Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN

SISTEM PENCAHARIAN PULAU FLORES DAN LEMBATA

NAMA ANGGOTA KELOMPOK:


FIRGILIUS ARIFANDI (1809010006)
AHMAD FARIS ABDULLOH (1809010017)
MUZDALIFAH NADILLA (1809010021)
MELITA WANDRIANI BARU (1809010022)
MARIANUS Y. M. DATUR (1809010037)
CAYSE I. DAIRO LOLANG (1809010040)
ANDRE E.P.C JERONIMO (1809010056)

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah salah satu provinsi yang terletak di
Indonesia Timur. Provinsi ini terdiri atas beberapa pulau, antara lain Pulau Flores, Sumba,
Timor, Adonara, Lembata, Alor, Sabu, dan Rote (Hartono, 2010: 9). Sumberdaya lahan
merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena
diperlukan dalam setiap kegiatan manusia, seperti untuk pertanian, daerah industri, daerah
pemukiman, dan lain-lain.
Kepulauan flores dan Lembata sendiri terdiri atas sembilan Kabupaten yaitu meliputi
Kabupaten Manggarai Barat, Manggarai, Manggarai Timur, Ngada, Nagekeo, Sikka, Ende,
Flores Timur, dan Lembata. Setiap daerah kabupaten mempunyai tradisi seperti halnya mata
pencaharian yang beragam dan unik sehingga dirasa perlu untuk mempelajari dan

mengetahui mengenai keunikan tiap daerah tersebut. Pada umumnya masyarakat Kepulauan
Flores dan Lembata memiliki sistem mata pencaharian sesuai dengan keadaan alamnya. Mata
pencaharian yang dimaksud adalah bertani sawah dan ladang, kerajinan tenun, menyadap
lontar, dan nelayan bagi warga yang berdiam di pesisir.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui sistem mata pencaharian yang
ada di pulau Flores dan Lembata.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sistem Pencaharian Masyarakat Sikka

1. Bertani dan Beternak


Kabupaten sikka merupakan kabupaten dengan masyarakat yang mayoritas
pekerjaannya ialah pada sektor pertanian. Sub sektor tanaman bahan makanan merupakan
salah satu sub sektor pada sektor pertanian. Sub sektor ini mencakup tanaman padi (padi
sawah dan padi ladang), jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah dan kacang kedelai.
Selain sebagai penghasil bahan pangan, masyarakat kabupaten juga menghasilkan
berbagai jenis tanaman komoditi perkebunan seperti jambu mete, kakao, cengkeh, pala,
vanili, kemiri dan lain-lain. Sektor pertanian bahan pangan paling banyak terdapat pada
daerah dengan dataran rendah, sedangkan sektor pertanian perkebunan umumnya terdapat
pada daerah dataran tinggi. Selain bertani, masyarakat sikka juga beternak. Peternakan
merupakan peternakan rakyat dimana jumlah ternak yang relatif sedikit dan tidak ada
manajemen yang baik. Ternak yang paling umum diternakan yaitu ayam,babi, kambing,
dan sapi.
Dalam hal sistem pertanian dimana penggunaan lahan di Kabupaten Sikka baik
lahan basah maupun lahan kering belum optimal. Lahan basah potensial seluas 4.227 Ha,
lahan basah fungsional seluas 2.504 Ha dan lahan basah yang belum di olah seluas 1.723
Ha. Lahan kering potensial seluas 95.637 Ha, lahan kering fungsional seluas 67.321 Ha,
dan lahan kering yang belum di olah seluas 28.316 Ha.

Keterangan gambar: pertanian jagung (kiri), cengkeh (kanan)


2. Nelayan
Masyarakat pesisir didaerah kabupaten sikka pada umumnya merupakan nelayan.
Beberapa kampung nelayan di wilayah pesisir maumere menjadi pusat perikanan
kabupaten sikka seperti kampung wuring, beru, namangkewa, kojadoi dan nangahale.
Sektor perikanan di sikka menjadi salah satu perikanan terbesar di NTT dan mendukung
perekonomian masyarakat dan pendapatan daerah. Berbagai jenis ikan laut seperti
cakalang dan tuna yang dihasilkan oleh nelayan di ekspor ke luar negeri.

