Laporan Minipro Oa Fix
Laporan Minipro Oa Fix
OLEH :
dr. Maria Aprilla Weking
Pembimbing :
dr. Nia Prahestiningsih
Laporan mini project ini telah disetujui, diperiksa, dan dipertahankan dihadapan pendamping
internship Puskesmas Pembantu Pela Mampang 1
Pendamping Internship
________________________
dr. Nia Prahestiningsih
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia-Nya peneliti dapat
menyelesaikan tugas laporan mini project yang diberikan oleh Puskesmas Pembantu Pela Mampang,
Jakarta Selatan. Laporan ini dibuat berdasarkan data penelitian yang telah dilaksanakan peneliti
selama kurang lebih 1 bulan.
Tidak lupa peneliti mengucapkan terima kasih kepada pihak yang turut membantu dalam
penyusunan karya tulis ilmiah ini, antara lain kepada:
1. Dr. Nia Prahestiningsih, selaku pendamping internship yang telah membimbing dan
mendukung penuh pelaksanaan penelitian dan pembuatan mini project ini.
2. Kedua orang tua yang telah mendukung baik secara moril maupun materil.
3. Serta seluruh pihak yang telah membantu peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung
yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu.
Peneliti menyadari masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan penelitian dan pembuatan
laporan ini. Oleh karena itu, peneliti terbuka atas kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan mini project ini.
Akhir kata, peneliti sangat berharap mini project ini dapat bermanfaat dan memperkaya
lingkup pengetahuan bagi pembaca maupun penulis sendiri.
Dokter Internship
dr. Maria Aprilla Weking
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................................2
KATA PENGANTAR...................................................................................................3
BAB I
PENDAHULUAN.........................................................................................................4
1.1. Latar Belakang.........................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................................5
1.3. Tujuan.....................................................................................................................5
1.4. Manfaat...................................................................................................................6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................7
2.1. Puskesmas Kelurahan Pela Mampang….................................................................7
2.2. Definisi OA...........................................................................................................12
2.3. Etiologi...................................................................................................................13
2.4. Faktor Risiko.........................................................................................................13
2.5. Klasifikasi.............................................................................................................16
2.6. Pengobatan............................................................................................................25
2.7. Pencegahan.............................................................................................................29
2.8. Komplikasi ……………………………………………………………………….33
2.9. Prognosis …………………………………………………………………………35
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN...................................................................................31
3.1. Ruang Lingkup Penelitian.....................................................................................31
3.2. Jenis dan Rancangan Penelitian.............................................................................31
3.3. Tempat dan Waktu Penelitian...............................................................................31
3.4. Populasi dan Sampel Penelitian............................................................................31
3.5. Alat Ukur Penelitian...............................................................................................31
3.9. Alur Penelitian......................................................................................................32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................................................37
4.1. Identifikasi Kemungkinan Penyebab Masalah......................................................37
4.2. Identifikasi Masalah Terbanyak.............................................................................37
4.3. Menentukan Prioritas Masalah..............................................................................38
4.4. Menentukan Pemecahan Masalah.........................................................................38
4.6. Rencana Penerapan Plan of Action (POA)............................................................39
4.7. Pelaksanaan Plan of Action (POA).......................................................................41
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................................43
5.1. Kesimpulan...........................................................................................................43
5.2. Saran.....................................................................................................................43
DAFTARPUSTAKA………………………………………………………………………….44
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan Mini Project ini dengan baik. Penulis
melaksanakan Mini Project untuk memenuhi tugas program Dokter Internsip serta menambah
wawasan dan keterampilan di bidang kesehatan masyarakat.
Dengan rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Nia Prahestiningsih selaku Kepala Puskesmas Kelurahan Pela Mampang dan
pendamping dokter Internsip
2. Dokter, perawat, bidan, dan karyawan/wati yang membantu dalam dukungan emosional
3. Teman-teman Program Internsip Dokter Indonesia Periode 2023 wahana RSUD Pasar
Minggu
4. Semua pihak yang namanya tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan mini project ini
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa mini project ini tidak sempurna, oleh karena itu
penulis mengharapkan saran dan masukan demi perbaikan selanjutnya.
Hormat Saya
Profil Puskesmas
Puskesmas Kelurahan Pela Mampang wilayah kerjanya adalah dengan luas wilayah
157,70 Ha, terdiri dari 14 RW dan 157 RT dengan batas-batas wilayah sebagai
berikut:
a. Sebelah Barat : Kali Krukut dan Kecamatan Kebayoran Baru
b. Sebelah Selatan : Jalan Bangka IX, Kelurahan Bangka
c. Sebelah Timur : Kali Mampang (Kel. Mp. Prapatan & Tegal Parang)
d. Sebelah Utara : Jl. Kapten P. Tendean (Kelurahan Kuningan Barat)
Peruntukan Wilayah Kelurahan Pela Mampang sebagian besar peruntukan
perumahan, sedangkan sebagian kecilnya adalah merupakan bagian fasilitas umum,
jasa/komersial/perkantoran, pemerintahan dan daerah hijau tanpa bangunan. Apabila
dilihat berdasarkan RBWK Tahun 1985–2005 peruntukan Wilayah Kelurahan Pela
Mampang adalah sebagai berikut:
1. Perumahan : 61 Ha
2. Fasilitas Umum : 9,50 Ha
3. Jasa Komersial / Perkantoran : 12,30 Ha
4. Pemerintahan : 15,50 Ha
5. Perumahan dan KDB Rendah : 30 Ha
6. Bangunan Umum KDB Rendah : 21 Ha
7. Hijau tanpa bangunan : 13 Ha
Dari 5 Kelurahan yang paling banyak memiliki jumlah RT dan RW adalah kelurahan
Pela Mampang yaitu 157 RT dan untuk jumlah KK yang paling banyak di Kelurahan
Pela Mampang sebanyak 21.205 kartu keluarga.
