Anda di halaman 1dari 5

Analisis Kasus Dugaan Pelecehan pada Finalis Miss Universe Indonesia 2023

Kronologi Kasus dalam video:

Link: https://youtu.be/jDRbHMipwec?si=ekzbsZCpenQB18MO

JAKARTA, KOMPAS.TV - Ajang kontes kecantikan Miss Universe Indonesia 2023 tengah
disorot atas adanya dugaan pelecehan pada para finalis. Polisi telah menerima laporan dari
terduga korban dan masih menindaklanjuti laporan dugaan pelecehan dialami para Finalis Miss
Universe 2023. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko menyebut
laporan itu akan menjadi landasan Polda Metro Jaya untuk penyelidikan lebih lanjut. Sejauh ini
pelaporan telah dibuat melalui Pengacara Melissa Anggraeni kemarin di Polda Metro Jaya
Jakarta. Pengacara Melissa Anggraeni menjelaskan kronologi dugaan pelecehan seksual yang
dialami kliennya. Tanpa pemberitahuan, para finalis tiba-tiba diminta melepas busana untuk
pemeriksaan tubuh atau "body checking" dan didokumentasikan. Saat itu, bahkan ada sejumlah
pria di dalam ruangan dan bilik dalam ball room hotel hanya disekat seadanya dengan banner.
Peristiwa dugaan kekerasan seksual itu terjadi di salah satu hotel di Jakarta, pada 1 Agustus 2023
lalu saat mereka seharusnya menjalani pengepasan busana malam, 2 hari jelang malam Grand
Final di Ancol. Menurut keterangan dari Melissa, 5 dari 30 Finalis Miss Universe Indonesia 2023
mengaku diambil gambarnya ketika “Body Checking” dengan menggunakan ponsel. Menteri
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno akan menindak secara tegas jika ditemukan bukti
dugaan pelecehan Finalis Miss Universe Indonesia 2023. Menparekraf telah menerjunkan tim
untuk menginvestigasi kasus dugaan pelecehan dalam ajang pemilihan Miss Universe Indonesia
2023.

Analisi Kasus:

Teori Penegakkan Hukum

Kasus dugaan pelecehan pada finalis Miss Universe Indonesia 2023 mencerminkan tantangan
dalam penegakan hukum di Indonesia, dan analisis berdasarkan teori penegakan hukum dapat
memberikan wawasan lebih lanjut. Pertama-tama, melibatkan aparat penegak hukum, seperti
Polda Metro Jaya, menunjukkan langkah awal dalam menjaga keadilan. Kabid Humas Polda
Metro Jaya, Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko, menyatakan bahwa laporan tersebut menjadi
landasan untuk penyelidikan lebih lanjut. Hal ini mencerminkan prinsip bahwa penegakan
hukum harus didasarkan pada bukti dan proses yang sesuai.

Pengacara Melissa Anggraeni telah melaporkan dugaan pelecehan tersebut ke Polda


Metro Jaya, menyoroti peran advokasi dalam membantu korban. Dalam konteks ini, teori
penegakan hukum menekankan pentingnya akses keadilan bagi para korban, dan langkah awal
melalui laporan pengaduan menjadi kunci dalam proses ini.

Terkait dengan keberlanjutan proses hukum, melibatkan Menteri Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif, Sandiaga Uno, menunjukkan tanggung jawab pemerintah dalam memastikan keadilan.
Ancaman untuk menindak tegas jika ditemukan bukti pelecehan mencerminkan prinsip
akuntabilitas dalam penegakan hukum, dan keterlibatan Menparekraf dengan menerjunkan tim
investigasi menunjukkan upaya serius untuk mengungkap kebenaran.

