Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

TRANSIENT ISCHEMIC ATTACK (TIA)

Disusun Oleh :

Putri Balqis
PO71202230069

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
TAHUN AKADEMIK
2023-2024
A. Definisi

Transient ischemic attack (TIA) didefinisikan sebagai tanda dan gejala stroke yang
mengalami perbaikan dalam 24 jam. Sejak 2009, definisi ini diubah menjadi sebuah episode
disfungsi neural yang terjadi akibat iskemia lokal otak atau retina yang berlangsung kurang dari
1 jam dan tidak disertai dengan bukti infark akut (National Institute for Health and Care
Excellence, 2008) (Easton JD, 2009).
TIA biasanya terjadi akibat oklusi pada pembuluh darah arteri otak. Oklusi dari pembuluh
darah ini akan menyebabkan penurunan laju aliran darah otak yang berhubungan dengan
penurunan laju aliran oksigen pada sel-sel otak. Pada TIA oklusi ini bersifat sementara sehingga
hanya menyebabkan gejala yang sementara dan dapat hilang dalam hitungan menit atau jam.
Perbaikan gejala yang berlangsung dalam waktu cepat ini menjadi tanda khas pada diagnosis
TIA (Simpson J, 2018).

B. Perbedaan Definisi TIA

Sejak 2009, TIA didefinisikan sebagai episode akut disfungsi neurologi yang bersifat
sementara diakibatkan oleh iskemi lokal serebral, medulla spinalis, dan retinal. TIA tidak
disebabkan oleh infark akut jaringan (Easton JD, 2009) [2,7] Definisi ini menekankan adanya
disfungsi jaringan yang tidak disebabkan oleh infark, berbeda dengan definisi lama yang
menekankan waktu perbaikan gejala kurang dari 24 jam. Pada definisi yang menekankan
pembatasan waktu menyebabkan pasien stroke dengan tanda infark yang nyata namun
mengalami perbaikan gejala salah didiagnosis sebagai TIA.[1,2,7]
C. Patofisiologi
Transient ischemic attack (TIA) terjadi akibat oklusi arteri. Keparahan TIA akibat oklusi
arteri bergantung pada derajat oklusi yang terjadi dihubungkan dengan beratnya obstruksi dan
lamanya obstruksi serta ada tidaknya sirkulasi kolateral yang memberikan suplai darah. Gejala
yang terjadi pada pasien bergantung juga pada fungsi dan area terjadinya oklusi. Patofisiologi
TIA tidak berbeda dengan patofisiologi stroke pada umumnya.[3]
Laju aliran darah serebral dipertahankan dalam kecepatan lebih dari 50 ml/100g/menit
dengan berbagai mekanisme. Penurunan laju aliran darah akibat oklusi awalnya akan
dikompensasi dengan meningkatkan ambilan oksigen dari dalam darah. Penurunan yang lebih
jauh lagi, biasanya kurang dari 15 ml/100g/menit akan menyebabkan kematian sel neural.
Kematian sel neural ini yang pada akhirnya menyebabkan gejala pada pasien. Apabila oklusi
yang terjadi bersifat total, maka akan terjadi penurunan laju aliran darah secara tiba-tiba dan
menyebabkan kematian sel secara tiba-tiba. Oklusi yang bersifat parsial menyebabkan gangguan
fungsi neural namun, kematian sel tidak langsung terjadi, namun dapat terjadi belakangan dalam
hitungan menit atau jam bergantung pada derajat oklusi dan upaya membebaskan aliran darah
dari oklusi.[3]