Gambar Peta RW di Kelurahan Pela Mampang
Fasilitas Kesehatan
No UKBM Jumlah
1. Posyandu 45
2. Posbindu 13
3. Posyandu Lansia 13
Jumlah 71
Kelurahan Pela Mampang juga memiliki beberapa klinik atau fasilitas kesehatan
swasta yang menunjang Puskesmas, yaitu:
1 Praktek Mandiri 11
2 Klinik 10
3 Apotek 2
4 Tradisional -
Jumlah 23
Struktur Organisasi
Keadaan Demografi
Berdasarkan data dari Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Jakarta Selatan,
jumlah penduduk wilayah Kelurahan Pela Mampang adalah sebanyak 53,509 orang terdiri
dari 26,925 laki-laki dan 26,584 perempuan.
Definisi OA
Osteoartritis (OA) adalah gangguan yang ditandai dengan degenerasi struktural dan
fungsional kronis dari seluruh sendi. Patofisiologi OA merupakan degenerasi, destruksi, dan hingga
hilangnya kartilago artikular, yang bersamaan dengan perubahan pada jaringan lunak lainnya. OA
dapat didefinisikan secara radiologis, klinis, atau patologis.2
2.2 Epidemiologi
Menurut WHO pada tahun 2025 populasi usia lanjut di Indonesia akan meningkat 414%
dibanding tahun 1990. Di Indonesia prevalensi OA lutut yang tampak secara radiologis mencapai
15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita yang berumur antara 40-60 tahun.3
Penelitian di Bandung pada pasien yang berobat ke klinik reumatologi RSHS pada tahun 2007
dan 2010, berturutturut didapatkan: OA merupakan 74,48% dari keseluruhan kasus (1297) reumatik
pada tahun 2007. Enam puluh sembilan persen diantaranya adalah wanita dan kebanyakan merupakan
OA lutut (87%). Dan dari 2760 kasus reumatik pada tahun 2010, 73% diantaranya adalah penderita
OA, dengan demikian OA akan semakin banyak ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari. 3
2.3 Etiologi
Secara garis besar, terdapat dua pembagian faktor risiko OA yaitu faktor predisposisi dan
faktor biomekanis. Faktor predisposisi merupakan faktor yang memudahkan seseorang untuk
terserang OA. Sedangkan faktor biomekanik lebih cenderung kepada faktor mekanis / gerak tubuh
yang memberikan beban atau tekanan pada sendi lutut sebagai alat gerak tubuh, sehingga
meningkatkan risiko terhadinya OA.5
b. Jenis Kelamin
Prevalensi OA pada laki-laki sebelum usia 50 tahun lebih tinggi dibandingkan perempuan,
tetapi setelah usia lebih dari 50 tahun prevalensi perempuan lebih tinggi menderita OA dibandingkan
laki-laki. Perbedaan tersebut menjadi semakin berkurang setelah menginjak usia 80 tahun. Hal
tersebut diperkirakan karena pada masa usia 50 – 80 tahun wanita mengalami pengurangan hormon
estrogen yang signifikan.
c. Ras/ Etnis
Prevalensi OA pada penderita di negara Eropa dan Amerika tidak berbeda, sedangkan suatu
penelitian membuktikan bahwa ras Afrika – Amerika memiliki risiko menderita OA 2 kali lebih besar
dibandingkan ras Kaukasia. Penduduk Asia juga memiliki risiko menderita OA lebih tinggi
dibandingkan Kaukasia. Suatu studi lain menyimpulkan bahwa populasi kulit berwarna lebih banyak
terserang OA dibandingkan kulit putih.
2. Faktor Genetik
Faktor genetik diduga juga berperan pada kejadian OA, hal tersebut berhubungan dengan
abnormalitas kode genetic untuk sintesis kolagen yang bersifat diturunkan.
a. Kebiasaan Merokok
Banyak penelitian telah membuktikan bahwa ada hubungan positif antara merokok dengan
OA. Merokok meningkatkan kandungan racun dalam darah dan mematikan jaringan akibat
kekurangan oksigen, yang memungkinkan terjadinya kerusakan tulang rawan. Rokok juga dapat
merusakkan sel tulang rawan sendi. Hubungan antara merokok dengan hilangnya tulang rawan pada
OA dapat dijelaskan sebagai berikut :
i. Merokok dapat merusak sel dan menghambat proliferasi sel tulang rawan sendi.
ii. Merokok dapat meningkatkan tekanan oksidan yang mempengaruhi hilangnya tulang rawan.
iii. Merokok dapat meningkatkan kandungan karbon monoksida dalam darah, menyebabkan
jaringan kekurangan oksigen dan dapat menghambat pembentukan tulang rawan.