Namun, tantangan muncul terkait perlindungan hak-hak individu, khususnya hak privasi
para finalis. Proses "body checking" yang dilakukan tanpa pemberitahuan dan dokumentasi yang
diduga tidak etis menyoroti kebutuhan untuk memastikan bahwa tindakan penyelidikan
mematuhi standar hak asasi manusia. Selain itu, keterlibatan media dan opini publik dapat
memengaruhi proses hukum. Teori penegakan hukum menekankan perlunya keadilan tidak
hanya dalam proses peradilan formal tetapi juga dalam opini publik. Oleh karena itu, penting
bagi penegak hukum untuk menjalankan proses dengan transparansi dan keberlanjutan, sambil
menghormati hak-hak semua pihak yang terlibat. Secara keseluruhan, kasus ini memberikan
gambaran kompleksitas dalam penegakan hukum di Indonesia, di mana proses investigasi,
advokasi, tanggung jawab pemerintah, dan perlindungan hak individu harus sejalan untuk
mencapai keadilan yang menyeluruh.

Teori Efektivitas Hukum

Kasus dugaan pelecehan pada finalis Miss Universe Indonesia 2023 dapat dianalisis berdasarkan
teori efektivitas hukum untuk mengevaluasi sejauh mana sistem hukum mampu mencapai
tujuan-tujuan tertentu, seperti keadilan dan perlindungan hak individu.
1. Akses keadilan: Kasus ini menggarisbawahi pentingnya akses keadilan bagi korban.
Efektivitas hukum memerlukan mekanisme yang memastikan bahwa individu yang
merasa dirugikan dapat dengan mudah melaporkan kasus dan mendapatkan perlindungan
hukum yang memadai. Langkah awal melibatkan kepolisian (Polda Metro Jaya)
menunjukkan upaya awal untuk memastikan akses keadilan.
2. Transparansi dan Akuntabilitas: Efektivitas hukum juga bergantung pada transparansi
dan akuntabilitas proses hukum. Dalam kasus ini, laporan pengacara Melissa Anggraeni
dan keterlibatan Menparekraf dalam menyelidiki kasus mencerminkan transparansi dan
langkah-langkah akuntabilitas dalam menanggapi dugaan pelecehan tersebut.
3. Perlindungan Hak Individu: Sistem hukum yang efektif harus mampu melindungi hak
individu, termasuk hak privasi. Proses "body checking" tanpa pemberitahuan dan
dokumentasi yang diduga tidak etis menyoroti perlunya memastikan bahwa tindakan
penyelidikan tidak merugikan hak-hak individu dan tetap mematuhi standar hak asasi
manusia.
4. Penegakan Hukum yang Cepat dan Tegas: Efektivitas hukum juga mencakup penegakan
hukum yang cepat dan tegas. Ancaman dari Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif,
Sandiaga Uno, untuk menindak tegas jika ditemukan bukti pelecehan adalah langkah
yang menunjukkan keputusan untuk memberikan sanksi yang sesuai dan mendukung
efektivitas penegakan hukum.
5. Peran Media dan Opini Publik: Dalam konteks efektivitas hukum, peran media dan opini
publik penting. Pemberitaan yang berimbang dan informasi yang akurat dapat membantu
menciptakan tekanan sosial untuk penegakan hukum yang adil dan transparan.
6. Penanganan Kasus Secara Komprehensif: Efektivitas hukum juga memerlukan
penanganan kasus secara komprehensif, termasuk perlindungan korban dan pencegahan
kejadian serupa di masa depan. Tim investigasi yang diterjunkan oleh Menparekraf
menunjukkan niat untuk menangani kasus ini dengan serius dan mencegah kejadian
serupa di masa mendatang.