3. Menenun
Menenun bukan hanya menjadi nilai seni dan kearifan lokal kabupaten sikka yang
memiliki nilai filosofis, tetapi juga menjadi pencaharian bagi perempuan-perempuan
sikka. Nilai kearifan lokal ini dapat menjadi sumber pendapatan dan sebagai industri
ekonomi kreatif yang sangat berpotensi menjanjikan bagi masyarkat jika dikelola dan
dimanajemeni dengan baik. Pengembangan dalam hasil masyarakat ini dapat
dikembangkan menjadi salah satu upaya peningkatan ekonomi daerah tersebut. Hal
tersebut merupakan salah satu usaha daerah untuk mengembangkan nilai ekonomi.
Dengan adanya hasil karya tenun yang banyak dihasilkan oleh kaum perempuan yang ada
di Kabupaten Sikka. Kaum perempuan di Sikka banyak yang mengisi waktu luangnya
dan menjadikan hasil tenun sebagai salah mata pencaharian di Kabupaten Sikka, sehingga
pemberdayaan perempuan di wilayah Sikka sangat menunjang perkembangan
perekonomian diwilayah tersebut. Perempuan Sikka yang memiliki keahlian menenun
diharapkan dapat mengubah perekonomian pada keluarga dan daerahnya. Hal ini agar
terbangunnya ekonomi kreatif yang dapat memunculkan sebuat pencaharian baru yang
dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif memenuhi kebutuhan sehari – hari.
4. Menyadap Tuak (Moke Maumere)
Dalam bahas maumere terdapat sebuah istilah “gua uma, kare tua” yang artinya
berkebun dan menyadap tuak. Salah satu mata pencaharian masyarakat maumere ialah
menyadap tuak dari pohon lontar untuk dijadikan minuman moke. Moke merupakan
minuman beralkohol tradisional asal Maumere, Flores, NTT. Moke biasa menjadi simbol
ucapan selamat datang, persaudaraan, dan adat di Flores yang sudah menjadi warisan
leluhur. ini juga biasa digunakan dalam upacara adat seperti nikah dan upacara adat
lainnya. Di luar acara adat, moke sering dikonsumsi oleh pemuda beramai-ramai saat
berkumpul.
Minuman tradisional ini diproses secara tradisional. Proses ini diwariskan secara
turun-temurun hingga sekarang. Moke berasal dari hasil sadapan pohon lontar dan
enau.Untuk memproduksi moke membutuhkan waktu lama. Pembuatan moke biasa
dilakukan di kebun dengan menggunakan wadah-wadah tradisional seperti periuk tanah.
Proses menyadap nira lontar dilakukan pagi hari sebelum mata hari terbit dan sore hari
sebelum matahari tenggelam. Hasil nira lontar yang disadap kemudian dimasak dengan
menggunakan periuk tanah. Pekerjaan ini menjadi Mata pencaharian yang menjadi
andalan masyarakat dataran rendah sikka. Dari hasil moke ini sangat membantu bagi
penghidupan dan ekonomi keluarga
2.2 Sistem Pencaharian wilayah Manggarai

1. Berladang

Ket Gambar. Lodok sawah (Sawah berbentuk jaring laba-laba)

Salah satu mata pencaharian daerah Manggarai adalah berladang. Mereka


menggunakan sistem gotong royong dalam hal membuka ladang di dalam hutan.
Aktivitas itu sendiri dari memotong dan membersihkan belukar bawah, menebang pohon-
pohon dan membakar daun-daunan, batang-batang dan cabang-cabang yang telah di
potong dan di tebang. Kemudian bagian hutan yang di buka dengan cara tersebut dibagi
antara berbagai keluarga luas, yang telah bersama-sama membuka hutan tadi. Dari atas
sekelompok ladang-ladang serupa itu akan tampak seperti suatu jaringan sarang laba-
laba. Tanaman pokok yang di tanam di ladang-ladang adalah jagung dan padi.

Ket. Gambar: Weri Mata Nii


Weri artinya tanam, mata ni artinya benih padi. Weri Mata Nii merupakan
warisan nenek moyang suku gunung dan suku-suku lainnya saat menanam benih padi di
lahan-lahan kering atau ladang di kalender tanam petani di bagian selatan dari Manggarai
maupun seluruh kampung di wilah Manggarai Timur. Sebelum kaum perempuan dan
laki-laki menanam benih padi (woja) di lahan kering atau ladang yang sudah dibersihkan,
terlebih dahulu tua adat du Suku Gunung dan suku-suku lainnya melaksanakan ritual adat
di sudut lahan. Ayam dan babi sebagai bahan sesajian untuk dipersembahkan kepada
Sang Pencipta Alam semesta, leluhur dan alam itu sendiri.
Ket. Gambar: Kaum perempuan dan laki-laki sedang membagi benih padi untuk ditanam sesudah
ritual adat.