Di sisi lain, terdapat penelitian yang menyimpulkan bahwa merokok memiliki efek protektif
terhadap kejadian OA. Hal tersebut diperoleh setelah mengendalikan variabel perancu yang potensial
seperti berat badan.
b. Konsumsi Vitamin D
Orang yang tidak biasa mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin D memiliki
peningkatan risiko 3 kali lipat menderita OA.
4. Faktor Metabolik
a. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko terkuat yang dapat dimodifikasi. Selama berjalan, setengah
berat badan bertumpu pada sendi lutut. Peningkatan berat badan akan melipatgandakan beban sendi
lutut saat berjalan. Studi di Chingford menunjukkan bahwa untuk setiap peningkatan Indeks Massa
Tubuh (IMT) sebesar 2 unit (kira-kira 5 kg berat badan), rasio odds untuk menderita OA secara
radiografik meningkat sebesar 1,36 poin. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa semakin berat
tubuh akan meningkatkan risiko menderita OA. Kehilangan 5 kg berat badan akan mengurangi risiko
OA secara simtomatik pada wanita sebesar 50%. Demikian juga peningkatan risiko mengalami OA
yang progresif tampak pada orang-orang yang kelebihan berat badan dengan penyakit pada bagian
tubuh tertentu.
b. Osteoporosis
Hubungan antara OA dan osteoporosis mendukung teori bahwa gerakan mekanis yang
abnormal tulang akan mempercepat kerusakan tulang rawan sendi. Suatu studi menunjukkan bahwa
terdapat kasus OA lutut tinggi pada penderita osteoporosis.
c. Penyakit lain
OA terbukti berhubungan dengan diabetes mellitus, hipertensi dan hiperurikemi, dengan
catatan pasien tidak mengalami obesitas.
d. Histerektomi
Prevalensi OA pada wanita yang mengalami pengangkatan rahim lebih tinggi dibandingkan
wanita yang tidak mengalami pengangkatan rahim. Hal ini diduga
berkaitan dengan pengurangan produksi hormon estrogen setelah dilakukan pengangkatan rahim.
e. Menisektomi
Osteoartritis lutut dapat terjadi pada 89% pasien yang telah menjalani menisektomi.
Menisektomi merupakan operasi yang dilakukan di daerah lutut dan telah diidentifikasi sebagai faktor
risiko penting bagi OA. Hal tersebut dimungkinkan karena beberapa hal berikut ini :
i. Hilangnya jaringan meniskus akibat menisektomi membuat tekanan berlebih pada tulang
rawan sendi sehingga memicu timbulnya OA.
ii. Bagi pasien yang mengalami menisektomi, degenerasi meniskal dan robekan mungkin
menjadi lebih luas dan perubahan pada tulang rawan sendi akan lebih besar daripada mereka
yang tidak melakukan menisektomi.
2.4.2 Faktor Biomekanis
1. Riwayat Trauma Lutut
Trauma lutut yang akut termasuk robekan pada ligamentum krusiatum dan meniskus
merupakan faktor risiko timbulnya OA. Studi Framingham menemukan bahwa orang dengan riwayat
trauma lutut memiliki risiko 5 – 6 kali lipat lebih tinggi untuk menderita OA. Hal tersebut biasanya
terjadi pada kelompok usia yang lebih muda serta dapat menyebabkan kecacatan yang lama dan
pengangguran.
2. Kelainan Anatomis
Faktor risiko timbulnya OA antara lain kelainan lokal pada sendi lutut seperti genu varum,
genu valgus, Legg – Calve – Perthes disease dan displasia asetabulum. Kelemahan otot kuadrisep dan
laksiti ligamentum pada sendi lutut termasuk kelainan lokal yang juga menjadi faktor risiko OA.
3. Pekerjaan
Osteoartritis banyak ditemukan pada pekerja fisik berat, terutama yang banyak menggunakan
kekuatan yang bertumpu pada lutut. Prevalensi lebih tinggi menderita OA ditemukan pada kuli
pelabuhan, petani dan penambang dibandingkan pada pekerja yang tidak banyak menggunakan
kekuatan lutut seperti pekerja administrasi. Terdapat hubungan signifikan antara pekerjaan yang
menggunakan kekuatan lutut dan kejadian OA.
4. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik berat seperti berdiri lama (2 jam atau lebih setiap hari), berjalan jarak jauh (2
jam atau lebih setiap hari), mengangkat barang berat (10 kg – 50 kg selama 10 kali atau lebih setiap
minggu), mendorong objek yang berat (10 kg – 50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu), naik
turun tangga setiap hari merupakan faktor risiko OA.
5. Kebiasaan Olahraga
Atlit olah raga benturan keras dan membebani lutut seperti sepak bola, lari maraton dan kung
fu memiliki risiko meningkat untuk menderita OA. Kelemahan otot kuadrisep primer merupakan
faktor risiko bagi terjadinya OA dengan proses menurunkan stabilitas sendi dan mengurangi shock
yang menyerap materi otot. Tetapi, di sisi lain seseorang yang memiliki aktivitas minim sehari-hari
juga berisiko mengalami OA. Ketika seseorang tidak melakukan gerakan, aliran cairan sendi akan
berkurang dan berakibat aliran makanan yang masuk ke sendi juga berkurang. Hal tersebut akan
mengakibatkan proses degeneratif menjadi berlebihan.