Teori Lawren Friedmann

1. Komponen Struktural:
 Organizational Structure (Struktur Organisasi): Dalam konteks ini, struktur
organisasi mencakup panitia penyelenggara Miss Universe Indonesia 2023,
termasuk pihak yang bertanggung jawab atas keputusan dan prosedur dalam
kontes tersebut. Komponen struktural ini memainkan peran dalam membentuk
aturan dan kebijakan terkait perlakuan terhadap finalis.
 Power Dynamics (Dinamika Kekuasaan): Terdapat ketidakseimbangan kekuasaan
yang jelas antara finalis sebagai peserta dengan panitia penyelenggara. Finalis,
sebagai pihak yang seharusnya dilayani, mengalami ketidaksetaraan dalam proses
"body checking" yang dilakukan tanpa pemberitahuan, menyoroti kelemahan
dalam distribusi kekuasaan.
2. Substansi:
 Procedures and Accountability (Prosedur dan Akuntabilitas): Substansi kasus ini
mencakup prosedur-prosedur yang dijalankan dalam kontes kecantikan, terutama
terkait "body checking." Ketidaktahuan finalis terkait pemeriksaan tubuh dan
dokumentasi yang diduga tidak etis menunjukkan kekurangan dalam akuntabilitas
dan perlindungan hak individu.
 Legal System and Enforcement (Sistem Hukum dan Penegakan): Keterlibatan
polisi sebagai bagian dari sistem hukum mencerminkan upaya penegakan hukum.
Namun, substansi kasus ini juga mencakup bagaimana hukum dan penegakan
hukum berinteraksi dengan struktur organisasi dalam kontes kecantikan.
3. Budaya Hukum (Legal Culture):
 Respect for Individual Rights (Penghormatan terhadap Hak Individu): Budaya
hukum mencakup penghargaan terhadap hak individu. Dalam konteks ini,
penghormatan terhadap privasi dan hak-hak finalis dalam situasi "body checking"
merupakan bagian dari budaya hukum yang harus dijaga.
 Public Perception and Accountability (Persepsi Publik dan Akuntabilitas): Budaya
hukum juga dipengaruhi oleh persepsi publik. Keterlibatan media dan pernyataan
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, mencerminkan
bagaimana opini publik dapat membentuk respons pemerintah dan menekankan
pentingnya akuntabilitas dalam keputusan hukum.

Pendapat Kelompok

Kami merasa sangat prihatin dan mengutuk keras atas dugaan pelecehan yang dialami para
finalis Miss Universe Indonesia 2023. Kasus ini menyoroti seriusnya masalah keamanan dan
perlindungan hak individu, terutama dalam konteks industri kecantikan. Kami percaya bahwa
setiap kontes kecantikan harus menerapkan prosedur yang teliti dan memastikan kesejahteraan
serta hak privasi para pesertanya. Tindakan "body checking" yang dilakukan tanpa
pemberitahuan dan dokumentasi yang tidak etis merupakan pelanggaran serius terhadap hak
individu dan integritas peserta. Dalam konteks hukum, jika terbukti, pelaku dapat dikenakan
pasal-pasal terkait pelecehan seksual dan pelanggaran privasi dalam undang-undang Indonesia.
Pasal-pasal yang mungkin relevan termasuk Pasal 289 KUHP tentang pelecehan dan Pasal 27
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) terkait penyebaran informasi
pribadi tanpa izin. Hukuman yang diberikan dapat bervariasi tergantung pada beratnya
pelanggaran, namun seharusnya mencerminkan seriusnya tindakan pelecehan dan memberikan
keadilan kepada para korban. Selain itu, perlu dilakukan langkah preventif dan perbaikan
struktural dalam penyelenggaraan kontes kecantikan agar kejadian serupa tidak terulang di masa
depan.

REFERENSI

Lero Martinus Tanga, et. al., (2023). Analisis Penegakan Hukum Terhadap Aksi Pelecehan
Seksual Non Fisik di Indonesia. JURNAL HUKUM SASANA, Volume 9, No.1.

Harahap Irwan S. (2016). Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Kejahatan Seksual
dalam Perspektif Hukum Progresif. Jurnal Media Hukum, Vol. 23 No.1.

Noviasari Dilli T. (2022). Analisis Yuridis Kekerasan Seksual dalam Perlindungan Korban
Pelecehan Seksual di Sektor Pendidikan. Borobudur Law and Society Journal Vol. 1 No. 6.

Anda mungkin juga menyukai