2. Beternak
Beternak juga merupakan salah satu mata pencaharian Daerah Manggrai. Hewan
piaraan yang terpenting adalah kerbau. Binatang ini tidak dipiara untuk tujuan-tujuan
ekonomis tetapi untuk membayar mas kawin, untuk upacara-upacara adat, dan untuk
menjadi lambang kekayaan serta gengsi. Selain itu kuda juga merupakan hewan
piaraan yang penting, yang dipakai sebagai binatang tenaga memuat barang atau
menghela. Di samping itu kuda juga sering dipakai sebagai harta mas kawin. Kerbau
dan juga sapi dimasukkan ke dalam kandang umum dari desa dan digembala di
padang-padang rumput yang juga merupakan milik umum dari desa. Pemeliharaan
babi, kambing, domba atau ayam dilakukan di pekarangan rumah atau dikolong
rumah seperti halnya di daerah Manggarai.
Ket. Gambar: Merupakan salah satu acar Congko lokap di Daerah Manggarai yang
menggunakan hewan Kerbau

3. Menenun Kain Songke, Selendang Songke, dan Peci

Songke merupakan salah satu kerajinan tangan orang Manggarai yang menjadi
penanda karakteristik dan identitas orang Manggarai. Seiring berjalannya waktu Songke
ini berkembang pesat khususnya baik perubahan motif, warna, bentuk, dan juga fungsi
pemakaiannya untuk kegunaan sehari-hari di wilayah Manggarai. Sedangkan dari segi
ekonomi meningkatkan pendapatan dan juga membuka lapangan pekerjaan baru sehingga
peran Songke sangat berpotensi di wilayah pedesaan Manggarai. Kain Songke pada
umumnya mempunyai persamaan yakni cenderung berwarna dasar hitam (miteng) dan
adapula tenunan Todo yang berwarna merah (wara) kainnya agak tebal dan berat. Corak
warna dan gambar pada songke ini, tidak dibuat asal-asalan ada makna tertentu yang
tersirat dalam kain Songke tersebut. Tenun Songke bernilai tinggi karena harga dan
pemaknaan budaya terhadap Songke yang memiliki nilai keindahan tersendiri. Tenun
Songke atau yang sering disebut Lipa Songke dalam bahasa Manggarai yang mempunyai
kedudukan lebih dalam kehidupan masyarakat Manggarai karena mengandung nilai
filosofi yang berkaitan erat dengan keseharian masyarakat Manggarai.
Tenunan Songke mempunyai banyak fungsi dan penggunaan di masyarakat,
secara umum sebagai berikut;
(a)Tenunan kain Songke merupakan kain sarung untuk selimut di badan yang juga bisa
diartikan sebagai kain sarung khas Manggarai yang berarti Towe Songke atau bisa juga
kain sarung pada umumnya seperti kain teteron yang terjual di toko. Fungsi kain Songke
sebagai busana untuk penggunaan sehari-hari misalnya busana untuk tarian adat dan
upacara adat, sebagai mahar dalam perkawinan, sebagai pemberian dalam acara
kematian, sebagai penunjuk status sosial, sebagai alat untuk membayar hukuman jika
terjadi ketidakseimbangan, sebagai alat barter, sebagai bentuk cerita mengenai mitos dan
cerita-cerita yang tergambar di dalam motif-motifnya dan sebagai bentuk penghargaan
pada saat tamu berkunjung.
(b)Tenun Songke untuk Songkok (Topi/peci) merupakan tenunan khusus untuk
pembuatan topi/peci berbentuk seperti motif-motif komodo, rumah adat dan bunga-
bunga.Fungsi tenun Songkok ini adalah untuk upacara-upacara besar seperti penerimaan
tamu, upacara kematian, dan upacara adat Manggarai lainnya.
(c)Selendang, merupakan tenunan Songke yang biasa digunakan untuk acara pertunjukan
tarian bagi kaum hawa dan pengalungan penerimaan tamu.
(d)Tenunan Songke khusus untuk pakaian, biasa digunakan masyarakat Manggarai
sebagai acara keagamaan dan upacara adat dan lain-lain. Karen banyaknya kegunaan dari
tenunan songke, bukan tidak mungkin dengan harga yang cukup tinggi dapat dijadikan
matapencaharian bagi masyarakat Manggarai.