2.5 Patofisiologi
Manifestasi Klinis
1. Nyeri Sendi
Nyeri sendi merupakan keluhan utama yang sering dirasakan penderita ketika berkunjung ke
dokter, meskipun sebelumnya perrnah mengalami kaku sendi dan deformitas. Nyeri ini akan
bertambah berat saat melakukan gerakan dan akan berkurang bila penderita istirahat.
2. Kaku Sendi
Kaku sendi pada osteoartritis dapat terjadi setelah imobilitas, seperti duduk dalam waktu
cukup lama atau bahkan setelah bangun tidur dan berlangsung kurang dari 30 menit3
3. Hambatan Gerak Sendi
Hambatan gerak pada osteoartritis disebabkan oleh nyeri, inflamasi, fleksi menetap, kelainan
sendi atau deformitas. Hambatan gerak tergantung pada lokasi dan beratnya kelainan sendi yang
terkena. Biasanya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit, sampai sendi hanya bia
digoyangkan dan menjadi kontraktur. Hambatan gerak dapat konsentris ( seluruh arah gerakan )
maupun eksentris ( salah satu arah gerakan).
4. Krepitasi
Gejala ini lebih berarti untuk pemeriksaan klinis OA lutut. Pada awalnya hanya berupa
perasaan akan adanya seuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa. Dengan
bertambah beratnya penyakit, krepitasi dapat terdengar sampai jarak tertentu.
5. Pembengkakan Sendi
Pembengkakan sendi dapat terjadi karena efusi pada sendi yang biasanya tak banyak (< 100
cc).Deformitas dapat terlihat pada sendi yang terkena yang disebabkan terbentuknya osteofit. Tanda-
tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata dan
warna kemerahan) mungkin dijumpai pada osteoartritis karena adanya sinovitis.
6. Perubahan Gaya Berjalan
Gangguan berjalan dan gangguan fungsi sendi yang lain merupakan ancaman yang besar
untuk kemandirian penderita usia lanjut. Keadaan ini hamper selalu berhubungan dengan nyeri kerana
menjadi tumpuan berat badan. Terutama dijumpai pada OA lutut, sendi paha dan OA tulang belakang
dengan stenosis spinal. Pada sendi-sendi lain, sepertitangan bahu, siku dan pergelangan tangan,
osteoartitis juga menimbulkan gangguan fungsi.
2.7 Klasifikasi
2.7.1 Klasifikasi berdasarkan etiologi
Berdasarkan etiologi, OA dapat terjadi secara primer (idiopatik) maupun sekunder. Klasifikasi
OA berdasarkan etiologi dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 1. Klasifikasi Osteoartritis berdasarkan etiologi
2.8 Diagnosa
Seperti pada penyakit reumatik umumnya ,diagnosis tak dapat didasarkan hanya pada satu
jenis pemeriksaan saja. Biasanya dilakukan pemeriksaan reumatologi ringkas berdasarkan prinsip
pemeriksaan GALS (Gait, arms, legs, spine). Penegakan diagnosis OA dapat berdasarkan gejala
klinis. Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus yang dapat menentukan diagnosis OA. Pemeriksaan
penunjang saat ini terutama dilakukan untuk monitoring penyakit dan untuk menyingkirkan
kemungkinan artritis karena sebab lainnya. Pemeriksaan radiologi dapat menentukan adanya OA,
namun tidak berhubungan langsung dengan gejala klinis yang muncul. 1
Gejala OA umumnya dimulai saat usia dewasa, dengan tampilan klinis kaku sendi di pagi hari
atau kaku sendi setelah istirahat. Sendi dapat mengalami pembengkakan tulang, dan krepitus saat
digerakkan, dapat disertai keterbatasan gerak sendi. Peradangan umumnya tidak ditemukan atau
sangat ringan. Banyak sendi yang dapat terkena OA, terutama sendi lutut, jari-jari kaki, jari-jari
tangan, tulang punggung dan panggul. Pada seseorang yang dicurigai OA, direkomendasikan
melakukan pemeriksaan berikut ini1,9
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan Fisik
c. Pendekatan untuk menyingkirkan diagnosis penyakit lain.
d. Pemeriksaan penunjang
e. Perhatian khusus terhadap gejala klinis dan faktor yang mempengaruhi pilihan
terapi/penatalaksanaan OA
2.8.1 Anamnesis1
1. Nyeri dirasakan berangsur-angsur (onset gradual)
2. Tidak disertai adanya inflamasi (kaku sendi dirasakan < 30 menit, bila disertai inflamasi,
umumnya dengan perabaan hangat, bengkak yang minimal, dan tidak disertai kemerahan pada kulit)
3. Tidak disertai gejala sistemik
4. Nyeri sendi saat beraktivitas
5. Sendi yang sering terkena: Sendi tangan: carpo-metacarpal (CMC I), Proksimal interfalang
(PIP) dan distal interfalang (DIP), dan Sendi kaki: Metatarsofalang (MTP) pertama. Sendi lain: lutut,
V. servikal, lumbal, dan hip.
6. Pada anamnesis dijumpai faktor risiko berupa :
a. Bertambahnya usia
b. Riwayat keluarga dengan OA generalisata
c. Aktivitas fisik yang berat
d. Obesitas
e. Trauma sebelumnya atau adanya deformitas pada sendi yang bersangkutan.
