Anda di halaman 1dari 35

Referat

HEPATOCELLULAR CARCINOMA (HCC)

Disusun oleh :
dr. M. Iqbal Al-Islamy

Pendamping :

dr. Hesti Sasmila Wardani

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


KSM INSTALASI GAWAT DARURAT
RSD IDAMAN BANJARBARU
2021
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI i

LEMBAR PENGESAHAN ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................... 3

BAB III PENUTUP.................................................................................. 30

DAFTAR PUSTAKA
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus

HEPATOCELLULAR CARCINOMA (HCC)

Oleh
dr. M. Iqbal Al-Islamy

Pembimbing

dr. Hesti Sasmila Wardani

Banjarbaru, 2021
Telah setuju diajukan

.……………………….
dr. Hesti Sasmila Wardani

Telah selesai dipresentasikan


.………………………
dr. Hesti Sasmila Wardani
BAB I

PENDAHULUAN

Tumor hati terbagi atas tumor primer dan sekunder. Tumor hati primer dapat bersifat

jinak atau ganas dan dapat berasal dari sel parenkim hati (karsinoma hepatoseluler), epitel

duktus biliaris (kolangiokarsinoma dan sistoadenokarsinoma) atau dari jaringan penunjang

mesenkim (angiosarkoma dan leiomiosarkoma) atau gabungan. Sedangkan, tumor hati

sekunder (metastase) paling sering berasal dari tumor saluran cerna, mamma atau paru. 1

Kanker hati primer merupakan kanker keenam yang paling umum terjadi diseluruh

dunia dan 90% diantaranya adalah HCC. Menurut World Health Organization (WHO), HCC

menduduki peringkat kelima didunia dan peringkat kedua sebagai penyebab kematian terkait

kanker. Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 782.000 kasus di seluruh dunia, dan 83%

diantaranya terdiagnosa didaerah kurang berkembang.1,2

Tumor hati di Indonesia paling banyak merupakan Hepatocellular carcinoma (HCC)/

Karsinoma hepatoselular (KH) atau Hepatoma. Insidensi tumor ganas hati yang pernah

didiagnosis adalah sekitar 85% merupakan hepatoma, 10% kolangiosarkoma, dan 5% adalah

jenis lainnya. Hal tersebut disebabkan bertambahnya angka alkoholisme, prevalensi hepatitis

B dan C, dan obesitas. HCC merupakan tumor padat agresif yang ditandai dengan

pertumbuhan infiltrasi cepat, metastasis awal, dan prognosis yang buruk. Umumnya HCC

berkembang dari sirosis hepatik, namun sekitar 20% dapat berkembang dari non-sirosis

hepatic.1,3 Berdasarkan hal tersebut, pada makalah ini penulis akan membahas lebih lanjut

mengenai hepatocellular carcinoma (HCC).

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI

Hati merupakan organ terbesar tubuh yang menyumbang sekitar 2% berat

tubuh total atau sekitar 1,5 kg pada rata-rata dewasa. Hati menempati sebagian

besar kuadran kanan atas abdomen dan merupakan pusat metabolism tubuh

dengan fungsi yang sangat kompleks. Batas hati sejajar dengan ruang intercostalis

V kanan dan batas bawah menyerong keatas dari costa IX kanan kecosta VIII kiri.

Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah transversal

sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis. Omentum minor terdapat mulai dari

sistem porta yang mengandung arteri hepatika, vena porta, dan duktus koledokus.

Sistem porta terletak di depan vena kava dan dibalik kandung empedu.4

Aliran darah ke hati sekitar 20-25% berasal dari arteri hepatica dan 75-

80% dari vena porta. Pada hati normal, ratio oksigen arteri hepatik dan vena porta

adalah 50%:50%, namun, apabila terjadi sirosis berubah menjadi 75%:25%.

Pasokan darah hepar sebagian besar dari arteri hepatik, hanya darah untuk bagian

tepi berasal dari vena porta.4

3
4

Ket:

1. Ligamentum coronarium
2. Lobus hepatis dextra
3. Vesica biliaris
4. Diafragma
5. Lobus hepatis sinistra
6. Ligamentum falciforme

Ket:

1. Appendix fibrosa hepatis


2. Lobus caudatus
3. Lobus hepatis sinistra
4. Arteri hepatika propria
5. Ligamentum teres hepatis
6. Lobus quadrates
Gambar 1. Hepar tampak anterior dan 7. Vesica biliaris
posterior.5 8. Lobus hepatis dextra
9. Vena porta hepatis
10. Vena cava inferior
5

Ket:
7
1. Vena hepatika sinistra
2. Vena cava inferior
3. Pulmo dexter lobus inferior
1 4. Diafragma
6
5. Vena hepatika dextra
5 2
6. Vena hepatika intermedia
4 7. Dinding abdomen
3

Gambar 2. Hepar dengan pencitraan ultrasonografi.5

B. DEFINISI

Karsinoma hati primer dibedakan atas karsinoma yang berasal dari sel-sel

hati (HCC), karsinoma dari sel-sel saluran empedu (karsinoma kolangioseluler),

dan campuran keduanya. Karsinoma juga dapat berasal dari jaringan ikat hati

seperti misalnya fibrosarkoma hati.6

Hepatocellular carcinoma (HCC) adalah tumor ganas hati primer yang

berasal dari hepatosit.1,6 Secara makroskopis, HCC dapat dijumpai dalam bentuk:

1. Masif yang biasanya di lobus kanan, berbatas tegas, dapat disertai nodul-nodul

kecil di sekitar masa tumor dan dengan atau tanpa sirosis; 2. Noduler, dengan
6

nodul diseluruh hati; 3. Difus, seluruh hati terisi sel tumor. Sedangkan, secara

mikroskopis, sel-sel tumor biasanya lebih kecil dari sel hati yang normal

berbentuk poligonal dengan sitoplasma granuler. Sering ditemukan sel raksasa

atipik.6

C. ETIOLOGI/ FAKTOR RISIKO

HCC dianggap terjadi dari hasil interaksi sinergis antara multifaktor dan

multifasik melalui inisiasi, akselerasi, dan transformasi, serta peran onkogen dan

gen terkait. Walaupun penyebab pasti belum diketahui, tetapi sudah dapat

diprediksi faktor risiko yang memicu HCC, yaitu:1,2,8,9,10

1. Virus hepatitis B (HBV)

Karsinogenitas virus hepatitis B terhadap hati mungkin terjadi melalui

proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA

ke dalam DNA sel penjamu, dan aktifitas protein spesifik-HBV berintegrasi

dengan gen hati. Siklus sel dapat diaktifkan secara tidak langsung oleh

kompensasi proliferatif akibat respon nekroinflamasi sel hati atau akibat

ekspresi berlebihan suatu atau beberapa gen yang berubah akibat HBV.

2. Virus hepatitis C (HCV)

Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktifitas

nekroinflamasi kronik dan sirosis hati. Sebuah metaanalisis menyimpulkan

bahwa risiko terjadinya hepatoma pada pengidap infeksi HCV adalah 17 kali

lipat dibandingkan dengan risiko pada bukan pengidap.


7

3. Sirosis hati

Sirosis hati merupakan faktor risiko utama HCC didunia dan

melatarbelakangi lebih dari 8%. Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis

adalah asites, perdarahan saluran cerna bagian atas, ensefalopati hepatika, dan

sindrom hepatorenal.

Tabel 1. Klasifikasi Child-Pugh

4. Aflatoksin

Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh

jamur Aspergillus. Pada percobaan binatang, diketahui bahwa AFB1 bersifat

karsinogenik. Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan karsinogen

utama yang mampu membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu

mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1 menginduksi

mutasi pada kodon 249 dari gen supresor tumor p53.


8

5. Obesitas

Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non-alcoholic fatty liver

disease (NAFLD), khususnya nonalcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat

berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian dapat berlanjut menjadi HCC.

6. Diabetes mellitus

Pada penderita DM, terjadi perlemakan hati dan steatohepatis non-

alkoholik (NASH). Selain itu, DM dihubungkan dengan peningkatan kadar

insulin dan insulin-like growth hormone faktors (IGFs) yang merupakan faktor

promotif potensial untuk kanker

7. Alkohol

Orang dengan peminum berat alkohol berisiko untuk menderita

hepatoma melalui sirosis hati alkoholik.

8. Faktor risiko lain

Bahan atau kondisi lain yang merupakan faktor risiko HCC namun

lebih jarang ditemukan, antara lain:

 Penyakti hati autoimun: hepatitis autoimun, PBS/sirosis bilier primer.

 Penyakit hati metabolik: hemokromatosis genetik, defisiensi antiripsin-

alfa1, Wilson disease.

 Kontrasepsi oral

 Senyawa kimia: thorotrast, vinil klorida, nitrosamine, insektisida

organoklorin, asam tanik.


9

D. EPIDEMIOLOGI

Di seluruh dunia, kanker hati menempati urutan keempat penyebab

kematian terkait kanker dan peringkat keenam dalam hal kasus insiden.