D. Efek Iskemia pada Neuron Otak


Efek iskemia pada neuron dimulai dari terjadinya aktivasi kaskade iskemia yang
kemudian berakibat pada deplesi oksigen atau glukosa sehingga menyebabkan penurunan
produksi energi (ATP). Berbagai perubahan terjadi pada tingkat sel pada kejadian iskemia
dimulai dari kegagalan pembentukan ATP di mitokondria yang menyebabkan induksi apoptosis
sel, penurunan fungsi pompa ion pada membran sel yang menyebabkan gangguan keseimbangan
natrium, klorida dan kalsium dan pada akhirnya menyebabkan edema sitotoksik serta pelepasan
neurotransmiter eksitatori. Selain itu, juga dapat terjadi pembentukan radikal bebas dan reactive
oxygen species. Keseluruhan kaskade ini berakhir pada apoptosis sel.[8]
Pada eksperimen hewan coba ditemukan bahwa bila edema sitotoksik terjadi dalam waktu 15
menit atau kurang, maka kerusakan sel yang terjadi bersifat minimal, namun bila oklusi terjadi
lebih dari 2 jam maka akan terjadi proses infark yang nyata. Hal ini berimplikasi secara klinis,
yakni penundaan waktu menatalaksana pasien TIA akan menurunkan keberhasilan pemulihan
gejalanya. Bila gejala yang terjadi bertahan lebih dari 3 jam maka kemungkinan pemulihan
gejala dalam 24 jam hanya 2%.[3]

E. Etiologi Transient Ischemic Attacck (TIA)

Terdapat beberapa kemungkinan etiologi penyakit yang dapat menyebabkan transient


ischemic attack (TIA). Namun pada kasus TIA, penentuan etiologi tidak menjadi fokus utama,
melainkan penentuan dan penanganan kegawatdaruratan yang terjadi. Beberapa kondisi yang
dapat menyebabkan TIA adalah:
a. Gangguan Vaskular
Gangguan vaskular berupa aterosklerosis yang terjadi pada pembuluh darah karotis ekstrakranial,
arteri vertebral dan arteri intrakranial. Selain itu, gangguan vaskular penyebab TIA juga dapat
berupa diseksi aorta, arteritis, noninfectious necrotizing vasculitis, serta gangguan vaskular
sekunder akibat obat-obatan, radiasi, trauma lokal, dan penyakit jaringan ikat.
b. Gangguan Jantung
Gangguan jantung yang dapat menyebabkan emboli berupa penyakit valvular, fibrilasi atrial,
kelainan lengkung aorta, atau emboli paradoksikal pada pasien dengan patent foramen
ovale (PFO) atau atrial septal defect (ASD)

Penyebab Lain
TIA juga dapat disebabkan oleh penggunaan obat simpatomimetik seperti
kokain, hypercoagulable states, emboli akibat massa tumor, atau massa hematoma subdural.[4]
Penyebab TIA sama dengan stroke penyumbatan, yaitu karena adanya penimbunan kolesterol di
dinding pembuluh darah otak atau adanya gumpalan darah dalam aliran darah ke otak dari bagian
tubuh lain, seringkali berasal dari jantung, yang antara lain dapat berupa:
1. Trombosis.: proses koagulasi dalam pembuluh darah yang berlebihan sehingga menghambat
aliran darah dalam sistem kardiovaskuler
2. Embolisme : penyumbatan pembuluh darah yang terjadi di berbagai bagian tubuh oleh
embolus (zat asing) yang bergerak melalui aliran darah dan kemudian bersarang di dalamnya.
3. Perdarahan serebri : perdarahan otak

TIA pada Anak


TIA pada anak memiliki etiologi yang berbeda dibanding dewasa. TIA pada anak dapat
disebabkan oleh penyakit jantung bawaan/kongenital, gangguan pembekuan darah, infeksi sistem
saraf pusat, atau berbagai penyakit lainnya seperti vaskulitis, displasia fibromuskular, Sindrom
Marfan, neurofibromatosis, Tuberous sclerosis, penyakit Sickle Cell, arteriopati fokal
dan Idiopathic progressive arteriopathy of childhood. Massa tumor juga merupakan salah satu
etiologi yang harus dipertimbangkan. Pada kasus yang jarang, TIA dapat diakibatkan
penyalahgunaan kokain pada anak.[4]

F. Tanda dan Gejala

Gejala Transient Ischemic Attack mirip dengan stroke biasa. Berikut adalah beberapa gejalanya,
tergantung bagian mana dari sistem peredaran darah dan otak yang terkena:

a. Masalah penglihatan di salah satu atau kedua mata, termasuk penglihatan ganda dan
kebutaan sementara
b. Pusing, bingung, dan lemah
c. Kesulitan berbicara, termasuk berbicara dengan intonasi kacau
d. Tidak dapat berjalan (ataxia)
e. Kehilangan ingatan atau kesadaran secara tiba-tiba
f. Kesulitan koordinasi tangan dan lengan
g. Lemah atau lumpuh di satu sisi tubuh.

