Profil KH Ahmad Dahlan
Profil KH Ahmad Dahlan
Sejak kecil, KH Ahmad Dahlan sudah mempunyai sifat yang baik, budi pekerti yang halus,
dan hati yang lunak serta berwatak cerdas. Berkat kecerdasannya itu, pada usia 8 tahun
ia sudah bisa membaca al-Qur’an dengan lancar. Tidak hanya itu, kecerdasannya juga
dibuktikan dengan kepiawaiannya dalam mempengaruhi teman-teman sepermainannya
dan dapat mengatasi segala permasalahan yang terjadi di antara mereka.
Kelebihan itulah yang menjadikan ia sering tampil sebagai pemimpin bagi teman-
temannya. Nama Muhammad Darwis telah diganti dengan Ahmad Dahlan setelah pulang
dari tanah suci.Tidak berapa lama kemudian ia menikah dengan Siti Walidah, Puteri Kyai
Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, ketua Aisyiyah
pertama yang kelak diberi gelar sebagai Pahlawan Nasional.
Dari pernikahannya dengan Siti Walidah, Ahmad Dahlan dikaruniai enam anak, yaitu
Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah.
Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda Abdullah. Ia juga pernah
menikahi Nyai Rum, adik Munawwir Krapyak. Ahmad Dahlan juga mempunyai putra dari
pernikahannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu Cianjur yang bernama
Dandanah). Ia pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta.
Pada tahun 1890 ibunya meninggal dan pada 1896 ayahnya meninggal dunia. Setelah
ayahnya meninggal, posisi Khatib Amin Kraton dan Penghulu Masjid Besar Yogyakarta
diserahkan ke Ahmad Dahlan. Sebagai Khatib Amin, Ahmad Dahlan semakin
mengukuhkan sosoknya sebagai ulama atau kyai yang memperoleh legitimasi Keraton
sebagai simbol kekuasaan dalam masyarakat Jogja.
Semasa kecilnya, KH Ahmad Dahlan tidak belajar di sekolah formal. KH Ahmad Dahlan
diasuh dan dididik mengaji oleh ayahnya sendiri. Menjelang dewasa, ia mempelajari dan
mendalami ilmu-ilmu agama kepada beberapa ulama besar, diantaranya ialah KH
Muhammad Saleh, KH Muhsin, KH R. Dahlan, KH Mahfudz dan Syekh Khayyat Sattokh,
Syekh Amin, Sayyid Bakri, serta beberapa guru lainnya.
Ketika usianya menginjak 15 tahun pada tahun 1883, atas persetujuan Kyai Ketib Amin,
KH Ahmad Dahlan memperdalam ilmu agamanya ke Makkah, sekaligus melaksanakan
ibadah haji. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-
pemikiran pembaru dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afgani, Rasyid Ridha dan
Ibnu Taimiyah.
Sepulang dari haji yang pertama, Ahmad Dahlan memulai hidup berumah tangga dengan
berdagang yang diberi modal oleh ayahnya, selain aktif mengajar mengaji. Pada tahun
1890 ibunya meninggal, menyusul pada 1896 ayah yang dicintainya juga meninggal
dunia. Karena ayahnya, K.H. Abu Bakar adalah Khatib Amin Kraton dan Penghulu Masjid
Besar Yogyakarta, maka masyarakat Yogyakarta dan tentu saja keluarga termasuk
Ahmad Dahlan benar-benar merasa kehilangan tokoh panutan.
Sejak itu pula, kegiatan sosial Ahmad Dahlan makin meningkat. Ia membuka kelas belajar
dengan membangun pondok guna menampung murid yang hendak belajar ilmu umum
seperti ilmu falaq, ilmu tauhid, dan tafsir. Ia juga intensif berkomunikasi dengan berbagai
kalangan ulama intelektual dan kalangan pergerakan seperti Budi Utomo dan Jamiat
Khair.
Namun karena merasa masih kurang ilmu, Ahmad Dahlan berangkat lagi ke Makkah
pada tahun 1903 dan menetap selama dua tahun. Saat itulah ia banyak bertemu dan
melakukan muzakarah dengan sejumlah ulama Indonesia yang bermukim di Makkah.
Pemikiran KH Ahmad Dahlan dalam berbagai bidang baik itu sosial pendidikan maupun
dakwah banyak melihat dari berbagai kejadian atau fenomena yang dianggapnya tidak
sesuai dengan ajaran Agama Islam.Sehingga fenomena tersebut mempengaruhi pola
pikir KH Ahmad Dahlan, beliau bertekad untuk melakukan pemurnian ajaran Islam
kembali.
Pemikiran atau ide-ide KH Ahmad Dahlan tidak terlepas dari hasil petualangannya dalam
rangka menimba ilmu di berbagai tempat seperti Mekah dan Kairo. Maka saat K.H.
Ahmad Dahlan menimba ilmu inilah dia banyak bertemu dengan tokoh-tokoh pembaru
Islam, yang nantinya menjadi pendorong munculnya ide-ide dan gagasan pembaruan
Islam yang dilakukan oleh KH Ahmad Dahlan.
Hampir seluruh pemikiran KH Ahmad Dahlan berangkat dari keprihatinan terhadap situasi
dan kondisi global umat Islam waktu itu yang tenggelam dalam kejumudan, kebodohan,
dan keterbelakangan. Kondisi ini semakin diperparah dengan politik kolonial belanda
yang sangat merugikan bangsa Indonesia.
Dengan realitas yang seperti itu, maka tidak heran bila Muhammadiyah yang mengusung
seluruh pemikiran dan ide menitik tekankan pada pemurnian ajaran Islam dan bidang
pendidikan. Pemikiran KH Ahmad Dahlan dalam bidang pendidikan, “bahwa pendidikan
Islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi
pekerti luhur, alim dalam agama,luas pandangan dan paham masalah ilmu ilmu
keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya”.
KH Ahmad Dahlan adalah pembaharu di bidang pendidikan, yang saat itu ada dualisme
yang terjadi di dunia pendidikan, yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan sekolah
model Belanda. Menurut KH Ahmad Dahlan, upaya strategis untuk menyelamatkan umat
Islam dari pola berpikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui
pendidikan.
Oleh karena itu, pendidikan hendaknya ditempatkan pada skala prioritas utama dalam
proses pembangunan umat. Mereka hendaknya dididik agar cerdas,kritis dan memiliki
daya analisa yang tajam dalam dinamika kehidupannya pada masa depan.
Pembaharuan yang dilakukan K.H. Ahmad Dahlan dalam hal pendidikan pada masa itu,
banyak mendapat tantangan dari masyarakat sekitar, namun karena kegigihannya ia
tetap berusaha mempertahankan ide pembaharuannya hingga bisa terkenal sampai saat
ini.