
perencanaan, implementasi dan evaluasi keperawatan (Carpenito, 1998)
A. Isu Legal

Isu adalah suatu peristiwa atau kejadian yang dapat di perkirakan terjadi atau tidak
terjadi di masa mendatang, yang menyangkut ekonomi, moneter, sosial, politik, hukum,
pembangunan nasional, bencana alam, hari kiamat, hari kematian ataupun tentang krisis.

Legal adalah sesuatu yang di anggap sah oleh hukum dan undang-undang (Kamus
Besar Bahasa Indonesia). Aspek legal yang sering pula disebut dasar hukum praktik
keperawatan mengacu pada hukum nasional yang berlaku di suatu negara. Hukum
bermaksud melindungi hak publik, misalnya undang-undang keperawatan bermaksud
melindungi hak publik dan kemudian melindungi hak perawatan.

Telenursing akan berkaitan dengan isu aspek legal, peraturan etik dan kerahasiaan
pasien sama seperti telehealthsecara keseluruhan. Di banyak negara, dan di beberapa
negara bagian di Amerika Serikat khususnya praktek telenursing dilarang (perawat yang
online sebagai koordinator harus memiliki lisensi di setiap resindesi negara bagian dan
pasien yang menerima telecare harus bersifat lokal) guna menghindari malpraktek perawat
antar negara bagian. Isu legal aspek seperti akontabilitas dan malprakatek, dsb dalam
kaitan telenursing masih dalam perdebatan dan sulit pemecahannya.
Dalam memberikan asuhan keperawatan secara jarak jauh maka diperlukan kebijakan
umum kesehatan (terintegrasi) yang mengatur praktek, SOP/standar operasi prosedur, etik
dan profesionalisme, keamanan, kerahasiaan pasien dan jaminan informasi yang diberikan.
Kegiatan telenursing mesti terintegrasi dengan startegi dan kebijakan pengembangan
praktek keperawatan, penyediaan pelayanan asuhan keperawatan, dan sistem pendidikan
dan pelatihan keperawatan yang menggunakan model informasi kesehatan/berbasis
internet.
Perawat memiliki komitmen menyeluruh tentang perlunya mempertahankan privasi dan
kerahasiaan pasien sesuai kode etik keperawatan. Beberapa hal terkait dengan isu ini, yang
secara fundamental mesti dilakukan dalam penerapan tehnologi dalam bidang kesehatan
dalam merawat pasien adalah :
1. Jaminan kerahasiaan dan jaminan pelayanan dari informasi kesehatan yang
diberikan harus tetap terjaga
2. Pasien yang mendapatkan intervensi melalui telehealth harus
3. diinformasikan potensial resiko (seperti keterbatasan jaminan kerahasiaan informasi,
melalui internet atau telepon) dan keuntungannya
4. Diseminasi data pasien seperti identifikasi pasien (suara, gambar) dapat dikontrol
dengan membuat informed consent (pernyataan persetujuan) lewat email
5. Individu yang menyalahgunakan kerahasiaan, keamanan dan peraturan dan
penyalah gunaan informasi dapat dikenakan hukuman/legal aspek.

 Isu Legal Dalam Keperawatan Berkaitan Dengan Hak Pasien

Kesadaran masyarakat terhadap hak-hak mereka dalam pelayanan kesehatan dan


tindakan yang manusiawi semakin meningkat, sehingga diharapkan adanya pemberi
pelayanan kesehatan dapat memberi pelayanan yang aman, efektif dan ramah terhadap
mereka. Jika harapan ini tidak terpenuhi, maka masyarakat akan menempuh jalur hukum
untuk membela hak-haknya.
Klien mempunyai hak legal yang diakui secara hukun untuk mendapatkan pelayanan
yang aman dan kompeten. Perhatian terhadap legal dan etik yang dimunculkan oleh
konsumen telah mengubah sistem pelayanan kesehatan. Kebijakan yang ada dalam
institusi menetapkan prosedur yang tepat untuk mendapatkan persetujuan klien terhadap
tindakan pengobatan yang dilaksanakan. Institusi telah membentuk berbagai komite etik
untuk meninjau praktik profesional dan memberi pedoman bila hak-hak klien terancam.
Perhatian lebih juga diberikan pada advokasi klien sehingga pemberi pelayanan kesehatan
semakin bersungguh-sungguh untuk tetap memberikan informasi kepada klien dan
keluarganya bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan.

B. Standar Praktek Keperawatan

Standar praktik keperawatan klinis ANA (1991) mengarahkan proses pemberian asuhan
keperawatan dan dokumentasi tentang:
1. data pengkajian yang relefan,
2. diagnosa,
3. tujuan yang dapat diukur,
4. interfensi,
5. respon klien,
6. perbaiakan dalam diagnosa,
7. hasil dan rencana.
The Joint Commission On Accreditation Of Healthcare Organitations (JCAHO)
mempunyai standar untuk dokumentasi keperawatan. Manual akreditasi JCAHO untuk
rumah sakit (1994) menganjurkan dokumentasi tentang:
1. pengkajian awal dan pengkajian ulang,
2. diagnose keparawatan dan kebutuhan perawatan pasien,
3. intervensi yang terencana,
4. asuhan keperawatan yang diberikan,
5. respon pasien terhadap, dan hasil dari, asuhan yang diberikan,
6. kemampuan untuk mengatur kebutuhan perawatan berkelanjutan setelah
pulang/keluar dari rumah sakit.

Kebanyakan rumah sakit menerima hasil pemeriksaan JCAHO yang tak memuaskan
karena mereka tidak dapat untuk memberikan bukti bahwa mereka sebenarnya telah
melakukan apa yang mereka minta lakukan.
Memerlukan suatu standar dokumentasi untuk memperkuat pola pencatatan dan
sebagai petunjuk atau pedoman praktik pendokumentasian dalam memberikan tindakan
keperawatan. Fakta tentang kemampuan perawat dalam pendokumentasian ditunjukkan
pada keterampilan menuliskan sesuai dengan standar dokumentasi yang konsisten, pola
yang efektif, lengkap dan akurat. Penggunaan Pola Standar Dokumentasi yang Efektif
meliputi :
1. Kepatuhan terhadap aturan pendokumentasian yang ditetapkan oleh profesi atau
pemerintah
2. Standar profesi keperawatan dituliskan ke dalam catatan kesehatan, Data yang ada
menjabarkan apa yang dilakukan pearawat, Perawat mempunyai kewenangan untuk
merumuskan diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan terhadap respon
klien terhadap masalah kesehatan klien actual dan resiko/potensial.
3. Peraturan tentang praktik keperawatan dapat dilihat pada catatan pelayanan
kesehatan. Data yang tertulis menunjukan kegiatan perawat yang independen dan
interdependen. Diagnosa keperawatan tidak secara khusus mempunyai ijin
mendiagnosa masalah medis sebaliknya diagnosa medis tidak terdapat pada
catatan keperawatan, tetapi diagnosa keperawatan dituliskan pada catatan,
keperawatan.
4. Pedoman akreditasi harus diikuti, Penekanan yang khusus pada data tentang
kegiatan observasi dan evaluasi. Tahap pada proses keperawatan adalah
dituliskannya data setiap klien pada waktu masuk rumah sakit sampai pulang.

C. Aspek Legal Pilihan Dalam Keperawatan

Dalam Undang-Undang RI No.23 Tahun 1992, Tentang Kesehatan, tercantum bahwa


penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan pengobatan dan atau
perawatan. Bertolak dari dasar tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pelayanan
keperawatan memegang peranan penting didalam penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan. Dalam pelaksanaan tugas profesi keperawatan diperlukan berbagai data
kesehatan klien sebagai dasar dari penentuan keputusan model asuhan keperawatan yang
akan diberikan, oleh karenanya sangat diperlukan suatu proses pendokumentasian yang
berisikan data dasar keperawatan, hasil pemeriksaan atau assesment keperawatan, analisa
keperawatan, perencanaan tindak lanjut keperawatan. Harus diyakini bahwa keberhasilan
tujuan keperawatan akan sangat bergantung pada keberhasilan mekanisme
pendokumentasian.
Disamping itu berkesesuaian juga dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
nomor 32 tahun 1996, tentang tenaga kesehatan Bab I pasal 11: yang menyatakan bahwa
tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan
yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Makna yang dapat diambil dan dipahami dari Peraturan Pemerintah diatas adalah bahwa
dalam melakukan tugas dan kewenangannya seorang perawat harus dapat membuat
keputusan model asuhan keperawatan yang akan dilakukan, proses tersebut dilakukan
berdasarkan ilmu pengetahuan keperawatan yang dimiliki oleh perawat, kemampuan tata
kelola masalah yang dimiliki oleh perawat dan kewenangan yang melekat pada profesi
keperawatan. Rangkaian proses tatalaksana masalah keperawatan tersebut digambarkan
dalam suatu lingkaran tidak terputus memproses data yang terdiri dari mengumpulkan data
(data collecting) umpan balik (feedback), tentunya untuk luaran (output) (process) dapat
menunjang terlaksananya seluruh kegiatan diatas diperlukan upaya pencatatan dan
pendokumentasian yang baik.
Berdasarkan Permenkes No. 269/Menkes/Per III/2008, dinyatakan bahwa rekam medik
adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan,
pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Jelas sekali
dinyatakan bahwa rekam medik berisikan berkas catatan baik catatan medik (dokter)
maupun catatan paramedik (perawat) dan atau catatan petugas kesehatan lain yang
berkolaborasi melakukan upaya pelayanan kesehatan dimaksud. Selain itu rekam medik
juga berisikan dokumen yang dapat terdiri dari lembaran expertise pemeriksaan radiologi,
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan EKG dll. Berdasarkan hal diatas serta melihat pada
tanggung jawab atas tugas profesi dengan segala risiko tanggung gugatnya dihadapan
hukum, maka dokumentasi keperawatan memang benar diakui eksistensinya dan
keabsahannya serta mempunyai kedudukan yang setara dengan dokumen medik lain.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa Undang-undang, Peraturan Pemerintah dan
Permenkes yang berisikan tentang kewajiban tenaga kesehatan untuk mendokumentasikan
hasil kerjanya didalam rekam kesehatan juga berlaku untuk profesi keperawatan.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara history perawat tidak menyukai dokumentasi keperawatan. Meskipun kuantitas


dokumentasi keperawatan telah mengalami peningkatan dengan pasti selama bertahun-
tahun tetapi kualitas yang didokumentasikan belum baik. Dokumentasi keperawatan
beragam, unik, dan memakan waktu. Penilitian menunjukan bahwa perawata menghabiskan
waktu dari 35 menit sampai 45 menit untuk pencatatan per shift. Logisnya keparahan
kondisi klien akan menentukan waktu pencatatan, pada kenyataannya bagaimana pun
perawat menghabiskan paling banyak waktunya dalam pencatatan duplikatif, pengulangan
perawat rutin dan observasi. Sebagai akibat, terlalu sering observasi atau dialog spesifik
yang signifikan tidak dicatat karena keterbatasan waktu.
Pendokumentasian asuhan keperawatan harus memenuhi standar profesi. The
American Nurses Association (ANA) mendefenisikan standar sebagai pernyataan autoritatif
dimana kualitas paktik, pelayanan, dan pendidikan dapat dinilai (Flanagan 1974). Standar
adalah praktik yang diterima secara umum yang perawat cukup bijaksana akan
melakukannya dalam situasi yang sama. Lingkungan yang serupa dapat meliputi sumber
yang tersedia (peralatan, jumlah staf), persiapan pendidikan staf, sensus klien, kekritisan
klien, beban kasus, dan region geografis (Northrop dan Kelly 1987). Agar asuhan dan
pencatatan dapat dinilai, maka harus dapat dibandingkan dengan standar. Penentuan
standar dokumentasi keperawatan berasal dari berbagai sumber yang berada.
Pengetahuan tentang standar ini membekali otoritas departemen keperawatan untuk
menentukan filosofi dan kebijakan mereka pada dokumentasi yang sesuai dengan standar
yang berlaku.
Standar praktik keperawatan klinis ANA (1991) mengarahkan proses pemberian asuhan
keperawatan dan dokumentasi tentang: data pengkajian yang relefan, diagnosa, tujuan
yang dapat diukur, interfensi, respon klien, perbaiakan dalam diagnosa, hasil dan rencana.
The Joint Commission On Accreditation Of Healthcare Organitations (JCAHO) mempunyai
standar untuk dokumentasi keperawatan. Manual akreditasi JCAHO untuk rumah sakit
(1994) menganjurkan dokumentasi tentang: pengkajian awal dan pengkajian ulang,
diagnose keparawatan dan kebutuhan perawatan pasien, intervensi yang terencana,
asuhan keperawatan yang diberikan, respon pasien terhadap, dan hasil dari, asuhan yang
diberikan, kemampuan untuk mengatur kebutuhan perawatan berkelanjutan setelah
pulang/keluar dari rumah sakit. Kebanyakan rumah sakit menerima hasil pemeriksaan
JCAHO yang tak memuaskan karena mereka tidak dapat untuk memberikan bukti bahwa
mereka sebenarnya telah melakukan apa yang mereka minta lakukan.

B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Tujuan umum
Perawat mampu mendiskripsikan aspek legal pendokumentasian di rumah sakit
maupun dalam ruanglingkup pendidikan bagi mahasiswa.
2. Tujuan khusus
Untuk mengetahui isu legal, standar praktek keperawatan, dan askep legal
pilihan dalam kepearawatan

Anda mungkin juga menyukai