Tanda-tandanya:

a. Salah satu sisi tubuh terasa kebas (mati rasa) dan berat
b. Kesulitan menggerakkan lengan, leher, wajah hanya pada satu sisi tubuh
c. Pandangan kabur dan suram, atau segala sesuatu tampak dobel bahkan tak bisa melihat
sama sekali.
d. Susah bicara, huruf atau kata yang diucapkan berantakan
e. Sulit mengerti suatu susunan huruf
f. Merasa sulit berdiri tegak dan berjalan lurus, pusing, atau jadi ceroboh

G. Fisiologis

Stroke sementara ini disebabkan oleh sumbatan bekuan darah, penyempitan pembuluh
darah, sumbatan dan penyempitan atau pecahnya pembuluh darah bahkan kelainan jantung,
semua ini menyebabkan kurangnya pasokan darah yang memadai. Sehingga dapat menyebabkan
kerusakan/kematian sel saraf otak, akibatnya sistem saraf terganggu

H. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan CT (Computed Tomography)


2. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
3. MRA (Magnetic Resonance Angiography)
4. Ultrasonografi Doppler transkranial dapat dipakai untuk mendiagnosis oklusi atau stenosis
arteri intrakranial besar. Gelombang intrakranial yang abnormal dan pola aliran kolateral dapat
juga dipakai untuk menentukan apakah suatu stenosis pada leher menimbulkan gangguan
hemodinamik yang bermakna.
I. Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan:

a. Membatasi atau memulihkan iskemia akut yang sedang berlangsung (3-6 jam
pertama) menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinant tissue-plasminogen
activator). Pengobatan ini hanya boleh diberikan pada stroke iskemik dengan waktu
onset < 3 jam dan hasil CT Scan normal. Obat ini sangat mahal dan hanya dapat
dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas yang lengkap.
b. Pertimbangkan pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau
iskemia miokard. Bila terdapat fibrilasi atrium respons cepat maka dapat diberikan
digoksin 0,125-0,5 mg intravena atau verapamil 5-10 mg intravena atau amiodaron 200
mg drips dalam 12 jam.
c. Tekanan darah yang tinggi pada stroke iskemik tidak boleh terlalu cepat
diturunkan.Akibat penurunan tekanan darah yang terlalu agresif pada stroke iskemik
akut dapat memperluas infark dan perburukan neurologis.

J. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan TIA (Transient Ischemic Attack)


a) Pengkajian
Untuk mengetahui permasalahan yang ada pada klien dengan stroke infark perlu dilakukan
pengkajian yang lebih menyeluruh dan mendalam dari berbagai aspek yang ada sehingga
dapat ditemukan masalah-masalah yang ada pada klien dengan stroke infark.
1. Aktivitas atau istirahat
Pada klien dengan stroke infark akan mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas
ataupun istirahat, hal ini dapat diketahui melalui gejala dan tanda sebagai berikut :
Gejala : merasa kesulitan dalam melakukan aktifitas karena kelemahan, kehilangan
sensasi atau paralisis ( hemiplegi ), merasa mudah lelah, susah untuk beristirahat.
Tanda : gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), kelemahan umum, gangguan
penglihatan dan gangguan tingkatan kesadaran.
2. Sirkulasi
Pada klien dengan stroke infark akan mengalami perubahan dalam sistem sirkulasi, hal
ini dapat diketahui melalui gejala dan tanda sebagai berikut :
Gejala : adanya penyakit jantung, polisitemia
Tanda : hipertensi arterial, frekuensi nadi dapat bervariasi, distrimia, perubahan EKG
3. Integritas Ego
Pada klien dengan stroke infark akan merasakan suatu perubahan keadaan emosional
dalam dirinya, hal ini dapat diketahui melalui gejala dan tanda sebagai berikut :
Gejala : perasaan tidak berdaya dan putus asa.
Tanda : emosi yang labil, ketidaksiapan untuk marah , sedih, gembira dan kesulitan untuk
mengekspresikan diri.
4. Eliminasi
Pada klien dengan stroke infark akan mengalami perubahan dalam kebutuhan
eliminasinya, baik kebutuhan bak maupun bab, hal ini dapat diketahui melalui gejala
sebagai berikut :
Gejala : perubahan pola kemih, distensi abdomen, bising usus negatif.
5. Makan / Minum
Pada klien dengan stroke infark akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan
makan dan minum, hal ini dapat diketahui melalui gejala dan tanda sebagai berikut :
Gejala : nafsu makan hilang, mual muntah, kehilangan sensasi pada lidah, pipi dan
tenggorokan, disfagia, ada riwayat diabetes mellitus, peningkatan lemak dalam darah.
Tanda : kesulitan menelan, obesitas.
6. Neurosensori
Pada klien dengan stroke infark akan mengalami gangguan pada sistem neurosensorinya,
hal ini dapat diketahui melalui gejala dan tanda sebagai berikut :
Gejala : pusing, sakit kepala, kelemahan atau kesemutan, kebas, penglihatan menurun,
penglihatan ganda, gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
Tanda : gangguan fungsi kognitif, kelemahanatau paralisis, afasia, kehilangan
kemampuan untuk mengenali atau menghayati rangsangan visual, pendengaran,
kekakuan muka dan kejang.
7. Nyeri atau Kenyamanan
Pada klien dengan stroke infark akan merasakan suatu keadaan ketidaknyamanan, hal ini
dapat diketahui melalui gejala dan tanda sebagai berikut :
Gejala : sakit kepala
Tanda : tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot
8. Pernafasan
Pada klien dengan stroke infark biasanya akan mengalami masalah dalam sistem
pernafasannya, hal ini dapat diketahui melalui gejala dan tanda sebagai berikut :
Gejala : merokok
Tanda : ketidak mampuan menelan , batuk ataupun tambatan jalan nafas, pernafasan sulit,
suara nafas terdengar ronkhi.
9. Keamanan
Pada klien dengan stroke infark akan sangat rentan terhadap faktor keamanan, hal ini
dapat diketahui melalui tanda sebagai berikut :
Tanda : masalah dengan penglihatan, tidak mampu mengenali objek, gangguan regulasi
suhu tubuh, kesulitan dalam menelan, perhatian sedikit terhadap keamanan.
10. Interaksi sosial.
Pada klien dengan stroke infark biasanya akan mengalami kesulitan dalam melakukan
sosial dengan lingkungan sekitarnya, hal ini dapat diketahui melalui tanda sebagai
berikut:
Tanda : masalah bicara, ketidak mampuan untuk berkomunikasi
11. Penyuluhan atau Pembelajaran
Pada klien dengan stroke infark sangat diperlukan penyuluhan / pembelajaran untuk
mencegah masalah lebih lanjut, hal ini dapat diketahui melalui gejala sebagai berikut :
Gejala : adanya riwayat hipertensi pada keluarga dan stroke
K. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien stroke untuk mengetahui penyebab dan
daerah yang terkena menurut Doenges (1999) adalah sebagai berikut :
1) Angiografi Serebral : membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik.
2) CT Scan : memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan infark.
3) Pungsi lumbal : menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis emboli
serebral dan TIA.
4) MRI : menunjukan adanya daerah yang mengalami infark, haemoragik, malformasi
arteriovena.
5) Ultrasonografi Doppler : mengidentifikasikan penyakit arterivena.
6) EEG : mengidentifikasi masalah yang didasarkan pada gelombang otak dan mungkin
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7) Sinar X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi karotis interna dan parsial dinding
aneurisma.
L. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian yang telah didapat atau terkaji, kemudian data dikumpulkan
maka dilanjutkan dengan analisa data untuk menentukan diagnosa keperawatan yang ada
pada klien dengan stroke infark.Diagnosa keperawatan pada klien stroke adalah sebagai
berikut :
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan tidak adekuatnya suplai darah
serebral, gangguan oklusif, haemoragik, vasospasme serebral, edema serebral.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromoskuler, kelemahan,
paralisis.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia, kesulitan
menelan dan menurunnya nafsu makan.
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sensorik, immobilisasi,
inkontinensia, perubahan status nutrisi.
5. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral,
kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus atau kekuatan otot, kelemahan/kelelahan
umum.
6. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi sensori, transmisi,
integritas, stress, psikologis.
7. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan
kekuatan dan ketahanan kerusakan kognitif, nyeri, depresi.
8. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan berhubungan dengan
keterbatasan pengetahuan, tidak mengenal sumber-sumber informasi.

M. Perencanaan Keperawatan
Setelah diagnosa keperawatan pada klien dengan stroke infark ditemukan, maka dilanjutkan
dengan menyusun perencanaan untuk masing-masing diagnosa yang meliputi prioritas
diagnosa keperawatan, penetapan tujuan dan kriteria evaluasi sebagai berikut :
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan tidak adekuatnya suplai darah
serebral, gangguan oklusif, hemoragik, vasospasme serebral, edema serebral
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromoskuler, kelemahan,
paralisis.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia, kesulitan
menelan dan menurunnya nafsu makan.
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sensorik, immobilisasi,
inkontinensia, perubahan status nutrisi.
5. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral,
kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus atau kekuatan otot, kelemahan/kelelahan
umum.
6. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi sensori, transmisi,
integritas, stress, psikologis.
7. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan
kekuatan dan ketahanan kerusakan kognitif, nyeri, depresi.
8. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan berhubungan dengan
keterbatasan pengetahuan, tidak mengenal sumber-sumber informasi.

N. Pelaksanaan
Setelah perencanaan keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan yang
prioritas maka langkah selanjutnya adalah pelaksanaan tindakan keperawatan. Pelaksanaan
merupakan pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada
tahap perencanaan dan merupakan tindakan yang bermanfaat bagi klien berhubungan
dengan diagnosa keperawatan dan tujuan yang telah ditetapkan yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien
dapat berupa tindakan mandiri maupun tindakan kolaborasi. Terkait dengan masalah yang ada
pada pasien stroke, maka pelaksanaan tindakan keperawatan ditujukan pada klien, perawat dan
keluarga.
Evaluasi proses keperawatan terdiri dari evaluasi kwantitatif yaitu penilaian yang dilihat
dari jumblah kegiatan. Evaluasi kwalitatif yaitu evaluasi mutu yang difokuskan pada tiga
dimensi yang saling terkait. Evaluasi struktur / sumber yaitu terkait dengan tenaga manusia /
bahan-bahan yang diperlukan dalam pelaksanan kegiatan. Evaluasi proses (evaluasi formatif)
yaitu pernyataan yang mencerminkan pengalaman perawatan dan analisa respon pasien segera
setelah intervensi. Evaluasi hasil (evaluasi sumatif) yaitu pernyataan yang mencerminkan suatu
observasi untuk menilai sejauh mana pencapaian tujuan berdasarkan kriteria yang ditetapkan.
Pelaksanaan pada klien meliputi melakukan, membantu, mengarahkan kebutuhan dan
aktivitas kehidupan sehari-hari kilen yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi klien
pada saat itu. Pada perawat ditujukan untuk memberikan arahan dalam melakukan tindakan
keperawatan yang berpusat pada klien sehingga tujuan dapat tercapai. Pada keluarga ditujukan
untuk memahami kebutuhan klien dan memotivasi klien untuk mempertahankan dan
meningkatkan status kesehatannya.

Dalam pelaksanaan tindakan, langkah yang dilakukan pertama kali adalah mengkaji
kembali keadaan klien untuk menentukan apakan tindakan keperawatan yang direncanakan
masih sesuai kondisi klien saat itu, memvalidasi rencana keperawatan untuk menentukan apakah
tindakan keperawatan yang direncanakan masih dilanjutkan atau dimodifikasi sesuai keadaan
klien saat itu, menentukan kebutuhan dan bantuan yang diberikan pada klien baik dalam bentuk
pengetahuan maupun keterampilan keperawatan serta menetapkan strategi tindakan yang akan
dilakukan dan mengkomunikasikan intervensi keperawatan, selain itu juga dalam pelaksanaan
tindakan keperawatan didokumentasikan dalam catatan keperawatan. Dalam pendokumentasian
catatan keperawatan hal yang perlu didokumentasikan adalah waktu tindakan dilakukan,
tindakan dan respon klien serta diberi tanda tangan sebagai aspek legal dari dokumentasi yang
dilakukan.
O. Evaluasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan maka perlu dilakukan kaji ulang terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan apakah masalah yang muncul pada klien dapat teratasi secara
maksimal atau tidak untuk itu perlu dilakukan evaluasi. Evaluasi merupakan tahap akhir dari
proses keperawatan yang mengukur seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai
berdasarkan standar atau kriteria yang telah ditetapkan. Evaluasi merupakan aspek penting di
dalam proses keperawatan, karena menghasilkan kesimpulan apakah intervensi keperawatan
diakhiri atau ditinjau kembali atau dimodifikasi. Prinsip evaluasi adalah obyektivitas yaitu
mengukur keadaan yang sebenarnya, reabilitas yaitu ketepatan hasil ukuran dan validitas yaitu
mengukur dengan tepat harus dapat dipertahankan agar keputusan yang diambil tepat.

Adapun langkah-langkah evaluasi keperawatan terdiri dari, mengumpulkan data


keperawatan pasien, menafsirkan (mengiterprestasikan) perkembangan pasien, membandingkan
dengan keadaan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan dengan menggunakan kriteria
pencapaian tujuan yang telah di tetapkan, mengukur dan membandingkan perkembangan pasien
dengan standar normal yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA

1. National Institute for Health and Care Excellence. Stroke and transient ischemic attack in
over 16s: diagnosis and initial management. 2008. Dapat diakses pada:
nice.org.uk/guidance/cg68
2. Easton JD, Saver JL, Albers GW, Alberts MJ, Chaturvedi S, et al. Definition and
Evaluation of Transient Ischemic Attack A Scientific Statement for Healthcare
Professionals From the American Heart Association/American Stroke Association Stroke
Council; Council on Cardiovascular Surgery and Anesthesia; Council on Cardiovascular
Radiology and Intervention; Council on Cardiovascular Nursing; and the
Interdisciplinary Council on Peripheral Vascular Disease. Stroke. 2009;40:2276-2293.
3. Simpson J, Cumbler E. Transient Ischemic Attack. BMJ Best Practice. 2018
4. Nanda A. Transient Ischemic Attack. 2017. Dapat diakses pada:
https://emedicine.medscape.com/article/1910519-overview#a1
5. NICE Guideline. Transient ischemic attack. 2018. Dapat diakses pada:
http://pathways.nice.org.uk/pathways/stroke
6. Albers GW, Caplan LR, Easton JD, Fayad PB, Mohr JP, Saver JL, et al. Transient
ischemic attack--proposal for a new definition. N Engl J Med. 2002 Nov 21.
347(21):1713-6
7. Kapita Selekta Kedokteran Bagian llmu Penyakit Syaraf : Media Aesculapius;
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2000.
8. Prof. DR.dr. S.M. Lumbantobing : Stroke Bencana Peredaran Darah di Otak : Fakultas
Keodkteran Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai