Anda di halaman 1dari 7

NASKAH ANALISIS KEBIJAKAN

KEBIJAKAN NASIONAL SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL PERGURUAN


TINGGI
(SUB SISTEM PENJAMINAN MUTU PERGURUAN TINGGI SESUAI PP NO.19
TAHUN 2005 TENTANG STANDAR PENDIDIKAN NASIONAL)

SAIFUL BATUBARA
A. Sumber dan Latar Belakang Permasalahan
Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi (SPMI-PT) merupakan kegiatan
mandiri yang dilaksanakan oleh internal pergurtuan tinggi yang meliputi perancangan,
pelaksanaan, dan pengendalian penjaminan mutu pendidikan tingkat institusi tanpa campur
tangan pemerintah. Pedoman SPMI-PT yang diterbitkan Dirjen Dikti tidak dimaksudkan
untuk mendikte perguruasn tinggi, melainkan untuk dijadikan inspirasi dan rujukan.
Kebijakan Nasional SPMI ditujukan selain untuk penjaminan tercapainya Standar Nasional
Pendidikan di Perguruan Tinggi juga dimaksudkan untuk menjamin eksistensi PT tersebut di
masa yang akan datang, sesuai dengan paradigma penjaminan mutu yang ditujukan untuk
kebutuhan dan kepuasan para stakeholder PT itu sendiri.

Sejak diperkenalkan mulai tahun 2006 sebagai tindak lanjut pelaksanaan UU Sisdiknas
No. 20 Tahun 2003 dan PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
sebagai bagian dari Sistim Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi (SPM-PT). Hingga saat ini
SPMI belum menjadi perhatian bagi sebagain besar para pengelola PT dan kalah popular
dengan Akreditasi BAN PT atau Sistim Penjaminan Ekternal (SPME-PT) yang juga
merupakan bagain dari SPM-PT. Padahal SPMI sendiri merupakan salah satu point penting
penilaian SPME-PT. Beberapa permasalahan yang dijumpai sehubungan dengan SPMI-PT
adalah : (1) Institusi tidak memiliki SPMI-PT, (2) memiliki SPMI tetapi hanya dalam bentuk
dokumen yang di susun dengan meng-copy paste dari institusi lain; dibuat hanya untuk
kelengkapan dokumen akreditasi atau pengajuan program studi baru, dan (3) SPMI hanya
dalam bentuk dokumen saja tetapi tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Ringkasnya
permasalahan dalam Kebijakan SPMI-PT adalah kurangnya kesadaran pihak pengelola PT
akan pentingnya SPMI-PT untuk eksistensi PT yang dikelolanya.

Sebagaimana tujuan dari SPMI PT itu sendiri sebagai suatu upaya internal yang
terencana, sistematis dan berkesinambungan untuk terus meningkatkan mutu pendidikan di
perguruan tinggi, sejatinya SPMI-PT disusun, diimplementasikan dan terus dikembangkan
perguruan tinggi secara mandiri demi eksistensinya dimasyarakat. Dalam naskah analisis
kebijakan ini diharapkan akan ditemukan akar permasalahan dan alternatif-alternatif
penyelesaian permasalahan tersebut di atas.

Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistim Pendidikan


Nasional yang menyatakan otonomi perguruan tinggi sebagai mana termaktub dalam pasal
24 ayat (2) dan pasal 5 ayat (6) maka konsekuensinya adalah : (1) terhadap perguruan tinggi
yang otonom, tentu saja pemerintah tidak berwenang lagi melakukan pengawasan seperti
pada masa berlakunya UU Sisdiknas lama, (2) Otonomi perguruan tinggi mengamanatkan
bahwa perguruan tinggi harus mengelola secara mandiri pengawasan atas pendidikan tinggi
yang diselenggarakannya. Sementara itu dalam Pasal 1 butir (21) disebutkan evaluasi,
pengendalian , penjaminan dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen
pendidikan pada setiap jalur , jenjang dan jenis pendidikan. Selanjutnya pada Pasal 35 ayat
(1) disebutkan tentang standar nasional pendidikan.