Ket gambar: Menenun kain songke

Ket. Gambar: Penjualan kain songket


2.3 Sistem Pencaharian Masyarakat Flores Timur

1. Berladang

Mata pencaharian utama masyarakat Flores Timur adalah bercocok tanam di ladang
dengan tanaman utamanya yaitu padi dan dilakukan dengan sistem tebang bakar. Tanah
yang dikerjakan merupakan milik adat yang disebut tanah wungu dan pada masa lalu
pengerjaannya pun diatur oleh kepala adat. Setiap tahap pekerjaan harus diawali dengan
upacara dan pembagian kerja dilakukan berdasarkan seks. Pekerjaan berat seperti
pembukaan hutan dilakukan oleh laki-laki, dan tahap menanam dan panen dikerjakan
oleh laki-laki dan perempuan. Mereka juga mengenal sistem gotong-royong. Tanaman
lain yang dibudidayakan adalah ubi kayu, jagung, kacang-kacangan, pisang, nangka,
kopi, kemiri, kelapa, dan lain-lain. Alat-alat pertanian yang digunakan masih sederhana
yaitu berupa parang, kapak, tofa untuk membersihkan rumput, tugal, pisau alat memanen
padi. Padi hasil panen biasanya dimasukkan dalam sebuah wadah yang disebut hora,
terbuat dari anyaman daun lontar. Tangkai padi ini diirik (pula hama) dan disimpan di
dalam lumbung dan hanya diambil bila diperlukan yaitu saat ingin ditumbuk atau dijual
gabahnya. Panen jagung dilakukan dengan mematahkan tongkol-tongkolnya dengan
tangan. Terdapat beberapa cara penyimpanan tongkol-tongkol jagung yaitu dengan cara
menggantungnya pada bambu yang diletakkan di luar rumah, diletakkan di atas perapian
di dapur, dan kadang-kadang disimpan dalam gubuk di ladang.

2. Bertenun (Neka Tene)


Bertenun merupakan salah satu warisan budaya Flores Timur yang diwariskan secara
turun temurun dalam tradisi masyarakat Flores Timur, tolak ukur anak perempuan di
beberapa suku di Flores Timur yakni dengan melihat kemampuannya dalam bertenun jika
sudah mahir anak perempuan tersebut bisa dianggap sudah dewasa. Salah satu sukunya
yakni masyarakat di Pulau Adonara yang merupakan salah satu wilayah penghasil
kerajinan tenun ikat atau kain ikat yang berada di Kabupaten Flores Timur. Bagi
masyarakat Flotim khususnya Adonara kain ikat atau tenun ikat bukan sekadar busana
yang dikenakan sehari-hari, ataupun souvenir saja, namun juga digunakan untuk upacara
adat, seperti pernikahan, pemakaman dan hari raya agama, serta hari-hari besar nasional
seperti acara tujuh belas agustus. Kelompok - kelompok pengrajin tenun ikat di Flores
Timur pun sering mendapatkan bantuan dari pemerintah daerah untuk kepentingan
pengembangan kelompok – kelompok tersebut. Dalam pengerjaannya Tenun Ikat dapat
memakan waktu 1-2 bulan, denga harga 1 kain tenun berkisar di harga Rp 800.000an.
Kain tenun ikat Adonara memiliki tiga motif yaitu, pertama motif dengan warna-warni
bergaris lurus lebar merupakan kain Kewatek, yang kedua motif dengan warna yang
monoton serta bergaris lurus kecil-kecil adalah Nowing dan yang ketiga motif berwarna
dan bergaris lurus adalah Senai (selendang). Berdasarkan pemakaiannya yaitu, untuk
Kain Kewatek digunakan para Wanita sedangkan Nowing digunakan untuk Laki-laki
sedangkan Senai (selendang) digunakan laki-laki dan perempuan.
Kain tenun ini dibuat dengan menggunakan 90% bahan dari alam yaitu, kapas yang
dipintal dan ditenun menggunakan tangan manusia dan dengan pertalatan tradisional.
Bahan benang sutera sebanyak 10% digunakan untuk mempercantik kain. Pewarnanya
menggunakan dua jenis yaitu dari tumbuh-tumbuhan yang ada disekitar tempat tinggal
mereka dan dari toko. Untuk Kewatek Kiwane (asli) proses pembuatannya bisa memakan
waktu selama sebulan serta tergantung musim berbunga dari pewarnanya (keroke) dan
tentunya musim berbuah kapas. Untuk Kewatek biasa, pembuatannya memakan waktu
kisaran satu minggu.
3 motif kain tenun ikat adonara, Kewatek, Nowing dan Senai
3. Nelayan

Sebagai daerah yang mempunyai garis pantai yang luas, masyarakat yang tinggal di
daerah pesisir tentu saja memiliki mata pencaharian utama sebagai nelayan. Sumber daya
alam yang melimpah ini juga dimanfaatkan oleh masyarakat Flores Timur guna
membutuhi kehidupan hidup mereka. Sebagian dari masyarakat Flores Timur juga
menangkap ikan dengan alat-alat sederhana, seperti jaring (nere) dari anyaman tulang
daun lontar, busur panah dari bambu, pancing, dan lain-lain. Hasil dari menangkap ikan
di laut digunakan untuk dijual kembali sebagai bahan mentah maupun olahan pangan.
Mereka yang tinggal di daerah pantai malahan menganggap pekerjaan menangkap ikan
merupakan mata pencaharian yang penting. Penduduk desa Lamalera di Pulau Lembata
terkenal sebagai desa nelayan yang biasa berburu ikan paus dengan menggunakan alat
tempuling.
4. Beternak

Salah satu mata pencaharian utama orang NTT ialah beternak, tak terkecuali dengan
masyarakat Flores Timur. Ada beberapa jenis ternak yang paling umum diternak oleh
masyarakat Flores Timur yakni ayam, babi, kambing, kuda, dan kerbau. Dengan ayam,
babi dan kambing yang memiliki populasi terbanyak. Untuk kerbau sendiri biasanya
disembelih dalam kepentingan upacara maupun digunakan sebagai maskawin.
5. Menyadap Tuak

Selain bercocok tanam, menjadi nelayan dan beternak mata pencaharian tambahan
masyarakat Flores Tiur adalah menyadap tuak. Pekerjaan menyadap tuak ini merupakan
salah satu tolok ukur untuk menilai kedewasaan seorang lelaki. Lelaki disebut dewasa
jika ia sudah terampil bekerja di ladang dan menyadap tuak (ola here a tau). Tuak yang
disadap/diambil biasanya dijual kembali dalam bentuk olahan minuman ataupun
difermentasi dan dijadikan minuman beralkohol (arak dan moke).

2.4 Sistem Pencaharian Masyarakat Ngada

1. Bertani

Secara geografi, hampir sebagian besar wilayah atau daerah Kabupaten Ngada
sangat cocok untuk bercocok tanam. Keadaan inilah yang membuat sebagian besar
penduduk Ngada adalah petani. Pilihan menjadi menjadi petani oleh mayoritas
masyarakat Ngada, selain dilatarbelakangi oleh alasan geografis daerah tempat tinggal,
juga disebabkan oleh karena belum adanya alternatif lain untuk dijadikan sebagai mata
pencaharian hidup. Keputusan untuk mengolah lahan dilakukan untuk melanjutkan
warisan orang tua yang sebelumnya bermatapencaharian sebagai petani. Selain itu faktor
sulitnya melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi juga turut melatarbelakangi
keputusan tersebut.
Sebagai petani tradisional yang bergantung pada iklim dan musim, ada banyak
nilai-nilai kehidupan dan kebersamaan yang kemudian menjadi adat, kebiasaan, atau
tradisi turun-temurun. Termasuk di dalamnya adalah rangkaian upacara adat yang
menyertai semua proses pertanian mulai dari menyiapkan lahan sampai panen. Salah satu
nilai kebersamaan yang diwariskan secara turun-temurun adalah semangat gotong-
royong.
Dalam sistem pertanian tradisional masyarakat Ngada, khususnya suku Bajawa,
secara turun-temurun telah hidup dan berkembang sebuah semangat gotong-royong yang
disebut dengan istilah setempat “ RAU-ZO”. Rau artinya membersihkan rumput liar dari
antara tanaman. Rau juga berarti mencangkul ladang atau lahan garapan. Zo artinya
bergantian, bergiliran atau bersama-sama. Rau-Zo artinya bekerja bersama-sama secara
bergiliran. RauZo adalah upaya membentuk kelompok-kelompok petani untuk tujuan
mempermudah dan mempercepat pengerjaan lahan. Tujuan hidup yang satu dan sama
telah menggerakkan mereka untuk berpartisipasi, bekerja sama dan solidaritas. Hidup
yang lebih baik dan sejahtera menuntut tanggungjawab dari setiap individu dalam
masyarakat Rau-Zo untuk bersama-sama juga menghadapi tantangan dan hambatan.
Entah itu berupa gagal panen maupun karena serangan hama. Bentuk kerjasama ini telah
ada sejak zaman leluhur dan dipraktikkan secara turun-menurun dari generasi ke
generasi.
Kabupaten Ngada juga mempunyai potensi perkebunan yang cukup potensial
kepada dikembangkan. Adapun beberapa jenis komoditi andalan yang dikembangkan di
Kabupaten Ngada yaitu kopi, kakao, jambu mete, kemiri, kelapa, cengkeh, vanili dan
merica. Dalam bertani ada tanaman-tanaman yang sering ditanam, antara lain padi,
jagung, kacang, kastela, jewawut, jali, wata, wete, keo, lenge. Dalam aktivitas pertanian
dikenal lima panca usaha tani yang terdiri dari persiapan lahan, persiapan benih atau
bibit, penanaman, pemeliharaan dan panen. Pada setiap daerah, umumnya dalam
melaksanakan aktivitas pertanian tersebut diikuti dengan adanya ritual kebudayaan.
Begitupula dengan kebiasaan dan adat istiadat di Ngada. Ritual adat yang sering
dilaksanakan dalam aktivitas pertanian adalah persiapan lahan dan upacara syukuran
panen.
2. Beternak
Masyarakat Ngada memandang bertani dan beternak sebagai suatu keharusan dan
sumber kehidupan yang pertama dan utama. Ini terungkap dalam bahasa adat: ’Bugu
kungu, uri logo’ (kuku tumpul dan punggung terbelah: makan dari hasil kerja keras
mengolah tanah). ’Tuza mula, wesi peni’ (harus menanam dan beternak).

Pola bertani dan beternak hampir tidak berubah dari dulu sampai sekarang,
perubahan yang dilakukan hanya jenis ternak yang dipelihara. Pada masa orang-orang tua
dulu lebih banyak beternak kerbau, kambing, kuda dan babi, tetapi sekarang dengan
pertimbangan ekonomi dan kemudahan untuk diperjual belikan, maka ternak kerbau dan
kuda mulai berkurang. Sekarang meskipun masih ada yang memelihara kerbau dan kuda,
sebagian besar dari mereka lebih memilih untuk beternak sapi untuk komoditas yang
diperjual belikan. Sapi dimasukkan ke dalam kandang umum dari desa dan digembala di
padang-padang rumpus yang juga merupakan milik umum dari desa. Sedangkan, kerbau,
dan kuda, sebagai binatang peliharaan saja. Kuda juga sering dipakai sebagai binatang
tenaga memuat barang dan seringkali dipakai sebagai harta mas kawin. Sedangkan babi
dan ayam kampung lebih banyak digunakan untuk keperluan-keperluan adat pada saat
ada pernikahan, kematian, atau kelahiran dan upacara-upacara adat yang ada di desa.

3. Nelayan
Kabupaten Ngada mempunyai wilayah perairan/ laut yang sangat potensial adun
di pantai utara yaitu Laut Flores (Kecamatan Riung), maupun pantai laut selatan yaitu
Laut Sawu masing-masing Kecamatan Golewa dan Kecamatan Aimere. Kekayaan
laut yang utama yaitu ikan, Lobster, rumput laut dan mutiara. Masyarakat Riung
kabupaten Ngada memiliki mata pencaharian sebagai nelayan. Nelayan di Riung
masih sebagai nelayan bersekala kecil. Mereka hanya menggunakan kapal kecil yang
lama berlayar hanya satu hari. Malam berangkat melaut, siang sudah kembali ke
daratan. Mereka menjual langsung di tempat setelah perahu mendarat atau
mengkonsumsi untuk kebutuhan sehari-hari. Selain sebagai nelayan mereka pun
melakukan budidaya rumput laut. Rumput laut di budidayakan di sekitar pulau
kelelawar. Budi daya ini sebagai sampingan kalau mereka sedang sepi melaut.
Hasilnya dijual ke makasar. Sudah ada tengkulak di kecamatan Riung yang siap
menampung rumput laut tersebut.

2.5 Sistem Pencaharian Masyarakat Lembata

Pulau Lembata terletak tidak jauh dari ujung timur Pulau Flores dan masih merupakan
bagian dari Provinsi Nusa Tenggara Timur. Lowoleba yang merupakan Ibu Kota
Kabupaten Lembata saat ini berbenah untuk meningkatkan fasilitas dan infrastruktur
kota. Mata pencaharian penduduk Lembata umumnya adalah melaut dan budidaya
produk kelautan. Berbagai jenis hasil laut seperti ikan laut, cumi-cumi, teripang, rumput
laut, mutiara, dan ikan paus bisa ditemukan di Pasar TPI.

A
da juga Gunung Ile Labalekang yang menjadi berkah bagi masyarakat karena tanah
Lembata menjadi subur untuk berbagai hasil pertanian. Dari luas daratan 126.684 ha itu,
71,46 ha diperuntukkan untuk pengembangan daerah pemukiman dan budi daya non
pertanian, sedangkan sisanya seluas 55.202 ha diperuntukkan untuk pengembangan
potensi pertanian seperti jagung, kacang-kacangan, ubi-ubian, sayur-sayuran dan buah-
buahan. Dalam dua tahun terakhir ini telah diupayakan penanaman beragam tanaman
komoditi perdagangan seperti kelapa, kemiri, kopi, jambu mete, coklat, cengkeh, vanili,
pala, kapuk dan pinang. Di sisi lain segi peternakan memberi potensi pengembangan
yang cukup adun karena Kabupaten Lembata memiliki padang rumput atau padang
penggembalaan yang cukup luas terutama di Disktrik Ile Ape.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Masyarakat flores dan lembata umumnya memiliki mata pencaharian yang sama.
Mata pencaharian antara lain bertani, beternak, nelayan, menyadap tuak, dan juga
menenun. Hasil pertanian umumnya antara lain padi, jagung, dan umbi,umbian dan
tanaman perkebunan seperti kakao, cengkeh kemiri, pala dan lain-lain. Peternakan
masyarakat merupakan peternakan rakyat atau skala rumah tangga yang dikelola sendiri
dengan jumlah ternak yang sedikit. Nelayan merupakan pekerjaan masyarakat pesisir
flores dan lembata yang merupakan daerah kepulauan sehingga menjadi salah satu
pencaharian yang umum dengan hasil laut berupa ikan, udang, kerang dll. Menyadap tuak
jadi pencaharian oleh karena kebiasaaan minum moke/arak. Selain itu ada pencaharian
menenun yang menjadi pekerjaan sambilan perempuan yang sekarang difokuskan
menjadi industri ekonomi kreatif
DAFTAR PUSTAKA

1. Daniel Fernandez, Eka Nana Susanti, Gustav Gisela Nuwa. 2018. Nilai - Nilai Kearifan
Lokal Tenun Ikat Sikka Sebagai Basis Potensi Ekonomi Kreatif Perempuan Sikka.
Prosiding Kolokium Doktor dan Seminar Hasil Penelitian Hibah, volume 1, hal 604-623
2. Tas, Jersianus Regorian,dkk. 2017. Songke Dalam Perspektif Sejarah Ekonomi Desa
Lenda Kecamatan Cibal Barat Kabupaten Manggarai: STKIP PGRI Sidoarjo
3. Munandjar Widiyatmika, dkk. 1981. Adat Istiadat Daerah Nusa Tenggara Timur. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
4. Seventi, S., Agustanto, H., Daerobi, A., & Setyowati, A. 2018. Analisis Kelayakan
Ekonomi Dan Tata Niaga Perdagangan Ternak Sapi Di Nusa Tenggara
Timur. Sustainable Competitive Advantage (SCA), 8(1).
5. Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Flores Timur. 2021

https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Lamaholot#Mata_pencaharian

https://gpswisataindonesia.info/kain-tenun-adonara-flores-timur-ntt/

6. Mata pencaharian orang Riung Kabupaten Ngada : Orang asli berladang, pendatang
melaut
http://khemaland.blogspot.com/2015/06/mata-pencaharian-orang-riung-kabupaten.html
7. https://sikkakab.bps.go.id/subject/56/perikanan.html
8. https://sikkakab.bps.go.id/subject/53/tanaman-pangan.html

Anda mungkin juga menyukai