Berdasarkan data tahunan, WHO memperkirakan >1 juta pasien akan meninggal

karena kanker hati pada tahun 2030. Di Amerika Serikat, tingkat kematian akibat

kanker hati meningkat sebesar 43% (dari 7,2 menjadi 10.3 kematian per 100.000)

antara tahun 2000 hingga 2016. Kanker hati memiliki survival rate 5 tahun

sebesar 18%, sehingga merupakan tumor paling mematikan kedua, setelah kanker

pankreas. Mayoritas HCC terjadi pada pasien dengan penyakit hati, terutama

akibat dari infeksi virus atau hepatitis B atau C (HBV atau HCV) atau

penyalahgunaan alkohol.10

E. PATOFISIOLOGI

Hampir semua tumor hati berada dalam konteks kejadian cedera kronik

(chronic injury) dari sel hati, peradangan dan meningkatnya kecepatan perubahan

hepatosit. Respons regeneratif yang terjadi dan adanya fibrosis menyebabkan

timbulnya sirosis, yang kemudian diikuti oleh mutasi pada hepatosit dan

berkembang menjadi HCC. Faktor HBV atau HCV mungkin ikut terlibat dalam

berbagai tahapan proses onkogenik ini.6

Sirosis selalu didahului oleh beberapa perubahan patologis yang

reversibel, termasuk steatosis dan inflamasi lalu timbul suatu fibrosis yang

irreversibel dan regenerasi nodul. Lesi noduler diklasifikasikan sebagai regeneratif

dan displastik atau neoplastik. Nodul regenerative merupakan parenkim hepatik


10

yang membesar akibat respons terhadap nekrosis dan dikelilingi oleh septa

fibrosis.6

Selain proses di atas, pada waktu periode panjang yang tipikal dari infeksi

(10-40 tahun), genom virus hepatitis dapat berintegrasi kedalam kromosom

hepatosit. Peristiwa ini menyebabkan ketidakseimbangan (instability) genomic

akibat dari mutasi, delisi, translokasi, dan penyusunan kembali (rearrangements)

pada berbagai tempat dimana genom virus secara acak masuk ke dalam DNA

hepatosit. Salah satu produk gen, protein x HBV (Hbx) akan mengaktifkan

transkripsi dan pada periode infeksi kronik, produk ini meningkatkan ekspresi gen

pengatur pertumbuhan (growth regulating genes) yang ikut terlibat di dalam

transformasi malignan dari hepatosit.6

Gambar 3. Patogenesis HCC.11


11

Gambar 4. Perkembangan lesi premalignant HCC.11

F. MANIFESTASI KLINIS1,6,10

 HCC Sub Klinis

HCC fase subklinis atau satdium dini adalah pasien tanpa gejala dengan

tanda fisik HCC yang jelas, biasanya ditemukan melalui pemeriksaan AFP dan

teknik pencitraan.

 HCC Fase Klinis

HCC fase klinis terdiri atas stadium sedang dan lanjut. Manifestasi utama

yang sering ditemukan adalah:6

o Nyeri abdomen kanan atas. Pasien sering datang berobat dengan keluhan

kembung dan tak nyaman atau nyeri samar diabdomen kanan atas. Nyeri

umumnya bersifat tumpul atau menusuk dan durasi intermitten atau terus-
12

menerus, sebagian merasa area hati terbebat kencang. Nyeri terjadi sebagai

akibat pembesaran hati, peregangan kapsula glison dan rangsangan

peritoneum Jika nyeri abdomen bertambah hebat atau timbul akut abdomen

harus pikirkan adanya rupture HCC.

o Massa abdomen atas. Pada pemeriksaan fisik ditemukan hepatomegali

dibawah arcus costa tanpa nodul. HCC lobus kanan dapat menyebabkan

batas atas hati bergeser keatas; HCC segmen inferior lobus kanan sering

dapat langsung teraba massa dibawah arcus costa kanan; dan HCC lobus kiri

tampil sebagai massa dibawah processus xiphoideus atau massa dibawah

arcus costa kiri.

o Perut membesar disebabkan asites akibat sirosis atau karena adanya

penyebaran karsinoma hati ke peritoneum.

o Anoreksia, akibat fungsi hati terganggu dan tumor mendesak saluran

gastrointestinal.

o Penurunan berat badan secara tiba-tiba.

o Demam, akibat terjadinya nekrosis tumor disertai infeksi dan metabolit

tumor, apabila tanpa bukti infeksi disebut demam kanker, umumnya tidak

disertai menggigil.

o Ikterus, akibat gangguan fungsi hati, atau sumbatan kanker disaluran

empedu atau tumor mendesak saluran empedu hingga timbul ikterus

obstruktif.
13

o Lainnya, seperti: perdarahan saluran cerna, diare, nyeri bahu belakang

kanan, edema kedua tungkai bawah, kulit gatal dan sebagainya. Manifestasi

klinis penting dari sirosis adalah gejala berkaitan dengan terjadinya

hipertensi portal, yaitu asites, perdarahan karena varises esofagus, dan

ensefalopati. Pada HCC stadium akhir sering timbul metastasis paru, tulang,

dan banyak organ lain.

G. DIAGNOSA

Diagnosis HCC ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang. Penegakkan diagnosis karsinoma hati diperlukan

beberapa pemeriksaan seperti misalnya pemeriksaan radiologi, ultrasonografi,

computerized tomography (CT) scan, peritoneoskopi dan pemeriksaan

laboratorium.

Pemeriksaan Penunjang

 Ultrasonografi Abdomen

Gambaran khas HCC adalah pola mosaik, sonolusensi perifer,

bayangan lateral yang disebabkan pseudokapsul fibrotik, dan peningkatan

akustik posterior. HCC berupa nodul kecil cenderung bersifat homogen dan

hipoekoik, sedangkan nodul yang besar biasanya heterogen. Karsinoma hati

sekunder memberikan gambaran berupa nodul berdiameter kecil dengan


14

densitas tinggi dan dikelilingi oleh gema berdensitas rendah. Gambaran ini

berbentuk seperti mata sapi.6

Penggunaan USG sebagai sarana screening untuk mendeteksi tumor

hati pada penderita dengan sirosis yang lanjut memberikan hasil bahwa 34 dari

80 penderita yang diperiksa menunjukkan tanda-tanda tumor ganas dan 28 di

antaranya adalah HCC. Ultrasonografi memberikan sensitivitas sebesar 45%

dan spesifisitas 98%.6 Pasien sirosis hati dianjurkan menjalani pemeriksaan

setiap 3 bulan untuk meminimalkan kesalahan hasil pemeriksaan AFP. Pada

tumor dengan ukuran kecil pada pasien risiko tinggi, USG lebih sensitif

dibandingkan AFP berulang. Sensitifitas USG untuk neoplasma hati berkisar

antara 70-80%.1

Gambar 5. USG menunjukkan massa hyperechoic mewakili HCC.


15

Gambar 6. Hepatocellular carcinoma.

 CT Scan

CT telah menjadi parameter pemeriksaan rutin untuk diagnosis lokasi

dan sifat HCC. CT dapat menunjukkan dengan jelas lokasi, jumlah dan ukuran

tumor dalam hati, hubungannya dengan pembuluh darah dan penentuan

modalitas terapi.10

HCC dapat bermanifestasi sebagai massa soliter, massa yang dominan

dengan lesi satelit disekelilingnya, massa multifokal, atau suatu infltrasi

neoplasma yang sifatnya difus. CT-scan dan angiografi dapat mendeteksi

tumor hati yang berdiameter 2 cm.6


16

Gambar 7. CT scan HCC.

 MRI

MRI dapat secara jelas menunjukkan struktur pembuluh darah dan

saluran empedu dalam hati, juga cukup baik memperlihatkan struktur internal

jaringan hati dan hepatoma, serta sangat membantu dalam menilai efektivtas

aneka terapi. Penggunaan zat kontras spesifik hepatosit dapat menemukan

hepatoma kecil <1 cm dengan angka keberhasilan 55%.3

Gambar 8. MRI yang menunjukkan tiga wilayah yang terpisah (ditunjukkan

dengan panah) dari metastasis hati.

 Angiografi arteri hepatica

Angiografi arteri hepatika selektif atau supraselektif menjadi salah satu

metode penting dalam diagnosis HCC. Namun, metode ini tergolong invasif
17

Angiografi dapat lebih memberikan kepastian diagnostik karena akan tampak

hipervaskularisasi tumor. Dengan media kontras lipoidol yang disuntikkan ke

dalam arteria hepatika, zat kontras ini dapat masuk kedalam nodul tumor hati.

Dengan melakukan arteriografi yang dilanjutkan dengan CT-scan, ketepatan

diagnostik tumor akan menjadi lebih tinggi.6

Gambar 9. Angiografi arteri hepatica.

 Pemeriksaan Patologi Anatomi

a. Penanda Tumor

Alfa-fetoprotein (AFP) adalah protein serum normal yang disintesis

oleh sel hati fetal, sel yolk-sac dan sedikit sekali oleh saluran gastrointestinal

fetal. Rentang normal AFP serum adalah 0-20 ng/mL. Kadar AFP meningkat

pada 60-70% pasien HCC, dan kadar lebih dari 400 ng/mL adalah diagnostic

atau sangat sugestif HCC.1


18

b. Biopsi hati

Sampel diambil dari daerah lokal dengan bantuan ultrasound atau CT.

HCC cenderung menuju pembuluh darah, sehigga biopsi perkutan harus

dilakukan dengan hati-hati. Pemeriksaan sitologi cairan asites biasanya selalu

negatif untuk penanda tumor. Biopsi dengan laparoskopi atau minilaparatomi,

memiliki keuntungan tambahan kadang mengidentifikasi pasien yang memiliki

tumor dapa dilakukan hepatektomi parsial. 11

Diagnosis pasti melalui pemeriksaan non-invasif meliputi CT-Scan empat

fase multidetector atau MRI kontras, pemeriksaan tersebut ditujukan pada pasien

dengan sirosis atau HBV kronis tanpa sirosis. Adanya hiper-enhancement arteri

dengan akhir media kontras di fase vena atau delayed mengkonfirmasi diagnosis

HCC.7

Pasien dengan HCC atipikal harus menjalanin modalitas pencitraan lain

atau biopsi lesi. Selain itu, pasien dengan hasil CT/MRI meragukan atau terdapat

lesi hepatik tanpa sirosis juga harus menerima biopsi hati. Pemeriksaan biopsi

dapat negatif palsu (hingga 30%), karena pengambilan sampel yang tidak

memadai, sehingga meskipun biopsi negatif tetap dilakukan pengawasan lesi pada

interval 3-6 bulan terhadap perubahan karakteristik untuk HCC atau pembesaran

lesi. Lesi <1 cm sulit untuk dinilai bahkan dengan kombinasi pencitraan dan

biopsy.7

Pada pasien dengan sirosis, HCC dapat didiagnosis dengan menggunakan

teknik pencitraan (gambar) karena pergeseran vaskular yang terjadi selama


19

transformasi ganas hepatosit, dimana lesi jinak (mis., regeneratif dan nodul

displastik) disuplai oleh cabang-cabang sistem portal, sedangkan lesi ganas

disuplai oleh arteri hepatik.10

Gambar 10. Algoritma diagnosis nodul hati pada pasien dengan sirosis.10

H. KRITERIA DIAGNOSIS

 Kriteria diagnosa Kanker Hati Selular (KHS) menurut PPHI

(Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia), yaitu:4

1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.

2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 400 mg per ml.

3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography

Scann (CT Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography,


20

ataupun Positron Emission Tomography (PET) yang menunjukkan

adanya KHS.

4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya KHS.

5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan KHS.

Diagnosa KHS didapatkan bila ada ≥ dua dari lima kriteria atau hanya satu

yaitu kriteria empat atau lima.

 Kriteria diagnostik HCC menurut Barcelona EASL Conferece:9

1. Kriteria sito histology

2. Kriteria non invasive (khusus untuk pasien dengan sirosis hati) :

a. Kriteria radiologis: koinsidensi 2 cara imaging

(USG/CT-Spiral/Angiografi):

- Lesi fokal >2 cm dengan hipervaskularisasi arterial

b. Kriteria kombinasi : 1 cara imaging dengan kadar AFP serum:

- Lesi fokal >2 cm dengan hipervaskularisasi arterial

- Kadar AFP serum ≥ 400 µg/ml

I. STAGING HCC

1. Barcelona Clinic Liver Cancer (BCLC)

Pengelolaan HCC membutuhkan pendekatan multidisiplin dengan

keahlian dalam hepatologi, bedah hepatobilier, patologi, onkologi,

radiologi (baik diagnostik dan intervensi), dan keperawatan khusus. Untuk

memperkirakan survival rate, sistem staging tidak hanya untuk mengetahui


21

batas tumor tetapi juga tingkat disfungsi dan status fungsi hepar. Semua

komponen tersebut diukur dalam Barcelona Clinic Liver Cancer (BCLC),

yang telah banyak diterapkan. BCLC mengklasifikasikan pasien dalam

lima stage dan memberikan rekomendasi perawatan untuk setiap tahap

(gambar 10).10

Gambar 11. Algoritma klinis manajemen HCC berdasarkan BCLC.10

2. TNM oleh American Joint Committee on Cancer (AJCC) 8th2

Tumor Nodul Metastase

Tx Nx
Primary tumor cannot Regional lymph nodes
22

be assessed can be assessed


T0 N0 M0
No evidence of No regional lymph Distance metastase is
primary tumor node metastase absent
T1a N1 M1
Solitary tumour less Regional lymph node Distance metastase is
than or equal to 2 cm metastase present
in greatest dimension
with or without
vascular invasion
T1b
Solitary tumor more
than 2 cm in greatest
dimension without
vascular invasion
T2
Solitary tumour with
vascular invasion
more than 2 cm
dimension or multiple
tumours, none more
than 5 cm in greatest
dimension
T3
Multiple tumours any
more than 5 cm in
greatest dimension
T4
Tumour(s) involving a
major branch of the
portal or hepatic vein
with direct invasion of
adjacent organs
(including the
diaphragm), other than
the gallbladder or with
perforation of visceral
peritoneum

Stadiu
23

IA T1a N0 M0

IB T1b N0 M0

II T2 N0 M0

IIIA T3 N0 M0

IIIB T4 N0 M0

IVA Any T N1 M0

IVB Any T Any N M1

J. TATALAKSANA1,6,8,9

Terapi Bedah

3. Reseksi Hepatik

Pilihan terapi utama pada pasien kelompok non sirosis yang biasanya

memiliki fungsi hati normal adalah reseksi hepatik. Kontraindikasi tindakan

ini adalah metastasis ekstrahepatik, hepatoseluler karsinoma difus atau

multifokal, sirosis stadium lanjut dan penyakit penyerta yang dapat

mempengaruhi ketahanan pasien menjalani operasi.

4. Transplantasi Hati

Transplantasi hati memberikan kemungkinan untuk menyingkirkan

tumor dan menggantikan parenkim hati yang mengalami disfungsi.

Kematian pasca transplantasi tersering disebabkan oleh rekurensi tumor di


24

dalam maupun di luar transplant. Tumor yang berdiameter <3 cm lebih

jarang kambuh dibandingkan dengan tumor yang diameternya >5 cm.

Sejak pertama kali diperkenalkan, kriteria untuk LT yaitu Kriteria

Milan telah digunakan secara klinis dan menunjukkan angka harapan hidup

setelah LT yang meningkat secara signifikan. Kriteria Milan, yaitu:8

- Lesi tunggal ≤ 5 cm atau

- Jumlah lesi ≤ 3 yang terpisah dan tidak ada yang berukuran >3 cm.

Terapi Non-Bedah

Banyak penderita HCC tidak memenuhi persyaratan untuk terapi

operasi karena stadium tumor yang telah lanjut, derajat sirosis yang berat, atau

keduanya. Oleh karena itu, terapi non-bedah merupakan pilihan untuk

pengobatan penyakit ini.6

1. Ablasi radiofrekuensi (RFA)

Elektroda RFA dimasukkan kedalam tumor lalu melepaskan energi

radiofrekuensi hingga jaringan tumor mengalami nekrosis koagulatin panas,

denaturasi, sehingga secara selektif membunuh jaringan tumor. Satu kali

RFA menghasilkan nekrosis seukuran bola berdiameter 3-5 cm sehingga

dapat membasmi tuntas mikrohepatoma dengan hasil kuratif.3

2. Percutaneous ethanol injection (PEI)

PEI pertama kali diperkenalkan pada tahun 1986. Teknik terapi PEI

dilaporkan memberikan hasil sebaik reseksi untuk HCC berukuran kecil.

Kerugian metode ini adalah tingkat rekurensi lokal yang tinggi dan
25

kebutuhan akan sesi terapi berulang kali (multipel) agar didapatkan ablasi

lengkap dari lesi. PEI dilakukan dengan cara menyuntikkan etanol murni

(95%) secara perkutan kedalam tumor dengan panduan radiologis untuk

mendapatkan efek nekrosis dari tumor. Tindakan ini efektif untuk tumor

berukuran kecil (<3 cm). PEI tidak dianjurkan untuk penderita dengan

asites, koagulopati sedang atau berat dan lesi permukaan. Efek PEI adalah

demam, sakit didaerah suntikan, perdarahan intrahepatik dan perdarahan

peritoneal.

3. Chemoembolism

Transcatheter arterial chemoembolism (TACE) dapat digunakan

sebagai terapi lokal (targeted chemoembolism) atau regional (segmental,

lobar chemoembolism) tergantung dari ukuran, jumlah dan distribusi lesi.

Kemoembolisme dianggap terapi baku untuk HCC yang tidak dapat

dilakukan reseksi. Bahan Lipoidol diberikan dengan obat kemoterapi yang

kemudian akan terkonsentrasi didalam sel tumor tetapi secara aktif

dibersihkan dari sel yang non-maligna. Pada proses ini terjadi

devaskularisasi terhadap tumor yang menyebabkan berhentinya suplai

nutrisi dan oksigen kejaringan tumor, sehingga terjadi nekrosis tumor akibat

vasokonstriksi arteri hepatika. Selain lipoidol dapat juga digunakan gelfoam

dan kolagen.

Efek samping yang sering terjadi antara lain adalah demam, nausea,

vomitus, sakit didaerah abdominal. Kemoembolisasi efektif untuk tumor


26

kecil tunggal dengan hipervaskularisasi. Respons yang lebih besar dan

derajat survival yang lebih tinggi diperoleh apabila kemoembolism diikuti

dengan PEI.

4. Kemoterapi sistemik

Sitostatika yang sering dipakai sampai saat ini adalah 5-fluoro uracil (5-

FU). Zat ini dapat diberikan secara sistematik atau secara lokal (intra-arteri).

Sitostatika lain yang sering digunakan adalah adriamisin (doxorubicin HCl)

atau adriblastina. Dosis yang diberikan adalah 60-70 mg/m 2 luas badan yang

diberikan secara intra-vena setiap 3 minggu sekali atau dapat juga diberikan

dengan dosis 20-25 mg/m2 luas badan selama 3 hari berturut-turut dan

diberikan setiap 3 minggu sekali.

Penggunaan kombinasi sisplatin, IFN-∝2B, adriamisin dan 5-FU yang

diberikan secara sistematik pada penderita HCC memberikan rerspon yang

sangat baik untuk tumor hati dan ekstrahepatik, sekitar 18% penderita yang

awalnya tidak dapat direseksi dapat direseksi dan 50% menunjukkan remisi

histologis yang sempurna. Namun, kombinasi tersebut tidak dapat

ditoleransi bagi pasien sirosis lanjut.

5. Kemoterapi intra-arterial (transcatheter arterial chemotherapy)

Pemberian sitostatika secara intra-arterial memberikan keuntungan

seperti konsentrasi sitostatika lebih tinggi pada target (tumor), mengurangi

toksisitas sistemik dan kontak antara obat dengan tumor berlangsung lebih

lama. Pada teknik ini kateter dimasukkan per kutaneus kedalam arteri
27

brachialis atau a. femoralis atau melalui laparotomi ke arteri hepatika,

kemudian obat sitostatika disuntikkan secara perlahan-lahan selama 10-30

menit. Sitostatika yang disuntikkan adalah mitomisin C 10-20 mg

dikombinasikan dengan adriablastina 10-20 mg dicampur dengan 100-200

ml larutan NaCl. Pemberian sitostatika diulang satu bulan kemudian sambil

mengevaluasi hasil pengobatan sebelumnya. Efek samping berupa demam,

septikemia, perdarahan, trombosis, emboli udara. Kontraindikasi dari

kemoterapi intra-arterial adalah kaheksia, asites yang intraktabel, dan

gangguan faal hati berat.

6. Radiasi

Terapi radiasi jarang digunakan sebagai terapi tunggal sebab HCC tidak

sensitif terhadap radiasi dan sel-sel hati yang normal sangat peka terhadap

radiasi. Terapi radiasi dengan menggunakan 50 Gy dapat menyebabkan

radiation induced hepatitis. Dosis yang diberikan umumnya berkisar antara

30-35 Gy dan diberikan selama 3-4 minggu.

Teknik baru yang dengan proton therapy adalah teknik yang

menggunakan partikel bermuatan positif untuk membunuh sel-sel tumor

dengan cedera minimal pada jaringan hati yang nonneoplastik. Dosis proton

therapy 70- 80 Gy sangat aman karena sel target hanya sel tumor. Ukuran

tumor dapat berkurang sampai 50% dari sebelumnya, dan efek samping

yang terjadi sangat minimal sehingga memberikan kualitas hidup yang lebih

baik.
28

7. Tamofixen

Tamofixen digunakan pada pasien HCC dengan sirosis lanjut, tetapi

tidak meningkatkan survival. Tamofixen dapat dikombinasikan dengan

etoposide dan menunjukkan perbaikan serta memberikan toksisitas rendah

dan bermanfaat sebagai terapi paliatif.

8. Injeksi asam asetat perkutaneus

Prinsip dan cara kerja metode ini sama dengan injeksi etanol perkutan,

hanya saja zat yang disuntikkan adalah larutan asam asetat 15-50%.

Pemberian pada pasien HCC dengan tumor berdiameter <3 cm

menunjukkan survival rate 1 tahun sebesar 93%, 2 tahun sebesar 86%, 3

tahun sebesar 83%, dan 4 tahun sebesar 64%. Efek samping tidak dijumpai.

K. PROGNOSIS

Pada umumnya prognosis HCC adalah jelek. Tanpa pengobatan, kematian

rata-rata terjadi sesudah 6-7 bulan setelah timbul keluhan pertama. Bila karsinoma

hati dapat dideteksi secara dini, usaha pengobatan seperti pembedahan dapat

segera dilakukan dan memperpanjang angka harapan hidup. Namun, pada

penderita HCC fase lanjut mempunyai masa hidup yang lebih singkat. Kematian

umumnya disebabkan karena koma hepatik, hematemesis dan melena, syok yang

sebelumnya didahului dengan rasa sakit hebat karena pecahnya HCC.6


29

Angka harapan hidup pasien dengan HCC non-sirosis hepatik tergantung

pada faktor-faktor terkait seperti ukuran tumor, adanya lesi satelit, kurangnya

kapsul tumor, invasi vaskular, grading, reseksi inkomplit, infeksi HBV dan

jumlaht ransfusi darah intraoperatif. Prognosis jelek pada pasien yang menjalani

reseksi dengan transfusi darah, usia >65 tahun, dan tumor multiple. HCC memiliki

angka harapan hidup 5 tahun sekitar 70% dengan reseksi bedah sedangkan untuk

penyakit yang tidak dapat dioperasi, survival rate 5 tahun adalah 0-5% dengan

rata-rata 12 bulan.1

Level AFP dapat digunakan sebagai indikator prognostik. Burnett et al

membagi kadar AFP berdasarkan empat level: <10 ng/mL, 10-150 ng/mL, 150-

500 ng/mL dan >500 ng/mL; hal tersebut menjadi prediktor untuk prognosis HCC

non-sirosis hepatik. Witjes et al, menunjukkan bahwa peningkatan kadar AFP pra-

operasi berkaitan dengan hasil yang lebih buruk dan tingkat kekambuhan yang

tinggi. Nilai batas AFP 9 ng/mL, menunjukkan survival rate 1 dan 3 tahun

masing-masing adalah 53% dan 21% pada pasien dengan AFP tinggi, sedangkan

pada pasien dengan AFP rendah adalah 86% dan 75%.1


BAB III

PENUTUP

Hepatocellular carcinoma (HCC) adalah tumor ganas hati primer yang

berasal dari hepatosit. WHO memperkirakan >1 juta pasien akan meninggal karena

kanker hati pada tahun 2030. Kanker hati memiliki survival rate 5 tahun sebesar 18%,

sehingga merupakan tumor paling mematikan kedua, setelah kanker pankreas.

Mayoritas HCC terjadi pada pasien dengan penyakit hati, terutama akibat dari infeksi

virus atau hepatitis B atau C (HBV atau HCV) atau penyalahgunaan alkohol.

Banyak faktor memegang peranan dalam penanganan HCC. Secara umum,

tatalaksana bedah (surgical management) seperti reseksi dan transplantasi dianggap

pengobatan yang ideal. Namun, banyak kesulitan dijumpai karena pasien datang pada

stadium yang sudah lanjut sehingga tidak dapat dilakukan reseksi dan transplantasi.

Pada umumnya prognosis karsinoma hati jelek. Oleh karena itu, yang paling baik

adalah melakukan usaha pencegahan, terutama pencegahan terhadap penularan virus

hepatitis dan bila telah terjadi infeksi, dilakukan pencegahan terjadinya sirosis

postnecrotic sehingga tidak berlanjut menjadi HCC.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Desai A, Sandhu S, Lai JP, Sandhu DS. Hepatocellular carcinoma in non-


cirrhotic liver: A comprehensive review. World J Hepatol 2019; 11(1): 1-
18.

2. Jorge A. Marrero, et al. Diagnosis, Staging, and Management of


Hepatocellular Carcinoma: 2018 Practice Guidance by the American
Association for the Study of Liver Diseases. American Association for the
Study of Liver Diseases. 2018; 68 (2): 728-750.

3. Robinson, S. T. Hepatocellular carcinoma: Epidemiology, risk factors and


pathogenesis. World Journal Gastroenterology. 2008; 14: 4300-4308.

4. Budihussodo, Unggul. Karsinoma Hati. Editor: Aru W. Suyono dalam


Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi ke IV. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI. 2006.

5. Guyton dan Hall. Hati Sebagai Organ. Dalam Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran edisi 11. Jakarta: EGC. 2007.

6. Gontar A. Siregar. Penatalaksanaan non bedah dari karsinoma hati.


Universa Medicina. 2010; 24 (1): 35-42.

7. Waghray A, Murali AR, Menon KVN. Hepatocellular carcinoma: From


diagnosis to treatment. World J Hepatol 2015; 7(8): 1020-1029.

8. Pavel MC, Fuster J. Expansion of the hepatocellular carcinoma Milan


criteria in liver transplantation: Future directions. World J Gastroenterol
2018; 24(32): 3626-3636.

9. European Association for the Study of the Liver. EASL Clinical Practice
Guidelines: Management of hepatocellular carcinoma. Journal of
Hepatology. 2018; 69: 182–236.

31
32

10. Augusto Villanueva. Hepatocellular Carcinoma. N Engl J Med. 2019; 380:


1450-62.

11. Dhanasekaran R, Bandoh S and Roberts LR. Molecular pathogenesis of


hepatocellular carcinoma and impact of therapeutic advances [version 1;
referees: 4 approved] F1000Research 2016, 5(F1000 Faculty Rev):879

32

Anda mungkin juga menyukai