1
Untuk mendukung pelaksanaan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 diterbitkan PP No. 19
Tahun 2005 tentang Satandar Nasional Pendidikan (SNP). Dalam PP No.19 Tahun 2005
tersebut pada pasal 1 butir 1 disebutkan SNP Merupakan standar minimal sistim pendidikan
di wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pasal 2 yang mengatur tentang
ruang lingkup SNP, Pasal 4 meneyebutkan bahwa SNP bertujuan menjamin mutu pendidikan
nasional, Pasal 91 ayat (8) menyebutkan bahwa setiap satuan pendidikan formal dan non
formal wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan dan Pasal 92 menyebutkan bahwa
menteri menerbitkan pedoman penjaminan mutu pendidikan pada semua jenis, jenjang dan
jalur pendidikan. Khusus untuk penjaminan mutu pendidikan pada tingkat perguruan tinggi,
pada tahun 2006 atas penugasan dari Dirjek Dikti, Komisi SPM PT yang dibentuk Dewan
Pendidikan Tinggi menghasilkan rancangan Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi
(SPM-PT) yang berbasis Institusi.

Dalam kebijakan sebelumnya tepatnya dengan semasa berlakuknya UU Sisidiknas No 2


Tahun 1989 penjaminan mutu PT lebih banyak dilakukan pemerintah melalui Program
Pengawasan, pengendalian dan Pembinaan (Wasdalbin) seperti diamanatkan Pasal 53 dan 53
dari undang-undang tersebut. Dengan landasan tersebut lahirlah bentuk pengawasan vertical
seperti : PP No.60 Tahun 1999 tentang Perguruan Tinggi, Kepmendiknas No. 234/U/2000
Tentang Pedoman Pendirian Perguruan Tinggi dan Kepmendiknas No. 184 Tahun 2001
Tentang Pedoman Pengawasan-Pengendalian dan Pembinaan Program Diploma, Sarjana dan
Pascasarjana di Perguruan Tinggi (Wasdalbin), yang juga dijadikan sebagai landasan
EPSBED. Dalam penjaminan mutu ekternal sebelumnya telah dibentuk BAN-PT sebagai
Penilai dan yang mengeluarkan Akreditasi Program Studi PT. Walaupun UU Sisdiknas No.2
Tahun 1989 tidak belaku lagi, produk-produknya dalam bentuk pengawasan vertikal seperti
EPSBED dan Akreditasi BAN PT masih tetap dipertahankan dengan penyesuaian-
penyesuaian terhadap UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003 hingga saat ini.

Signifikan dari permasalahan “kurangnya perhatian pengelola PT akan pentingnya SPMI”


dapat dilihat dari data Dirjen Dikti yang menunjukkan bahwa baru sebagian kecil PT yang
telah memiliki dokumen SPMI yang telah di sertifikasi. Demikian juga halnya dengan
implementasi SPMI dalam pengelolaaan PT sehari-hari, dimana setiap kali berkunjung ke
perguruan tinggi masih jarang terlihat adanya petunjuk-petuntuk alur pelaksanaan
penjaminan mutu demikian juga para petugas yang belum memiliki prosedur tetap baku
dalam menjalankan kegiatannya. Semua kegiatan yang berlangsung dianggap sebagai
rutinitas kerja dan administratif tanpa memperhatikan standar prosedur baku sebagimana
diamanatkan SPMI-PT. Hal lain yang kontras adalah hampir semua Program Studi yang ada
di PT lebih menekankan pentingnya SPME dalam bentuk perolehan peringkat akreditasi
BAN-PT sehingga penjaminan mutu perguruan tinggi penekanannya sangat parsial dan
berbasis laporan administratif yang menjadi tuntutan borang penilaian akreditasi semata.

