Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN MINI-PROJECT

PREVALENSI FAKTOR RISIKO PADA


PASIEN OSTEOARTRITIS LUTUT DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PEMBANTU PELA MAMPANG 1, JAKARTA SELATAN

OLEH :
dr. Maria Aprilla Weking

Pembimbing :
dr. Nia Prahestiningsih

PESERTA PROGRAM INTERNSHIP


PUSKESMAS PEMBANTU PELA MAMPAMNG 1
OKTOBER 2023 – NOVEMBER 2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan mini project ini telah disetujui, diperiksa, dan dipertahankan dihadapan pendamping
internship Puskesmas Pembantu Pela Mampang 1

Jakarta Selatan, November 2023

Pendamping Internship

________________________
dr. Nia Prahestiningsih
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia-Nya peneliti dapat
menyelesaikan tugas laporan mini project yang diberikan oleh Puskesmas Pembantu Pela Mampang,
Jakarta Selatan. Laporan ini dibuat berdasarkan data penelitian yang telah dilaksanakan peneliti
selama kurang lebih 1 bulan.
Tidak lupa peneliti mengucapkan terima kasih kepada pihak yang turut membantu dalam
penyusunan karya tulis ilmiah ini, antara lain kepada:
1. Dr. Nia Prahestiningsih, selaku pendamping internship yang telah membimbing dan
mendukung penuh pelaksanaan penelitian dan pembuatan mini project ini.
2. Kedua orang tua yang telah mendukung baik secara moril maupun materil.
3. Serta seluruh pihak yang telah membantu peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung
yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu.
Peneliti menyadari masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan penelitian dan pembuatan
laporan ini. Oleh karena itu, peneliti terbuka atas kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan mini project ini.
Akhir kata, peneliti sangat berharap mini project ini dapat bermanfaat dan memperkaya
lingkup pengetahuan bagi pembaca maupun penulis sendiri.

Jakarta Selatan, November 2023


Hormat Kami,

Dokter Internship
dr. Maria Aprilla Weking
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................................2
KATA PENGANTAR...................................................................................................3
BAB I
PENDAHULUAN.........................................................................................................4
1.1. Latar Belakang.........................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................................5
1.3. Tujuan.....................................................................................................................5
1.4. Manfaat...................................................................................................................6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................7
2.1. Puskesmas Kelurahan Pela Mampang….................................................................7
2.2. Definisi OA...........................................................................................................12
2.3. Etiologi...................................................................................................................13
2.4. Faktor Risiko.........................................................................................................13
2.5. Klasifikasi.............................................................................................................16
2.6. Pengobatan............................................................................................................25
2.7. Pencegahan.............................................................................................................29
2.8. Komplikasi ……………………………………………………………………….33
2.9. Prognosis …………………………………………………………………………35
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN...................................................................................31
3.1. Ruang Lingkup Penelitian.....................................................................................31
3.2. Jenis dan Rancangan Penelitian.............................................................................31
3.3. Tempat dan Waktu Penelitian...............................................................................31
3.4. Populasi dan Sampel Penelitian............................................................................31
3.5. Alat Ukur Penelitian...............................................................................................31
3.9. Alur Penelitian......................................................................................................32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................................................37
4.1. Identifikasi Kemungkinan Penyebab Masalah......................................................37
4.2. Identifikasi Masalah Terbanyak.............................................................................37
4.3. Menentukan Prioritas Masalah..............................................................................38
4.4. Menentukan Pemecahan Masalah.........................................................................38
4.6. Rencana Penerapan Plan of Action (POA)............................................................39
4.7. Pelaksanaan Plan of Action (POA).......................................................................41
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................................43
5.1. Kesimpulan...........................................................................................................43
5.2. Saran.....................................................................................................................43
DAFTARPUSTAKA………………………………………………………………………….44
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan Mini Project ini dengan baik. Penulis
melaksanakan Mini Project untuk memenuhi tugas program Dokter Internsip serta menambah
wawasan dan keterampilan di bidang kesehatan masyarakat.
Dengan rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Nia Prahestiningsih selaku Kepala Puskesmas Kelurahan Pela Mampang dan
pendamping dokter Internsip
2. Dokter, perawat, bidan, dan karyawan/wati yang membantu dalam dukungan emosional
3. Teman-teman Program Internsip Dokter Indonesia Periode 2023 wahana RSUD Pasar
Minggu
4. Semua pihak yang namanya tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan mini project ini

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa mini project ini tidak sempurna, oleh karena itu
penulis mengharapkan saran dan masukan demi perbaikan selanjutnya.

Jakarta Selatan, November 2023

Hormat Saya

dr. Maria Aprilla Weking


Program Internship Dokter Indonesia
Agustus 2023 - November 2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latas Belakang


Osteoartritis (OA) merupakan bentuk artritis yang paling sering ditemukan di masyarakat, bersifat
kronis, berdampak besar dalam masalah kesehatan masyarakat. Osteoartritis dapat terjadi dengan etiologi
berbeda-beda, namun mengakibatkan kelainan biologis, morfologis dan keluaran klinis yang sama.
Proses penyakitnya tidak hanya mengenai rawan sendi namun juga mengenai rawan sendi namun juga
mengenai seluruh sendi, termasuk tulang subkondral, ligamentum, kapsul dan jaringan sinovial serta jaringan
ikat periartikular. Pada stadium lanjut rawan sendi mengalami kerusakan yang ditandai dengan adanya fibrilasi,
fissura dan ulserasi yang dalam pada permukaan sendi.
Harus dipahami bahwa pada OA merupakan penyakit dengan progresifitas yang lambat, dengan etiologi
yang tidak diketahui. Terdapat beberapa faktor risiko OA, yaitu: obesitas, kelemahan otot, aktivitas fisik yang
berlebihan atau kurang, trauma sebelumnya, penurunan fungsi proprioseptif, faktor keturunan menderita OA
dan faktor mekanik. Faktor risiko tersebut mempengaruhi progresifitas kerusakan rawan sendi dan
pembentukan tulang yang abnormal. OA paling sering mengenai lutut, panggul, tulang belakang dan
pergelangan kaki. Karakteristik OA ditandai keluhan nyeri sendi dan gangguan pergerakan yang terkait dengan
derajat kerusakan pada tulang rawan.
Osteoartritis saat ini tidak lagi dianggap penyakit degeneratif, namun usia tetap merupakan
salah satu faktor risikonya. Usia diatas 65 tahun, hanya 50% memberikan gambaran radiologis sesuai
Osteoartritis, meskipun hanya 10% pria dan 18% wanita diantaranya yang memperlihatkan gejala
klinis OA, dan sekitar 10% mengalami disabilitas karena OA nya, maka dapat difahami jika makin
bertambah usia, makin tinggi kemungkinan untuk terkena OA. Seiring dengan meningkatnya usia
harapan hidup, menurut WHO pada tahun 2025 populasi usia lanjut di Indonesia akanmeningkat
414% dibanding tahun 1990.
Sampai saat ini belum ada terapi yang menyembuhkan OA. Penatalaksanaan terutama ditujukan
pada pengendalian/menghilangkan nyeri, memperbaiki gerak dan fungsi sendi serta meningkatkan
kualitas Hidup. Penatalaksanaan OA panggul, lutut atau OA pada tempat lain, meliputi penatalaksaan
secara non-farmakologi dan farmakologi. Operasi pengganti sendi hanya dilakukan untuk penderita
dengan OA yang berat dan tidak respons dalam pengobatan terapi.
Penatalaksanaan OA baik secara non farmakologik dan farmakologik yang semula hanya
ditujukan untuk mengurangi rasa nyeri, mempertahankan atau meningkatkan fungsi gerak sendi,
mengurangi keterbatasan aktivitas fisik sehari-hari, meningkatkan kemandirian dan kualitas hidup
seseorang terkait OA. Saat ini diharapkan dapat pula memodifikasi perjalanan penyakit bahkan
mungkin mencegah terjadinya OA dengan pemberian diseasemodifying drugs untuk OA (DMOADs).
Hasil terbaik bila dilakukan pendekatan multidisiplin dan tatalaksana yang bersifat multimodal.
Perlu diketahui bahwa penyebab nyeri yang terjadi bersifat multifaktorial. Nyeri dapat
bersumber dari regangan serabut syaraf periosteum, hipertensi intra-osseous, regangan kapsul sendi,
hipertensi intra-artikular, regangan ligament, mikrofraktur tulang subkondral, entesopati, bursitis dan
spasme otot. Saat ini terdapat lebih dari 50 modalitas penatalaksanaan OA baik non farmakologi
maupun farmakologi, maka diperlukan rekomendasi untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi
penatalaksanaan OA.

1.2 Rumusan Masalah


Berapa prevalensi faktor risiko munculnya osteoartritis lutut antara lain: usia, jenis kelamin, pekerjaan,
riwayat keluarga, dan obesitas di wilayah kerja Puskesmas Pembantu Pela Mampang 1.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui angka prevalensi faktor risiko osteoartritis lutut diantara lain: usia, jenis kelamin, pekerjaan,
riwayat keluarga, dan obesitas penderita osteoartritis lutut di wilayah kerja Puskesmas Pembantu Pela
Mampang 1.
1.3.2 Tujuan Khusus
Mengetahui karakteristik faktor risiko osteoartritis lutut di wilayah kerja Puskesmas Pembantu Pela
Mampang 1.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Instansi Kesehatan
Memberikan data prevalensi berbagai faktor risiko pada Masyarakat yang tergolong Lansia
• Memberikan data mengenai karakteristik faktor risiko yang dimiliki oleh Masyarakat yang tergolong
lansia
• 1.4.2 Bagi Peneliti
• Memberikan data untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

1.4.3 Bagi Masyarakat


• Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai osteoartritis lutut serta faktor risiko yang
berpengaruh.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Puskesmas Kelurahan Pela Mampang

Profil Puskesmas
Puskesmas Kelurahan Pela Mampang wilayah kerjanya adalah dengan luas wilayah
157,70 Ha, terdiri dari 14 RW dan 157 RT dengan batas-batas wilayah sebagai
berikut:
a. Sebelah Barat : Kali Krukut dan Kecamatan Kebayoran Baru
b. Sebelah Selatan : Jalan Bangka IX, Kelurahan Bangka
c. Sebelah Timur : Kali Mampang (Kel. Mp. Prapatan & Tegal Parang)
d. Sebelah Utara : Jl. Kapten P. Tendean (Kelurahan Kuningan Barat)
Peruntukan Wilayah Kelurahan Pela Mampang sebagian besar peruntukan
perumahan, sedangkan sebagian kecilnya adalah merupakan bagian fasilitas umum,
jasa/komersial/perkantoran, pemerintahan dan daerah hijau tanpa bangunan. Apabila
dilihat berdasarkan RBWK Tahun 1985–2005 peruntukan Wilayah Kelurahan Pela
Mampang adalah sebagai berikut:
1. Perumahan : 61 Ha
2. Fasilitas Umum : 9,50 Ha
3. Jasa Komersial / Perkantoran : 12,30 Ha
4. Pemerintahan : 15,50 Ha
5. Perumahan dan KDB Rendah : 30 Ha
6. Bangunan Umum KDB Rendah : 21 Ha
7. Hijau tanpa bangunan : 13 Ha
Dari 5 Kelurahan yang paling banyak memiliki jumlah RT dan RW adalah kelurahan
Pela Mampang yaitu 157 RT dan untuk jumlah KK yang paling banyak di Kelurahan
Pela Mampang sebanyak 21.205 kartu keluarga.
Gambar Peta RW di Kelurahan Pela Mampang

Visi dan Misi Puskesmas

Puskesmas Kelurahan Pela Mampang memiliki motto "WORKING WITH HEART IS


OUR COMMITMENT", dengan visi sebagai berikut:
"Menjadi puskesmas yang mengutamakan pelayanan promotif dan preventif dengan mengikut
sertakan masyarakat dan lintas sektoral"
Untuk mencapai visi tersebut, Puskesmas Kelurahan Pela Mampang memiliki misi
yaitu:
1. Memperkuat layanan UKM yang berintegrasi dengan lintas sektoral, jejaring dan
masyarakat
2. Meningkatkan layanan UKP melalui KPLDH dan pendekatan keluarga
3. Meningkatkan mutu layanan, budaya kerja, dan profesionalisme
4. Meningkatkan sarana layanan seiiring kemajuan teknologi dan pengetahuan

Fasilitas Kesehatan

Fasilitas Kesehatan yang dimiliki Puskesmas Kelurahan Pela Mampang diantaranya


meliputi Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) seperti Pos Pelayanan
Terpadu (Posyandu), Pos Binaan Terpadu (Posbindu) dan Pos Pelayanan Terpadu Lansia
(Posyandu Lansia). Kegiatan ini juga dibantu oleh Kader Kesehatan dan Kader Posyandu dari
masyarakat Kelurahan Pela Mampang. Berikut rincian Kader dan UKBM di Kelurahan Pela
Mampang:

Tabel Kader Kelurahan Pela Mampang


No Kader Jumlah
1. Kader Kesehatan 13
2. Kader Posyandu 225
Jumlah 238

Tabel UKBM Kelurahan Pela Mampang

No UKBM Jumlah
1. Posyandu 45
2. Posbindu 13
3. Posyandu Lansia 13
Jumlah 71

Kelurahan Pela Mampang juga memiliki beberapa klinik atau fasilitas kesehatan
swasta yang menunjang Puskesmas, yaitu:

Tabel Fasilitas Pelayanan Kesehatan Kelurahan Pela Mampang


No Klinik/Faskes Swasta Jumlah

1 Praktek Mandiri 11

2 Klinik 10

3 Apotek 2

4 Tradisional -

Jumlah 23
Struktur Organisasi

Sebagai satu bentuk organisasi, Puskesmas Kelurahan Pela Mampang


memiliki struktur organisasi sebagai berikut:

Gambar Struktur Organisasi Puskesmas Kelurahan Pela Mampang I

Keadaan Demografi

Berdasarkan data dari Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Jakarta Selatan,
jumlah penduduk wilayah Kelurahan Pela Mampang adalah sebanyak 53,509 orang terdiri
dari 26,925 laki-laki dan 26,584 perempuan.

Tabel Susunan Penduduk Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin


NO UMUR WNI WNA JUMLAH

LK PR JUMLAH LK PR JUMLAH WNI


DAN
WNA

1 0–4 3,469 3,396 6,865 0 0 0 6,865


Thn
2 5–9 2,268 2,235 4,503 5 2 7 4,510
Thn
3 10 – 14 2,252 2,132 4,384 0 0 0 4,384
Thn
4 15 – 19 1,972 2,020 3,992 0 0 0 3,992
Thn
5 20 – 24 2,018 1,846 3,864 2 0 2 3,866
Thn
6 25 – 29 1,954 2,092 4,046 0 0 0 4,046
Thn
7 30 – 34 2,321 2,442 4,783 2 2 4 4,767
Thn
8 35 – 39 2,320 2,284 4,604 4 0 4 4,608
Thn
9 40 – 44 2,264 2,153 4,417 5 1 6 4,423
Thn
10 45 – 49 2,017 1,808 3,825 4 1 5 3,830
Thn
11 50 – 54 1,423 1,495 2,918 5 1 6 2,924
Thn
12 55 – 59 1,113 1,121 2,234 6 0 6 2,240
Thn
13 60 – 64 706 682 1,388 3 0 3 1,391
Thn
14 65 – 69 384 408 792 1 0 1 793
Thn
15 70 – 74 270 252 522 0 2 2 524
Thn
16 75 137 209 346 0 0 0 346
keatas
JUMLAH 26,888 26,575 53,463 37 9 46 53,509
Dapat dilihat dari tabel diatas penduduk menurut golongan umur sebagai berikut:
1. Balita (0-4 tahun) : 6.865 orang
2. Usia sekolah ( 5-14 tahun) : 8.894 orang
3. Usia kerja/produktif (15-59 tahun) : 34.696 orang
4. Usia lanjut ( ≥ 60 tahun ) : 3.054 orang
5. Wanita usia subur ( 15-49 tahun ) : 16.798 orang
Golongan umur yang tertinggi adalah golongan umur usia produktif 15-59 tahun
sebanyak 34,696 orang dan terendah adalah golongan lansia lebih dari 60 tahun hanya 3,054
orang. Pengelompokan usia ini menjadi penting untuk kebutuhan kelompok prioritas sasaran
intervensi kesehatan.

Tabel Jumlah Penduduk per RW di Wilayah Kelurahan Pela Mampang


RW WNI WNA KK
LK PR JUMLAH LK PR JUMLAH LK PR JUMLAH
1 3,475 4,151 7,626 0 0 0 2,191 491 2,682
2 1,047 1,003 2,050 0 0 0 1,921 631 2,552
3 1,271 1,185 2,456 0 0 0 3,672 793 4,465
4 1,422 1,131 2,553 0 0 0 1,195 336 1,531
5 1,108 984 2,092 0 0 0 1,421 393 1,814
6 1,423 1,227 2,650 5 2 7 1,297 381 1,678
7 1,413 1,521 2,934 0 0 0 1,522 451 1,973
8 1,038 1,208 2,246 0 0 0 53 24 77
9 1,311 1,333 2,644 0 0 0 172 135 307
10 1,325 1,754 3,079 1 0 1 2,172 451 2,623
11 2,265 2,059 4,324 13 4 17 2,387 451 2,838
12 2,107 2,187 4,294 2 2 4 2,806 563 3,369
13 4,571 3,685 8,256 0 0 0 1,746 439 2,185
14 3,203 3,102 6,305 16 1 17 60 17 77
JML 26,979 26,530 53,509 37 9 46 22,615 5,556 28,171

Definisi OA
Osteoartritis (OA) adalah gangguan yang ditandai dengan degenerasi struktural dan
fungsional kronis dari seluruh sendi. Patofisiologi OA merupakan degenerasi, destruksi, dan hingga
hilangnya kartilago artikular, yang bersamaan dengan perubahan pada jaringan lunak lainnya. OA
dapat didefinisikan secara radiologis, klinis, atau patologis.2

2.2 Epidemiologi
Menurut WHO pada tahun 2025 populasi usia lanjut di Indonesia akan meningkat 414%
dibanding tahun 1990. Di Indonesia prevalensi OA lutut yang tampak secara radiologis mencapai
15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita yang berumur antara 40-60 tahun.3
Penelitian di Bandung pada pasien yang berobat ke klinik reumatologi RSHS pada tahun 2007
dan 2010, berturutturut didapatkan: OA merupakan 74,48% dari keseluruhan kasus (1297) reumatik
pada tahun 2007. Enam puluh sembilan persen diantaranya adalah wanita dan kebanyakan merupakan
OA lutut (87%). Dan dari 2760 kasus reumatik pada tahun 2010, 73% diantaranya adalah penderita
OA, dengan demikian OA akan semakin banyak ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari. 3

2.3 Etiologi

Etiologi osteoarthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor


biomekanik dan biokimia sepertinya merupakan faktor terpenting dalam proses
terjadinya osteoarthritis. Faktor biomekanik yaitu kegagalan mekanisme
protektif, antara lain kapsul sendi, ligamen, otot-otot persendian, serabut aferen,
dan tulang-tulang. Kerusakan sendi terjadi multifaktorial, yaitu akibat
terganggunya faktor-faktor protektif tersebut. Osteoarthritis juga bisa terjadi
akibat komplikasi dari penyakit lain seperti gout, rheumatoid arthritis, dan
sebagainya.4

2.4 Faktor Resiko

Secara garis besar, terdapat dua pembagian faktor risiko OA yaitu faktor predisposisi dan
faktor biomekanis. Faktor predisposisi merupakan faktor yang memudahkan seseorang untuk
terserang OA. Sedangkan faktor biomekanik lebih cenderung kepada faktor mekanis / gerak tubuh
yang memberikan beban atau tekanan pada sendi lutut sebagai alat gerak tubuh, sehingga
meningkatkan risiko terhadinya OA.5

2.4.1 Faktor Predisposisi5


1. Faktor Demografi
a. Usia
Proses penuaan dianggap sebagai penyebab peningkatan kelemahan di sekitar sendi,
penurunan kelenturan sendi, kalsifikasi tulang rawan dan menurunkan fungsi kondrosit, yang
semuanya mendukung terjadinya OA. Studi Framingham menunjukkan bahwa 27% orang berusia 63
– 70 tahun memiliki bukti radiografik menderita OA lutut, yang meningkat mencapai 40% pada usia
80 tahun atau lebih. Studi lain membuktikan bahwa risiko seseorang mengalami gejala timbulnya OA
adalah mulai usia 50 tahun. Studi mengenai kelenturan pada OA telah menemukan bahwa terjadi
penurunan kelenturan pada pasien usia tua dengan OA.

b. Jenis Kelamin
Prevalensi OA pada laki-laki sebelum usia 50 tahun lebih tinggi dibandingkan perempuan,
tetapi setelah usia lebih dari 50 tahun prevalensi perempuan lebih tinggi menderita OA dibandingkan
laki-laki. Perbedaan tersebut menjadi semakin berkurang setelah menginjak usia 80 tahun. Hal
tersebut diperkirakan karena pada masa usia 50 – 80 tahun wanita mengalami pengurangan hormon
estrogen yang signifikan.

c. Ras/ Etnis
Prevalensi OA pada penderita di negara Eropa dan Amerika tidak berbeda, sedangkan suatu
penelitian membuktikan bahwa ras Afrika – Amerika memiliki risiko menderita OA 2 kali lebih besar
dibandingkan ras Kaukasia. Penduduk Asia juga memiliki risiko menderita OA lebih tinggi
dibandingkan Kaukasia. Suatu studi lain menyimpulkan bahwa populasi kulit berwarna lebih banyak
terserang OA dibandingkan kulit putih.

2. Faktor Genetik
Faktor genetik diduga juga berperan pada kejadian OA, hal tersebut berhubungan dengan
abnormalitas kode genetic untuk sintesis kolagen yang bersifat diturunkan.

3. Faktor Gaya Hidup


Faktor genetik diduga juga berperan pada kejadian OA, hal tersebut berhubungan dengan
abnormalitas kode genetic untuk sintesis kolagen yang bersifat diturunkan.

a. Kebiasaan Merokok
Banyak penelitian telah membuktikan bahwa ada hubungan positif antara merokok dengan
OA. Merokok meningkatkan kandungan racun dalam darah dan mematikan jaringan akibat
kekurangan oksigen, yang memungkinkan terjadinya kerusakan tulang rawan. Rokok juga dapat
merusakkan sel tulang rawan sendi. Hubungan antara merokok dengan hilangnya tulang rawan pada
OA dapat dijelaskan sebagai berikut :

i. Merokok dapat merusak sel dan menghambat proliferasi sel tulang rawan sendi.
ii. Merokok dapat meningkatkan tekanan oksidan yang mempengaruhi hilangnya tulang rawan.
iii. Merokok dapat meningkatkan kandungan karbon monoksida dalam darah, menyebabkan
jaringan kekurangan oksigen dan dapat menghambat pembentukan tulang rawan.

Di sisi lain, terdapat penelitian yang menyimpulkan bahwa merokok memiliki efek protektif
terhadap kejadian OA. Hal tersebut diperoleh setelah mengendalikan variabel perancu yang potensial
seperti berat badan.

b. Konsumsi Vitamin D
Orang yang tidak biasa mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin D memiliki
peningkatan risiko 3 kali lipat menderita OA.

4. Faktor Metabolik
a. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko terkuat yang dapat dimodifikasi. Selama berjalan, setengah
berat badan bertumpu pada sendi lutut. Peningkatan berat badan akan melipatgandakan beban sendi
lutut saat berjalan. Studi di Chingford menunjukkan bahwa untuk setiap peningkatan Indeks Massa
Tubuh (IMT) sebesar 2 unit (kira-kira 5 kg berat badan), rasio odds untuk menderita OA secara
radiografik meningkat sebesar 1,36 poin. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa semakin berat
tubuh akan meningkatkan risiko menderita OA. Kehilangan 5 kg berat badan akan mengurangi risiko
OA secara simtomatik pada wanita sebesar 50%. Demikian juga peningkatan risiko mengalami OA
yang progresif tampak pada orang-orang yang kelebihan berat badan dengan penyakit pada bagian
tubuh tertentu.

b. Osteoporosis
Hubungan antara OA dan osteoporosis mendukung teori bahwa gerakan mekanis yang
abnormal tulang akan mempercepat kerusakan tulang rawan sendi. Suatu studi menunjukkan bahwa
terdapat kasus OA lutut tinggi pada penderita osteoporosis.

c. Penyakit lain
OA terbukti berhubungan dengan diabetes mellitus, hipertensi dan hiperurikemi, dengan
catatan pasien tidak mengalami obesitas.

d. Histerektomi
Prevalensi OA pada wanita yang mengalami pengangkatan rahim lebih tinggi dibandingkan
wanita yang tidak mengalami pengangkatan rahim. Hal ini diduga
berkaitan dengan pengurangan produksi hormon estrogen setelah dilakukan pengangkatan rahim.

e. Menisektomi
Osteoartritis lutut dapat terjadi pada 89% pasien yang telah menjalani menisektomi.
Menisektomi merupakan operasi yang dilakukan di daerah lutut dan telah diidentifikasi sebagai faktor
risiko penting bagi OA. Hal tersebut dimungkinkan karena beberapa hal berikut ini :

i. Hilangnya jaringan meniskus akibat menisektomi membuat tekanan berlebih pada tulang
rawan sendi sehingga memicu timbulnya OA.

ii. Bagi pasien yang mengalami menisektomi, degenerasi meniskal dan robekan mungkin
menjadi lebih luas dan perubahan pada tulang rawan sendi akan lebih besar daripada mereka
yang tidak melakukan menisektomi.
2.4.2 Faktor Biomekanis
1. Riwayat Trauma Lutut
Trauma lutut yang akut termasuk robekan pada ligamentum krusiatum dan meniskus
merupakan faktor risiko timbulnya OA. Studi Framingham menemukan bahwa orang dengan riwayat
trauma lutut memiliki risiko 5 – 6 kali lipat lebih tinggi untuk menderita OA. Hal tersebut biasanya
terjadi pada kelompok usia yang lebih muda serta dapat menyebabkan kecacatan yang lama dan
pengangguran.

2. Kelainan Anatomis
Faktor risiko timbulnya OA antara lain kelainan lokal pada sendi lutut seperti genu varum,
genu valgus, Legg – Calve – Perthes disease dan displasia asetabulum. Kelemahan otot kuadrisep dan
laksiti ligamentum pada sendi lutut termasuk kelainan lokal yang juga menjadi faktor risiko OA.

3. Pekerjaan
Osteoartritis banyak ditemukan pada pekerja fisik berat, terutama yang banyak menggunakan
kekuatan yang bertumpu pada lutut. Prevalensi lebih tinggi menderita OA ditemukan pada kuli
pelabuhan, petani dan penambang dibandingkan pada pekerja yang tidak banyak menggunakan
kekuatan lutut seperti pekerja administrasi. Terdapat hubungan signifikan antara pekerjaan yang
menggunakan kekuatan lutut dan kejadian OA.

4. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik berat seperti berdiri lama (2 jam atau lebih setiap hari), berjalan jarak jauh (2
jam atau lebih setiap hari), mengangkat barang berat (10 kg – 50 kg selama 10 kali atau lebih setiap
minggu), mendorong objek yang berat (10 kg – 50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu), naik
turun tangga setiap hari merupakan faktor risiko OA.

5. Kebiasaan Olahraga
Atlit olah raga benturan keras dan membebani lutut seperti sepak bola, lari maraton dan kung
fu memiliki risiko meningkat untuk menderita OA. Kelemahan otot kuadrisep primer merupakan
faktor risiko bagi terjadinya OA dengan proses menurunkan stabilitas sendi dan mengurangi shock
yang menyerap materi otot. Tetapi, di sisi lain seseorang yang memiliki aktivitas minim sehari-hari
juga berisiko mengalami OA. Ketika seseorang tidak melakukan gerakan, aliran cairan sendi akan
berkurang dan berakibat aliran makanan yang masuk ke sendi juga berkurang. Hal tersebut akan
mengakibatkan proses degeneratif menjadi berlebihan.
2.5 Patofisiologi

Dahulu OA diyakini merupakan penyakit degeeratif kartilago, tetapi bukti terakhir


membuktikan bahwa OA merupakan kesatuan multifaktor, melibatkan faktor seperti trauma, tenaga
mekanik, inflamasi, reaksi biokimia, dan kekacauan metabolik. Peran inflamasi belum dipahami
dengan baik dan terdapat perdebatan menentukan apakah reaksi inflamasi memicu perubahan OA,
atau sebaliknya, inflamasi adalah sekunder dari perubahan OA. Inflamasi OA terjadi kronis dengan
inflamasi tingkat rendah, yang melibatkan mekanisme kekebalan tubuh bawaan. Sinovitis (infiltrasi
sel radang ke dalam sinovium) adalah temuan umum OA dan terdapat pada tahap awal penyakit tetapi
lebih banyak ditemukan menuju tahap yang lebih lanjut dan dapat dihubungkan dengan keparahan.
Dalam OA, cairan sinovial telah ditemukan mengandung beberapa mediator inflamasi termasuk
protein plasma (C-reactive protein, diusulkan sebagai penanda untuk pengembangan dan
perkembangan OA), prostaglandin (PGE2), leukotrien (LKB4), sitokin (TNF, IL1β, IL6, IL15, IL17,
IL18, IL21), faktor pertumbuhan (TGFβ, FGF, VEGF, NGF), nitrat oksida, dan komponen pelengkap.
Secara lokal, semua komponen ini dapat menginduksi matriks metaloproteinase dan enzim hidolitik
lainnya (termasuk siklooksigenase dua dan prostaglandin E) mengakibatkan kerusakan tulang rawan
sekunder karena penghancuran proteoglikan dan kolagen.6
Sel darah putih juga terlibat, pemecahan matriks ekstraseluler melepaskan molekul-molekul
tertentu (damage-associated molecular patterns) yang dikenali oleh sel imun bawaan (makrofag dan
sel mast), biasanya sebagai pelindung mekanisme. Namun, pada kasus ini peradangan berkepanjangan
dan tidak teratur dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Tubuh juga mempunyai mekanisme
molekular protektif termasuk beberapa growth factors (insulin-like, platelet-derived, fibroblast 18, dan
transforming growth factor B), yang mana diubah dalam penderita OA dan dapat berbahaya pada
sendi.6
Pada OA, cedera sendi akut, subakut, atau kronis dan kerusakan jaringan sendi, sering berada
dalam konteks faktor risiko lain (seperti obesitas, usia lanjut, gangguan metabolisme, disregulasi
sensor bioenergi, dan faktor genetik tertentu), dapat memicu siklus progresif kerusakan jaringan lokal,
perbaikan jaringan yang gagal dan peradangan, yang mengakibatkan kehilangan tulang rawan lebih
lanjut dan degenerasi sendi progresif dari waktu ke waktu. Sejumlah komponen dan mekanisme
molekuler dapat mengubah trauma sendi, cedera kronis, atau sendi yang terlalu sering digunakan
dalam proses inflamasi. Faktor-faktor ini dibahas pada bagian berikut.7
Gambar 1. Patofisiologi Oateroartritis
Perbandingan sendi normal (sisi kiri) dan sendi OA (sisi kanan), menunjukkan bahwa OA
adalah penyakit yang mempengaruhi seluruh struktur sendi, termasuk tulang rawan artikular,
sinovium, tulang subchondral, kapsul sendi, dan komponen lain dari sendi.7