7. Riwayat penyakit yang menyertai, sebagai pertimbangan dalam pilihan terapi:
a. Ulkus peptikum, perdarahan saluran pencernaan, penyakit liver.
b. Penyakit kardiovaskular (hipertensi, penyakit jantung iskemik, stroke, gagal jantung),
c. Penyakit ginjal
d. Asthma bronkhiale (terkait penggunaan aspirin atau OAINs)
e. Depresi yang menyertai
8. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi keluhan nyeri dan fungsi sendi
a. Nyeri saat malam hari (night pain)
b. Gangguan pada aktivitas sehari-hari
c. Kemampuan berjalan
d. Lain-lain: risiko jatuh, isolasi social, depresi
3. Artroskopi
Pada pasien osteoarthritis ditemukan perubahan proliferative dan inflamasi pada sinovium.
Pemeriksaan ini lebih sensitive di banding foto polos dalam hal melihat progresifitas penyakit . dan
dapat menilai apakah terjadi inflamasi pada kartilago sendri yang terkena.
2.8.5 Perhatian khusus terhadap gejala klinis dan faktor yang mempengaruhi pilihan terapi/
penatalaksanaan OA.
1. Singkirkan diagnosis banding.
2. Pada kasus dengan diagnosis yang meragukan, sebaiknya dikonsulkan pada ahli reumatologi
untuk menyingkirkan diagnosis lain yang menyerupai OA. Umumnya dilakukan artrosentesis
diagnosis.
3. Tentukan derajat nyeri dan fungsi sendi
4. Perhatikan dampak penyakit pada status social seseorang
5. Perhatikan tujuan terapi yang ingin dicapai, harapan pasien, mana yang lebih disukai pasien,
bagaimana respon pengobatannya.
6. Faktor psikologis yang mempengaruhi.
Gambar 5. Diagnosis OA Lutut
Tabel 3. Derajat osteoarthritis dengan klasifikasi Kellgren and Lawrence
1. Kelainan Anatomi
Pertama harus disingkirkan terlebih dahulu kemungkinan adanya kelainan anatomi dari
sebelumnya munculnya gejala seperti misalignment dari tungkai bawah harus disingkirkan
(menyebabkan OA lutut kompartemental misalnya, bentuk kelainan varus/kerusakan medial
tibiofemoral, atau valgus/kerusakan lateral tibiofemoral). Selain itu bisa juga genu valgum
misalignment yang melibatkan kompartemen lateral tibiofemoral. Kelainan varus atau valgus dapat
mempengaruhi lingkup gerak sendi (range of motion) dan percepatan penyempitan celah sendi ,
disebut instabiliti pada sendi lutut (ligamentum laxity).
2. Rheumatois Artritis
Untuk diagnosis Reumatoid Artritis (RA) cenderung menyerang pada sendi yang bilateral
simetris dan disertai dengan gejala sistemik lain dan lebih banyak menyerang wanita usia produktif.
Pada artritis gout cenderung tidak simetris dan faktor reumatoid negatif, sedangkan pada artritis
rematik cenderung terjadi simetris dan lebih dari 60% kasus memiliki faktor reumatoid positif. 9,10
3. Gout Artritis
Pada gout artritis umumnya menyerang sendi MTP I secara asimetris dan yang pada serangan
akut akan menimbulkan tanda- tanda inflamasi, selain itu pada fase kronis dapat ditemukan juga
penumpukkan Kristal urat pada jaringan lain yang disebut tofi. Pada analisa cairan sendi juga
ditemukan deposisi Kristal monosodium urat, dan pada pemeriksaan penunjang dapat ditemukan
kondisi hiperurisemia.
Pada pseudogout terjadi pembentukkan kristal kalsium pirofosfat pada sendi terutama sendi
lutut, dan memang umum terjadi pada pasien usia lanjut, bagaimana mekanisme terjadinya
pseudogout masih belum diketahui dengan pasti.Nyeri yang menjalar umumnya terjadi pada bursitis
akibat lesi pada ligament dan meniscus. Pada penyakit akibat infeksi sendi yang lain akan
menimbulkan tanda- tanda umum peradangan seperti kemerahan, bengkak. Factor psikologis seperti
depresi dan masalah social juga dapat berpengaruh terhadap perkembangan rasa nyeri yang timbul.
Sindroma nyeri pada soft tissue juga dapat dijadikan diagnose banding namun pada hal ini tidak
melibatkan kekakuan pada sendi.
Walau menegakkan diagnosis osteoarthritis mudah, namun yang sulit adalah menentukkan
apakah nyeri sendi atau disabilitas yang timbul muncul sebagai karakteristik dari penyakit tersebut.
Banyak pasien dengan kerusakan sendi lebih lanjut namun tidak mengalami gejala. Dan osteoarthritis
memang sangat umum terjadi pada pasien lanjut usia. Lebih lanjut tidak semua nyeri sendi
diasumsikan sebagai osteoarthritis pada semua individu.
2.10 Tatalaksana
Osteoartritis merupakan penyakit artritis kronis paling banyak ditemui dengan berbagai faktor
risiko, karena itu peranan dokter umum sangat penting khususnya dalam sistim kesehatan nasional,
untuk pencegahan, deteksi dini dan penatalaksanaan penyakit kronik secara umum, dan khususnya
dalam penatalaksanaan OA. Karena itu rekomendasi penatalaksanaan OA sangat diperlukan untuk
memudahkan koordinasi yang meliputi multidisiplin, monitoring, dengan patient centre care yang
bersifat kontinyu/terus menerus, komprehensif dan konsisten, sehingga penatalaksanaan nyeri OA
kronik dapat dilakukan secara efektif dan efisien.
Strategi penatalaksanaan pasien dan pilihan jenis pengobatan ditentukan oleh letak sendi yang
mengalami OA, sesuai dengan karakteristik masing-masing serta kebutuhannya. Oleh karena itu
diperlukan penilaian yang cermat pada sendi dan pasiennya secara keseluruhan, agar
penatalaksanaannya aman, sederhana, memperhatikan edukasi pasien serta melakukan pendekatan
multidisiplin.
Tujuan:
1. Mengurangi/ mengendalikan nyeri.
2. Mengoptimalkan fungsi gerak sendi.
3. Mengurangi keterbatasan aktifitas fisik sehari-hari (ketergantungan kepada orang lain ) dan
meningkatkan kualitas hidup.
4. Menghambat progresivitas penyakit.
5. Mencegah terjadinya komplikasi.
Penilaian menyeluruh kualitas hidup pasien Osteoartritis sebelum memulai pengobatan.
Penting sekali mengetahui kualitas hidup pasien akibat OA yang dideritanya sebelum dimulainya
pengobatan, sebagaimana diagram dibawah ini.
2.10.1 Terapi Non farmakologi
a. Edukasi pasien
Sangat penting bagi semua pasien OA diberikan edukasi yang tepat. Dua hal yang menjadi
tujuan edukasi adalah bagaimana mengatasi nyeri dan disabilitas. Pemberian edukasi (KIE) pada
pasien ini sangat penting karena dengan edukasi diharapkan pengetahuan pasien mengenai penyakit
OA menjadi meningkat dan pengobatan menjadi lebih mudah serta dapat diajak bersama-sama untuk
mencegah kerusakan organ sendi lebih lanjut.
Edukasi yang diberikan pada pasien ini yaitu memberikan pengertian bahwa OA adalah
penyakit yang kronik, sehingga perlu dipahami bahwa mungkin dalam derajat tertentu akan tetap ada
rasa nyeri, kaku dan keterbatasan gerak serta fungsi. Selain itu juga diberikan pemahaman bahwa hal
tersebut perlu dipahami dan disadari sebagai bagian dari realitas kehidupannya. Agar rasa nyeri dapat
berkurang, maka pasien sedianya mengurangi aktivitas/pekerjaannya sehingga tidak terlalu banyak
menggunakan sendi lutut dan lebih banyak beristirahat. Pasien juga disarankan untuk kontrol kembali
sehingga dapat diketahui apakah penyakitnya sudah membaik atau ternyata ada efek samping akibat
obat yang diberikan. (pdf unud)
b. Diet
Bila berat berlebih (BMI: >25), program penurunan berat badan, minimal penurunan 5% dari
berat badan dengan target BMI 18,5-25. Pada pasien OA disarankan untuk mengurangi berat badan
dengan mengatur diet rendah kalori sampai mungkin mendekati berat badan ideal. Dimana prinsipnya
adalah mengurangi kalori yang masuk dibawah energi yang dibutuhkan. Penurunan energi intake
yang aman dianjurkan pemberian defisit energi antara 500-1000 kalori per hari, sehingga diharapkan
akan terjadi pembakaran lemak tubuh dan penurunan berat badan 0,5–1 kg per minggu. Biasanya
intake energi diberikan 1200-1300 kal per hari, dan paling rendah 800 kal per hari. Formula yang
dapat digunakan untuk kebutuhan energy berdasarkan berat badan adalah 22 kal/kgBB aktual/hari,
dengan cara ini didapatkan deficit energy 1000 kal/hari. Pada pasien dianjurkan untuk diet 1200 kal
per hari agar mencapai BB idealnya yakni setidaknya mencapai 55kg.
c. Terapi fisik
Terapi fisik bertujuan untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat dipakai dan melatih
pasien untuk melindungi sendi yang sakit. Pada pasien OA dianjurkan untuk berolahraga tapi olahraga
yang memperberat sendi sebaiknya dihindari seperti lari atau joging. Hal ini dikarenakan dapat
menambah inflamasi, meningkatkan tekanan intra articular bila ada efusi sendi dan bahkan bisa dapat
menyebabkan robekan kapsul sendi. Untuk mencegah risiko terjadinya kecacatan pada sendi,
sebaiknya dilakukan olahraga peregangan otot seperti m.Quadrisep femoris, dengan peregangan dapat
membantu dalam peningkatan fungsi sendi secara keseluruhan dan mengurangi nyeri. : pakai tongkat
pada sisi yang sehat.
Pada pasien OA disarankan untuk senam aerobic low impact/intensitas rendah tanpa
membebani tubuh selama 30 menit sehari tiga kali seminggu. Hal ini bisa dilakukan dengan olahraga
naik sepeda atau dengan melakukan senam lantai. Senam lantai bisa dilakukan dimana pasien
mengambil posisi terlentang sambil meregangkan lututnya, dengan cara mengangkat kaki dan secara
perlahan menekuk dan meluruskan lututnya.
d. Terapi okupasi
Terapi ini meliputi proteksi sendi dan konservasi energi, menggunakan splint dan
menggunakan alat bantu gerak sendi untuk aktivitas fisik sehari-hari.