B. Permasalahan Kebijakan

Seperti telah dijelaskan sebelumnya permasalahan utama dalam kebijakan SPMI-PT saat
ini adalah “ kurangnya kesadaran pengelola PT tentang pentingnya SPMI “ secara langsung
dapat terlihat dengan permasalahan yang berkaitan langsung dengan SPMI seperti (1)
Institusi tidak memiliki SPMI-PT, (2) memiliki SPMI tetapi hanya dalam bentuk dokumen
yang di susun dengan meng-copy paste dari institusi lain dibuat hanya untuk kelengkapan
dokumen akreditasi atau pengajuan program studi baru, dan (3) SPMI hanya dalam bentuk
dokumen tetapi tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Dan secara tidak langsung adalah
rendahnya Wasdalbin dari pihak Pemerintah dan stakeholder utama PT sehubungan dengan
2
kebijakan SPMI misalnya : (1) tidak menjadi suatu persayaratan untuk memperoleh atau
perbaharuan ijin operasional program studi, (2) tidak menjadi persyaratan untuk memperoleh
bantuan teknis dan pendanaan dari pemerintah, (3) tidak menjadi persaratan untuk pengajuan
akreditasi, dan (4) tidak ada sanksi terhadap PT jika tidak memiliki dokumen SPMI.

Dari identifikasi permasalahan di atas dapat dilakukan beberapa pendekatan dalam


menganalisis permasalahan tersebut antara lain : (1) pendekatan dari pihak internal perguruan
tinggi, (2) pendekatan atas peran wasdalbin pemerintah dan (3) pendekatan atas peran
stakeholder utama PT atas pentingnya SPMI-PT.

Permasalahan ini jika dipandang dari pihak internal PT dapat dijelaskan sebagai
berikut : SPMI yang merupakan bagian dari otonomi PT hanya akan dibuat dan dilaksanakan
apabila PT merasa itu perlu. Sementara itu bagi sebagian PT terutama PT Swasta merasa itu
bukan sesuatu yang memiliki daya jual sehingga tidak penting. Pernyataan ini didukung oleh
masih rendahnya pemahaman masyarakat tentang perlunya SPMI. SPME dalam bentuk
Akareditas BAN PT yang lebih dikenal masyarakat lebih memiliki nilai jual dibanding SPMI.
Karena dianggap tidak besar pengaruhnya terhadap nilai jual PT dalam rekrutmen mahasiswa
sementara itu proses penyususnannya jauh lebih rumit dan kompleks dibanding Borang dan
dokumen Akreditasi. Demikina juga dalam hal implementasinya SPMI lebih ketat dan
membutuhkan komitmen yang lebih tinggi dan menjalankan prosedurnya dianggap akan
menggagu kinerja dan membutuhkan pembiayaan tambahan yang tidak sedikit.

Sedangkan jika permasalahan ini dipandang dari peran pemerintah dalam fungsi
sebagai pemilik otoritas wasadalbin terkesan ada keragu-raguan untuk melakukan penekanan
yang lebih keras karena takut akan dianggap mengganggu otonomi kampus dengan
pemaksaan-pemaksaan. Keragu-raguan ini akhirnya menyebabkan kurangnya sambutan
pengelola PT terhadap program ini, bahkan mengabaikan pentingnya SPMI. Hal ini
diperparah dengan kurangnya sosialisasi baik kepada PT maupun masyarakat atas
keberadaan dan pentingnya SPMI. Jika seandanya SPMI dikaitkan dengan berbagai kebijakan
lain dari pihak pemerintah seperti Poin 1,2 dan 4 tentang rendahnya wasdalbin yang
merupakan kewenangan Pemerintah melalui Dirjen Dikti di atas. Jika seandainya pemerintah
melakukan penekanan yang lebih seperti dengan menjadikannya sebagai persyaratan untuk
berbagai program lainnya atau memberikan sanksi jika tidak memiliki dan menjalankan
SPMI mungkin SPMI akan mendapat perhatian sebagaimana layaknya.

Pihak stakeholder pada dasarnya memiliki pengaruh yang besar terhadap kebijakan
dalam setiap organisasi termasuk PT. Jika seandainya pihak stakeholder seperti BAN-PT,
mahasiswa, masyarakat atau lembaga pengguna lulusan juga mempersyaratkan harus adanya
SPMI yang tersetifikasi sebagaimana SPME dengan Akreditasi BAN PT, akan menjadikan
SPMI sebagai sesuatu yang sangat penting untuk nilai jual suatu PT. Hal ini bisa terjadi
karena pihak pemerintah dan PT yang kurang mensosialisasikan SPMI-PT sehingga para
stakeholder sepertinya tidak paham bahkan tidak mengetahui adanya kebijakan SPMI-PT
termasuk manfaatnya sehingga tidak menjadi suatu tuntutan bagi mereka.

Adapun yang menjadi stakeholder utama sehubungan dengan permasalahan


kurangnya perhatian pengelola PT terhadap SPMI-PT berdasarkan uraian-uraian diatas
adalah : (1) BAN-PT, (2) mahasiswa, dan (3) pengguna lulusan. Peran ketiga stakeholder ini
jika memahami pentingnya SPMI-PT sebagai bagian dari SNP termasuk standar mutu lulusan
dan seandainya dengan pemahaman tersebut mereka memberikan suatu penekanan dalam
bentuk tuntutan berupa “hanya lulusan PT yang memiliki sertifikat SPMI_PT saja yang
diterima untuk direkrut sebagai tenaga kerja” tentu akan memberikan peluang yang lebih
3
besar bagi SPMI untuk dijadikan sesuatu keharusan bagi setiap PT sebagaimana halnya
dengan SPME (Akreditasi BAN-PT).

Tujuan dari analisis masalah dalam kebijakan SPMI –PT ini adalah bagaimana cara
untuk memeperoleh suatu strategi dalam bentuk kebijakan agar “ SPMI-PT mendapat
perhatian yang besar dari setiap pengelola PT dan menjadikannya sebagai sesuatu yang harus
dimiliki dan dilaksanakan demi peningkatan mutu pendidikan dan eksistensinya dimasa yang
akan datang atau dengan perkataan lain bertujuan untuk untuk penguatan eksistensi kebijakan
SPMI –PT sebagaimana mestinya.

Adapun yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai keberhasilan strategi kebijakan
penguatan eksistesi SPMI-PT yang dapat dijadikan indikator terhadap efektifnya strategi
untuk penguatan eksistensi kebijakan tersebut adalah : Semakin besarnya perhatian pengelola
untuk menyusun dan mengimpelementasikannya dalam pengelolaan PT secara rutin hal ini
dapat dilihat dengan peningkatan signifikan persentasi kepemilikian SPMI-PT yang
tersertifikasi dari Dirjen DIKTI dalam satu tahun kedepan dan untuk dua tahun kedepannya
semua PT telah mengajukan sertifikasi SPMI-PT institusi sejajar dengan kepemilikan
Akreditasi BAN-PT.

Dari uraian-uraian di atas dapat diajukan empat solusi atau strategi yang potensial
untuk meningkatkan perhatian pengelola PT terhadap SPMI-PT yaitu :
1. Menjadi kepemilikan SPMI-PT yang tersertifikasi sebagai prasyarat untuk pengajuan
perpanjangan izin operasional, pengajuan bantuan teknis dan pendanaan dari
pemerintah.
2. Memberikan reward kepada PT yang telah memiliki dan menjalankan SPMI-PT
dengan baik berupa prioritas dalam semua program dan bantuan yang berkaitan
dengan pengembangan PT yang didanai oleh pemerintah.Termasuk dengan
mempublikasikannya melalui berbagai media secara luas.
3. Menjadikan SPMI-PT sebagai persyaratan wajib untuk pengajuan Akreditasi BAN-
PT. Bagi yang belum memiliki dan menjalankan SPMI-PT tidak diperkenankan untuk
mengajukan Akreditasi.
4. Berbagai pihak pengguna lulusan baik pemerintah maupun swasta termasuk Institusi
pendidikan lanjut mempersyarakat kepemilikian sertifikat SPMI-PT sebagai prasyarat
rekrutmen sebagaimana halnya dengan Akreditasi BAN-PT.

C. Alternatif Kebijakan

Berdasarkan analisis masalah dan identifikasi solusi di atas, selanjutnya


diformulasikan beberapa alternatif kebijakan yang mungkin untuk peningkatan eksistensi
kebijakan SPMI-PT terutama untuk meningkatkan perhatian dan kesadaran para pengelola
perguruan tinggi dalam melaksanakan kebijakan tersebut, antara lain :

1. Membuat suatu aturan wajib bagi setiap PT memiliki dan menjalankan SPMI-PT yang
tersertifikasi dengan suatu Keputusan Menteri sehingga sifatnya mengikat bagi semua
PT.
2. Membuat suatu projek penguatan SPMI-PT (Improvement Quality Insurance Project)
yang digulirkan untuk semua perguruan tinggi secara bertahap selama beberapa tahun
yang melibatkan semua PT.
3. Merevisi beberapa kebijakan yang berkaitan dengan tatakelola perguruan tinggi
termasuk aturan BAN-PT dan lembaga lain yang terkait dan merupakan mitra Dirjen

4
Dikti dan memasukkan kepemilikan SPMI-PT yang tersertifikasi sebagai prasyarat
untuk berbagai program pengawasan, pengendalian dan pembinaan pergutuan tinggi.
4. Melakukan Program sosialisasi yang lebih massif yang melibatkan berbagai pihak
tentang pentingnya SPMI-PT kepada stakeholder utama dan masyarakat luas.

Dari keempat kebijakan alternatif di atas dapat diuraikan keunggulan dan kelemahannya
sebagai berikut.

Membuat suatu aturan wajib bagi setiap PT memiliki dan menjalankan SPMI-PT yang
tersertifikasi dengan suatu Keputusan Menteri sehingga sifatnya mengikat bagi semua PT.

Hingga saat ini SPMI-PT belum diatur dengan suatu surat ketetapan khsusus, masih dianggap
kebijakan suplemen dari PP No.19 Tahun 2005 tentang SPN. Keunggulan jika penguatan
SPMI-PT dengan menetapkannya dalan satu Keputusan Menteri, akan lebih mengikat bagi
PT. Kelamahannya adalah bisa disalah artikan atau disalahgunakan, sehingga dianggap
menjadi salah satu capampur tangan pemerintah atas urusan internal PT dan menodai
otonomi PT sebagaimana diamanatkan UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003.

Membuat suatu projek penguatan SPMI-PT (Improvement Quality Insurance Project) yang
digulirkan untuk semua PT secara bertahap selama beberapa tahun yang melibatkan semua
PT.

Keunggulan alternatif kebijakan ini dengan dukungan pendanaan yang cukup sangat
potensial untuk menguatkan eksistensi SPMI-PT termasuk untuk meningkatkan perhatian
pengolala PT karena keterlibatan langsung secara intens melalui peran sertanya dalam
proyek. Melalui proyek masa pencapaian target dalam hal ini kepemilikan SPMI-PT dan
pelaksanaannya akan dapat dicapai lebih cepat karena merupakan bagian dari proyek.
Kelemahannya adalah besarnya dana yang dibutuhkan mengingat jumlah PT yang sangat
banyak di Indonesia.

Merevisi beberapa kebijakan yang berkaitan dengan tatakelola PT termasuk aturan


BAN-PT dan lembaga lain yang terkait dan merupakan mitra Dirjen Dikti dan memasukkan
kepemilikan SPMI-PT yang tersertifikasi sebagai prasyarat untuk berbagai program
pengawasan, pengendalian dan pembinaan PT.

Keunggulan alternative kebijakan ini adalah biayanya lebih sedikit dan dampaknya
akan langsung dirasakan oleh semua PT berupa penekanan akan pentingnya keberadaan
SPMI-PT. Kelemahannya adalah banyaknya aturan yang harus direvisi dan kerumitan
prosedural untuk melakukan revisi terhadapa berbagai kebijakan yang telah eksisting secara
simultan dan sifatnya melakukan penekanan akan membuka kemungkinan PT membuat
SPMI demi alasan kelengkapan berkas dengan berbagai cara tanpa memperhatikan
implementasinya di lapangan. Dan karena ini tidak banyak melibatkan stakeholder maka
nilai sosialisasi tentang pentingnya SPMI PT kepada masyarakat tidak maksimal.

Melakukan Progaram sosialisasi yang lebih massif yang melibatkan berbagai pihak tentang
pentingnya SPMI-PT kepada stakeholder utama dan masyarakat luas.

Keunggulannya alternatif kebijakan ini adalah relatif lebih mudah dan murah tanpa
harus merevisi berbagai aturan yang telah eksisting dengan baik, daya tawar masyarakat dan
stakeholder dalam berbagai bidang telah terbukti sangat efektif untuk suatu perubahan

5
termasuk dengan peluang melibatkan banyak pihak dalam program sosialisai yang
memungkinkan.

Kelemahannya adalah perubahan melalui sosililasi ini akan membutuhkan waktu


yang relative lama dan harus berkesinambungan. Hal lain yang menjadi kelemahannya adalah
kurangnya keterlibatan aktif dari pihak PT akan sedikit pengaruhnya terhadap perubahan
pola pikir dan perilaku para pengelola PT.

Hal lain yang penting dipertimbangkan sehubungan dari alternatif-alternatif yang diajukan di
atas adalah perlunya pendalaman dan tanggapan dari berbagai pihak seperti forum rector,
Asosiasi Perguruan tinggi Swasata dan termasuk para pengamat dan ahli administrasi
pendidikan. Pengkajian oleh pihak ekstertal dalam kebijakan ini juga perlu menjadi perhatian.

Penekanan yang penting dalam permasalahan ini adalah meliputi dua aspek yaitu: (1)
untuk meningkatkan kesadaran pihak pengelola PT akan pentingnya SPMI-PT untuk
eksistensinya dimasa depan dan terbangunnya dukungan dan daya tawar stakeholder utama
PT termasuk masyarakat dan pengguna lulusan. Sehingga arah pemilihan alternatif sebaiknya
dapat mencakup kedua hal tersebut untuk itu perlu melakukan pengkajian internal dan
eksternal termasuk variabel-variabel waktu, pendanaan dan actor-aktor yang perlu libatkan
sehingga kebijakan yang diambil benar-benar dapat diandalkan.

D. Rekomendasi kebijakan

Berdasarkan analisis berdasarkan kekuatan dan kelemahan masing-masing alternative di


atas selanjutnya disusun kriteria untuk merekomendasikan alternatif sebagai berikut, yaitu :
(1) visibilitas dan keberterimaan, (2) kompleksitas , (3) rentang keterlibatan berbagai pihak,
(4) perkiraan efektivitas kebijakan, (5) biaya (6) waktu dan (6) dampak sosial yang
ditimbulkan sehubungan pengambilan kebijakan.

Jika menggunakan kriteria di atas maka yang alternatif yang paling mendekati kriteria
tersebut adalah Merevisi beberapa kebijakan yang berkaitan dengan tatakelola perguruan
tinggi termasuk aturan BAN-PT dan lembaga lain yang terkait dan merupakan mitra Dirjen
Dikti dan memasukkan kepemilikan SPMI-PT yang tersertifikasi sebagai prasyarat untuk
berbagai program pengawasan, pengendalian dan pembinaan pergutuan tinggi.

Adapun outline dari strategi kebijakan untuk peningkatan eksistensi SPMI-PT dengan
Merevisi beberapa kebijakan yang berkaitan dengan tatakelola perguruan tinggi termasuk
aturan BAN-PT dan lembaga lain yang terkait dan merupakan mitra Dirjen Dikti dan
memasukkan kepemilikan SPMI-PT yang tersertifikasi sebagai prasyarat untuk berbagai
program pengawasan, pengendalian dan pembinaan pergutuan tinggi. Pedmahaman dan
keberterimaan SPME BAN-PT baik oleh pengelola PT maupun masyarakat, sangat potensial
digunakan sebagai titik ungkit untuk sosialisasi SPMI dan dalam hakikatnya kedua
penjaminan mutu tersebut adalah integral. Jadi sangat pantas dalam peleksnaannya juga
dibuatkan suatu alur yang jelas terhadap keduanya. Dimana keberadaan SPMI adalah
persyaratan awal untuk pengajuan SPME ( Akareditasi BAN –PT).

Kepustakaan :

1. Dunn, Appendix 1 & 2


2. Undang-Undang No. 20 Tahun 2005 tentang Sisdiknas, Depdiknas, 2005
3. Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas, Depdikbud, 1989
6
4. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nsional Pendidikan, 2005
5. Hasil Evaluasi Implementasi Sitem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi,
Dirjen Dikti, 2008
6. Kebijakan Nasional Sistim Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi,Dirjen Dikti, 2012
7. Sitem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi, Direktoran Pembelajaran dan
Kemahasiswaan, Dirjen Dikti, 2012

Anda mungkin juga menyukai