Gambar 2. Menargetkan peradangan tingkat rendah pada OA


Contoh faktor risiko untuk OA, jenis sel yang terlibat dalam patogenesisnya, dan komponen
molekul dalam jalur inflamasi yang merupakan target terapi potensial untuk mencegah atau
mengobati OA ditunjukkan. CPB, carboxypeptidase B; DAMPs, disease-associated molecular
patterns; NO, nitrat oksida; OA, osteoarthritis.7
Peningkatan degradasi kolagen akan mengubah keseimbangan metabolisme rawan sendi.
Kelebihan produk hasil degradasi matriks rawan sendi ini cenderung berakumulasi di sendi
menghambat fungsi rawan sendi serta mengawali suatu respons imun yang menyebabkan inflamasi
sendi. Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses peningkatan aktivitas fibrinogenik dan
penurunan aktivitas fibrinololitik. Proses ini menyebabkan terjadinya penumpukan thrombus dan
komplek lipid pada pembuluh darah subkondral yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrois
jaringan subkondral terebut. Ini mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi seperti prostaglandin
dan interleukin yang selanjunya menimbulkan bone angina lewat subkhondral yang diketahui
mengandung ujung saraf sensible yang dapat menghantarkan rasa sakit.8
Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari lepasnya mediator kimiawi seperti kinin
dan prostaglandin yang menyebabkan radang sendi, peragangan tendon atau ligementum serta
spasmus otot-otot extra artikuler akibat kerja yang berlebihan. Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh
adanya osteofit yang menekan perioteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta
kenaikan tekanan vena intrameduller akibat stasis vena intrameduller kerana proses remodeling pada
trabekula dan subkondrial.8
Pasien OA mempunyai kadar PA yang tinggi pada cairan sendinya. Sitokin ini juga
mempercepat resorbsi rawan sendi. Interleukin-1 mempunyai efek multiple pada sel cairan sendi,
yaitu meningkatkan sintesis enzim yang mengredasi rawan sendi yaitu stromelisin dan kolagenosa,
maenghambat proses sintesis dan perbaikan normal kondrosit. Kondrosit pada pasien OA mempunyai
reseptor IL-1 dua kali lipat lebih banyak dibanding normal dan khondrosit sendiri dapat memproduksi
IL-1 secara lokal. Faktor pertumbuhan dan sitokin tampaknya mempunyai pengaruh yang berlawanan
selama perkembangan OA. Sitokin cenderung meransang degradasi komponen matriks rawan sendi,
sebaliknya faktor pertumbuhan meransang sintesis, padahal IGF-1 pasien OA lebih rendah
dibandingkan individual normal pada umur yang sama.8
Gambar 3. Patofisiologi OA

Manifestasi Klinis
1. Nyeri Sendi
Nyeri sendi merupakan keluhan utama yang sering dirasakan penderita ketika berkunjung ke
dokter, meskipun sebelumnya perrnah mengalami kaku sendi dan deformitas. Nyeri ini akan
bertambah berat saat melakukan gerakan dan akan berkurang bila penderita istirahat.
2. Kaku Sendi
Kaku sendi pada osteoartritis dapat terjadi setelah imobilitas, seperti duduk dalam waktu
cukup lama atau bahkan setelah bangun tidur dan berlangsung kurang dari 30 menit3
3. Hambatan Gerak Sendi
Hambatan gerak pada osteoartritis disebabkan oleh nyeri, inflamasi, fleksi menetap, kelainan
sendi atau deformitas. Hambatan gerak tergantung pada lokasi dan beratnya kelainan sendi yang
terkena. Biasanya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit, sampai sendi hanya bia
digoyangkan dan menjadi kontraktur. Hambatan gerak dapat konsentris ( seluruh arah gerakan )
maupun eksentris ( salah satu arah gerakan).
4. Krepitasi
Gejala ini lebih berarti untuk pemeriksaan klinis OA lutut. Pada awalnya hanya berupa
perasaan akan adanya seuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa. Dengan
bertambah beratnya penyakit, krepitasi dapat terdengar sampai jarak tertentu.
5. Pembengkakan Sendi
Pembengkakan sendi dapat terjadi karena efusi pada sendi yang biasanya tak banyak (< 100
cc).Deformitas dapat terlihat pada sendi yang terkena yang disebabkan terbentuknya osteofit. Tanda-
tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata dan
warna kemerahan) mungkin dijumpai pada osteoartritis karena adanya sinovitis.
6. Perubahan Gaya Berjalan
Gangguan berjalan dan gangguan fungsi sendi yang lain merupakan ancaman yang besar
untuk kemandirian penderita usia lanjut. Keadaan ini hamper selalu berhubungan dengan nyeri kerana
menjadi tumpuan berat badan. Terutama dijumpai pada OA lutut, sendi paha dan OA tulang belakang
dengan stenosis spinal. Pada sendi-sendi lain, sepertitangan bahu, siku dan pergelangan tangan,
osteoartitis juga menimbulkan gangguan fungsi.

2.7 Klasifikasi
2.7.1 Klasifikasi berdasarkan etiologi
Berdasarkan etiologi, OA dapat terjadi secara primer (idiopatik) maupun sekunder. Klasifikasi
OA berdasarkan etiologi dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 1. Klasifikasi Osteoartritis berdasarkan etiologi

2.7.2 Klasifikasi berdasarkan lokasi sendi yang terkena


Klasifikasi ini digunakan dalam penatalaksanaan OA secara menyeluruh, baik secara
farmakologi maupun non farmakologi untuk kepentingan rekomendasi ini.

Tabel 2. Klasifikasi Osteoartritis berdasarkan lokasi sendi yang terkena

2.8 Diagnosa
Seperti pada penyakit reumatik umumnya ,diagnosis tak dapat didasarkan hanya pada satu
jenis pemeriksaan saja. Biasanya dilakukan pemeriksaan reumatologi ringkas berdasarkan prinsip
pemeriksaan GALS (Gait, arms, legs, spine). Penegakan diagnosis OA dapat berdasarkan gejala
klinis. Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus yang dapat menentukan diagnosis OA. Pemeriksaan
penunjang saat ini terutama dilakukan untuk monitoring penyakit dan untuk menyingkirkan
kemungkinan artritis karena sebab lainnya. Pemeriksaan radiologi dapat menentukan adanya OA,
namun tidak berhubungan langsung dengan gejala klinis yang muncul. 1
Gejala OA umumnya dimulai saat usia dewasa, dengan tampilan klinis kaku sendi di pagi hari
atau kaku sendi setelah istirahat. Sendi dapat mengalami pembengkakan tulang, dan krepitus saat
digerakkan, dapat disertai keterbatasan gerak sendi. Peradangan umumnya tidak ditemukan atau
sangat ringan. Banyak sendi yang dapat terkena OA, terutama sendi lutut, jari-jari kaki, jari-jari
tangan, tulang punggung dan panggul. Pada seseorang yang dicurigai OA, direkomendasikan
melakukan pemeriksaan berikut ini1,9
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan Fisik
c. Pendekatan untuk menyingkirkan diagnosis penyakit lain.
d. Pemeriksaan penunjang
e. Perhatian khusus terhadap gejala klinis dan faktor yang mempengaruhi pilihan
terapi/penatalaksanaan OA

2.8.1 Anamnesis1
1. Nyeri dirasakan berangsur-angsur (onset gradual)
2. Tidak disertai adanya inflamasi (kaku sendi dirasakan < 30 menit, bila disertai inflamasi,
umumnya dengan perabaan hangat, bengkak yang minimal, dan tidak disertai kemerahan pada kulit)
3. Tidak disertai gejala sistemik
4. Nyeri sendi saat beraktivitas
5. Sendi yang sering terkena: Sendi tangan: carpo-metacarpal (CMC I), Proksimal interfalang
(PIP) dan distal interfalang (DIP), dan Sendi kaki: Metatarsofalang (MTP) pertama. Sendi lain: lutut,
V. servikal, lumbal, dan hip.
6. Pada anamnesis dijumpai faktor risiko berupa :
a. Bertambahnya usia
b. Riwayat keluarga dengan OA generalisata
c. Aktivitas fisik yang berat
d. Obesitas
e. Trauma sebelumnya atau adanya deformitas pada sendi yang bersangkutan.
7. Riwayat penyakit yang menyertai, sebagai pertimbangan dalam pilihan terapi:
a. Ulkus peptikum, perdarahan saluran pencernaan, penyakit liver.
b. Penyakit kardiovaskular (hipertensi, penyakit jantung iskemik, stroke, gagal jantung),
c. Penyakit ginjal
d. Asthma bronkhiale (terkait penggunaan aspirin atau OAINs)
e. Depresi yang menyertai
8. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi keluhan nyeri dan fungsi sendi
a. Nyeri saat malam hari (night pain)
b. Gangguan pada aktivitas sehari-hari
c. Kemampuan berjalan
d. Lain-lain: risiko jatuh, isolasi social, depresi

2.8.2 Pemeriksaan Fisik1


1. Tentukan BMI
2. Perhatikan gaya berjalan/pincang
3. Adakah kelemahan/atrofi otot
4. Tanda-tanda inflamasi/efusi sendi
5. Lingkup gerak sendi (ROM)
6. Nyeri saat pergerakan atau nyeri di akhir gerakan.
7. Krepitus
8. Deformitas/bentuk sendi berubah
9. Gangguan fungsi/keterbatasan gerak sendi
10. Nyeri tekan pada sendi dan periartikular
11. Penonjolan tulang (Nodul Bouchard’s dan Heberden’s)
12. Pembengkakan jaringan lunak
13. Instabilitas sendi

2.8.3 Pendekatan untuk menyingkirkan diagnosis lain1


1. Adanya infeksi
2. Adanya fraktur
3. Kemungkinan keganasan
4. Kemungkian Artritis Reumatoid

2.8.4 Pemeriksaan Penunjang 9,10


Untuk penegakkan diagnosis umumnya hanya melalui anamnesa pemeriksaan fisik dan bila
dibutuhkan pemeriksaan foto polos. Ada pula pemeriksaan lain seperti USG, CT scan, MRI ,
artrosintesis, atroskopi dapat dilakukan namun rendah sensitifitas dan spesifisitasnya . Serta belum
ada biomarker khusus OA yang dapat digunakan dalam praktek klinis sehari- hari. Tidak ada
pemeriksaan darah khusus untuk mendiagnosis OA. Pemeriksaan darah membantu menyingkirkan
diagnosis lain dan monitor terapi. Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk klasifikasi diagnosis atau
untuk merujuk ke spesialis ortopedi.
1. Foto Polos
Pada pemeriksaan foto polos ditemukan:
a. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada bagian yang menanggung
beban)
b. Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral
c. Kista tulang
d. Osteofit pada pinggir sendi
e. Perubahan struktur anatomi sendi.

Gambar 4. Foto polos sendi genu penderia osteoarthritis

2. Aspirasi Cairan Sendi


Jika terdapat efusi sendi pada pemeriksaan fisik, maka diperlukan aspirasi cairan sendi untuk
dianalisa cairan sendi, untuk menyingkirkan diagnosis banding infeksi , dan juga menyingkirkan
kemungkinan deposisi kristal urat dan kalsium. Pada pasien dengan osteoarthritis dijumpai cairan
yang kental dan transparant di bandingkan pada pasien dengan rheumathoid arthritis dimana cairan
sendi yang didapat lebih encer dan lebih opak karena terdapat banyak sel sel inflamasi didalamnya.
Pada osteoarthritis terdapat sel leukosit di bawah 2000 leukosit/mm3.

3. Artroskopi
Pada pasien osteoarthritis ditemukan perubahan proliferative dan inflamasi pada sinovium.
Pemeriksaan ini lebih sensitive di banding foto polos dalam hal melihat progresifitas penyakit . dan
dapat menilai apakah terjadi inflamasi pada kartilago sendri yang terkena.

4. USG, CT-Scan, MRI


Penggunaan USG umumnya dijadikan sebagai pemeriksaan penunjang non invasive pada efusi
sendi, selain itu juga penggunaannya ditujukan sebagai panduan saat akan dilakukan artroskopi. Pada
pemeriksaan CT Scan dan MRI umumnya jarang digunakan pada pasien osteoarthritis,penggunaan
CT scan umumnya untuk melihat lebih detal kerusakan sendi lebih lanjut dan MRI untuk melihat
kerusakan jaringan lunak disekitarnya.

2.8.5 Perhatian khusus terhadap gejala klinis dan faktor yang mempengaruhi pilihan terapi/
penatalaksanaan OA.
1. Singkirkan diagnosis banding.
2. Pada kasus dengan diagnosis yang meragukan, sebaiknya dikonsulkan pada ahli reumatologi
untuk menyingkirkan diagnosis lain yang menyerupai OA. Umumnya dilakukan artrosentesis
diagnosis.
3. Tentukan derajat nyeri dan fungsi sendi
4. Perhatikan dampak penyakit pada status social seseorang
5. Perhatikan tujuan terapi yang ingin dicapai, harapan pasien, mana yang lebih disukai pasien,
bagaimana respon pengobatannya.
6. Faktor psikologis yang mempengaruhi.
Gambar 5. Diagnosis OA Lutut
Tabel 3. Derajat osteoarthritis dengan klasifikasi Kellgren and Lawrence

2.9 Diagnosa Banding

1. Kelainan Anatomi
Pertama harus disingkirkan terlebih dahulu kemungkinan adanya kelainan anatomi dari
sebelumnya munculnya gejala seperti misalignment dari tungkai bawah harus disingkirkan
(menyebabkan OA lutut kompartemental misalnya, bentuk kelainan varus/kerusakan medial
tibiofemoral, atau valgus/kerusakan lateral tibiofemoral). Selain itu bisa juga genu valgum
misalignment yang melibatkan kompartemen lateral tibiofemoral. Kelainan varus atau valgus dapat
mempengaruhi lingkup gerak sendi (range of motion) dan percepatan penyempitan celah sendi ,
disebut instabiliti pada sendi lutut (ligamentum laxity).
2. Rheumatois Artritis
Untuk diagnosis Reumatoid Artritis (RA) cenderung menyerang pada sendi yang bilateral
simetris dan disertai dengan gejala sistemik lain dan lebih banyak menyerang wanita usia produktif.
Pada artritis gout cenderung tidak simetris dan faktor reumatoid negatif, sedangkan pada artritis
rematik cenderung terjadi simetris dan lebih dari 60% kasus memiliki faktor reumatoid positif. 9,10
3. Gout Artritis
Pada gout artritis umumnya menyerang sendi MTP I secara asimetris dan yang pada serangan
akut akan menimbulkan tanda- tanda inflamasi, selain itu pada fase kronis dapat ditemukan juga
penumpukkan Kristal urat pada jaringan lain yang disebut tofi. Pada analisa cairan sendi juga
ditemukan deposisi Kristal monosodium urat, dan pada pemeriksaan penunjang dapat ditemukan
kondisi hiperurisemia.
Pada pseudogout terjadi pembentukkan kristal kalsium pirofosfat pada sendi terutama sendi
lutut, dan memang umum terjadi pada pasien usia lanjut, bagaimana mekanisme terjadinya
pseudogout masih belum diketahui dengan pasti.Nyeri yang menjalar umumnya terjadi pada bursitis
akibat lesi pada ligament dan meniscus. Pada penyakit akibat infeksi sendi yang lain akan
menimbulkan tanda- tanda umum peradangan seperti kemerahan, bengkak. Factor psikologis seperti
depresi dan masalah social juga dapat berpengaruh terhadap perkembangan rasa nyeri yang timbul.
Sindroma nyeri pada soft tissue juga dapat dijadikan diagnose banding namun pada hal ini tidak
melibatkan kekakuan pada sendi.

Walau menegakkan diagnosis osteoarthritis mudah, namun yang sulit adalah menentukkan
apakah nyeri sendi atau disabilitas yang timbul muncul sebagai karakteristik dari penyakit tersebut.
Banyak pasien dengan kerusakan sendi lebih lanjut namun tidak mengalami gejala. Dan osteoarthritis
memang sangat umum terjadi pada pasien lanjut usia. Lebih lanjut tidak semua nyeri sendi
diasumsikan sebagai osteoarthritis pada semua individu.

2.10 Tatalaksana
Osteoartritis merupakan penyakit artritis kronis paling banyak ditemui dengan berbagai faktor
risiko, karena itu peranan dokter umum sangat penting khususnya dalam sistim kesehatan nasional,
untuk pencegahan, deteksi dini dan penatalaksanaan penyakit kronik secara umum, dan khususnya
dalam penatalaksanaan OA. Karena itu rekomendasi penatalaksanaan OA sangat diperlukan untuk
memudahkan koordinasi yang meliputi multidisiplin, monitoring, dengan patient centre care yang
bersifat kontinyu/terus menerus, komprehensif dan konsisten, sehingga penatalaksanaan nyeri OA
kronik dapat dilakukan secara efektif dan efisien.
Strategi penatalaksanaan pasien dan pilihan jenis pengobatan ditentukan oleh letak sendi yang
mengalami OA, sesuai dengan karakteristik masing-masing serta kebutuhannya. Oleh karena itu
diperlukan penilaian yang cermat pada sendi dan pasiennya secara keseluruhan, agar
penatalaksanaannya aman, sederhana, memperhatikan edukasi pasien serta melakukan pendekatan
multidisiplin.
Tujuan:
1. Mengurangi/ mengendalikan nyeri.
2. Mengoptimalkan fungsi gerak sendi.
3. Mengurangi keterbatasan aktifitas fisik sehari-hari (ketergantungan kepada orang lain ) dan
meningkatkan kualitas hidup.
4. Menghambat progresivitas penyakit.
5. Mencegah terjadinya komplikasi.
Penilaian menyeluruh kualitas hidup pasien Osteoartritis sebelum memulai pengobatan.
Penting sekali mengetahui kualitas hidup pasien akibat OA yang dideritanya sebelum dimulainya
pengobatan, sebagaimana diagram dibawah ini.
2.10.1 Terapi Non farmakologi
a. Edukasi pasien
Sangat penting bagi semua pasien OA diberikan edukasi yang tepat. Dua hal yang menjadi
tujuan edukasi adalah bagaimana mengatasi nyeri dan disabilitas. Pemberian edukasi (KIE) pada
pasien ini sangat penting karena dengan edukasi diharapkan pengetahuan pasien mengenai penyakit
OA menjadi meningkat dan pengobatan menjadi lebih mudah serta dapat diajak bersama-sama untuk
mencegah kerusakan organ sendi lebih lanjut.
Edukasi yang diberikan pada pasien ini yaitu memberikan pengertian bahwa OA adalah
penyakit yang kronik, sehingga perlu dipahami bahwa mungkin dalam derajat tertentu akan tetap ada
rasa nyeri, kaku dan keterbatasan gerak serta fungsi. Selain itu juga diberikan pemahaman bahwa hal
tersebut perlu dipahami dan disadari sebagai bagian dari realitas kehidupannya. Agar rasa nyeri dapat
berkurang, maka pasien sedianya mengurangi aktivitas/pekerjaannya sehingga tidak terlalu banyak
menggunakan sendi lutut dan lebih banyak beristirahat. Pasien juga disarankan untuk kontrol kembali
sehingga dapat diketahui apakah penyakitnya sudah membaik atau ternyata ada efek samping akibat
obat yang diberikan. (pdf unud)
b. Diet
Bila berat berlebih (BMI: >25), program penurunan berat badan, minimal penurunan 5% dari
berat badan dengan target BMI 18,5-25. Pada pasien OA disarankan untuk mengurangi berat badan
dengan mengatur diet rendah kalori sampai mungkin mendekati berat badan ideal. Dimana prinsipnya
adalah mengurangi kalori yang masuk dibawah energi yang dibutuhkan. Penurunan energi intake
yang aman dianjurkan pemberian defisit energi antara 500-1000 kalori per hari, sehingga diharapkan
akan terjadi pembakaran lemak tubuh dan penurunan berat badan 0,5–1 kg per minggu. Biasanya
intake energi diberikan 1200-1300 kal per hari, dan paling rendah 800 kal per hari. Formula yang
dapat digunakan untuk kebutuhan energy berdasarkan berat badan adalah 22 kal/kgBB aktual/hari,
dengan cara ini didapatkan deficit energy 1000 kal/hari. Pada pasien dianjurkan untuk diet 1200 kal
per hari agar mencapai BB idealnya yakni setidaknya mencapai 55kg.
c. Terapi fisik
Terapi fisik bertujuan untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat dipakai dan melatih
pasien untuk melindungi sendi yang sakit. Pada pasien OA dianjurkan untuk berolahraga tapi olahraga
yang memperberat sendi sebaiknya dihindari seperti lari atau joging. Hal ini dikarenakan dapat
menambah inflamasi, meningkatkan tekanan intra articular bila ada efusi sendi dan bahkan bisa dapat
menyebabkan robekan kapsul sendi. Untuk mencegah risiko terjadinya kecacatan pada sendi,
sebaiknya dilakukan olahraga peregangan otot seperti m.Quadrisep femoris, dengan peregangan dapat
membantu dalam peningkatan fungsi sendi secara keseluruhan dan mengurangi nyeri. : pakai tongkat
pada sisi yang sehat.
Pada pasien OA disarankan untuk senam aerobic low impact/intensitas rendah tanpa
membebani tubuh selama 30 menit sehari tiga kali seminggu. Hal ini bisa dilakukan dengan olahraga
naik sepeda atau dengan melakukan senam lantai. Senam lantai bisa dilakukan dimana pasien
mengambil posisi terlentang sambil meregangkan lututnya, dengan cara mengangkat kaki dan secara
perlahan menekuk dan meluruskan lututnya.
d. Terapi okupasi
Terapi ini meliputi proteksi sendi dan konservasi energi, menggunakan splint dan
menggunakan alat bantu gerak sendi untuk aktivitas fisik sehari-hari.
2.10.2 Terapi Farmakologi
1. Pendekatan terapi awal
a. Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, dapat diberikan salah satu obat berikut
ini, bila tidak terdapat kontraindikasi pemberian obat seperti acetaminophen (kurang dari 4 mg per
hari) atau Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS).

b. Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, yang memiliki risiko pada sistem
pencernaan (usia >60 tahun, disertai penyakit komorbid dengan polifarmaka, riwayat ulkus peptikum,
riwayat perdarahan saluran cerna, mengkonsumsi obat kortikosteroid dan atau antiko agulan), dapat
diberikan salah satu obat berikut ini:
i. Acetaminophen ( kurang dari 4 gram per hari)
ii. Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) topical
iii. Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) non selektif, dengan pemberian obat pelindung
gaster (gastro- protective agent).
Obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) harus dimulai dengan dosis analgesik rendah dan
dapat dinaikkan hingga dosis maksimal hanya bila dengan dosis rendah respon kurang efektif.
iv. Cyclooxygenase-2 inhibitor

c. Untuk nyeri sedang hingga berat, dan disertai pembengkakan sendi, aspirasi dan tindakan
injeksi glukokortikoid intraartikular (misalnya triamsinolone hexatonide 40 mg) untuk penanganan
nyeri jangka pendek (satu sampai tiga minggu) dapat diberikan, selain pemberian obat anti-inflamasi
nonsteroid per oral (OAINS).

Injeksi intraartikular/intralesi
Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan utama dalam
penanganan osteoartritis. Diperlukan kehati-hatian dan selektifitas dalam penggunaan modalitas
terapi ini, mengingat efek merugikan baik yang bersifat lokal maupun sistemik. Pada dasarnya ada 2
indikasi suntikan intra artikular yakni penanganan simtomatik dengan steroid, dan viskosuplementasi
dengan hyaluronan untuk memodifikasi perjalanan penyakit. Dengan pertimbangan ini yang
sebaiknya melakukan tindakan adalah dokter ahli reumatologi atau dokter ahli penyakit dalam dan
dokter ahli lain, yang telah mendapatkan pelatihan.
Kortikosteroid. Dapat diberikan pada OA lutut, jika mengenai satu atau dua sendi dengan
keluhan nyeri sedang hingga berat yang kurang responsif terhadap pemberian OAINS, atau tidak
dapat mentolerir OAINS atau terdapat penyakit komorbid yang merupakan kontra indikasi terhadap
pemberian OAINS. Diberikan juga pada OA lutut dengan efusi sendi atau secara pemeriksaan fisik
terdapat tanda-tanda inflamasi lainnya. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar untuk
menghindari penyulit yang timbul. Sebagian besar literatur tidak menganjurkan dilakukan
penyuntikan lebih dari sekali dalam kurun 3 bulan atau setahun 3 kali terutama untuk sendi besar
penyangga tubuh. Dosis untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi, sedangkan untuk sendi-sendi
kecil biasanya digunakan dosis 10 mg. Injeksi kortikosteroid intra-artikular harus dipertimbangkan
sebagai terapi tambahan terhadap terapi utama untuk mengendalikan nyeri sedang-berat pada
penderita OA
Viskosuplemen: Hyaluronan. Terdapat dua jenis hyaluronan di Indonesia: high molecular
weight dan low molecular weight atau tipe campuran. Penyuntikan intra artikular viskosuplemen ini
dapat diberikan untuk sendi lutut. Karakteristik dari penyuntikan hyaluronan ini adalah onsetnya
lambat, namun berefek jangka panjang, dan dapat mengendalikan gejala klinis lebih lama bila
dibandingkan dengan pemberian injeksi kortikosteroid intraartikular. Cara pemberian: diberikan
berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan interval satu minggu @ 2 sampai 2,5 ml Hyaluronan untuk jenis
low molecular weight, 1 kali untuk jenis high molecular weight, dan 2 kali pemberian dengan interval
1 minggu untuk jenis tipe campuran. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar. Kalau tidak
dapat timbul berbagai penyulit seperti artritis septik, nekrosis jaringan dan abses steril. Perlu
diperhatikan faktor alergi terhadap unsur/bahan dasar hyaluronan misalnya harus dicari riwayat alergi
terhadap telur.

2. Chondroprotective agent
Yang dimaksud dengan Chondroprotective agent adalah obat – obatan yang dapat menjaga
atau merangsang perbaikan (repair) tulang rawan sendi pada pasien OA .

Tabel 4. Kelompok Obat Chrondroprotective agent


NO. KELOMPOK KETERANGAN
OBAT
1. Asam hialuronat Disebut juga sebagai viscosupplement oleh karena
salah satu manfaat obat ini adalah dapat
memperbaiki viskositas cairan sinovial, obat ini
diberikan secara intra – articlar. Asam hialuronat
ternyata memegang peranan penting dalam
pembentukan matrix tulang rawan melalui agregasi
dengan proteoglikan. Disamping itu pada binatang
percobaan, asam hialuronat dapat mengurangi
inflamasi pada sinovium, menghabat angiogenesis
dan khemotaksis sel – sel inflamasi.
2. Glikosaminoglika Dapat menghambat sejumlah enzim yang berperan
dalam proses degradasi tulang rawan antara lain:
n hialuronidase, protease, elastase dan zat athpesin B1
in vitro dan juga merangsang sintesis proteoglikan
dan asam hialuronat pada kultur tulang rawan sendi
manusia.
3. Kondroitin sulfat Menurut penelitian pemberian Kondroitin Sulfat
pada kasus OA mempunyai efek protektif terhadap
terjadinya kerusakan tulang rawan sendi.
4. Vitamin C Dalam penelitian ternyata dapat menghambat
aktivitas enzim lisozim. Pada pengamatan vitamin C
mempunyai manfaat dalam terapi OA.
5. Steroid intra – Kejadian inflamasi kadang-kadang dijumpai pada
artikuler pasien osteoarthritis, oleh karena itu kortikosteroid
intra-artikuler telah dipakai dan mampu mengurangi
rasa sakit, walaupun dalam waktu yang singkat
penelitian selanjutnya tidak menunjukkan
keuntungan yang nyata pada pasien OA, sehingga
pemakaiannya dalam hal ini masih controversial.

2.10.3 Tindak lanjut


Indikasi untuk tindakan lebih lanjut:
1. Adanya kecurigaan atau terdapat bukti adanya artritis inflamasi: bursitis, efusi sendi:
memerlukan pungsi atau aspirasi diagnostik dan teurapeutik (rujuk ke dokter ahli reumatologi/bedah
ortopedi)
2. Adanya kecurigaan atau terdapat bukti artritis infeksi (merupakan kasus gawat darurat, resiko
sepsis tinggi: pasien harus dirawat di Rumah Sakit)

Segera rujuk ke dokter bedah ortopedi pada:


a. Pasien dengan gejala klinis OA yang berat, gejala nyeri menetap atau bertambah berat setelah
mendapat pengobatan yang standar sesuai dengan rekomendasi baik secara non-farmakologik dan
farmakologik (gagal terapi konvensional).
b. Pasien yang mengalami keluhan progresif dan mengganggu aktivitas fisik sehari-hari.
c. Keluhan nyeri mengganggu kualitas hidup pasien: menyebabkan gangguan tidur
(sleeplessness), kehilangan kemampuan hidup mandiri, timbul gejala/gangguan psikiatri karena
penyakit yang dideritanya.
d. Deformitas varus atau valgus (>15 hingga 20 derajat) pada OA lutut
e. Subluksasi lateral ligament atau dislokasi: rekonstruksi retinakular medial, distal patella
realignment, lateral release.
f. Gejala mekanik yang berat (gangguan berjalan/giving way, lutut terkunci/locking, tidak dapat
jongkok/inability to squat): tanda adanya kelainan struktur sendi seperti robekan meniskus: untuk
g. Kemungkinan tindakan artroskopi atau tindakan unicompartmental knee replacement or
osteotomy/realignment osteotomies.
h. Operasi penggantian sendi lutut (knee replacement: full, medial unicompartmental,
patellofemoral and rarely lateral unicompartmental) pada pasien dengan:
 Nyeri sendi pada malam hari yang sangat mengganggu
 Kekakuan sendi yang berat
 Mengganggu aktivitas fisik sehari-hari.

Gambar 6. Algoritma Penatalaksanaan Osteoartritis


2.11 Pencegahan
Pencegahan terhadap OA dapat dengan cara meningkatkan factor protektif terhadap sendi
misalnya melalui olahraga. Hal ini untuk mengendalikan factor resiko yang dapat dimodifikasi.
Dianjurkan latihan yang bersifat penguatan otot, memperluas lingkup gerak sendi dan latihan aerobik.
Diet sehat guna mempertahankan berat badan tetap ideal. Lebih lanjutkonsumsi makanan dan
minuman juga berpengaruh terhadap kesehatan sendi dan tulang rawan. Penurunan berat badan
merupakan tindakan yang penting, terutama pada pasien-pasien obesitas, untuk mengurangi beban
pada sendi. Perlindungan dari cedera saat menjalani pekerjaan khususnya pekerjaan yang banyak
menggunakan sendi sendi tertentu sebagai tumpuan. Mengangkat beban berat dari lantai pada posisi
yang benar untuk mencegah trauma sendi minimal yang dapat terjadi berulang kali, umumnya terkait
pekerjaan.

2.12 Komplikasi
1. Kondrolisis
Kerusakan kartilago menyebabkan sendi lisisnya jaringan sendi
2. Osteonekrosis
Kematian tulang.
3. Stress fracture
Cedera berulang secara bertahap akan menghasilkan retakan tulang yang tidak terlihat.
4. Perdarahan di bagian dalam sendi.
5. Infeksi pada sendi.
6. Ruptur tendon atau ligamen sekitar sendi
7. Saraf terjepit (osteoartritis di tulang belakang)

2.13 Prognosis12
Osteoarthritis merupakan penyakit degeneratif, maka dapat dipahami bahwa penyakit ini
bersifat progresif sesuai dengan usia penderita. Namun apabila diketahui secara dini dan belum
menimbulkan deformitas (valgus atau varus), maka perjalanan penyakit dapat dihambat dengan cara
membuat atau berusaha memperbaiki stabilitas sendi. Berikut merupakan prognosis untuk kasus OA:
a. Quo ad vitam : (Baik) mengingat kondisi penyakitnya secara langsung tidak
membahayakan jiwa.
b. Quo ad sanam : (Ragu-ragu) karena intervensi fisioterapi tidak dapat menyembuhkan
OA sendi lutut. Bersifat simptomatik yaitu mengurangi keluhan yang
timbul.
c. Quo ad funcionam : (Ragu-ragu) karena tergantung pada derajat nyeri yang timbul.
d. Quo ad cosmeticam : (Buruk) karena sudah terjadi adanya deformitas varus.
Diketahui bahwa, stabilitas sendi tergantung pada bentuk, ligamen dan kapsul sendi,serta otot.
Bentuk, ligament dan kapsul sendi tidak dapat dipengaruhi kecuali menjaga agar tidak terlalu
mendapat beban dan stress yang berarti. Sedangkan otot dapat diperkuat dengan cara latihan, sehingga
kunci dan stabilitas yang masih bisa dikendalikan adalah mengurangi rasa sakit dan melatih otot agar
menjadi kuat.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Ruang Lingkup
Ruang lingkup keilmuan : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Ruang lingkup tempat : Puskesmas Kelurahan Pela Mampang 1
Ruang lingkup waktu : November 2023
Ruang lingkup responden : Pasien Posyandu Lansia di Posbindu Mawar RW 06
wilayah Puskesmas Kelurahan Pela Mampang 1

3.2. Jenis dan Rancangan Penelitian


Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif observasional. Metode pendekatan
adalah dengan metode cross sectional dimana pengambilan data dilakukan secara
bersamaan untuk memperoleh data yang lengkap dengan waktu yang relatif singkat.

3.3. Tempat dan Waktu Penelitian


Tempat : Posyandu Lansia Posbindu Mawar RW
06.
Waktu : bulan November 2023

3.4. Populasi dan Sampel Penelitian


- Populasi
- Populasi terjangkau : Warga lansia RW 06, Kelurahan Pela Mampang
- Populasi Target : Warga Lansia Rw 06, Kelurahan Pela Mampang
- Sampel : Populasi target adalah sebanyak 50 orang pasien
lansia . Teknik pengambilan sampel adalah dengan metode quota sampling dimana
menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai
jumlah / kuota yang diinginkan tercapai.

3.5 Alat Ukur Penelitian


Alat ukur penelitian adalah dengan dua kuisioner. Kuisioner pertama adalah mengenai
pengetahuan pasien terhadap OA dengan jumlah 12 pertanyaan. Pengetahuan pasien terhadap
OA dinyatakan kurang baik apabila jumlah pertanyaan yang dijawab benar adalah kurang dari
delapan, dan dinyatakan baik bila skor 8 atau lebih, kuisioner ke dua adalah mengenai sikap
dan perilaku pasien terhadap OA dengan jumlah 15 pertanyaan. Jawaban kuisioner terdiri dari
pilihan ganda serta jawaban ya dan tidak. Sikap dan perilaku pasien terhadap OA
mendapatkan nilai baik apabila skor responden menjawab ya kurang dari 10 untuk pertanyaan
nmor 1 sampai dengan 15, kuisioner akan dibagikan dalam bentuk lembaran kertas yang sudah
di print out dan diisi di lokasi penyuluhan dengan menggunakan pensil sebelum penyuluhan di
lakukan.

3.6 Kuisioner Identitas Responden

KUESIONER
PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TENTANG NYERI SENDI DI
LINGKUNGAN PUSKESMAS KELURAHAN PELA MAMPANG

A. Identitas Responden
1.Nama Lengkap : ………………………………..
2. Jenis Kelamin :  Perempuan  Laki-laki
3. Tanggal lahir :
4. Usia :……… tahun
5. Alamat : RT=
RW=
6. Pekerjaan :
7. Pendidikan terakhir :  Tidak sekolah
 SD
 SMP
 SMA/SMK
 S1/S2/S3

3.7 Kuesioner Pengetahuan Responden tentang Osteoarthritis

1. Osteoarthritis merupakan penyakit yang menyerang :


a. Sendi-Sendi di tubuh (cth : lutut, sendi bahu, Tulang belakang)
b. Otot-otot di tubuh
c. Saluran pernapasan
d. Saraf-saraf di tubuh
2. Penyakit OA (Osteoarthritis) adalah penyakit yang :
a. Menular
b. Keturunan
c. Diturunkan
d. Degenerative (karena usia tua)
3. Gejala umum OA (Osteoarthritis) yang benar adalah :
a. Nyeri pada sendi (lutut, bahu, tulang belakang)
b. Nyeri perut
c. Gatal pada kuit
d. Diare
4. Lansia dengan Berat badan yang berlebih mudah terkena OA pada lututnya. Pernyataan
tersebut adalah :
a. Benar
b. Tidak benar

5. OA disebabkan Oleh :
a. Usia tua
b. Berat badan yang berlebih
c. Aktifitas berat (seperti angkat beban berat, naik turun tangga)
d. Semua benar

6. Hal-hal yang meringankan nyeri pada OA lutut adalah benar, kecuali :


a. Fisioterapi dengan dokter Rehab Medik
b. Dipijat oleh tukang pijat
c. Minum obat Pereda nyeri yang diberikan dokter
d. Menggunakan lutut support (deker) ketika aktivitas

7. Olahraga yang dapat memperburuk OA lutut, kecuali :


a. Berenang
b. Jogging
c. Basket
d. Bulutangkis
8. OA (Osteoarthritis) dapat dicegah perburukannya dengan hal dibawah ini , kecuali:
a. Menurunkan berat badan menjadi ideal
b. Menggunakan Deker lutut
c. Merubah pola hidup untuk tidak berlari, loncat, naik turun tangga
d. Minum Susu lansia setiap hari

9. Jika anda merasakan gejala seperti nyeri lutut , dokter apa yang harus anda temui :
a. Dokter Spesialis Saraf
b. Dokter Spesialis Orthopaedi (tulang)
c. Dokter Spesialis Bedah Umum
d. Dokter Spesialis Radiologi
10. Pernyataan berikut yang benar :
a. OA (Osteoarthritis) akan membaik jika di pijat ke tukang urut
b. OA (Osteoarthritis) adalah penyakit keturunan
c. OA (Osteoarthritis) adalah penyakit yang disebabkan oleh Usia Tua
d. OA (Osteoarthritis) bisa disembuhkan dengan obat-obatan saja

11. Apakah OA (Osteoarthritis) dapat disembuhkan ?


a. Bisa
b. Tidak Bisa
12. Bagaimana Cara menyembuhkan OA (Osteoarthritis) ?
a. Ke dukun pijit
b. Minum obat nyeri
c. Operasi Ganti Sendi Lutut (Total Knee Replacement )
d. Amputasi

3.8 Kuisioner Sikap dan Perilaku Responden terhadap penyakit OA (Osteoarthritis) pada
lutut

No. Pertanyaan Ya Tidak


1 Saya memiliki berat badan berlebih
2 Saat nyeri lutut saya pergi ke Tukang pijit
3 Saya minum kalsium dan vitamin D sejak usia muda
4 Saya sering naik turun tangga, dan mengangkat barang-
barang berat
5 Bila saya mengalami nyeri lutut, saya pergi ke Dokter untuk
konsultasi
6 Saya sudah menggunakan deker lutut selama ini
7 Jika dokter menyarankan untuk fisioterapi saya akan
menjalankannya
8 Saya olahraga jalan pagi atau sore setiap hari
9 Saya mengingatkan anggota keluarga saya agar tidak terlalu
gemuk
10 Saya berjemur di pagi hari setiap hari
11 Saya kompres lutut saya dengan es batu jika nyeri
12 Saya masih merokok sampai hari ini
13 Jika dokter menyarankan untuk operasi pergantian lutut
saya berani melakukannya
14 Saya sudah tidak bekerja hanya dirumah saja
15 Saya akan menghimbau kepada teman-teman lansia agar
konsultasi ke dokter jika nyeri lutut
3.9 Alur Penelitian
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Kemungkinan Penyebab Masalah


Kejadian OA dipengaruhi oleh berbagai faktor yang salah berhubungan. Metode
identifikasi masalah dilakukan dengan melakukan brainstorming untuk pemecahan masalah
sebab dan akibat. Terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi masalah tingginya tingkat
penularan OA di puskesmas kelurahan pela mampang yaitu method, man, environment,
money, material. Penentuan kerangka akar penyebab masalah dilakukan dengan teori
Fishbone.

Diagram Fishbone
4.2 Identifikasi Masalah Terbanyak

Masalah tingginya angka suspek OA (nyeri sendi) yang terjadi di Wilayah kerja
Puskesmas Pela Mampang ditetakan setelah data primer dari pasien Posyandu Lansia dengan
keluhan Nyeri Lutut , Masalah yang didapatkan :
1. 25 responden memiliki nilai pengetahuan terhadap Osteoarthritis yang kurang baik (62.5%
responden)
2. Rata-rata nilai untuk pengetahuan terhadap OA adalah dibawah 5 sehingga rata-rata
pengetahuan terhadap OA pada Lansia RW 10 Wilayah Pueskesmas kelurahan Pela Mampang
masih kurang baik.
3. 30 responden memiliki skor untuk sikap dan perilaku terhadap pencegahan perburukan nyeri
sendi (OA) yang kurang baik.
4. Rata-rata nilai untuk sikap dan perilaku terhadap pencegahan perburukan Nyeri sendi (OA)
masih kurang baik.
5. 15 Peserta tidak mengisi kuisioner dengan alasan tidak membawa kacamata, tidak mengerti
pertanyaanya, sibuk mengurus posyandu lansia (kader-kader)

4.3 Menetukan Prioritas Masalah

Dari daftar masalah yang disebutkan di sub bab sebelumnya, ditemukan masalah
prioritas yaitu pengetahuan pasien terhadap pasien dengan gejala nyeri sendi yang kurang
baik, rendahkan sikap dan perilaku terhadap pencegahan perburukan nyeri sendi.

4.4 Alternatif Pemecahan Masalah

1. Pemaparan materi mengenai OA.


2. Penyuluhan mengenai factor resiko dan pencegahan perburukan penyakit .
3. Re-sosialisasi pelaksanaan skrining dan tanya jawab mengenai nyeri sendi .
4. Pembagian Deker Lutut bagi yang membutuhkan .
4.5 Pelaksanaan Plan of Action (POA)

Sebanyak 55 peserta penyuluhan yang berada di Posyandu Lansia RW 06 Wilayah


Puskesmas Kelurahan Pela Mampang dilakukan pengisian kuisionwr dan pretest, pemaparan materi
mengenai OA dan PHBS, serta pencegahan perburukan nyeri sendi. Dan dilakukan Post test.
Didapatkan hasil nilai rata-rata dibawah 5 untuk pretest dan 8-8.5 untuk post test.

Intervensi telah dilakukan dengan pemaparan materi mengenai OA dan PHBS serta
pencegahan perburuan gejala nyeri sendi (OA) dengan menggunakan media berupa leaflet.

Didapatkan data sebagai berikut :

No. Pertanyaan Pre-test Post-test Peningkata


(benar) (benar) n Nilai
1 OA merupakan penyakit yang 32% 94% 62%
menyerang Sendi-sendi di tubuh
( cth : lutut, sendi bahu, tulang
belakang)
2 Penyakit OA adalah penyakit 48% 86% 38%
degenerative karena usia tua
3 Gejala umum OA adalah nyeri pada 74% 100% 26%
sendi
4 Lansia dengan BB berlebih mudah 72% 96% 24%
terkena OA pada lututnya

5 OA disebabkan oleh Usia Tua, 32% 90% 58%


Obesitas. Dan aktifitas berat

6 Hal-hal yang meringankan nyeri 72% 94% 22%


pada OA lutut adalah Fisioterapi,
minum Pereda nyeri, dan
menggunakan lutut support (deker)
7 Olahraga yang dapat memperburuk 42% 86% 44%
OA , kecuali berenang
8 OA dapat dicegah perburukannya 38% 90% 52%
dengan menggunakan deker lutut,
menurunkan BB
9 OA adalah penyakit yangm 38% 94% 56%
disebabkan oleh usia tua
10 Jika merasakan nyeri lutut, maka 24% 72% 48%
pergi ke dokter Orthopedi

11 OA tidak bisa disembuhkan 60% 95% 48%

12 Cara Operatif dalam menghilangkan 18% 70% 77%


gejala nyeri sendi pada OA adalah
TKR (total knee replacement)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil identifikasi dan analisis terkait tingginya angka lansia


dengan nyeri sendi di Kelurahan Pela Mampang, diperoleh permasalahan
pengetahuan terhadap OA, sikap dan perilaku terhadap pencegahan perburukan
gejala nyeri sendi. Sikap dan pencegahan perburukan gejala nyeri sendi juga
masih kurang baik, misalnya banyak lansia yang masih memiliki BB berlebih,
naik turun tangga setiap hari karena rumahnya bertingkat, mengangkat berat
seperti gallon atau menggendong cucunya, bila para lansia mengetahui sikap dan
perilaku apa yang baik terhadap gejala nyeri sendi maka tingkat perburukan nyeri
sendi pada lansia akan berkurang.
Keputusan pemecahan masalah yang terpilih adalah memberikan
pemaparan materi mengenai pengetahuan terhadap OA dan PHBS pencegahan
perburukan gejala nyeri sendi kepada pasien Posyandu Lansia yang memiliki
nyeri sendi di RW 06, wilayah Puskesmas Kelurahan Pela Mampang.

5.2 Saran

Penulis berharap dengan mini project ini, tingginya angka kejadian nyeri sendi
pada lansia di RW 06 Kelurahan Pela Mampang dapat berkurang. Dengan tercapainya hal
tersebut, diharapkan menurunkan angka morbiditas pada Masyarakat lansia yang
disebabkan oleh penyakit tersebut. Penyelesaian secara bertahap yang diharapkan adalah
dengan melakukan penyuluhan mengenai OA dan advokasi penggalakan warga lansia
untuk melakukan pola hidup dan aktifitas yang baik.
Penulis juga berharap agar mini project ini dapat diangkat sebagai bahan untuk
penelitian lainnya di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Diagnosis dan Penatalaksanaan Osteoartritis.


Jakarta: Perhimpunan Reumatologi Indonesia; 2014.p.2-24.
2. (Berran, Y., Luenda E., C., Brent, B. and Cecil M., B. (2015). Occupational and genetic
risk factors for osteoarthritis: A review. HHS Public Access, [online] 1(50 (2), pp.261–
273. Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4562436/pdf/nihms-
718785.pdf [Accessed 21 Feb. 2019].
3. IRA.(2014). Diagnosis dan Penatalaksanaan Osteoarthritis. Availabel at :
http://reumatologi.or.id/var/rekomendasi/Rekomendasi_IRA_Osteoarthritis_2014.pdf

4. Santosa, J., Istri t., 2018. Osteoarthritis. Fakultas Kedokteran Udayana.


https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/7a6bf247810cf2b5a8888489746e
9079.pdf
5. Maharani E., Hadisapoetro S., Setyawan H., 2007. Faktor-Faktor Risiko Osteoarthritis
Lutut. Program Studi Magister Epidemiologi
Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang.
http://eprints.undip.ac.id/17308/1/Eka_Pratiwi_Maharani.pdf
6. Mora J, Przkora R, Cruz-Almeida Y. Knee osteoarthritis: pathophysiology and current
treatment modalities. Journal of Pain Research. 2018;Volume 11:2189-2196.
7. Robinson W, Lepus C, Wang Q, Raghu H, Mao R, Lindstrom T et al. Low-grade
inflammation as a key mediator of the pathogenesis of osteoarthritis. Nature Reviews
Rheumatology. 2016;12(10):580-592.
8. Soeroso , Joewono, et al. Osteoartritis. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed. 2006. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia.
9. World Health Organization, 2013, Priority diseases and reasons for inclusion. Accessed
on Febuary 15th, 2019. Available from
https://www.who.int/medicines/areas/priority_medicines/Ch6_12Osteo.pdf
10. Arden N, Blanco FJ, Bruyère O, Cooper C, Guermazi A, Hayashi A, et al. Atlas of
Osteoarthritis. 2nd ed. London: Springer Healthcare ; 2018.p.52-73.
11. Poinier a. Complications of Osteoarthritis. Myhealth.alberta.ca. 2017 [cited 22 February
2019]. Available from: https://myhealth.alberta.ca/Health/pages/conditions.aspx?
hwid=tr5869
12. Azizah L. Penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi osteoartritis genu bilateral dengan
modalitas mico wave diathermy dan terapi latihan di RSUD Sragen. [Tesis]. Surakarta.
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta: 2008.

Anda mungkin juga menyukai