2.10.2 Terapi Farmakologi
1. Pendekatan terapi awal
a. Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, dapat diberikan salah satu obat berikut
ini, bila tidak terdapat kontraindikasi pemberian obat seperti acetaminophen (kurang dari 4 mg per
hari) atau Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS).
b. Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, yang memiliki risiko pada sistem
pencernaan (usia >60 tahun, disertai penyakit komorbid dengan polifarmaka, riwayat ulkus peptikum,
riwayat perdarahan saluran cerna, mengkonsumsi obat kortikosteroid dan atau antiko agulan), dapat
diberikan salah satu obat berikut ini:
i. Acetaminophen ( kurang dari 4 gram per hari)
ii. Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) topical
iii. Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) non selektif, dengan pemberian obat pelindung
gaster (gastro- protective agent).
Obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) harus dimulai dengan dosis analgesik rendah dan
dapat dinaikkan hingga dosis maksimal hanya bila dengan dosis rendah respon kurang efektif.
iv. Cyclooxygenase-2 inhibitor
c. Untuk nyeri sedang hingga berat, dan disertai pembengkakan sendi, aspirasi dan tindakan
injeksi glukokortikoid intraartikular (misalnya triamsinolone hexatonide 40 mg) untuk penanganan
nyeri jangka pendek (satu sampai tiga minggu) dapat diberikan, selain pemberian obat anti-inflamasi
nonsteroid per oral (OAINS).
Injeksi intraartikular/intralesi
Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan utama dalam
penanganan osteoartritis. Diperlukan kehati-hatian dan selektifitas dalam penggunaan modalitas
terapi ini, mengingat efek merugikan baik yang bersifat lokal maupun sistemik. Pada dasarnya ada 2
indikasi suntikan intra artikular yakni penanganan simtomatik dengan steroid, dan viskosuplementasi
dengan hyaluronan untuk memodifikasi perjalanan penyakit. Dengan pertimbangan ini yang
sebaiknya melakukan tindakan adalah dokter ahli reumatologi atau dokter ahli penyakit dalam dan
dokter ahli lain, yang telah mendapatkan pelatihan.
Kortikosteroid. Dapat diberikan pada OA lutut, jika mengenai satu atau dua sendi dengan
keluhan nyeri sedang hingga berat yang kurang responsif terhadap pemberian OAINS, atau tidak
dapat mentolerir OAINS atau terdapat penyakit komorbid yang merupakan kontra indikasi terhadap
pemberian OAINS. Diberikan juga pada OA lutut dengan efusi sendi atau secara pemeriksaan fisik
terdapat tanda-tanda inflamasi lainnya. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar untuk
menghindari penyulit yang timbul. Sebagian besar literatur tidak menganjurkan dilakukan
penyuntikan lebih dari sekali dalam kurun 3 bulan atau setahun 3 kali terutama untuk sendi besar
penyangga tubuh. Dosis untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi, sedangkan untuk sendi-sendi
kecil biasanya digunakan dosis 10 mg. Injeksi kortikosteroid intra-artikular harus dipertimbangkan
sebagai terapi tambahan terhadap terapi utama untuk mengendalikan nyeri sedang-berat pada
penderita OA
Viskosuplemen: Hyaluronan. Terdapat dua jenis hyaluronan di Indonesia: high molecular
weight dan low molecular weight atau tipe campuran. Penyuntikan intra artikular viskosuplemen ini
dapat diberikan untuk sendi lutut. Karakteristik dari penyuntikan hyaluronan ini adalah onsetnya
lambat, namun berefek jangka panjang, dan dapat mengendalikan gejala klinis lebih lama bila
dibandingkan dengan pemberian injeksi kortikosteroid intraartikular. Cara pemberian: diberikan
berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan interval satu minggu @ 2 sampai 2,5 ml Hyaluronan untuk jenis
low molecular weight, 1 kali untuk jenis high molecular weight, dan 2 kali pemberian dengan interval
1 minggu untuk jenis tipe campuran. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar. Kalau tidak
dapat timbul berbagai penyulit seperti artritis septik, nekrosis jaringan dan abses steril. Perlu
diperhatikan faktor alergi terhadap unsur/bahan dasar hyaluronan misalnya harus dicari riwayat alergi
terhadap telur.
2. Chondroprotective agent
Yang dimaksud dengan Chondroprotective agent adalah obat – obatan yang dapat menjaga
atau merangsang perbaikan (repair) tulang rawan sendi pada pasien OA .
2.12 Komplikasi
1. Kondrolisis
Kerusakan kartilago menyebabkan sendi lisisnya jaringan sendi
2. Osteonekrosis
Kematian tulang.
3. Stress fracture
Cedera berulang secara bertahap akan menghasilkan retakan tulang yang tidak terlihat.
4. Perdarahan di bagian dalam sendi.
5. Infeksi pada sendi.
6. Ruptur tendon atau ligamen sekitar sendi
7. Saraf terjepit (osteoartritis di tulang belakang)
2.13 Prognosis12
Osteoarthritis merupakan penyakit degeneratif, maka dapat dipahami bahwa penyakit ini
bersifat progresif sesuai dengan usia penderita. Namun apabila diketahui secara dini dan belum
menimbulkan deformitas (valgus atau varus), maka perjalanan penyakit dapat dihambat dengan cara
membuat atau berusaha memperbaiki stabilitas sendi. Berikut merupakan prognosis untuk kasus OA:
a. Quo ad vitam : (Baik) mengingat kondisi penyakitnya secara langsung tidak
membahayakan jiwa.
b. Quo ad sanam : (Ragu-ragu) karena intervensi fisioterapi tidak dapat menyembuhkan
OA sendi lutut. Bersifat simptomatik yaitu mengurangi keluhan yang
timbul.
c. Quo ad funcionam : (Ragu-ragu) karena tergantung pada derajat nyeri yang timbul.
d. Quo ad cosmeticam : (Buruk) karena sudah terjadi adanya deformitas varus.
Diketahui bahwa, stabilitas sendi tergantung pada bentuk, ligamen dan kapsul sendi,serta otot.
Bentuk, ligament dan kapsul sendi tidak dapat dipengaruhi kecuali menjaga agar tidak terlalu
mendapat beban dan stress yang berarti. Sedangkan otot dapat diperkuat dengan cara latihan, sehingga
kunci dan stabilitas yang masih bisa dikendalikan adalah mengurangi rasa sakit dan melatih otot agar
menjadi kuat.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Ruang Lingkup
Ruang lingkup keilmuan : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Ruang lingkup tempat : Puskesmas Kelurahan Pela Mampang 1
Ruang lingkup waktu : November 2023
Ruang lingkup responden : Pasien Posyandu Lansia di Posbindu Mawar RW 06
wilayah Puskesmas Kelurahan Pela Mampang 1
KUESIONER
PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TENTANG NYERI SENDI DI
LINGKUNGAN PUSKESMAS KELURAHAN PELA MAMPANG
A. Identitas Responden
1.Nama Lengkap : ………………………………..
2. Jenis Kelamin : Perempuan Laki-laki
3. Tanggal lahir :
4. Usia :……… tahun
5. Alamat : RT=
RW=
6. Pekerjaan :
7. Pendidikan terakhir : Tidak sekolah
SD
SMP
SMA/SMK
S1/S2/S3
5. OA disebabkan Oleh :
a. Usia tua
b. Berat badan yang berlebih
c. Aktifitas berat (seperti angkat beban berat, naik turun tangga)
d. Semua benar
9. Jika anda merasakan gejala seperti nyeri lutut , dokter apa yang harus anda temui :
a. Dokter Spesialis Saraf
b. Dokter Spesialis Orthopaedi (tulang)
c. Dokter Spesialis Bedah Umum
d. Dokter Spesialis Radiologi
10. Pernyataan berikut yang benar :
a. OA (Osteoarthritis) akan membaik jika di pijat ke tukang urut
b. OA (Osteoarthritis) adalah penyakit keturunan
c. OA (Osteoarthritis) adalah penyakit yang disebabkan oleh Usia Tua
d. OA (Osteoarthritis) bisa disembuhkan dengan obat-obatan saja
3.8 Kuisioner Sikap dan Perilaku Responden terhadap penyakit OA (Osteoarthritis) pada
lutut
Diagram Fishbone
4.2 Identifikasi Masalah Terbanyak
Masalah tingginya angka suspek OA (nyeri sendi) yang terjadi di Wilayah kerja
Puskesmas Pela Mampang ditetakan setelah data primer dari pasien Posyandu Lansia dengan
keluhan Nyeri Lutut , Masalah yang didapatkan :
1. 25 responden memiliki nilai pengetahuan terhadap Osteoarthritis yang kurang baik (62.5%
responden)
2. Rata-rata nilai untuk pengetahuan terhadap OA adalah dibawah 5 sehingga rata-rata
pengetahuan terhadap OA pada Lansia RW 10 Wilayah Pueskesmas kelurahan Pela Mampang
masih kurang baik.
3. 30 responden memiliki skor untuk sikap dan perilaku terhadap pencegahan perburukan nyeri
sendi (OA) yang kurang baik.
4. Rata-rata nilai untuk sikap dan perilaku terhadap pencegahan perburukan Nyeri sendi (OA)
masih kurang baik.
5. 15 Peserta tidak mengisi kuisioner dengan alasan tidak membawa kacamata, tidak mengerti
pertanyaanya, sibuk mengurus posyandu lansia (kader-kader)
Dari daftar masalah yang disebutkan di sub bab sebelumnya, ditemukan masalah
prioritas yaitu pengetahuan pasien terhadap pasien dengan gejala nyeri sendi yang kurang
baik, rendahkan sikap dan perilaku terhadap pencegahan perburukan nyeri sendi.
Intervensi telah dilakukan dengan pemaparan materi mengenai OA dan PHBS serta
pencegahan perburuan gejala nyeri sendi (OA) dengan menggunakan media berupa leaflet.
5.2 Saran
Penulis berharap dengan mini project ini, tingginya angka kejadian nyeri sendi
pada lansia di RW 06 Kelurahan Pela Mampang dapat berkurang. Dengan tercapainya hal
tersebut, diharapkan menurunkan angka morbiditas pada Masyarakat lansia yang
disebabkan oleh penyakit tersebut. Penyelesaian secara bertahap yang diharapkan adalah
dengan melakukan penyuluhan mengenai OA dan advokasi penggalakan warga lansia
untuk melakukan pola hidup dan aktifitas yang baik.
Penulis juga berharap agar mini project ini dapat diangkat sebagai bahan untuk
penelitian lainnya di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA