Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Melalui kegiatan refleksi pembelajaran, diperoleh informasi positif
dan negatif mengenai kegiatan pembelajaran yang sudah dilakukan di kelas,
serta bagaimana guru bisa meningkatkan kualitas pembelajaran tersebut. Hasil
refleksi pembelajaran juga bisa dijadikan sebagai bahan observasi untuk
mengetahui sampai dimana pencapaian kegiatan pembelajaran dan bisa
memberikan kepuasan bagi siswa.
Refleksi pembelajaran dilakukan oleh guru dan siswa sehingga mereka
bisa merasakan manfaat aktivitas ini. Refleksi pembelajaran sangat berguna
bagi guru untuk menggambarkan situasi atau kondisi dari sebuah kelas, serta
guru bisa mengetahui potensi setiap individu dan siswa-siswi di kelas tersebut.
Dengan begitu, guru dapat meningkatkan kegiatan evaluasi berlanjut dan
berjenjang.
Begitu banyak manfaat dari refleksi pembelajaran sehingga penulis
merasa perlu untuk menuliskan makalah berjudul ” Refleksi Pembelajaran Guru
Pemula Terhadap Konsep Matriks”. Salah satu contoh dari refleksi pembelajaran
yang paling umum adalah untuk mengulas kembali materi pembelajaran yang
telah dipelajari sebelumnya. Kegiatan ini biasanya dilakukan secara mandiri
dengan membaca dari awal semua catatan yang berkaitan setelah itu memahami
sekaligus mencatat poin-poin penting. Setelah selesai mencatat baru bisa
dilanjutkan dengan menjelaskan sendiri tanpa melihat buku di depan kaca atau
orang lain untuk membantu menyimak. Cara ini dinilai mampu membuat siswa
untuk tidak hanya sekedar menghafal, melainkan memahami dan bisa
menjelaskan materi.
Hal yang tidak kalah penting dalam bidang pelajaran selain kepandaian
adalah membentuk karakter siswa. Penting sekali untuk melakukan refleksi
pembelajaran dari segi manfaat usai mempelajari suatu materi yang didapatkan
oleh siswa. hal ini secara tidak langsung mengajari siswa untuk berpikir kritis,
out of the box, dan menciptakan pola pikir yang berkualitas. Banyak anak
1
tumbuh pintar namun hanya mampu mengerjakan soal-soal atau materi yang
mirip dengan apa yang telah dipelajari saja. Ketika diberikan sedikit modifikasi,
maka cenderung mereka akan bingung bahkan tidak bisa menyelesaikan.
Praktik refleksi merupakan hal yang penting untuk dipertimbangkan dalam
pendidikan guru (McMaster & Cavanagh, 2016). Pada dimensi refleksi, ada
beberapa pertanyaan yang dapat digunakan sesuai dengan prinsip matematika
sekolah. Menurut prinsip NCTM dalam Kennedy, dkk (2008) ada enam prinsip
matematika sekolah yaitu equity principle, mathematics curriculum principle,
teaching principle, learning principle, assesment principle, and technology
principle.
Equity principle (prinsip keadilan) yaitu apakah semua siswa memiliki
kesempatan yang sama untuk sukses dalam belajar matematika. Mathematics
curriculum principle (prinsip kurikulum matematika), apakah semua siswa
memperoleh kurikulum yang menyeluruh dan seimbang; teaching principle, apakah
metode yang digunakan mampu meningkatkan pembelajaran dengan melibatkan
siswa dalam pemikiran matematis, mengembangkan konsep dan keterampilan serta
menerapkannya dalam penyelesaian masalah; prinsip keempat yakni learning
principle, guru dapat bertanya kepada dirinya apakah metode yang digunakan
sesuai dengan kondisi siswa. Assesment principle, and technology principle yakni
pertanyaan tentang penggunaan penilaian untuk mengetahui kekuatan siswa dan
kebutuhan siswa selanjutnya, serta prinsip tehnologi: apakah tehnologi yang
digunakan untuk membantu siswa menjelajah dan mempelajari konsep matematika.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana refleksi pembelajaran guru pemula terhadap konsep matriks ?
2. Bagaimana pemahaman siswa terhadap konsep matriks setelah mengikuti
pembelajaran.

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui refleksi guru pemula atas pembelajaran matriks melalui
pengamatan dan wawancara
2
2. Mengetahui pemahaman siswa terhadap konsep matriks melalui
pengamatan dan wawancara.

D. Manfaat Penulisan
➢ Manfaat bagi guru :
• Aktivitas refleksi berguna sebagai peninjauan pada kelas atau sebuah
kelompok.
• Berguna untuk menggambarkan situasi dan kondisi dari sebuah kelas,
apa yang terjadi pada siswa dan masalah yang mereka temui.
• Bisa memaksimalkan dan lebih menonjolkan potensi setiap
siswa/individu dan sebuah grup.
• Untuk meningkatkan kegiatan evaluasi terhadap kinerja guru yang
berlanjut dan berjenjang.
• Wadah untuk menjalin komunikasi positif yang bersifat membangun
antara siswa dan guru.
• Guru dapat memetakan siswa sesuai karakter dan daya tangkap mereka
yang akan nantinya memudahkan dalam pembagian kelompok,
pemberian materi, dan evaluasi belajar.
➢ Manfaat bagi siswa:
• Berguna menyalurkan aspirasi siswa dari proses pembelajaran yang
sedang berlangsung maupun telah dilakukan.
• Siswa bisa mengungkapkan proses pembelajaran yang telah dilakukan
apakah berlangsung dengan baik atau tidak.
• Siswa akan mendapat kepuasan karena bisa mendapatkan sistem
belajar yang mereka minati.

3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. GURU PEMULA
Guru pemula didefenisikan sebagai seorang yang mengajarkan sesuatu
untuk pertama kalinya (Farrel, 2012). Menurut Kim dan Roth (2011) menyatakan
bahwa guru pemula adalah guru yang mengajar kurang dari lima tahun. Mereka
menemukan peluang untuk mengekspresikan diri dan mengambil inisiatif dalam
mempromosikan profesi mengajar.
Guru pemula merupakan guru yang sedang dalam masa transisi. Para guru
pemula memiliki berbagai latar belakang, motivasi, pengalaman, dan tingkat
persiapan dalam pengalaman mengajar awal mereka yang mempengaruhi gaya
belajar mereka. Guru pemula menghadapi tantangan dalam profesi mengajar di
sekolah yang mengharuskan mereka untuk memainkan peran yang lebih progresif
untuk mengembangkan profesionalisme.

B. REFLEKSI PEMBELAJARAN
Refleksi merupakan suatu pertimbangan berkelanjutan dan hati-hati
berdasarkan atas kepercayaan atau dugaan dari bentuk pengetahuan dalam arahan
proses belajar yang mendukungnya dan kesimpulan lebih jauh yang menyertainya
(Olteanu, 2017). Pada pembelajaran, menurut Jay (2003) refleksi merupakan
melihat kembali apa yang telah dilakukan dengan cara menginformasikan latihan,
belajar dengan praktik, dan cerdas dalam mengambil keputusan tentang apa yang
harus dilakukan, kapan dan mengapa harus dilakukan . Refleksi pada pembelajaran
adalah apa yang dicoba untuk dipelajari dan disarankan pada pembelajaran yang
benar (Summers, dkk, 2016). Refleksi juga dapat dipandang sebagai metode yang
dapat membantu pelaksana pembelajaran dalam memiliki pemahaman yang lebih
baik tentang apa yang sedang dipelajari, dan penekanan yang harus diberikan dalam
proses pembelajaran (Epler, dkk, 2013).
Ada tiga kategori refleksi, yaitu refleksi pada tindakan, refleksi dalam
tindakan dan refleksi untuk tindakan (reflection-on-action, reflection-in-action, and
reflection-for-action). Dalam mengajar, refleksi pada tindakan dilakukan di akhir
4
hari sekolah; refleksi dalam tindakan dilakukan saat guru merasa siswa tidak fokus
dalam pembelajaran. Sedangkan refleksi untuk tindakan, menurut Killion dan
Todnem (1991 dalam Jay, 2003) merupakan alat untuk memandu perbaikan
pembelajaran di masa yang akan datang, sebagai tindak lanjut dari kedua refleksi
sebelumnya.
Selain keempat hal tersebut, pembelajaran yang efektif juga merupakan
bagian dari refleksi. Menurut Yazgan-Sag, dkk (2016) Pembelajaran yang efektif
adalah tujuan dari penulis, pendidik matematika, dan juga guru. Pembelajaran yang
efektif menjadi tantangan bagi guru pemula, yang pertama kali mengajar. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi pembelajaran yang efektif meliputi: (i)
pemahaman dan pengetahuan matematika, (ii) siswa dan, (iii) strategi pendidikan.
Menurut INTASC (Kennedy, dkk, 2008), terdapat sepuluh prinsip yang
harus difahami dan dilakukan oleh guru pemula yaitu: (1) Muatan pedagogik
dimana guru memahami konsep pokok dan dapat menciptakan pengalaman belajar
bagi siswa. (2) Pengembangan siswa berarti guru memahami cara belajar yang tepat
bagi anak yang mendukung perkembangan intelektual, sosial, dan pribadi anak. (3)
Karakteristik siswa, yaitu guru memahami bahwa setiap siswa memiliki cara yang
berbeda dalam belajar sehingga guru dapat menciptakan kesempatan pembelajaran
sesuai dengan cara belajar siswa. (4) Strategi pembelajaran, pada prinsip ini guru
menggunakan strategi pembelajaran yang beragam untuk mendorong keterampilan
siswa (berpikir kritis, memecahkan masalah, kinerja). (5) Motivasi dan manajemen
dimana guru dapat memotivasi siswa sehingga tercipta lingkungan belajar yang
menunjukkan adanya interaksi sosial yang positif. (6) Komunikasi dan tehnologi,
prinsip ini mendorong guru untuk menggunakan tehnik komunikasi yang efektif
untuk mendukung terjadinya interaksi di kelas. (7) Perencanaan adalah bahan ajar
direncanakan berdasarkan pengetahuan tentang materi pelajaran, siswa,
masyarakat, dan tujuan kurikulum. (8) Penilaian dimana guru menggunakan
penilaian formal dan informal dalam mengevaluasi peserta didik secara terus
menerus. (9) Praktik reflektif sebagai bagian dari perkembangan profesional yaitu
guru melaksanakan refleksi guna mengevaluasi dampak tindakannya terhadap
orang lain sebagai bagian dari perkembangan profesional. (10) Keterlibatan sekolah
dan komunitas, guru mendorong hubungan dengan rekan kerja, orang tua, dan
5
perwakilan di komunitas yang lebih besar untuk mendukung pembelajaran dan
kesejahteraan siswa.

C. PEMBELAJARAN MATRIKS DAN PENYAJIANNYA


Guru pemula memulai pembelajaran matriks dengan memberikan definisi
matriks dan menuliskan bentuk umum dari matriks serta unsur-unsurnya dengan
menuliskannya di papan tulis. Pada saat pembelajaran guru secara langsung
memberikan definisinya, tanpa memberikan apersepsi terlebih dahulu. Kemudian
guru memberikan contoh matriks dan bertanya kepada siswa tentang ordo dari
matriks yang diberikan dengan menunjukkan banyaknya baris dan kolom pada
matriks itu.
Selanjutnya, guru menyampaikan jenis-jenis matriks yaitu matriks baris,
matriks kolom, matriks persegi, matriks nol, matriks diagonal, matriks identitas,
matriks segitiga atas, dan matriks segitiga bawah,. Kesamaan dua matriks dan
operasi matriks meliputi penjumlahan, pengurangan, perkalian skalar matriks dan
perkalian matriks dengan matriks menjadi pembahasan selanjutnya. Dalam rencana
pelaksanaan pembelajaran yang dibuat oleh guru pemula dikemukakan bahwa
pembelajaran menggunakan metode ceramah, tanya jawab dan diskusi.
Penulis meminta siswa menjawab soal yang diberikan untuk mengetahui
pemahaman peserta didik. Soal tersebut adalah sebagai berikut:
1. Siswa diminta membuat sebuah matriks dengan ukuran bebas dan menjelaskan
sifat dari matriks yang dibuat.
2. Diberikan permasalahan toko makanan khas Pamekasan yang akan membuka
dua cabang di dua tempat yang berbeda. Pemilik toko ingin mendapatkan data
biaya yang akan diperlukan. Biaya untuk bahan Rengginang lorjuk dan krepek
tette pada cabang I sebesar Rp 10.000.000,00 dan Rp 4.500.000,00. Sedangkan
biaya karyawan untuk dua jenis makanan itu berturut-turut RP 1.000.000,00
dan Rp 750.000,00. Pada cabang 2, biaya bahan rengginang lorjuk dan krepek
tette adalah Rp 9.000.000,00 dan Rp 3.000.000,00. Biaya karywannya untuk
kedua jenis makanan tersebut sebesar Rp 850.000,00 dan Rp 650.000,00. Siswa
diminta menghitung total biaya untuk masing-masing jenis makanan dan
menuliskannya dalam bentuk matriks
6
3. Siswa diminta menyajikan permasalahan makanan yang dibeli oleh Erlin dan
Yuli dalam bentuk matriks serta menghitung jumlah uang yang harus
dibayarkan menggunakan perkalian matriks. Pada jam istiahat, Erlin dan Yuli
pergi ke kantin sekolah. Erlin membeli 2 bungkus keripik, satu bungkus nasi,
2 tahu goreng dan 1 botol kecil air mineral. Sedangkan Yuli membeli 1 bungkus
keripik, satu bungkus nasi, 2 tahu goreng dan 1 botol kecil air mineral. Harga
makanannya adalah nasi bungkus Rp 2.000,00; keripik Rp 1.000,00; Tahu dan
tempe goreng Rp 500,00; Air mineral (botol) Rp 1.500,00.
4. Siswa diminta menentukan hasil operasi dari matriks yang diberikan sebagai
beirkut:
2000 
 
−2 3 1 3 1 [ 2 1 2 1 1000 
a. [ ][ ] b. [ ] 5 −1] c. [ ]
3 4 2 −1 5 1 1 1 1  500 
 
1500 
5. Siswa diminta menentukan hasil operasi dari matriks yang diberikan
4 3 0 2 −1 0 0
4 1 [
a. [1 0 ] + [2] b. [3 2 3] [2] c. [ ] 1 1]
3 2
2 −2 1 1 0 1 1

Penulis juga melakakan wawancara dengan guru pemula dengan


pertanyaan sebagai berikut:
1. Lingkungan kelas yaitu apakah guru mengecek kondisi kelas terlebih dahulu
sebelum mulai pembelajaran dan meliputi apa saja yang di cek.
2. Guru meliputi bagaimana persiapan guru sebelum mengajar dalam satu kali
tatap muka, bagaimana manajemen guru dalam menangani siswa yang
bertingkah saat pembelajaran berlangsung, bagaimana komunikasi siswa baik
secara tertulis maupun verbal, cara penyajian yang digunakan guru,
penggunaan pengetahuan matematika yang tepat, strategi pengelompokan yang
digunakan dalam pembelajaran dan modifikasi guru dalam pembelajaran
ketika terjadi hal yang tidak sesuai dengan rencana pembelajarannya.
3. Siswa meliputi pengetahuan guru tentang kemampuan siswa di kelas, baik
pengetahuan awal dan sesudah siswa mengikuti kegiatan pembelajaran,
perhatian guru terhadap sikap siswa saat pembelajaran berlangsung, dan
7
kesepakatan yang dibuat guru dan siswa akan partisipasi aktif di kelas.
4. Tugas meliputi jenis tugas yang diberikan guru kepada siswa, cara
penyampaian tugas itu, dan tugas yang diberikan mecakup apa saja.
5. Penilaian meliputi jenis penilaian yang digunakan guru dan pelaksanaan
penilaian rutin serta tujuan dari penilaian yang digunakan.

8
BAB III
PEMBAHASAN

Pada tahapan pembelajaran di kelas, sebelum memulai pembelajaran guru


mengecek kondisi kelas baik kehadiran siswa, kesiapan siswa dalam menerima
pembelajaran maupun kebersihan lingkungan kelas dan ketersediaan perlengkapan
siswa. Pada langkah pendahuluan, apersepsi meliputi mengetahui pengetahuan
awal siswa dan materi prasyarat untuk matriks belum dilakukan oleh guru. Guru
mengawali pembelajaran dengan pemberian definisi matriks. Bila dikaitkan dengan
rencana pembelajaran yang disiapkan guru ada apersepsi yang terlewatkan.
Kegiatan pembelajaran di kelas berlangsung lancar, tetapi keaktifan siswa
masih bersifat bersama-sama. Siswa belum dilatih untuk menyampaikan
pendapatnya sendiri melainkan menjawab bersama-sama dengan temannya.
Sehingga, pemahaman masing-masing siswa belum terlihat jelas. Siswa mencatat
apa yang diberikan guru di papan tulis. Selain itu komunikasi antara guru dan siswa
terjalin baik secara tulis maupun lisan.
Pembelajaran belum menggunakan strategi pengelompokkan. Bila terjadi
hal di luar perencanaan, guru memodifikasi pembelajaran. Konsekuensinya
pembelajaran yang berlangsung tidak sesuai dengan yang direncanakan.
Hal ini berarti guru telah memahami bagaimana siswa belajar yang sesuai
dengan prinsip matematika sekolah. Sehingga siswa tetap dapat belajar dengan baik
dan memiliki kesempatan yang sama dalam kegiatan belajar. Saat pembelajaran
berlangsung guru memperhatikan sikap siswa di kelas. Karena guru telah membuat
kesepakatan bagi siswa yang aktif di kelas, maka akan mendapatkan nilai tambah.
Penilaian yang dilakukan guru meliputi penilaian harian, tugas, penilaian tengah
semester, penilaian semester dan akhir tahun. Tugas yang diberikan berupa soal
rutin dan soal-soal latihan UTBK.
Dari hasil wawancara tersebut dan pengamatan pada saat proses
pembelajaran dapat diketahui bahwa guru pemula telah memahami lingkungan
belajar siswa. Tetapi dalam praktik pembelajaran, guru belum melibatkan siswa
secara aktif. Siswa mendengarkan penjelasan guru dan mencatatnya di buku
catatan. Pelibatan siswa dalam pembelajaran nampak pada saat guru memberikan
9
contoh bentuk matriks.
Selanjutnya guru memberikan satu matriks lagi (matriks 𝐵) kemudian
meminta siswa menentukan ukuran matriksnya dan menentukan entri-entri pada
baris dan kolom tertentu (𝑏12 , 𝑏23 , 𝑏14 ). Pada saat pembahasan tentang jenis-jenis
matriks, guru menuliskannya di papan tulis dan siswa diminta untuk mencatat.
Demikian juga pada pembahasan transpose matriks dan kesamaan dua matriks.
Pelibatan siswa saat menjawab pertanyaan guru secara bersama-sama. Hal ini
terjadi saat guru meminta satu siswa untuk menunjukkan ukuran baris dan kolom
dari suatu matriks tertentu, siswa belum dapat menjawab dengan benar. Oleh guru
tersebut, siswa diberikan soal tersendiri untuk dijawab, sedangkan siswa yang lain
diminta mengoreksi pekerjaan siswa tersebut.
Pada materi operasi matriks, guru menjelaskan tentang syarat operasi
penjumlahan dan pengurangan matriks. Sedangkan pada operasi perkalian matriks,
guru langsung memberitahu kepada siswa syarat dua matriks dapat dikalikan.
Dalam pembelajaran, guru belum menggunakan media pembelajaran yang
interaktif dan belum mengaitkan matriks dengan kehidupan sehari-hari siswa.Soal-
soal yang diberikan kepada siswa bersifat soal rutin, langsung menerapkan rumus
atau syaratnya.
Selanjutnya untuk mengetahui pemahaman siswa, penulis memilih 3 siswa
secara acak (diberi nama siswa 1, siswa 2, dan siswa 3) untuk mengerjakan soal-
soal matriks. Pada soal yang pertama, yakni siswa diminta membuat sebuah matriks
bebas dan menyebutkan sifat dari matriks yang dibuat. Hanya siswa 1 yang
menyebutkan dengan benar. Siswa 1 dan siswa 3 memiliki pola jawaban yang
hampir sama. Tetapi setelah dikonfirmasi, siswa 1 bisa menyebutkan jenis matriks
secara benar. Sedangkan siswa 3 menyebutkan operasi matriks. Adanya perbedaan
penyebutan contoh matriks kemungkinan disebabkan oleh kurangnya aktivitas
matematika siswa saat di kelas. Hal ini diketahui dari guru langsung memberikan
definisi dan contoh. Selain itu, ketika guru memberikan pertanyaan saat
pembelajaran, yang menjawab adalah siswa yang sudah faham. Para siswa yang
sudah faham yang mendominasi kelas. Sehingga siswa yang berkemampuan rendah
pemahamannya belum berpartisipasi aktif di dalam kelas. Akan tetapi, guru sudah
melakukan usaha dengan mengecek pemahaman salah satu siswa yang diketahui
10
menjawab salah pada pertanyaan yang dilontarkan guru. Aktivitas matematika
siswa ketika berada di dalam kelas dalam bentuk berfikir maupun bertindak harus
ditingkatkan oleh guru sehingga guru perlu menaikkan kesadaran mengenai
aktivitas matematika.
Sedangkan unuk jawaban soal no. 2, siswa 1 dan siswa 3 dapat menjawab
dengan benar. Siswa 2 menjawab belum tau. Untuk soal nomor 3, jawaban ketiga
siswa belum tepat. Siswa 1 menyatakan matriksnya berukuran 2 × 2, Siswa 2
menyatakan dalam bentuk matriks berukuran 4 × 1 sehingga tidak dapat
dioperasikan perkalian. Sedangkan siswa 3 dapat menyatakan dalam bentuk matriks
tetapi perhitungannya keliru.
Pada soal nomor 4 dan 5, diberikan soal rutin yang berkaitan dengan
konsep operasi perkalian matriks. Siswa 1 terdapat ketidakkonsistenan dalam
menjawab soal operasi perkalian (4a) dan penjumlahan (5a). Pada soal no. 4a, siswa
1 menyatakan bahwa operasi perkalian dua matriks bisa dilakukan dengan
menandai bahwa banyaknya kolom pada matriks pertama sama dengan banyaknya
baris pada matriks kedua. Tetapi matriks hasil kalinya berukuran 2 × 2, seperti
gambar di bawah ini (seharusnya berukuran 2 × 1). Ketika dikonfirmasi melalui
wawancara, Siswa 1 menyadari bahwa jawabannya keliru. Siswa1 menyatakan
bahwa seharusnya ukuran matriks hasilnya 2 × 1 dan hitungannya itu belum
dijumlahkan. Siswa 1 terpengaruh dengan syarat matriks dapat dikalikan.
Sedangkan pada soal nomer 5a, siswa 1 menulis bahwa soal tidak dapat
dijawab, sebab angka pengalinya berbeda. Muncul istilah baru yaitu angka pengali.
Dari wawancara diketahui bahwa yang dimaksud angka pengali adalah banyaknya
kolom pada matriks pertama dan banyaknya baris pada matriks kedua. Terjadi
pencampuran konsep penjumlahan dan perkalian matriks. Demikian juga pada soal
tipe sama, no. 4b dan 5c. Pada konsep perkalian dua matriks, siswa menjawab
dengan menulis ordo dari kedua matriks dengan melingkari pada banyaknya kolom
pada matriks pertama dan banyaknya baris pada matriks kedua tidak sama. Soal no.
4b, Siswa 1 tidak memberikan alasannya secara lengkap dan pada soal no. 5c
memberikan alasan tidak dapat dijawab sebab angka pengalinya berbeda.
Siswa 2 dapat menentukan ordo matriks hasil perkalian dengan benar,
tetapi mengalami kesalahan hitungan pada soal no 4a dan 4c. Pada saat wawancara,
11
siswa 2 dapat memperbaiki jawabannya,
Sedangkan pada soal no.4b dan no. 5c alasan yang diberikan siswa secara
gambar benar. Tetapi dalam menuliskannya, ada ketidaktepatan dalam
menggunakan istilah ordo. Selanjutnya pada soal no.5a, siswa 2 menerapkan syarat
operasi perkalian matriks untuk operasi penjumlahan dua matriks. Hal ini terlihat
dari bilangan yang dilingkari seperti pada
Dari wawancara ordo matriks harus sama yang dimaksudkan adalah ordo kedua
matriks yang dioperasikan penjumlahan harus sama. Sedangkan S3 menuliskan
belum bisa menjawab dikarenakan soal yang diberikan belum pernah diberikan di
kelas, baik untuk soal no. 4 maupun no. 5.

Gambar 11 Jawaban siswa 3 no.5


Munculnya istilah baru dari siswa 1 (angka pengali), pemahaman yang
kurang akan pengertian ordo suatu matriks (siswa 2) mengindikasikan bahwa
kurangnya pengulangan dalam pembelajaran. Pembelajaran yang dilakukan belum
bermakna bagi siswa. Sesuai dengan teori belajar Ausubel, bahwa penting adanya
pengulangan sebelum belajar dan proses belajar bermakna. Dengan adanya proses
belajar bermakna, motivasi siswa dapat meningkat. Sehingga berdampak pada
pemahaman siswa. Pembelajaran yang dilakukan juga penting untuk mengaitkan
matematika dengan dunia nyata (Ozgen & Alkan, 2014) sehingga anak mudah
memahami dan mengingat apa yang dipelajari.
Selain itu, perlunya guru memberikan siswa soal yang tidak prosedural
akan menambah aktivitas siswa. Dimana siswa tidak hanya mementingkan
hasilnya, tetapi juga prosesnya serta melatih proses berfikir siswa sesuai dengan
penelitian oleh Gordillo & Godino (2014). Munculnya jawaban siswa seperti pada
Gambar 11, sesuai dengan teori belajar Bandura. Dimana siswa belajar dengan
meniru dari apa yang dilakukan gurunya.

12
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Guru pemula dalam pembelajaran menggunakan metode ceramah, diskusi,
tanya jawab secara klasikal akan tetapi belum melibatkan siswa secara aktif dalam
pembelajaran. Pembelajaran yang dilakukan belum mengaitkan dengan kehidupan
sehati-hari siswa dan lebih menekankan pada aspek hitungan bukan konsep
sehingga ketika siswa diberikan soal yang berbeda dengan yang dipelajari, siswa
tidak tahu. Begitu juga ketika siswa diberikan soal penerapan perkalian matriks,
siswa mengalami kesulitan dalam mengerjakan.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis perlu melibatkan guru pemula yang
lebih banyak dari berbagai sekolah di Jawa Timur. Juga perlu diteliti tentang
pembelajaran oleh guru pemula dikaitkan dengan media yang digunakan dalam
pembelajaran dan komunikasi matematika siswa.

13
DAFTAR PUSTAKA
Dede, Y., & Karakus, F. 2014. The Effect of Teacher Training Programs on Pre-
service Mathematics Teachers' Beliefs towards Mathematics. Edam,
Educational Science: Theory & Parctice, 804-809.
Gordillo, W. F., & Godino, J. D. 2014. Preservice Elementary Teacher's Thinking
about Algebraic Reasoning. Mathematics Education, 9(2), 147-162.
Jay, J. K. 2003, September 27. Quality Teaching: Reflection as the Heart of
Practice. Lanham, Maryland, and Oxford: The Scarecrow Press, Inc.
Karadeniz, M. H. 2017. Reflection from the Application of Different Type of
Activities: Special Training Methods Course. European Journal of
Educational Research, 6(2), 157-174.
Kennedy, L. M., Tipps, S., & Johnson, A. 2008. Guiding Children Learn
Mathematics, Eleventh Edition. USA: Thomson Wadsworth, a part of The
Thomson Coorporation.
Lee, J. E. 2016. Toward a Holistic View: Analysis of Pre-Service Teachers'
Professional Vision in Field Experiences and Its Implications. Mathematics
Teacher Education and Development, 18.1, 4-19.
McMaster, H., & Cavanagh, M. 2016. A Profesional Experince Model for Primary
Pre-Service Teachers Specialing in Mathematics. Mathematics Education
Research Group of Australasia, 463-470.
Sezer, Senor, 2017 Novice teacher’s opinions on students disruptive behaviors a
case study. Eurasian Journal of educational Reseacrh, 2017,
Olteanu, C. 2017. Reflection-for-action and the choice or design of examples in the
teaching of mathematics. Mathematics Education Research Journal, 29,
349-367. DOI 10.1007/s13394-017-0211-9.
Ozgen, Kemal, & Alkan, Huseyin. 2014. An Investigation of Pre-service
Mathematic Teachers' Skill in the Development of Activities. Educational
Science: Theory & Paractice, 1193 - 1201.
Rohani. 2004). Pengelolaan Pengajaran . Jakarta: Rineka Cipta.
Summers, S. E., Chenette, H. C., Ingram, E. L., McComark, J. P., & Cunnigham, P.
J. (2016). Coss-Disciplinary Explloration and Application of Reflection as
a High Impact Pedagogy. InSight: A Journal of Scholarly Teaching, 29-47.
14
Winarto, Joko. 2011. Teori Belajar Sosial Albert Bandura,
(http://www.kompasiana.com/jokowinarto/teori-belajar-albert-bandura),
diakses 15 November 2017.
Yazgan-Sag, G., Emre-Akdogan, E., & Argun, Z. 2016. Prospective Secondary
Mathematics Teachers' Reflection on Teaching After Their First Teaching
Experince . Acta Didactica Napocensia, 9(3),1-10.

15

Anda mungkin juga menyukai