Tarekat Rifa’iyah
Sayid Ahmad al-Rifa'i mendirikan tarekat Rifa'iyah, yang prinsip
2 utamanya adalah mengajak orang untuk beriman dan mengikuti sunnah rasul,
menjaga rukun Islam, berpegang pada yang benar dan meninggalkan yang
salah. Diceritakan bahwa dia sering berdzikir hingga membuat tubuhnya
terangkat ke atas, tetapi Sayid Ahmad Al-Rifa'i tidak menyadarinya.
Tarekat Tijaniyah
Tarekat Tijaniyah adalah salah satu dari banyak tarekat yang ada di
3 Indonesia. Tidak ada yang tahu tepat kapan tarekat ini masuk ke Indonesia,
tetapi ada rumor tentang gerakan ini di Cirebon sejak tahun 1928. Ali bin
Abdullah At-Thayyib Al-Azhari, seorang Arab yang tinggal di Tasikmalaya,
berasal dari Madinah. Dia menulis "Kitab Munayatul Murid" (Tasikmalaya, 1928
M.), yang memberikan beberapa petunjuk tentang tarekat ini, dan kitab itu
dibagikan di Cirebon dan di seluruh Jawa Barat.
5
Suhrawandi (539-632 H/1145-1234 M), seorang ulama sufi yang
mempopulerkan Tarekat Suhrawandiyah, yang pertama kali
didirikan oleh pamannya sendiri, Diya Al-Din Abu Najib al-
Suhrawandi (490-563 H/1079-1168 M).
Kritik Wahabisme Terhadap Aliran Tarekat
Sejak gerakan pembaharuan Islam yang diilhami oleh Wahabisme dari timur pada awal abad ke-20,
aliran keagamaan yang cendrung sufistik, termasuk tarekat Islam, terus berada di posisi yang tidak
menguntungkan. Aliran ini dianggap bertentangan dengan semangat pembeharuan yang mondernis dan
bahkan terkesan revolusioner. Sufisme dan tarekat mulai dikritik karena, setidaknya, tiga tuduhan. Yang
pertama adalah bahwa mereka dianggap terlalu bebas untuk mengikuti ajaran keagamaan yang
dianggap tidak benar. Para penganut aliran ini sering dikritik karena melakukan perubahan teologis
dalam ajaran mereka, yang dapat membahayakan integritas ajaran ibadah umat Islam. Kedua, mereka
dianggap tidak seimbang memperlakukan dimensi dunia dan akhirat karena mereka menentang dunia
dan segala simbol kehidupannya. Ketiga, keyakinan keagamaan ini dievaluasi lebih lanjut dan dianggap
telah merusak umat Islam karena sifatnya yang menentang aspek tradisionalisme dan intelektualisme
yang penting, terutama dalam hal membangun berbagai kemajuan bagi umat Islam.
Kritik tiga Organisasi sosial keagamaan di Indonesia
Organisasi sosial keagamaan yang terkena dampak modernisme . penghujatan mengenai gencar tasawuf dan
tarekat dilakukan . tiga organisasi islam , yakni muhamadiyah , persatuan islam ( persis) , dan nahdlotul ulama (NU)
, mendukung inisiatif tersebut . meski pendekatan kritis Berbeda –beda , keempat ormas islam disini memberikan
kritik terhadap penerapan quran dan sunah, sebagai organisasi yang berkomitmen untuk “ meningkatkan “
pendidikan islam dengan semangat tidak mementingkan diri sendiri terhadap al –Quran dan sunnah.