Anda di halaman 1dari 44

TUGAS UJIAN TENGAH SEMESTR

MATA KULIAH MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

Dosen Pengampu :

Dr. Tetra Hidayati, SE, M.Si

NAMA:

Hiras Pardingotan Tindaon (2201028008)

UNIVERSITAS MULAWARMAN

KALIMANTAN TIMUR

2022

1
PROSES MANAJEMEN KINERJA

Selain proses manajemen yang perlu diperhatikan dalam sebuah instansi atau
organisasi, kinerja dalam sebuah instansi juga perlu diperhatikan. Karena, kinerja
merupakan hasil kerja dan juga penilaian atas kerja seseorang yang berkecimpung dalam
dunia kerja sebuah instansi. Oleh karenanya, kinerja juga membutuhkan manajemen, agar
hasil yang diperoleh atau kinerja dari para pekerja atau karyawan dapat mencapai hasil
yang ditujukan oleh perusahaan.
Saat ini perusahaan menghadapi banyak tantangan dari lingkungan. Perubahan-
perubahan terjadi begitu cepat dan kadang-kadang tidak dapat diduga. Perubahan-
perubahan ini antara lain dalam bidang ekonomi, teknologi, pasar dan persaingan.
Perubahan ini mengharuskan perusahaan untuk mengubah semua kebiasaan yang sudah
dilakukan selama ini untuk menghadapi tingkat persaingan yang tinggi dan untuk
mencapai sasaran yang diinginkan. Untuk itu diperlukan suatu pendekatan baru dalam
mengevaluasi kinerja karyawan yang dikenal dengan Manajemen Kinerja (Performance
Management).
A. Pengertian Manajemen, Kinerja, dan Manajemen Kinerja
Istilah manajemen(management) telah diartikan oleh berbagai pihak dengan
perspektif yang berbeda. Manajemen berasal dari kata to manage yang diartikan
dengan mengendalikan, menangani atau mengelola. Secara umum, pengertian
manajemen adalah pengelolaan suatu pekerjaan untuk memperoleh hasil dalam
rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan cara menggerakkan orang
lain untuk bekerja. 1
Manajemen adalah proses penggunaan sumber daya organisasi dengan
menggunakan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan
efisien. Yakni dengan menjalankan fungsi-fungsi manajemen seperti, perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pelaksanaan, pengawasan. Manajemen dapat
didefenisikan sebagai sebuah proses yang terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, dan
pengendalian.
Manajemen Kinerja (Performance Management). Beberapa definisi
diungkapkan oleh para ahli sebagai berikut:

2
1. Manejemen kinerja sebagai proses komunikasi yang dilakukan secara terus
menerus dalam kemitraan antara karyawan dengan atasan langsungnya. Proses
komunikasi ini meliputi kegiatan membangun harapan yang jelas serta
pemahaman mengenai pekerjaan yang akan dilakukan (Bacal, 1994).
2. Manajemen kinerja sebagai sarana untuk mendapatkan hasil yang lebih baik
dari organisasi, tim dan individu dengan cara memahami dan mengelola kinerja
dalam suatu kerangka tujuan, standar, dan persyaratan-persyaratan atribut yang
disepakati (Armstrong, 2004).
3. Manajemen kinerja merupakan gaya manajemen yang dasarnya adalah
komunikasi terbuka antara manajer dan karyawan yang menyangkut penetapan
tujuan, memberikan umpan balik baik dari manajer kepada karyawan maupun
sebaliknya (Schwartz, 1999)
4. Manajemen kinerja merupakan dasar dan kekuatan pendiring yang berada di
belakang semua keputusan organisasi, usaha kerja dan alokasi sumberdaya
(Costello, 1994)
Dengan memperhatikan pendapat para ahli, maka dapat dirumuskan bahwa pada
dasarnya manajemen kinerja merupakan gaya manajemen dalam mengelola sumberdaya
yang berorientasi pada kinerja yang melakukan proses komunikasi secara terbuka dan
berkelanjutan dengan menciptakan visi bersama dan pendekatan strategis serta terpadu
sebagai kekuatan pendorong untuk mencapai tujuan organisasi. Manajemen kinerja
adalah suatu proses yang dirancang untuk meningkatkan kinerja organisasi, kelompok,
dan individu yang digerakkan oleh para manajer. Manajemen kinerja mencakup
pengkajian ulang terhadap kinerja secara berkesinambungan dan dilakukan secara
bersama berdasarkan kesepakatan mengenai sasaran, keahlian, kompetensi, rencana kerja
dan pengembangan, serta pengimplementasian rencana peningkatan dan pengembangan
lebih lanjut.
Kinerja sendiri adalah suatu hal yang berorientasi ke masa depan, disesuaikan
spesifik berdasarkan kondisi khusus dari setiap organisasi/individu dan didasarkan atas
suatu model kausal yang menghubungkan antara input dan output.
Jadi, kesimpulan dari manajemen kinerja adalah kegiatan yang mengkaji ulang
kinerja secara berkesinambungan untuk meningkatkan dan mengembangkan kinerja lebih
lanjut. Penilaian kinerja merupakan alat yang bermanfaat tidak hanya untuk mengevaluasi
kerja dari para karyawan, tetapi juga untuk mengembangkan dan memotivasi karyawan.
Pada intinya, penilaian kinerja dapat dianggap sebagai alat untuk memverifikasi bahwa

3
karyawan memenuhi standar kinerja yang telah ditetapkan. Penilaian kinerja dapat pula
merupakan cara untuk membantu karyawan mengelola kinerja mereka.
Tujuan Manajemen Kinerja
Manajemen kinerja dalam praktiknya memiliki berbagai tujuan yang dapat
membantu kefektifan dan keefisienan kerja. Adapun tujuan dari manajemen kinerja
tersebut menurut Noe dkk (1999) ada tiga tujuan manajemen kinerja, diantaranya:
1. Tujuan Strategik
Manajemen kinerja harus mengaitkan kegiatan pegawai dengan tujuan orgaisasi.
Pelaksanaan streategi tersebut perlu mendefenisikan hasil yang akan dicapai,
perilaku, karakteristik pegawai yang dibutuhkan untuk melaksanakan strategi,
mengembangkan pengukuran dan sistem umpan balik terhadap kinerja pegawai.
2. Tujuan Administratif
Kebanyakan organisasi menggunakan informasi manajemen kinerja khususnya
evaluasi kinerja untuk kepentingan keputusan administratif, seperti: penggajian,
promosi, pemberhentian pegawai dan lain-lain.
3. Tujuan Pengembangan
Manajemen kinerja bertujuan mengembangkan kapasitas pegawai yang
berhasil dibidang kerjanya. Tujuan umum manajemen kinerja adalah menciptakan
budaya para individu dan kelompok memikul tangggung jawab bagi usaha
peningkatan proses kerja dan kemampuan yang berkesinambungan.
Selain itu, Tujuan umum manajemen kinerja adalah membangun suatu budaya
dalam perusahaan yang mendorong individu dan kelompok untuk bertanggung jawab
memperbaiki secara terus menerus kegiatan operasional perusahaan serta kemampuan
dan kontribusi mereka. Tujuan untuk menerapkan manajemen kinerja sebaiknya
ditentukan dan disetujui oleh manajemen puncak. Adapun tujuannya menurut
Rojuainiah adalah:
1 Meningkatkan kinerja organisasi, kelompok dan individu
2 Mengintegrasikan sasaran orga-nisasi, kelompok dan individu.
3 Memperoleh kejelasan akan harapan perusahaan terhadap kinerja yang harus
dicapai oleh individu dan kelompok.
4 Mengembangkan ketrampilan dan kompetensi karyawan.
5 Meningkatkan hubungan kerjasama yang lebih erat antara bawahan dan atasan.

4
6 Menyediakan sarana yang dapat meningkatkan obyektifitas penilaian kinerja
karyawan.
7 Memberdayakan karyawan agar dapat memanajemeni kinerja dan proses
pembelajaran mandiri.
Prinsip-Prinsip Dasar Manajemen Kinerja
Sebagai prinsip dasar dalam manajemen kinerja adalah menghargai kejujuran,
memeberikan pelayanan, tanggung jawab, dirasakan seperti bermain, adanya perasaan
kasihan, adanya perumusan tujuan, terdapat konsensus dan kerja sama, sifatnya
berkelanjutan, terjadi komunikasi dua arah dan mendapatkan umpan balik.
1. Kejujuran
Kejujuran menampakkan diri dalam komunikasi umpan balik yang jujur diantara
manajer, pekerja, dan rekan kerja. Proses penilaian akan memperluas pemahaman
bawahan dengan cara mengajak mereka untuk jujur menyatakan apa yang memotivasi
mereka, apa yang mereka suka dan tidak suka mengenai pekerjaan mereka, apa yang
mereka inginkan dan apa yang menjadi kepentingan mereka dan bagaimana mereka harus
dibantu.
Sebaliknya, manajer juga menceritakan kebenaran dalam hubungannya dengan
bawahan tentang apa yang disuka dan apa yang tidak disuka mengenai pekerjaan
mereka. Sehingga manajer mampu memahami hambatan-hambatan para karyawan untuk
mencapai kinerja yang bagus.
2. Pelayanan
Yang dimaksud dengan pelayanan disini adalah bagaimana memberikan pelayanan
kepada para pekerja, seperti jika pekerja mengalami kesulitan menyelesaikan
pekerjaannya, maka manajer membantu pekerja tersebut agar mampu menyelsaikan
pekerjaannya tersebut.
3. Tanggung jawab
Tanggung jawab merupakan prinsip dasar dalam mengembangkan kinerja. Dengan
memahami dan menerima tanggung jawab atas apa yang mereka kerjakan dan yang tidak
mereka kerjakan untuk mencapai tujuan mereka. Dalam perspektif manajer, sudah
menjadi tanggung jawab manajer untuk memastikan keberhasilan bawahannya.
4. Bermain
Manajemen kinerja menggunakan prinsip bahwa bekerja sama dengan bermain.
Dengan menggunakan prinsip bermain, maka pekerjan yang dikerjakan tidak akan

5
menjadi beban, justru akan menyenangkan dan menjadi semangat ketika mengerjakan
pekerjaan tersebut.
5. Rasa kasihan
Makna rasa kasihan adalah seorang manajer memiliki sikap memahami dan empati
terhadap orang lain. Rasa kasihan seorang manajer akan melupakan kesalahan di
belakang dan akan memulai denhan sesuatu yang baru.
6. Perumusan tujuan
Manajemen kinerja dimulai dengan melakukan perumusan dan mengklarifikasi
terlebih dahulu tujuan yang hendak dicapai organisasi.
7. Konsensus dan kerja sama
Manajemen kinerja mengandalkan pada kerja sama antara atasan dan bawahan
dari pada menekankan pada kontrol dan melakukan pemaksaan.
8. Berkelanjutan
Manajemen kinerja merupakan proses yang sifatnya berlangsung secara terus
menerus, dan berkelanjutan.
9. Komunikasi dua arah
Manajemen kinerja memerlukan gaya menajemen yang bersifat terbuka dan jujur
serta mendorong teradinya komunikasi dua arah. Dengan komunikasi dua arah, bawahan
mudah memahami apa yang diinginkan oleh atasannya. Sebaliknya, atasan lebih
memahami apa yang terjadi dan apa yang diinginkan oleh bawahan.
10. Umpan balik
Umpan balik dalam hal ini berupa kemungkinan pengalaman dan pengetahuan
kinerja pada masa lalu, yang gunanya untuk meninjau kembali perencanaan kinerja.

Kriteria Keberhasilan Manajemen Kinerja


Keberhasilan kinerja akan membawa dampak positif terhadap hasil kerja yang efektif
yang mampu mencapai tujuan dari sebuah instansi perusahaan. Oleh karenanya, instansi
yang melakukan manajemen kinerja pada perusahaannya akan mampu memperoleh
kinerja yang efektif. Maka, manajemen kinerja dapat dinyatakan berhasil apabila
memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Proses manajemen kinerja telah memungkinkan pengalaman dan pengetahuan yang
diperoleh individu dari pekerjaan dapat dipergunakan untuk memodifikasi tujuan
organisasi.

6
2. Proses penyelenggaraan manajemen kinerja dapat disesuaikan dengan pekerjaan
sebenarnya dari organisasi dan bagaimana kinerja pada umumnya dikelola.
3. Manajemen kinerja dapat memberi nilai tambah dalam bentuk hasil jangka pendek
maupun pengembangan jangka panjang.
4. Proses manajemen kinerja berjalan secara transparan dan bekerja secara jujur dan
adil.
5. Pendapat stakeholder diperhatikan tentang seberapa baik skemanya berjalan dan
tindakan diambil sesuai keperluan untuk memperbaiki berbagai proses. Jika
perusahaan memperhatikan dan berusaha memenuhi permintaan / kepentingan dari
masing-masing stakeholder, maka manejemen kinerja akan dapat berhasil.

Tantangan Manajemen Kinerja


Tantangan yang dihadapi majemen kinerja adalah kecenderungan dihindari baik
oleh manajer maupun pekerja. Dan mereka memiliki alasan masing-masing. Dimata
manajer, manajemen kinerja merupakan tambahan beban kerja, disamping menjalankan
tugas yang selama ini sudah dikerjakan. Sementara itu, dipihak pekerja, masih banyak
keraguan karena belum memahami sepenuhnya akan manfaat manajemen kinerja bagi
dirinya sendiri. 2
Adapun solusi terhadap permasalahan mengenai tantangan pelaksanaan manajemen
kinerja menurut pemakalah adalah:
1. Menanamkan dalam diri manajer maupun karyawan bahwa manajemen kinerja sangat
urgen atau penting untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kerja baik manajer
maupun kayawan, sehingga akan mampu meningkatkan produktiftas dan mencapai
tujuan perusahaan sesuai target dan perencanaan perusahaan.
2. Mengetahui dan Memahami manfaat manajemen kinerja, yaitu meningkatkan
disiplin kerja baik manajer maupun karyawan.
3. Tidak menganggap manajemen kinerja sebagai beban, namun sebaliknya
menganggap manajemen kinerja sebagai kebutuhan bagi sebuah perusahaan.

Manfaat Manajemen Kinerja


Suatu organisasi dibentuk untuk mencapai tujuan organisasi. Pencapaian tujuan
organisasi menunjukkan hasil kerja/prestasi organsisasi dan menunjukkan kinerja

7
organisasi. Hasil kerja organisasi diperoleh dari serangkaian aktivitas yang dijalankan.
Aktivitas tersebut dapat berupa pengelolaan sumberdaya organisasi maupun proses
pelaksanaan kerja yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi. Untuk menjamin
agar aktivitas tersebut dapat mencapai hasil yang diharapkan, diperlukan upaya
manajemen dalam pelaksanaan aktivitasnya.
Dengan demikian, hakikat manajemen kinerja adalah bagaimana mengelola seluruh
kegiatan organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.
Manajemen kinerja bukannya memberi manfaat kepada organisasi saja tetapi juga kepada
manajer dan individu. Bagi organisasi, manfaat manajemen kinerja adalah menyesuaikan
tujuan organisasi dengan tujuan tim dan individu, memperbaiki kinerja,memotivasi
pekerja, meningkatkan komitmen, mendukung nilai-nilai inti, memperbaiki proses
pelatihan dan pengembangan, meningkatkan dasar ketrampilan, mengusahakan perbaikan
dan pengembangan berkelanjutan, mengusahakan basis perencanaan karier, membantu
menahan pekerja terampil agar tidak pindah, mendukung inisiatif kualitas total dan
pelayanan pelanggan, mendukung program perubahan budaya.
Bagi manajer, manfaat manajemen kinerja antara lain: mengupayakan klarifikasi
kinerja dan harapan perilaku, menawarkan peluang menggunakan waktu secara
berkualitas, memperbaiki kinerja tim dan individual, mengusahakan penghargaan
nonfinansial pada staf, membantu karyawan yang kinerjanya rendah, digunakan untuk
mengembangkan individu, mendukung kepemimpinan, proses motivasi dan
pengembangan tim, mengusahakan kerangka kerja untuk meninjau ulang kinerja dan
tingkat kompensasi.
Bagi individu, manfaat manajemen kinerja antara lain dalam bentuk: memperjelas
peran dan tujuan, mendorong dan mendukung untuk tampil baik, membantu
pengembangan kemampuan dan kinerja, peluang menggunakan waktu secara berkualitas,
dasar objektivitas dan kejujuran untuk mengukur kinerja, dan memformulasi tujuan dan
rencana perbaikan cara bekerja dikelola dan dijalankan.
Menurut Costello (1994) manajemen kinerja mendukung tujuan menyeluruh
organisasi dengan mengaitkan pekerjaan dari setiap pekerja dan manajer pada misi
keseluruhan dari unit kerjanya. Seberapa baik kita mengelola kinerja bawahan akan
secara langsung mempengaruhi tidak saja kinerja masing-masing pekerja secara individu
dan unit kerjanya, tetapi juga kinerja seluruh organisasi.
Apabila pekerja telah memahami tentang apa yang diharapkan dari mereka dan
mendapat dukungan yang diperlukan untuk memberikan kontribusi pada organisasi

8
secara efisien dan produktif, pemahaman akan tujuan , harga diri dan motivasinya akan
meningkat. Dengan demikian, manajemen kinerja memerlukan kerja sama, saling
pengertian dan komunikasi secara terbuka antara atasan dan bawahan.

9
PROSES MANAJEMEN KARIR

Istilah karir memiliki makna yang berbeda-beda tergantung dari sudut pandangnya masing-
masing. Namun demikian, terdapat kesamaan bahwa masalah karir tidak dapat dilepaskan dengan
aspek perkembangan, pekerjaan, jabatan, dan proses pengambilan keputusan. Atas dasar ini,
untuk memperoleh pemahaman yang lebih luas dan komprehensif tentang hakekat karir. Karir
adalah suatu arah kemajuan professional, kata yang penggunaannya terbatas pada pekerjaan yang
memiliki kemajuan hierarki formal, seperti halnya manajer dan professional. Karir diartikan juga
sebagai serangkaian pengalaman kerja seseorang yang mengalami perkembangan. Berdasarkan
pengertian tersebut, pengalaman kerja dalam jalur karir tradisional hanya berpengaruh pada orang
yang menikmati penghargaan institusional karena keberhasilannya meningkatkan kedudukan
dalam struktur organisasi yang sudah ditetapkan. Pada masa lalu, jabatan struktural selalu menjadi
impian karyawan, sehingga akan kesulitan untuk menggambarkan kemajuan karier tanpa adanya
jabatan yang jelas. Membahas masalah karir tentu tidak terlepas dari pekerjaan, yang mana setiap
orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pekerjaan atau
employment merupakan tindakan mempekerjakan orang atau memanfaatkan sesuatu, keadaan
dipekerjakan, pekerjaan atau bisnis seseorang. Pekerjaan juga merupakan sebuah status bagi
seseorang, atau perwujudan dari keadaan seseorang yang dipekerjakan untuk waktu lama.
Manajemen karir adalah proses pengelolaan karir pegawai yang meliputi tahapan kegiatan
perencanaan karir, pengembangan dan konseling karir, serta pengambilan keputusan karir.
Manajemen karir melibatkan semua pihak termasuk pegawai yang bersangkutan dengan unit
tempat si pegawai bekerja, dan organisasi secara keseluruhan. Oleh karena itu manajemen karir
mencakup area kegiatan yang sangat luas. Dalam penulisan ini tahapan yang akan dibahas adalah
tentang perencanaan dan pengembangan karir. Menurut Dessler (2007) kegiatan personalia
seperti penyaringan, pelatihan, dan penilaian berfungsi untuk dua peran dasar dalam organisasi,
yaitu :
1) Peran pertama, peran tradisional adalah menstafkan organisasi mengisi posisi-posisinya
dengan karyawan yang mempunyai minat, kemampuan dan keterampilan yang memenuhi
syarat;
2) Peran kedua adalah memastikan bahwa minat jangka panjang dari karyawan dilindungi
oleh organisasi dan bahwa karyawan didorong untuk bertumbuh dan merealisasikan
potensinya secara penuh.
Anggapan dasar yang melandasi peran ini adalah bahwa majikan memiliki suatu kewajiban
untuk memanfaatkan kemampuankemampuan karyawan secara penuh dan memberikan kepada
semua karyawan suatu kesempatan untuk bertumbuh dan merealisasikan potensinya secara penuh
serta berhasil dalam mengembangkan karirnya. Menurut Simamora (2006) manajemen karir
(career management) adalah proses dimana organisasi memilih, menilai, menugaskan, dan
10
mengembangkan para pegawainya guna menyediakan suatu kumpulan orang-orang yang
berbobot untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di masa yang akan datang.

TUJUAN KARIR
Tujuan atau sasaran karir adalah “posisi atau jabatan tertentu yang dapat dicapai oleh
seorang pegawai bila yang bersangkutan memenuhi semua persyaratan dan kualifikasi yang
dibutuhkan untuk melaksanakan jabatan tersebut.” Tujuan atau sasaran karir tidak otomatis
tercapai bila seorang pegawai memenuhi syarat yang harus dipenuhi karena untuk menduduki
suatu karir tertentu, kadang- kadang harus memenuhi syarat- syarat yang seringkali di luar
kekuasaannya yaitu ada tidaknya lowongan jabatan yang dituju, ada tidaknya keputusan dan
referensi dari pimpinan, dan ada tidaknya kandidat lain yang sama kualitasnya, semua itu dapat
membatasi kemajuan karir seorang pegawai.
Konsep Manajemen Karir
Menurut Dessler (1997) kegiatan personalia seperti penyaringan, pelatihan, dan penilaian
berfungsi untuk dua peran dasar dalam organisasi, yaitu :
a) Peran pertama, peran tradisional adalah menstafkan organisasi mengisi posisi-posisinya
dengan karyawan yang mempunyai minat, kemampuan dan keterampilan yang memenuhi
syarat;
b) Peran kedua adalah memastikan bahwa minat jangka panjang dari karyawan dilindungi
oleh organisasi dan bahwa karyawan didorong untuk bertumbuh dan merealisasikan
potensinya secara penuh.
Anggapan dasar yang melandasi peran ini adalah bahwa majikan memiliki suatu kewajiban untuk
memanfaatkan kemampuankemampuan karyawan secara penuh dan memberikan kepada semua
karyawan suatu kesempatan untuk bertumbuh dan merealisasikan potensinya secara penuh serta
berhasil dalam mengembangkan karirnya. Menurut Simamora (2001) manajemen karir (career
management) adalah proses dimana organisasi memilih, menilai, menugaskan, dan
mengembangkan para pegawainya guna menyediakan suatu kumpulan orang-orang yang
berbobot untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di masa yang akan datang.

Proses Manajemen Karir


TAHAP 1 : Career Exploration
Didasarkan pada tingkat exploration behavior dikembangkan oleh vocational psychologist.
Exploraion behavior mental atau fisik aktifitas seseorang. Dalam hal ini diperlukan diperlukan
informasi mengenai individu tersebut dalam lingkungan. Informasi digunakan untuk
pengembangkan individu dan accupational concept.
TAHAP 2 : Development of Career Goal

11
Menurut goal setting theory, tujuan aka mempengaruhi perilaku melalui direct attentions,
stimulating effort, serta facilitating the development strategies (Loke dan Lartham) kemampuan
dan keahlian lewat pengalaman kerja. Jadi kemajuan karir diperoleh dalam pengabdian
TAHAP 3 : Political System
Terutama pada perusahaan yang quasimatrix, seperti perusahaan telekomunikasi, akuntansi
dan projek-projek kompleks yang ada dalam organisasi. Oleh James Rosenbaum disebut sebagai
metode allokasi turnamen.yakni bersaing untuk memperebutkan kesempatan.

Pedoman Dalam Manajemen Karir


 Hindarkan Kejutan Realitias
 Berikan pekerjaan awal yang menantang
 Berikan tinjauan pekerjaan yang realistis dalam perekrutan
 bersikap menuntut
 adakan rotasi pekerjaan da pelacakan pekerjaan
 tingkatka penilaian prestasi yag berorientasi pada karir
 dorongan aktifitas perencanaan karir

Ruang Lingkup
Sistem-sistem pengembangan karir baik ditingkat organisasi sampai ditingkat individual,
pengembangan karir pada abad 21 dan era industri 4.0, serta praktik pengembangan karir pada
dosen dan pegawai negeri. Berbicara masalah manajemen karir tentu tidak terlepas dari
bagaimana peningkatan diri individu melalui pelatihan untuk pengembangan karirnya. Di awal
bab ini perlu dijelaskan juga bagaimana hubungan antara pengembangan, pelatihan dan karir.
Hubungan antara Pengembangan, Pelatihan, dan Karir
Pengembangan mengacu pada pendidikan formal, pengalaman kerja, hubungan, penilaian
kepribadian, dan kemampuan yang membantu para karyawan mempersiapkan dirinya di masa
depan. Contoh Washington Group menjelaskan bahwa meskipun pengembangan dapat terjadi
melalui keterlibatan pada program-program yang direncanakan, hal ini sering kali diakibatkan
karena pengalaman kerja. Dikarenakan berorietasi masa depan, hal ini melibatkan pembelajaran
yang belum tentu terkait dengan pekerjaan karyawan saat ini. Secara tradisional, pelatihan
berfokus pada membantu kinerja para karyawan pada pekerjaannya saat ini. Pengembangan
mempersiapkan untuk posisi-posisi lain di perusahaan serta meningkatkan kemampuannya untuk
memasuki pekerjaan yang mungkin belum ada.
Pengembangan juga membantu para karyawan dalam mempersiapkan perubahan pekerjaan
mereka saat ini yang mungkin diakibatkan karena teknologi baru, perancangan pekerjaan,
pelanggan baru, atau pasar produk yang baru. Pengembangan sangat penting untuk manajemen
bakat, khususnya bagi para manajer senior dan karyawan dengan potensi kepemimpinan.
12
Berbagai perusahaan telah melaporkan tantangan-tantangan manajemen bakat terpenting yang
mereka hadapi, termasuk mengembangkan bakat yang ada, serta menarik dan mempertahankan
bakat kepemimpinan yang sudah ada. Ketika pelatihan terus menjadi lebih strategis (yaitu terkait
dengan sasaran-sasaran bisnis), perbedaan antara pelatihan dengan pengembangan akan menjadi
kabur. Pelatihan dan pengembangan akan diperlukan serta berfokus pada berbagai kebutuhan
pribadi dan perusahaan saat ini dan masa depan.

Pengembangan dan Karir


Secara tradisional, karir telah diuraikan dengan berbagai cara. Karir telah diuraikan sebagai
urutan posisi yang di pegang pada pekerjaan. Contohnya staf pengajar universitas dapat
memegang posisi lektor, lektor kepala, dan professor. Karir juga dapat diuraikan dalam konteks
gerakan pada organisasi. Contohnya, insinyur dapat memulai karirnya sebagai karyawan
rekayasa. Ketika keahlian, pengalaman dan kinerjanya meningkat, ia dapat bergerak melalui
posisi penasehat rekayasa, perekayasa senior, dan tehnisi senior. Pada akhirnya, karir telah
diuraikan sebagai karakteristik karyawan. Setiap karir karyawan terdiri atas berbagai pekerjaan,
posisi dan pengalaman yang berbeda-beda.
Karir yang senantiasa berubah berdampak terhadap pengembangan karyawan. Sasaran dari
karir yang baru adalah keberhasilan secara psikologis (psychological success); rasa bangga dan
prestasi yang berasal dari pencapaian sasaran-sasaran hidup yang tidak terbatas pada berbagai
prestasi di tempat kerja (seperti meningkatkan kesehatan keluarga dan memiliki kesehatan fisik
yang baik). Keberhasilan secara psikologis lebih berada di bawah kendali karyawan daripada
sasaran-sasaran karir tradisional yang tidak hanya dipengaruhi oleh upaya karyawan, tetapi juga
dikendalikan oleh ketersediaan posisi pada perusahaan.
Keberhasilan secara psikologis ditentukan sendiri, bukan semata-mata ditentukan melalui
berbagai isyarat yang diterima karyawan dari perusahaan (seperti kenaikan gaji dan promosi).
Keberhasilan secara psikologis tampaknya sangat penting bagi generasi baru dari orang-orang
yang memasuki dunia kerja.
Penekanan pada pembelajaran secara terus menerus serta belajar selain mengetahui cara dan
berbagai perubahan pada kontrak psikologis akan mengubah arah dan frekuensi gerakan pada
karir (pola karir). Pola-pola karir tradisional terdiri atas serangkaian langkah yang diatur pada
hierarki garis lurus, di mana langkah-langkah yang lebih tinggi berkaitan dengan peningkatan

13
kewenangan, tanggung jawab, dan kompensasi. Pola-pola karir para ahli meliputi komitmen
seumur hidup pada bidang dan kekhususan (seperti hukum, kedokteran atau manajemen). Jenis-
jenis pola karir tersebut tidak akan hilang. Sebaliknya, pola-pola karir yang melibatkan gerakan
diseluruh kekhususan atau bidang studi (pola karir spiral) akan menjadi lebih umum.

14
PROSES MANAJEMEN KOMPENSASI

Kompensasi merupakan balas jasa yang diberikan oleh organisasi / perusahaan kepada
karyawan, yang dapat bersifat finansial maupun non finansial, pada periode yang tetap.
Sistem kompensasi yang baik akan mampu memberikan kepuasan bagi karyawan dan
memungkinkan perusahaan memperoleh, mempekerjakan, dan mempertahankan
karyawan. Bagi organisasi / perusahaan, kompensasi memiliki arti penting karena
kompensasi mencerminkan upaya organisasi dalam mempertahankan dan meningkatkan
kesejahteraan karyawannya. Pengalaman menunjukkan bahwa kompensasi yang tidak
memadai dapat menurunkan prestasi kerja, motivasi kerja, dan kepuasan kerja karyawan,
bahkan dapat menyebabkan karyawan yang potensial keluar dari perusahaan.
FUNGSI KOMPENSASI
Dari pengertian diatas terlihat bahwa kompensasi merupakan alat pengikat
perusahaan terhadap karyawannya, faktor penarik bagi calon karyawan dan faktor
pendorong seseorang menjadi karyawan. Dengan demikian kompensasi mempunyai
fungsi yang cukup penting di dalam memperlancar jalannya roda organisasi/ perusahaan.
Menurut Martoyo (1994), fungsi kompensasi adalah :
a) Penggunaan SDM secara lebih efisien dan lebih efektif
Kompensasi yang tinggi pada seorang karyawan mempunyai implikasi bahwa
organisasi memperoleh keuntungan dan manfaat maksimal dari karyawan yang
bersangkutan karena besarnya kompensasi sangat ditentukan oleh tinggi/rendahnya
produktivitas kerja karyawan yang bersangkutan. Semakin banyak pegawai yang diberi
kompensasi yang tinggi berarti semakin banyak karyawannya yang berprestasi tinggi.
Banyaknya karyawan yang berprestasi tinggi akan mengurangi pengeluaran biaya untuk
kerja-kerja yang tidak perlu (yang diakibatkan oleh kurang efisien dan efektifitasnya
kerja). Dengan demikian pemberian kompensasi dapat menjadikan penggunaan SDM
secara lebih efisien dan lebih efektif.
b) Mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi
Sistem pemberian kompensasi yang baik secara langsung dapat membantu
stabilitas organisasi dan secara tidak langsung ikut andil dalam mendorong stabilitas dan
pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya pemberian kompensasi yang kurang baik dapat
menyebabkan gejolak di kalangan karyawan akibat ketidakpuasan. Pada gilirannya
gejolak ketidakpuasan ini akan menimbulkan kerawanan ekonomi.

15
TUJUAN KOMPENSASI
Sebagai bagian dari manajemen SDM, pemberian kompensasi bertujuan untuk:
a. Memperoleh karyawan yang memenuhi persyaratan
Salah satu cara organisasi untuk memperoleh karyawan yang memenuhi
persyaratan (qualified) dapat dilakukan dengan pemberian sistem kompensasi.
Sistem kompensasi yang baik merupakan faktor penarik masuknya
karyawan qualified. Sebaliknya, sistem kompensasi yang buruk dapat
mengakibatkan keluarnya karyawan yang qualified dari suatu organisasi. Sebagai
contoh, eksodus secara besar-besaran karyawan dari perusahaan A ke perusahaan
B merupakan indikasi lebih baiknya sistem kompensasi yang ada pada perusahaan B
daripada perusahaan A.
b. Mempertahankan karyawan yang ada
Eksodus besar-besaran karyawan ke perusahaan lain juga menunjukkan
betapa besarnya peranan kompensasi dalam mempertahankan karyawan yang
qualified. Sistem kompensasi yang kurang baik dengan iklim usaha yang kompetitif
dapat menyulitkan organisasi/perusahaan dalam mempertahankan karyawannya
yang qualified.
c. Menjamin keadilan
Pemberian kompensasi yang baik juga bertujuan untuk menjamin keadilan. Dalam
arti, perusahaan memberikan imbalan yang sepadan untuk hasil karya atau prestasi
kerja yang diberikan pada organisasi.
d. Menghargai perilaku yang diinginkan
Besar kecilnya pemberan kompensasi juga menunjukkan penghargaan organisasi
terhadap perilaku karyawan yang diinginkan. Bila karyawan berperilaku sesuai
dengan harapan organisasi, maka penilaian kinerja yang diberikan akan lebih baik
daripada karyawan yang berperilaku kurang sesuai dengan harapan organisasi.
Pemberian nilai kinerja yang baik diiringi dengan pemberian kompensasi
yang baik dapat meningkatkan kesadaran karyawan bahwa perilakunya dinilai
dan dihargai sehingga karywan akan selalu berusaha memperbaiki perilakunya.
e. Mengendalikan biaya-biaya
Dalam jangka pendek, pemberian kompensasi pada karyawan yang
berprestasi akan memperbesar biaya. Namun secara jangka panjang, kerja karyawan

16
yang lebih efektif dan efisien akibat pemberian kompensasi yang baik dapat
mengendalikan biaya-biaya yang tidak perlu. Organisasi sering kali mengeluarkan
biaya-biaya yang tidak perlu akibat rendahnya produktifitas atau kurang efekif dan
efisiennya kerja karyawan. Seringkali biaya yang tidak perlu ini besarnya melebihi
biaya tetap. Pemberian komensasi yang baik diharapkan dapat mendorong karyawan
untuk lebih produktif dan lebih efisien serta efektif dalam bekerja sehingga
organisasi dapat memperkecil atau mengendalikan biaya-biaya yang harus
dikeluarkan dan memperbesar pemasukannya.
f. Memenuhi peraturan-peraturan legal
Selain lima tujuan di atas, kompensasi juga bertujuan untuk memenuhi peraturan-
peraturan legal seperti Upah Minimum Rata-rata (UMR), Ketentuan Lembur,
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), Asuransi Tenaga Kerja (Astek) dan
fasilitas lainnya.
Sejalan dengan hal tersebut, Martoyo (1994) berpendapat bahwa tujuan kompensasi
adalah :
1. Pemenuhan kebutuhan ekonomi karyawan atau sebagai jaminan economic security
bagi karyawan.
2. Mendorong agar karyawan lebih baik dan lebih giat.
3. Menunjukkan bahwa perusahaan mengalami kemajuan.
4. Menunjukkan penghargaan dan perlakuan adil organisasi terhadap karyawannya
(adanya keseimbangan antara input yang diberikan karyawan terhadap perusahaan
dan output atau besarnya imbalan yang diberikan perusahaan kepada karyawan).

PENENTUAN KOMPENSASI
Besarnya kompensasi yang diberikan ditentukan oleh
1. Harga / Nilai pekerjaan,
2. Sistem kompensasi yang diterapkan, dan
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kompensasi.

1) Harga/ Nilai Pekerjaan


Penilaian harga suatu jenis pekerjaan merupakan tindakan pertama yang
dilakukan dalam menentukan besarnya kompensasi yang akan diberikan kepada
karyawan. Penilaain harga pekerja dapat dilakukan dengan dua cara, sebagai berikut :

17
A. Melakukan analisis jabatan/pekerjaan
Berdasarkan analisis jabatan akan didapat informasi yang berkaitan dengan : 1)
Jenis keahlian yang dibutuhkan, 2) Tingkat kompeksitas pekerjaan, 3) Resiko
pekerjaan, dan 4) Perilaku/kepribadian yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Dari
informasi tersebut kemudian ditentukan harga pekerjaan.
B. Melakukan survei “harga” pekerjaan sejenis pada organisasi lain.
Harga pekerjaan pada beberapa organisasi dapat dijadikan sebagai patokan dalam
menetukan harga pekerjaan sekaligus sebagai ukuran kelayakan kompensasi. Jika
harga pekerjaan yang diberikan lebih rendah dari organisasi lain, maka kecil
kemungkinan organisasi tersebut mampu menarik atau mempertahankan karyawan
yang qualified. Sebaliknya bila harga pekerjaan terebut lebih tinggi dari organisasi
lainnya, maka organisasi tersebut akan lebih mudah menarik dan mempertahankan
karyawan yang qualified.

2) Sistem kompensasi
Beberapa sistem kompensasi yang biasa digunakan adalah sistem prestasi, sistem
kontrak/borongan.
a) Sistem Prestasi
Upah menurut prestasi kerja sering juga disebut dengan upah sistem
hasil. Pengupahan dengan cara ini mengaitkan secara langsung antara besarnya
upah dengan prestasi kerja yang ditujukan oleh karyawan yang bersangkutan.
Sedikit banyaknya upah tersebut tergantung pada sedikit banyaknya hasil yang
dicapai karyawan dalam waktu tertentu. Cara ini dapat diterapkan bila hasil kerja
dapat diukur secara kuantitatif. Cara ini dapat mendorong karyawan yang kurang
produktif menjadi lebih produktif. Cara ini akan sangat menguntungkan bagi
karyawan yang dapat bekerja cepat dan berkemampaun tinggi. Contoh kompensasi
sistem hasil : per potong, per meter, per kilo, per liter dan sebagainya.
b) Sistem Waktu
Besarnya kompensasi dihitung berdasarkan standar waktu seperti Jam, Hari, Minggu,
Bulan. Besarnya Upah ditentukan oleh lamanya karyawan melaksanakan atau
menyelesaikan suatu pekerjaan. Umumnya cara ini digunakan bila ada kesulitan
dalam menerapkan cara pengupahan berdasarkan prestasi.
c) Sistem kontrak/ borongan

18
Penetapan besarnya upah dengan sistem kontrak / borongan didasarkan atas
kuantitas, kualitas dan lamanya peyelesaian pekerjaan yang sesuai dengan kontrak
perjanjian. Untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan, maka
dalam kontrak juga dicantumkan ketentuan mengenai “konsekuensi” bila pekerjaan
yang dihasilkan tidak sesuai dengan perjanjian baik secara kuantitas, kualitas
maupun lamanya penyelesaian pekerjaan. Sistem ini biasanya digunakan untuk jenis
pekerjaan yang dianggap merugikan bila dikerjakan oleh karyawan tetap dan /atau
jenis pekerjaan yang tidak mampu dikerjakan oleh karyawan tetap.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOMPENSASI


Dalam pemberian kompensasi, terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhinya.
Secara garis besar faktor-faktor tersebut terbagi tiga, yaitu faktor intern organisasi,
pribadi karyawan yang bersangkutan, dan faktor ekstern pegawai organisasi.
A. Faktor Intern Organisasi
Contoh faktor intern organisasi yang mempengaruhi besarnya kompensasi adalah
dana organsasi, dan serikat pekerja.
a. Dana Organisasi
Kemampuan organisasi untuk melaksanakan kompensasi tergantung pada dana yang
terhimpun untuk keperluan tersebut. Terhimpunnya dana tentunya sebagai akibat
prestasi-prestasi kerja yang telah ditujukan oleh karyawan. Makin besarnya prestasi
kerja maka makin besar pula keuntungan organisasi/perusahaan. Besanya keuntungan
perusahaan akan memperbesar himpunan dana untuk kompensasi, maka pelaksanaan
kompensasi akan makin baik. Begitu pula sebaliknya.
b. Serikat pekerja
Para pekerja yang tergabung dalam seikat pekerja juga dapat mempengaruhi
pelaksanaan atau penetapan kompensasi dalam suatu perusahaan. Serikat
pekerja dapat menjadi simbol kekuatan pekerja di dalam menuntut perbaikan nasib.
Keberadaan serikat pekerja perlu mendapatkan perhatian atau perlu diperhitungkan
oleh pihak manajemen.

B. Faktor Pribadi Karyawan


Contoh faktor pribadi karyawan yang mempengaruhi besarnya pemberian kompensasi
adalah produktifitas kerja, posisi dan jabatan, pendidikan dan pengalaman serta jenis
dan sifat pekerjaan.
19
a. Produktifitas kerja
Produktifitas kerja dipengaruhi oleh prestasi kerja. Prestasi kerja merupakan
faktor yang diperhitungkan dalam penetapan kompensasi. Pengaruh
ini memungkinkan karyawan pada posisi dan jabatan yang
sama mendapatkan kompsasai yang berbeda. Pemberian kompesasi ini
dimaksud untuk meningkatkan produktifitas kerja karyawan.
b. Posisi dan Jabatan
Posisi dan jabatan berbeda berimplikasi pada perbedaan besarnya kompensasi.
Posisi dan jabatan seseorang dalam organisasi menunjukkan keberadaan dan
tanggung jawabnya dalam hierarki organisasi. Semakin tinggi posisi dan jabatan
seseorang dalam organisasi, semakin besar tanggung jawabnya, maka semakin
tinggi pula kompensasi yang diterimanya. Hal tersebut berlaku sebaliknya.
c. Pendidikan dan Pengalaman
Selain posisi dan jabatan, pendidikan dan pengalaman kerja juga merupakan
faktor yang mempengaruhi besarnya kompensasi. Pegawai yang lebih
berpengalaman dan berpndidikan lebih tinggi akan mendapat kompensasi yang
lebih besar dari pegawai yang kurang pengalaman dan atau lebih rendah tingkat
pendidikannya. Pertimbangan faktor ini merupakan
wujud penghargaan organisasi pada keprofesionalan seseorang. Pertimbangan
ini juga dapat memacu karyawan untuk meningkatkan pengetahuannya.
d. Jenis dan Sifat Pekerjaan
Besarnya kompensasi pegawai yang bekerja di lapangan berbeda dengan
pekerjaan yang bekerja dalam ruangan, demikian juga kompensasi
untuk pekerjaan klerikal akan berbeda dengan pekerjaan adminsitratif. Begitu
pula halnya dengan pekerjaan manajemen berbeda dengan pekerjaan teknis.
Pemberian kompensasi yang berbeda ini selain karena pertimbangan
profesioalisme pegawai juga kerena besarnya resiko dan tanggung jawab yang
dipikul oleh pegawai yang bersangkutan. Sebagai contoh, dikebanyakan
organisasi/perusahaan pegawai yang bertugas di lapangan biasanya mendaptkan
kompenasai antara 2 – 3 kali lipat dari pekerjaan di dalam ruangan/kantor.
Besarnya kompensasi sejalan dengan besarnya resiko dan tanggung jawab yang
dipikulnya.

20
C. Faktor Ekstern
Contoh faktor ekstern pegawai dan organisasi yang mempengaruhi besarnya
kompensasi adalah sebagai berikut :
a. Penawaran dan Permintaan kerja
Mengacu pada hukum ekonomi pasar bebas,kondisi dimana penawaran supply)
tenaga kerja lebih dari permintaan (demand) akan menyebabkan rendahnya
kompensasi yang diberikan. Sebaiknya bila kondisi pasar kerja menunjukkan
besarnya jumlah permintaan tenaga kerja sementara penawaran hanya sedikit, maka
kompensasi yang diberikan akan besar. Besarnya nilai kompensasi yang ditawarkan
suatu organisasi merupakan daya tarik calon pegawai untuk memasuki organisasi
tersebut. Namun dalam keadaan dimana jumlah tenaga kerja lebih besar dari
lapangan kerja yang tersedia, besarnya kompensasi sedikit banyak menjadi
terabaikan.
b. Biaya hidup Besarnya
Kompensasi terutama upah/gaji harus disesuaikan dengan besarnya biaya hidup (cost
of living). Yang dimaksud biaya hidup disini adalah biaya hidup minimal. Paling
tidak kompensasi yang diberikan harus sama dengan atau di atas biaya hidup
minimal. Jika kompensasi yang diberikan lebih rendah dari biaya hidup minimal,
maka yang terjadi adalah proses pemiskinan bangsa.
c. Kebijaksanaan Pemerintah
Sebagai pemegang kebijakan, pemerintah berupaya melindungi rakyatnya dari
kesewenang-wenangan dan keadilan. Dalam kaitannya dengan kompensasi,
pemerintah menentukan upah minimum, jam kerja/hari, untuk pria dan wanita, pada
batas umur tertentu. Dengan peraturan tersebut pemerintah menjamin
berlangsungnya proses pemakmuran bangsa hingga dapat mencegah praktek-
praktek organisasi yang dapat memiskinkan bangsa.
d. Kondisi Perekonomian
Nasional Kompensasi yang diterim oleh pegawai di negara-negara maju jauh lebih
besar dari yang diterima negara-negara berkembang dan atau negara miskin.
Besarnya rata-rata kompensasi yang diberikan oleh organsasi-organisasi dalam suatu
negara mencerminkan kondisi perekonomian negara tersebut dan penghargaan
negara terhadap sumber daya manusianya.

KEADILAN DAN KELAYAKAN DALAM PEMBERIAN KOMPENSASI


21
Selain hal-hal diatas, dalam pemberian kompensasi perlu dipertimbangkan unsur
keadilan dan kelayakan.
a) Keadilan
Dalam pemberian kompensasi apakah itu berupa upah, gaji, bonus atau bentuk-
bentuk lainnya, penting sekali diperhatikan masalah keadilan terebut. Keadilan
bukan berarti sama rasa sama rata tanpa pandang bulu, tetapi harus terkait
adanya hubungan antara pengorbanan (input) dengan output.
Semakin tinggi pengorbanan, semakin tinggi penghasilan yang diharapkan,
sehingga oleh karenanya yang harus dinilai adalah pengorbanan (input) yang
diperlukan suatu jabatan. Input dalam satu jabatan ditujukan dari persyaratan-
persyaratan (spesifikasi) yang harus dipenuhi oleh orang yang memangku jabatan
tersebut. Oleh karena itu semakin tinggi pula penghasilan (output) yang
diharapkan.
Output ini ditunjukkan dari upah yang diterima para karyawan yang bersangkutan,
dimana didalamnya tercantum rasa keadilan yang sangat diperhatikan oleh setiap
karyawan penerima kompensasi tersebut. Bila tuntutan keadilan seperti seperti ini
telah terpenuhi ini berarti perusahaan telah memiliki Internal consistency dalam
sistem kompensasinya.
b) Kelayakan
Di samping masalah keadilan dalam pemberian kompensasi perlu diperhatikan
masalah kelayakan. Pengertian layak ini berkaitan dengan standar hidup seperti
kebutuhan pokok minuman atau upah minimum sesuai dengan ketentuan pemerintah.
Kelayakan juga dilihat dengan cara membandingkan pengupahan di perusahaan lain.
Bila kelayakan ini sudah tercapai, maka perusahaan sudah mencapai apa yang disebut
external consistency (Konsistensi Eksternal).
Apabila upaya di dalam perusahaan yang bersangkutan lebih rendah dari
perusahaan-perusahaan lain, maka hal ini dapat mengakibatkan kesulitan bagi perusahaan
untuk memperoleh tenaga kerja. Oleh karena itu untuk memenuhi kedua konsistensi
tersebut (internal dan eksternal) perlu digunakan suatu evaluasi pekerjaan.

Definisi Evaluasi Kinerja


GT. Milkovich dan Bourdreau mengungkapkan bahwa evaluasi/penilaian kinerja adalah
suatu proses yang dilakukan dalam rangka menilai kinerja pegawai, sedangkan kinerja

22
pegawai diartikan sebagai suatu tingkatan dimana karyawan memenuhi/mencapai
persyaratan kerja yang ditentukan.
Definisi yang tidak jauh berbeda dikemukakan oleh Payaman Simanjuntak (2005:105)
yang menyatakan evaluasi kinerja adalah penilaian pelaksanaan tugas (performance)
seseorang atau sekelompok orang atau unit kerja organisasi atau perusahaan. Dengan
demikian, evaluasi kinerja dapat dikatakan sebagai suatu sistem dan cara penilaian
pencapaian hasil kerja individu pegawai, unit kerja maupun organisasi secara
keseluruhan.

Aspek Yang Dinilai Dalam Evaluasi Kinerja

Aspek-aspek yang dinilai dalam evaluasi kinerja adalah sebagai berikut :

1. Kemampuan Teknis
Yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode, teknik dan peralatan yang
dipergunakan untuk melaksanakan tugas serta pengalaman serta pelatihan yang
diperoleh.
2. Kemampuan Konseptual
Yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas perusahaan dan penyesuaian
bidang gerak dari unit masing-masing ke dalam bidang operasional perusahaan
secara menyeluruh, yang pada intinya individual tersebut memahami tugas, fungsi
serta tanggung jawabnya sebagai seorang karyawan
3. Kemampuan Hubungan Interpersonal
Yaitu antara lain untuk bekerja sama dengan orang lain, memotivasi karyawan /
rekan, melakukan negosiasi dan lain-lain.

Tujuan Evaluasi Kinerja

Suatu perusahaan melakukan penilaian kinerja didasarkan pada dua alasan pokok yaitu :

1. Manajer memerlukan evaluasi yang obyektif terhadap kinerja karyawan pada


masa lalu yang digunakan untuk membuat keputusan di bidang SDM di masa yang
akan datang ; dan
2. Manajer memerlukan alat yang memungkinan untuk membantu karyawan
memperbaiki kinerja, merencanakan pekerjaan, mengembangkan kemampuan

23
dan ketrampilan untuk perkembangan karir dan memperkuat hubungan antara
manajer yang bersangkutan dengan karyawannya

2.3 Tujuan dari evaluasi kinerja menurut Mangkunegara (2005:10) adalah untuk :

1. Meningkatkan saling pengertian di antara karyawan tentang persyaratan kinerja


2. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka
termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya berprestasi
sama dengan prestasi yang terdahulu
3. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan
aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karir atau terhadap pekerjaan
yang diembannya sekarang
4. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga
karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai potensinya
5. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan
kebutuhan pelatihan, khususnya rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana
itu jika tidak ada hal-hal yang ingin diubah.

Dalam cakupan yang lebih umum, Payaman Simanjuntak (2005:106) menyatakan


bahwa tujuan dari evaluasi kinerja adalah untuk menjamin pencapaian sasaran dan tujuan
perusahaan, terutama bila terjadi kelambatan atau penyimpangan.

Bila terjadi kelambatan, harus segera dicari penyebabnya diupayakan mengatasinya


dan dilakukan percepatan. Demikian pula bila terjadi penyimpangan harus segera dicari
penyebabnya untuk diatasi dan diluruskan atau diperbaiki sehingga dapat menjadi sasaran
dan tujuan sebagaimana direncanakan semula.

2.4 Kegunaan Evaluasi Kinerja

Kegunaan dari evaluasi kinerja SDM menurut Mangkunegara (2005:11) adalah :

1. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk prestasi,


pemberhentian dan besarnya balas jasa
2. Untuk mengukur sejauh mana seorang karyawan dapat menyelesaikan
pekerjaannya
3. Sebagai dasar mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan dalam perusahaan

24
4. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan jadwal kerja,
metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja dan
pengawasan
5. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan yang
ada di dalam organisasi
6. Sebagai kriteria menentukan, seleksi, dan penempatan karyawan
7. Sebagai alat memperbaiki atau mengembangkan kecakapan karyawan
8. Sebagai dasar untuk memperbaiki atau mengembangkan uraian tugas (job
description)

Sedangkan Payaman Simanjuntak (2005) menyatakan bahwa manfaat evaluasi kinerja


(EK) adalah sebagai berikut :

1. Peningkatan Kinerja. Terutama bila hasil EK menunjukkan kinerja seseorang


rendah atau dibawah standar yang telah ditetapkan, maka orang yang
bersangkutan dan atasannya akan segera membuat segala upaya
untuk meningkatkan kinerja tersebut, misalnya dengan bekerja lebih keras dan
tekun. Untuk itu, setiap pekerja perlu menyadari dan memiliki.
2. Kemampuan tertentu sebagai dasar untuk mengembangkan diri lebih lanjut.
3. Keinginan untuk terus belajar dan meningkatkan kemampuan kerja.
4. Sikap tertarik pada pekerjaan dan etos kerja yang tinggi.
5. Keyakinan untuk berhasil.
6. Pengembangan SDM , Evaluasi Kinerja sekaligus mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan setiap individu, serta potensi yang dimilikinya. Dengan demikian
manajemen dan individu dimaksud dapat mengoptimalkan pemanfaatan
keunggulan dan potensi individu yang bersangkutan, serta mengatasi dan
mengkompensasi kelemahan -kelemahannya melalui program pelatihan.
Manajemen dan individu, baik untuk memenuhi kebutuhan perusahaan atau
organisasi, maupun dalam rangka pengembangan karier mereka masing-masing.
7. Pemberian Kompensasi. Melalui evaluasi kinerja individu, dapat diketahui siapa
yang memberikan kontribusi kecil dalam pencapaian hasil akhir organisasi atau
perusahaan. Pemberian imbalan atau kompensasi yang adil haruslah didasarkan
kepada kinerja atau kontribusi setiap orang kepada perusahaan. Pekerja yang
menampilkan evaluasi kinerja yang tinggi patut diberi kompensasi, antara lain
berupa: pemberian penghargaan dan atau uang, pemberian bonus yang lebih besar
25
daripada pekerja lain, dan atau percepatan kenaikan pangkat dan gaji.
8. Program Peningkatan Produktivitas. Dengan mengetahui kinerja masing-masing
individu, kekuatan dan kelemahan masing-masing serta potensi yang mereka
miliki manajemen dapat menyusun program peningkatan produktivitas
perusahaan.
9. Program Kepegawaian. Hasil evaluasi kinerja sangat bermanfaat untuk menyusun
program-program kepegawaian, termasuk promosi, rotasi dan mutasi, serta
perencanaan karier pegawai.
10. Menghindari Perlakuan Diskriminasi. Evaluasi kinerja dapat menghindari
perlakuan diskriminasi dan kolusi, karena setiap tindakan kepegawaian akan
didasarkan kepada kriteria obyektif, yaitu hasil evaluasi kinerja.

2.5 Metode Evaluasi Kinerja

Seperti yang dikemukakan oleh Mondy dan Noe dalam Mutiara S. Panggabean (2004, h.
68), metode evaluasi kinerja terdiri dari :

1. Skala Peringkat (rating scale)


2. Insiden Kritis (critical inscidents)
3. Esai (essay)
4. Standar Kerja (works Standard)
5. Peringkat (ranking)
6. Distribusi yang Dipaksakan (forced distribution)
7. Pilihan yang Dipaksakan dan Laporan Kinerja Tertimbang (forced-choiced and
weighted checklist performance report)
8. Skala Jangkar Perilaku (behaviorally anchored scale)
9. Pendekatan Manajemen melalui Sasaran (management by objectives).

Evaluasi kinerja organisasi pada umumnya dilakukan bersifat tahunan sehingga dapat
memperoleh gambaran kinerja organisasi selama satu tahun. Penilaian kinerja organisasi
sebenarnya dapat dilakukan setiap saat dipandang perlu, berdasarkan waktu secara
periodik seperti bulanan, triwulan, atau tengah tahunan. Namun, penilaian tersebut
dinamakan evaluasi apabila dilakukan di akhir tahun sehingga dapat diperoleh gambaran
menyeluruh kinerja organisasi.

26
Menurut Robbins dalam Wibowo (2007,h 364) merupakan beberapa metode yang
dapat dipergunakan tentang mengevaluasi kinerja karyawan. Teknik yang dapat
dipergunakan dalam evaluasi individu adalah sebagai berikut:

a. Written Essays
Teknik ini memberikan evaluasi kerja dengan cara mendeskripsikan apa yang
menjadi penilaian terhadap kinerja individu, tim maupun organisasi.

b. Critical Incidents
Teknik ini mengevaluasi perilaku yang menjadi kunci dalam membuat perbedaan
antara menjalankan pekerjaan secara efektif dengan tidak efektif.

c. Graphic Rating Scales


Teknik ini merupakan metode evaluasi di mana evaluator memperingkat faktor
kinerja dalam skala inkermental.
d. Behaviorally Anchored Rating Scales
Teknik ini merupakan pendekatan skala yang mengkombinasi elemen utama dari
critikal incident dan graphic ranting scale. Penilai memeringkat pekerja
berdasarkan butir-butir sepanjang kontinum, tetapi titiknya adalah contoh prilaku
aktual pada pekerjaan tertentu daripada deskripsi umum atau sifat.
e. Group Order Ranking
Teknik ini merupakan metode evaluasi yang menempatkan pekerja dari terbaik ke
terburuk.
f. Individual Ranking
Teknik ini merupakan metode evaluasi yang menyusun/rank-order pekerja dari
terbaik ke terburuk.
g. Paired Comparison
Teknik ini merupakan metode evaluasi yang membandingkan masing-masing
pekerja dengan setiap pekerja lain dan menyusun peringkat berdasarkan pada
jumlah nilai supervisor yang dicapai pekerja.

2.6 Jenis/Elemen Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja yang baik adalah yang mampu untuk menciptakan gambaran
yang tepat mengenai kinerja pegawai yang dinilai. Penilaian tidak hanya ditujukan untuk
menilai dan memperbaiki kinerja yang buruk, namun juga untuk mendorong para pegawai

27
untuk bekerja lebih baik lagi. Berkaitan dengan hal ini, penilaian kinerja membutuhkan
standar pengukuran, cara penilaian dan analisa data hasil pengukuran, serta tindak lanjut
atas hasil pengukuran. Elemen-elemen utama dalam sistem penilaian kinerja Werther dan
Davis (1996:344) adalah:

1. Performance Standard

Ada empat hal yang harus diperhatikan dalam menyusun standar penilaian kinerja
yang baik dan benar yaitu :

a. Validity adalah keabsahan standar tersebut sesuai dengan jenis pekerjaan yang
dinilai. Keabsahan yang dimaksud di sini adalah standar tersebut memang benar-
benar sesuai atau relevan dengan jenis pekerjaan yang akan dinilai tersebut.
b. Agreement berarti persetujuan, yaitu standar penilaian tersebut disetujui dan
diterima oleh semua pegawai yang akan mendapat penilaian. Ini berkaitan dengan
prinsip validity di atas.
c. Realism berarti standar penilaian tersebut bersifat realistis, dapat dicapai oleh para
pegawai dan sesuai dengan kemampuan pegawai.
d. Objectivity berarti standar tersebut bersifat obyektif, yaitu adil, mampu
mencerminkan keadaan yang sebenarnya tanpa menambah atau mengurangi
kenyataan dan sulit untuk dipengaruhi oleh bias -bias penilai.

2. Kriteria Manajemen Kinerja

Kriteria penilaian kinerja dapat dilihat melalui beberapa dimensi, yaitu :

a. Kegunaan fungsional (functional utility), bersifat krusial, karena hasil penilaian


kinerja dapat digunakan untuk melakukan seleksi, kompensasi, dan
pengembangan pegawai, maka hasil penilaian kinerja harus valid, adil, dan
berguna sehingga dapat diterima oleh pengambil keputusan.
b. Valid (validity) atau mengukur apa yang sebenarnya hendak diukur dari penilaian
kinerja tersebut.
c. Bersifat empiris (empirical base), bukan berdasarkan perasaan semata.
d. Sensitivitas kriteria. Kriteria itu menunjukkan hasil yang relevan saja, yaitu
kinerja, bukan hal-hal lainnya yang tidak berhubungan dengan kinerja.
e. Sistematika kriteria (systematic development), Hal ini tergantung dari kebutuhan

28
organisasi dan lingkungan organisasi. Kriteria yang sistematis tidak selalu baik.
Organisasi yang berada pada lingkungan yang cepat berubah mungkin justru lebih
baik menggunakan kriteria yang kurang sistematis untuk cepat menyesuaikan diri
dan begitu juga sebaliknya.
f. Kelayakan hukum (legal appropriateness) yaitu kriteria itu harus sesuai dengan
hukum yang berlaku.

3. Pengukuran Kinerja (Performance Measures)

Pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan sistem penilaian (rating) yang
relevan. Rating tersebut harus mudah digunakan sesuai dengan yang akan diukur, dan
mencerminkan hal-hal yang memang menentukan kinerja Werther dan Davis (1996:346).
Pengukuran kinerja dapat bersifat subyektif atau obyektif . Jenis-jenis penilaian adalah
sebagai berikut :

a. Penilaian hanya oleh atasan


➢ cepat dan langsung
➢ dapat mengarah ke distorsi karena pertimbangan-pertimbangan pribadi.
b. Penilaian oleh kelompok lini : atasan dan atasannya lagi bersama – sama
membahas kinerja dari bawahannya yang dinilai.
➢ obyektifitas lebih lebih akurat dibandingkan kalau hanya oleh atasannya
sendiri.
➢ Individu yang dinilai tinggi dapat mendominasi penilaian.
c. Penilaian oleh kelompok staf : atasan meminta satu atau lebih individu untuk
bermusyawarah dengannya; atasan langsung yang membuat keputusan akhir.
d. Penilaian melalui keputusan komite : sama seperti pada pola sebelumnya kecuali
bahwa manajer yang bertanggung jawab tidak lagi mengambil keputusan akhir;
hasil didasarkan pada pilihan mayoritas.
e. Penilaian berdasarkan peninjauan lapangan : sama sepeti kelompok staf , namun
melibatkan wakil dari pimpinan pengembangan atau departemen SDM yang
bertindak sebagai peninjau independen
f. Penilaian yang dilakukan oleh bawahan dan sejawat.

4. Tantangan dalam Penilaian Kinerja

29
Penilaian kinerja harus bebas dari diskriminasi. Apapun bentuk atau metode penilaian
yang dilakukan oleh pihak manajemen harus adil, realistis, valid, dan relevan dengan jenis
pekerjaan yang akan dinilai karena penilaian kinerja ini tidak hanya berkaitan dengan
masalah prestasi semata, namun juga menyangkut masalah gaji, hubungan kerja,
promosi/demosi, dan penempatan pegawai. Adapun bias-bias yang sering muncul
menurut Werther dan Davis (1996:348) adalah:

a. Hallo Effect, terjadi karena penilai menyukai atau tidak menyukai sifat pegawai yang
dinilainya. Oleh karena itu, pegawai yang disukai oleh penilai cenderung akan
memperoleh nilai positif pada semua aspek penilaian, dan begitu pula sebaliknya,
seorang pegawai yang tidak disukai akan mendapatkan nilai negatif pada semua
aspek penilaian;
b. Liniency and Severity Effect. Liniency effectialah penilai cenderung beranggapan
bahwa mereka harus berlaku baik terhadap pegawai, sehingga mereka cenderung
memberi nilai yang baik terhadap semua aspek penilaian. Sedangkan severity effect
ialah penilai cenderung mempunyai falsafah dan pandangan yang sebaliknya
terhadap pegawai sehingga cenderung akan memberikan nilai yang buruk;
c. Central tendency,yaitu penilai tidak ingin menilai terlalu tinggi dan juga tidak terlalu
rendah kepada bawahannya (selalu berada di tengah-tengah). Toleransi penilai yang
terlalu berlebihan tersebut menjadikan penilai cenderung memberikan penilaian
dengan nilai yang rata-rata.
d. Assimilation and differential effect. Assimilation effect,yaitu penilai cenderung
menyukai pegawai yang mempunyai ciri-ciri atau sifat seperti mereka, sehingga akan
memberikan nilai yang lebih baik dibandingkan dengan pegawai yang tidak memiliki
kesamaan sifat dan ciri-ciri dengannya. Sedangkan differential effect,yaitu penilai
cenderung menyukai pegawai yang memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri yang tidak ada
pada dirinya, tapi sifat-sifat itulah yang mereka inginkan, sehingga penilai akan
memberinya nilai yang lebih baik dibanding yang lainnya;
e. First impression error,yaitu penilai yang mengambil kesimpulan tentang pegawai
berdasarkan kontak pertama mereka dan cenderung akan membawa kesan-kesan ini
dalam penilaiannya hingga jangka waktu yang lama;
f. Recency effect,penilai cenderung memberikan nilai atas dasar perilaku yang baru
saja mereka saksikan, dan melupakan perilaku yang lalu selama suatu jangka waktu
tertentu.

30
5. Pelaku Evaluasi Kinerja

Yang melakukan evaluasi kinerja karyawan biasanya adalah atasan langsung.


Evaluasi kinerja unit atau bagian organisasi adalah kepala unit itu sendiri. Alas an
langsung pada umumnya mempunyai kesempatan dan akses yang luas untuk
mengamati dan menilai prestasi kerja bawahannya. Namun, penilaian oleh atasan
langsung sering dianggap kurang objektif.
Setiap pekerja atau karyawan pada dasarnya merupakan orang yang paling
mengetahui apa yang di lakukannya sendiri. Oleh sebab itu, masing-masing individu
dapat diminta mengevaluasi kinerjanya sendiri, baik secara tidak langsung melalui
laporan, maupun secara langsung melalui permintaan dan petunjuk. Setiap individu
melaporkan hasil yang dicapai dan mengemukakan alas an-alasan bila tidak mampu
mencapai hasil yang ditargetkan. Untuk lebih menjamin objektifitas penilaian,
perusahaan atau organisasi dapat pula membentuk tim evaluasi kinerja yang dianggap
dapat objektif baik untuk mengevaluasi kinerja individu maupun mengevaluasi kinerja
kelompok dan unit atau bagian organisasi.

6. Waktu Pelaksanaan

Evaluasi kinerja dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan atau menurut kondisi
pekerjaan atau kondisi perusahaan. Pertama, bagi pekerjaan yang bersifat sementara
atau harus diselesaikan dalam waktu yang relative pendek, evaluasi kinerja dilakukan
menjelang atau segera setelah pekerjaan itu diselesaikan. Kedua, untuk pekerjaan
dalam jangka lama, seperti unit-unit dalam perusahaan atau organisasi, evaluasi
kinerja dilakukan secara rutin periodik. Evaluasi tersebut dapat dilakukan setiap akhir
minggu, setiap akhir kuartal, setiap akhir semester atau setiap akhir tahun.
Ketiga, evaluasi kinerja dapat dilakukan secara khusus pada saat tertentu bila
dirasakan timbul masalah atau penyimpangan sehingga perlu melakukan tindakan
korektif. Keempat, evaluasi kinerja diperlukan untuk atau dalam rangka program
organisasi dan kepegawaian, seperti identifikasi kebutuhan latihan, perencanaan karir,
pemberian penghargaan, rotasi dan promosi, penyusunan skala upah, analisi jabatan,
dll.

31
IMPLEMENTASI EVALUASI KINERJA DAN KOMPENSASI

4.2 Tujuan pengembangan

Informasi yang dihasilkan oleh sistem penilaian prestasi kerja dapat digunakan
untuk mengembangkan pribadi anggota-anggota organisasi, yang meliputi:
a. Mengukuhkan Dan Menopang Prestasi Kerja. Umpan balik prestasi kerja
(performance feedback) merupakan kebutuhan pengembangan yang utama karena
hampir semua karyawan ingin mengetahui hasil penilaian yang dilakukan.
b. Meningkatkan Prestasi Kerja. Tujuan penilaian prestasi kerja juga untuk memberikan
pedoman kepada karyawan bagi peningkatan prestasi kerja di masa yang akan
datang.
c. Menentukan Tujuan-Tujuan Progresi Karir. Penilaian prestasi kerja juga akan
memberikan informasi kepada karyawan yang dapat digunakan sebagai dasar
pembahasan tujuan dan rencana karir jangka panjang.
d. Menentukan Kebutuhan-Kebutuhan Pelatihan. Penilaian prestasi kerja individu
dapat memaparkan kumpulan data untuk digunakan sebagai sumber analisis dan
identifikasi kebutuhan pelatihan.

4.3 Motivasi Dan Kepuasan Kinerja

A. Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari kata latin “movere” yang berarti “dorongan atau daya
penggerak”. Motivasi ini sangat diperlukan seseorang dalam menjalankan segala
aktivitasnya. Dalam menjalankan hidup, seseorang memerlukan banyak motivasi agar ia
dapat menjalankan segala sesuatu yang dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Dalam dunia pendidikan, seorang anak memerlukan motivasi baik dari orang tua, guru,
maupun teman-temannya agar ia mampu meningkatkan prestasi belajarnya. Beberapa
pendapat para ahli tentang pengertian motivasi, diantaranya Abraham Sperling
(1987:183) mengemukakan bahwa motivasi adalah suatu kecenderungan untuk
beraktivitas, dimulai dari dorongan dalam diri dan diakhiri dengan penyesuaian diri.
Menurut Mitchell, motivasi mewakili proses-proses psikologikal, yang menyebabkan
timbulnya, diarahkannya, dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela yang
diarahkan ke tujuan tertentu. Gray, motivasi sebagai sejumlah proses, yang bersifat
32
internal, atau eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap
antusiasme dan persistensi dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu.

T. Hani Handoko, motivasi adalah keadaan pribadi seseorang yang mendorong


keinginan individu untuk melakukan kegiatan terntentu guna mencapai tujuan.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan, bahwa motivasi
kerja adalah dorongan yang tumbuh dalam diri seseorang, baik yang berasal dari dalam
dan luar dirinya untuk melakukan suatu pekerjaan dengan semangat tinggi menggunakan
semua kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya.

B. Tujuan Motivasi
Motivasi sangat penting artinya bagi parusahaan, karena motivasi merupakan
bagian dari kegiatan perusahaan dalam proses pembinaan, pengembangan dan
pengarahan manusia dalam bekerja. Dalam melaksanakan suatu pekerjaan seorang
pegawai harus memiliki motivasi sehingga dapat memberikan dorongan agar pegawai
dapat bekerja dengan giat dan dapat memuaskan kepuasan kerja.

Maksud atau tujuan dari motivasi menurut Dr. Sowatno (2001:147), diantaranya sebagai
berikut :

1. Mendorong gairah dan semangat kerja


2. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja pegawai
3. Meningkatkan produktifitas kerja pegawai
4. Mempertahankan loyalitas dan kestabilan pegawai perusahaan
5. Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi pegawai
6. Mengefektifan pengadaan pegawai
7. Menciptakan hubungan kerja dan suasana yang baik
8. Meningkatkan kreatifitas dan partisipasi pegawai
9. Meningkatkan kesejahteraan pegawai
10. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya

C. Prinsip-prinsip Motivasi
1. Prinsip Partisipasi Dalam upaya motivasi kerja, karyawan perlu diberikan
kesempatan ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh
pemimpin. 2. Prinsip Komunikasi Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu

33
yang berhubungan dengan pencapaian tugas, dengan informasi yang jelas,
pegawai akan lebih mudah motivasi kerjanya.
2. Prinsip Mengakui Andil Karyawan Pemimpin mengakui bahwa karyawan
mempunyai andil di dalam usah pencapaian tujuan.
3. Prinsip Pendelegasian Wewenang Pemimpin yang memberikan otoritas atau
wewenang kepada karyawan bawahan untuk sewaktu-waktu dapat mengambil
keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya, akan membuat karyawan yang
bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh
pemimpin.
4. Prinsip Memberi Perhatian Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang
diinginkan karyawan sehingga membuat karyawan termotivasi untuk bekerja
dengan giat.

D. Model-model Motivasi
1. Model Tradisional Untuk memotivasi bawahan agar bergairah dalam bekerja
perlu diterapkan sistem insentif. Motivasi bawahan hanya untuk mendapatkan
insentif saja.
2. Model Hubungan Manusiawi Memotivasi bawahan dengan mengakui kebutuhan
sosial disamping kebutuhan materil.
3. Model Sumberdaya Manusia Memotivasi bawahan dengan memberikan tanggung
jawab dan kesempatan yang luas dalam menyelesaikan pekerjaan dan mengambil
keputusan.

E. Jenis-jenis Motivasi
1. Motivasi Positif Manajer memotivasi bawahan dengan memberikan
hadiah/imbalan kepada mereka yang berprestasi di atas prestasi standar
2. Motivasi Negatif Manajer memotivasi bawahan dengan memberikan hukuman
kepada mereka yang tidak mampu mencapai prestasi standar tertentu

F. Proses Motivasi Hal-hal yang perlu diperhatikan:


1. Penetapan Tujuan
2. Mengetahui Keinginan Karyawan
3. Adanya Komunikasi yang Baik
4. Integrasi Tujuan Perusahaan dengan Kepentingan Karyawan

34
5. Menyediakan Fasilitas
6. Membentuk Team Work yang Terkoordinasi dengan baik.

G. Teori-teori Motivasi
1. Teori Motivasi Maslow Teori Maslow Maslow dalam Reksohadiprojo dan
Handoko (1996), membagi kebutuhan manusia sebagai berikut:
a. Kebutuhan Fisiologis Kebutuhan fisiologis merupakan hirarki kebutuhan
manusia yang paling dasar yang merupakan kebutuhan untuk dapat hidup
seperti makan,minum,
b. Kebutuhan Rasa Aman kebutuhan yang kedua yaitu kebutuhan akan rasa
aman. Kebutuhan akan rasa aman ini meliputi keamanan akan perlindungan
dari bahaya kecelakaan kerja, jaminan akan kelangsungan pekerjaannya dan
jaminan akan hari tuanya pada saat mereka tidak lagi bekerja.
c. Kebutuhan Sosial yaitu kebutuhan untuk persahabatan, afiliasi dana
interaksi yang lebih erat dengan orang lain. Dalam organisasi akan berkaitan
dengan kebutuhan akan adanya kelompok kerja yang kompak, supervisi
yang baik, rekreasi bersama dan sebagainya.
d. Kebutuhan Penghargaan Kebutuhan ini meliputi kebutuhan keinginan untuk
dihormati, dihargai atas prestasi seseorang, pengakuan atas kemampuan dan
keahlian seseorang serta efektifitas kerja seseorang.
e. Kebutuhan Aktualisasi diri Aktualisasi diri merupakan hirarki kebutuhan
dari Maslow yang paling tinggi. Aktualisasi diri berkaitan dengan proses
pengembangan potensi yang sesungguhnya dari seseorang. Kebutuhan
untuk menunjukkan kemampuan, keahlian dan potensi yang dimiliki
seseorang. Seseorang yang didominasi oleh kebutuhan akan aktualisasi diri
senang akan tugas-tugas yang menantang kemampuan dan keahliannya.

2. Teori X dan Y dari Mc. Gregor


Teori motivasi yang menggabungkan teori internal dan teori eksternal yang
dikembangkan oleh Mc. Gregor. Ia telah merumuskan dua perbedaan dasar
mengenai perilaku manusia. Kedua teori tersebut disebut teori X dan Y. Teori
tradisional mengenai kehidupan organisasi banyak diarahkan dan dikendalikan
atas dasar teori X. Adapun anggapan yang mendasari teori-teori X menurut
Reksohadiprojo dan Handoko (1996 : 87 )

35
a. Rata-rata pekerja itu malas, tidak suka bekerja dan kalau bisa akan
menghidarinya.
b. Karena pada dasarnya tidak suka bekerja maka harus dipaksa dan
dikendalikan, diperlakukan dengan hukuman dan diarahkan untuk
pencapaian tujuan organisasi.
c. Rata-rata pekerja lebih senang dibimbing, berusaha menghindari tanggung
jawab, mempunyai ambisi kecil, kemamuan dirinya diatas segalanya.
Anggapan dasar teori Y adalah : a. Usaha fisik dan mental yang dilakukan
oleh manusia sama halnya bermain atau istirahat. b. Rata-rata manusia
bersedia belajar dalam kondisi yang layak, tidak hanya menerima tetapi
mencari tanggung jawab.
d. Ada kemampuan yang besar dalam kecedikan, kualitas dan daya imajinasi
untuk memecahkan masalah-masalah organisasi yang secara luas tersebar
pada seluruh pegawai.
e. Pengendalian dari luar hukuman bukan satu-satunya cara untuk
mengarahkan tercapainya tujuan organisasi.

3. Teori Motivasi dari Herzberg


Teori motivasi yang dikemukakan oleh Herzberg dan kelompoknya. Teori
ini sering disebut dengan M – H atau teori dua faktor, bagaimana manajer
dapat mengendalikan faktor-faktor yang dapat menghasilkan kepuasan
kerja atau ketidakpuasan kerja. Berdasarkan penelitian telah dikemukakan
dua kelompok faktor yang mempengaruhi seseorang dalam organisasi,
yaitu ”motivasi”. Disebut bahwa motivasi yang sesungguhnya sebagai
faktor sumber kepuasan kerja adalah prestasi, promosi, penghargaan dan
tanggung jawab. Kelompok faktor kedua adalah ”iklim baik” dibuktikan
bukan sebagai sumber kepuasan kerja justru sebagai sumber
ketidakpuasan kerja. Faktor ini adalah kondisi kerja, hubungan antar
pribadi, teknik pengawasan dan gaji. Perbaikan faktor ini akan
mengurangi ketidakpuasan kerja, tetapi tidak akan menimbulkan
dorongan kerja.

4. Teori ERG Aldefer


Teori Aldefer merupakan teori motivasi yang mengatakan bahwa individu

36
mempunyai kebutuhan tiga hirarki yaitu : ekstensi (E), keterkaitan
(Relatedness) (R), dan pertumbuhan (Growth) (G). Teori ERG juga
mengungkapkan bahwa sebagai tambahan terhadap proses kemajuan
pemuasan juga proses pengurangan keputusan. Yaitu, jika seseorang
terus-menerus terhambat dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan
menyebabkan individu tersebut mengarahkan pada upaya pengurangan
karena menimbulkan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang lebih
rendah. Penjelasan tentang teori ERG Aldefer menyediakan sarana yang
penting bagi manajer tentang perilaku. Jika diketahui bahwa tingkat
kebutuhan yang lebih tinggi dari seseorang bawahan misalnya,
pertumbuhan nampak terkendali, mungkin karena kebijaksanaan
perusahaan, maka hal ini harus menjadi perhatian utama manajer untuk
mencoba mengarahkan kembali upaya bawahan yang bersangkutan
memenuhi kebutuhan akan keterkaitan atau kebutuhan eksistensi.

H. Pengertian Kepuasan Kinerja


Kepuasan kerja, atau dalam arti yang lebih khusus kepuasan karyawan dalam
Pengertian kepuasan kerja menurut Lock (1995) Kepuasan kerja merupakan suatu
ungkapan emosional yang bersifat positif atau menyenangkan sebagai hasil dari penilaian
terhadap suatu pekerjaan atau pengalaman kerja. T.M. Fasher (1992) Kepuasan kerja,
atau dalam arti yang lebih khusus kepuasan karyawan dalam bekerja, yang muncul bila
keuntungan yang dirasakan dari pekerjaannya melampaui biaya marjinal yang
dikeluarkan oleh karyawan tersebut dianggap cukup memadai. Berdasarkan beberapa
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa :
a. Kepuasan kerja merupakan suatu tanggapan emosional seseorang terhadap situasi
dan kondisi kerja.
b. Tanggapan emosional bisa berupa perasaan puas (positif) atau tidak puas (negatif).
Bila secara emosional puas berarti kepuasan kerja tercapai dan sebaliknya bila tidak
aka berarti karyawan tidak puas.
c. Kepuasan kerja dirasakan karyawan setelah karyawan tersebut membandingkan
antara apa yang dia harapkan akan dia peroleh dari hasil kerjanya dengan apa yang
sebenarnya dia peroleh dari hasil kerjanya.
d. Kepuasan kerja mencerminkan beberapa sikap yang berhubungan. Kepusaan kerja
merupakan sesuatu yang sangat sulit diukur yang bersifat subjektif karena setiap

37
orang selalu mempunyai keinginan- keinginan yang ingin dipenuhi namun setelah
terpenuhi muncul lagi keinginan-keinginan lainnya, seakan-akan manusia itu tidak
mempunyai rasa puas dan setiap pegawai mempunyai kriteria sendiri yang
menyatakan bahwa dirinya telah puas.

I. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja.


Kondisi kerja, artinya jika seluruh kebutuhan seseorang untuk bekerja terpenuhi baik
itu dari bahan yang dibutuhkan ataupun dari lingkungan yang menunjang maka
kepuasan kerja akan terjadi.
1. Peraturan, budaya serta karakteristik yang ada dalam organisasi tersebut, yang
jika peraturan dalam menjalankan pekerjaannya dapat mendukung terhadap
pekerjaannya maka karyawan atau para pekerja akan merasakan kepuasan kerja.
2. Kompensasi dari pekerjaannya yang seimbang dengan pekerjaan yang telah ia
lakukan.
3. Efisiensi kerja, dalam hal ini dikaitkan dengan kemampuan seseorang dalam
pekerjaannya, sehingga apabila kepuasan kerja itu ada salah satunya adalah
dengan bekerja sesuai dengan kemampuan masing- masing.
4. Peluang promosi, yaitu di mana adanya suatu peluang untuk mendapatkan
penghargaan atas prestasi kerja seseorang dimana diberikan jabatan dan tugas
yang lebih tinggi dan disertai dengan kenaikan gaji. Promosi ini sangat
mempengaruhi kepuasan kerja dapat dihargai dengan dinaikan posisinya disertai
gaji yang akan diterimanya.
5. Rekan kerja atau partner kerja, kepuasan kerja akan muncul apabila dalam suatu
organisasi terdapat hubungan yang baik. Misalnya anggota kerja mempunyai
cara atau sudut pandang atau kebiasaan yang sama dalam melakukan suatu
pekerjaan sehingga dalam bekerja juga tidak ada hambatan karena terjalin
hubungan yang baik.
J. Indikator Kepuasan Kerja
1. Isi pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol
terhadap pekerjaan
2. Supervisi
3. Organisasi dan manajemen
4. Kesempatan untuk maju
5. Gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya

38
6. Kondisi kerja

K. Pengukuran Kepuasan Kerja


1. Manusia berhak diberlakukan dengan adil dan hormat
2. Kepuasan kerja dapat menciptakan perilaku yang mempengaruhi fungsi-
fungsi perusahaan
L. Bagaimana Karyawan Dapat Mengungkapkan Ketidakpuasan
Ketidakpuasan karyawan dapat diungkapkan dengan sejumlah cara Misalnya
daripada Berhenti, karyawan dapat mengeluh, tidak patuh, mencuri milik
organisasi, atau mengelakkan sebagian dari tanggung jawab kepada mereka.
Berikut ini adalah contoh respon yang biasa diungkapkan karyawan jika mereka
merasa tidak puas menurut Stephen Robbins (2003:105):
1. Exit, perilaku yang mengarah untuk meninggalkan organisasi, mecakup
pencarian suatu posisi baru maupun meminta berhenti.
2. Suara (Voice), dengan aktif dan konstruktif mencoba memperbaiki
kondisi. Mencakup saran, perbaikan, membahas problem-problem dengan
atasan, dan beberapa bentuk kegiatan serikat buruh.
3. Kesetiaan (Loyality), pasif tetapi optimistis menunggu membaiknya
kondisi. Mencakup berbicara membela organisasi menghadapi kritik luar
dan mempercayai organisasi dan manajemennya untuk “melakukan hal
yang tepat”.
4. Pengabaian (Neglect), secara pasif membiarkan kondisi memburuk,
temasuk kemangkiran atau datang terlambat secara kronis, upaya yang
dikurangi, dan tingkat kekeliruan yang meningkat.

39
DAFTAR PUSTAKA

Abdul-Ghani, R., Poon, J. M. L., Noordin, F., Briscoe, J. P., & Jones, E. A. (2007). Career success
from a Malaysian perspective: Doing well by doing good. In J. P.
Adamson, S. J., Doherty, N., & Viney, C. (1998). The meanings of career revisited: Implications
for theory and practice. British Journal of Management, 9(4), 251–259.
Allred , Bren B., Snow, Charles C ., and Miles, Raymond E ,. 1996. Academy of Management
Executive, (10), 4 p. 17-27
Ambar, 2003, MSDM : Konsep, Teori dan Pengembangan dalam Konteks Organisasi Publik,
Graha Ilmu, Yogyakarta.
Anakwe, Uzoamaka P., Hall, James C, and Schor, Susan M., 2000. Knowledge-related skill and
effective career management.International Journal of Manpower.21). 7 p.566-579
Arthur, M. B. (1994). The boundaryless career: A new perspective for organizational inquiry.
Journal of Organizational Behavior, 15(4), 295–306.
Arthur, M. B., Hall, D. T., & Lawrence, B. S. (1989). Handbook of career theory. New York,
NY: Cambridge University Press.
Arthur, M. B., Khapova, S. N., & Wilderom, C. P. M. (2005). Career success in a boundaryless
career world. Journal of Organizational Behavior, 26(2), 177–202.23 Manajemen Karir
Rahmi Widyanti
Aryee, S., Chay, Y. W., & Tan, H. H. (1994). An examination of the antecedents of subjective
career success among a managerial sample in Singapore. Human Relations, 47(5), 487–510.
Baruch, Yehuda, 2004, Managing Career : Theory and Practice, Prentice Hall, Financial Time,
USA
Blustein, D. L. (2001). Extending the reach of vocational psychology: Toward an inclusive and
integrative psychology of working. Journal of Vocational Behavior, 59(2), 171–182.
Borg, I., & Groenen, P. (1997). Modern multidimensional scaling: Theory and applications.New
York, NY: Springer.
Boudreau, J. W., Boswell, W. R., & Judge, T. J. (2001). Effects of personality on executive career
success in the U.S. and Europe. Journal of Vocational Behavior, 58(1), 53–81.
Bourne, H., & Jenkins, M. (2005). Eliciting managers’ personal values: An adaptation of the
laddering interview method. Organizational Research Methods, 8(4), 410–428.
Briscoe, J. P., Hall, D. T., & DeMuth, R. L. F. (2006). Protean and boundaryless career attitudes:
An empirical exploration. Journal of Vocational Behavior, 69(1), 30–47.
Chen, C. (1997). Career projection: Narrative in context. Journal of Vocational Education and
Training, 49(2), 311–326.
Chudzikowski, K., Demel, B., & Mayrhofer, W. (2007). Do I look as if I care? Doing well in
careers of three professional groups on Austria—A qualitative study. In: J. P. Briscoe (Chair),

40
Doing well by doing good across cultures? A global perspective on career success. Symposium
conducted at the annual meeting of the academy of management, Philadelphia, PA.
Collin, Audrey.1998.New Challenge in the study of career.Personnel Review.(27).5 p.412 -425
Dessler, Gary. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Indonesia. Jakarta: Penerbit
Prenhallindo.
Dries Nicky, Roland Pepermans, Olivier Carlier , 2008, Career Success : MDS Concept, Journal
of Vocational Behavior 71 , 254-267, Elsevier.com
Fish , Alan and Wood , Jack. 1997. Realigning International Careers – a More Strategic Focus,
Career Development International. (2).2
Greenhaus, J. H., Parasuraman, S., & Wormley, W. M. (1990). Effects of race on organizational
experiences, job performance evaluations, and career outcomes. Academy of Management
Journal, 33(1), 64–86.
Greenhaus, Jeffrey H., Callanan Gerad A., and Godshalk, Veronica M. 2000. Career Management
Third Edition. The Dryden Press. Harcourt College Publishers.
Hall, Douglas T., 1996. Protean Careers of the 21st Century, Academy of Management Executive,
(10), 4 p. 8-16
Hall, Douglas T and Moss, Jonathan E,. 1998.The New Protean Career Contract:Helping
Organizations and Employess Adapt. Organizational Dynamics p. 22-37
Hall, D. T. (2002). Careers in and out of organizations. Thousand Oaks, CA: Sage Publications.
Hall, D. T., & Chandler, D. E. (2005). Psychological success: When the career is a calling. Journal
of Organizational Behavior, 26(2), 155–176. 24 Manajemen Karir Rahmi Widyanti
Handoko, Hani T. 2000. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : BPFE
Hariandja, Marihot Tua Efendi, 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia, PT. Grasindo, Jakarta.
Hasibuan, Malayu SP. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Hennequin, E. (2007). What’career success’ means to blue-collar workers. Career Development
International, 12(6), 565–581.
Heslin, P. A. (2005). Conceptualizing and evaluating career success. Journal of Organizational
Behavior, 26(2), 113–136.
Instruksi Presiden Nomor : 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(AKIP).
Judge, T. A., Cable, D. M., Boudreau, J. W., & Bretz, R. D. (1995). An empirical investigation
of the predictors of executive career success. Personnel Psychology, 48(3), 485–519.
Juntunen, C. L., Barraclough, D. J., Broneck, C. L., Seibel, G. A., Winrow, S. A., & Morin, P. M.
(2001). American Indian perspectives on the career journey. Journal of Counseling Psychology,
48(3), 274–285.
King, Z. (2004). Career self-management: Its nature, causes and consequences. Journal of
Vocational Behavior, 65, 112–133.

41
Kruskal, J. B., & Wish, M. (1978). Multidimensional scaling. Beverly Hills, CA: Sage.Lee, M.
D., Lirio, P., Karakas, F., MacDermid, S. M., Buck, M. L., & Kossek, E. E. (2006). Exploring
career and personal outcomes and the meaning of career success among part-time professionals
in organizations. In R. J. Burke (Ed.), Research companion to work hours and work addiction (pp.
284–309). Cheltenham, UK: Edward Elgar.
Lucas, K., & Buzzanell, P. M. (2004). Blue-collar work, career, and success: Occupational
narratives of sisu. Journal of Applied Communication Research, 32, 273–292.
Mallon, M., & Cohen, L. (2000). My brilliant career? Using stories as a methodological tool in
careers research. In Paper presented at the annual international conference on organizational
discourse, London, UK.
Mondy, W. R dan Robert M. Noe. 1993. Human Resouces Management. Allyn & Bacon.
Moses, Barbara. 1999. Career Intelligence : The 12 New Rules for Succes . The
Futurist.August -September. p. 28-35
Nabi, G. (1999). An investigation into the differential profile of predictors of objective and
subjective career success. Career Development International, 4(4), 212–224.
Nabi, G. R. (2001). The relationship between HRM, social support, and subjective career success
among men and women. International Journal of Manpower, 22(5), 457–474.
Nicholson, Nigel.,1996. Career Systems in Crisis: Change and Opportunity in the Information
Age Academy of Management Executive. (10). 4 p. 40-50
Nicholson, N., & de Waal-Andrews, W. (2005). Playing to win: Biological imperatives,
self regulation, and trade-offs in the game of career success. Journal of Organizational
Behavior, 26(2), 137–154.
Notoatmodjo, Soekidjo, 2009, Pengembangan Sumber Daya Manusia, PT RINEKA CIPTA,
Jakarta
Ogliastri, E., Caballero, K. Rodrı´guez, C., & Sabando, C. (2007). Doing well by doing good in
personal careers: Career success in Costa Rica. In J. P. Briscoe (Chair), Doing well
Rahmi Widyanti
by doing good across cultures? A global perspective on career success. Symposium conducted at
the annual meeting of the academy of management, Philadelphia, PA.
Orpen , Christopher. 1994 . The Effect of Organizational and Individual Career Management
on Career Succes. International Journal of Manpower. (15). 1 p. 27-37
Parker, P. (2006). Card sorts: A process of constructing personal narrative. In M. McMahon
& W. Patton (Eds.), Career counselling: Constructivist approaches (pp. 176–186).
New York, NY: Routledge.Poole, M. E., Langan-Fox, J., & Omodei, M. (1993). Contrasting
subjective and objective criteria as determinants of perceived career success. Journal of
Occupational and Organizational Psychology, 66(1), 39–54.

42
Reitman, F., & Schneer, J. A. (2003). The promised path: A longitudinal study of managerial
careers. Journal of Managerial Psychology, 18(1), 60–75.
Rokhman, Wahibur, 2011, Manajemen Sumber Daya Manusia, Nora Media Enterprise, Kudus.
Russo, N., Kelly, M., & Deacon, M. (1991). Gender and sex related attribution: Beyond
individualistic conceptions of achievement. Sex Roles, 25(5–6), 331–350.
Savickas, M. (1995). Current theoretical issues in vocational psychology: Convergence,
divergence, and schism. In W. B. Walsh & S. H. Osipow (Eds.), Handbook of vocational
psychology: Theory, research and practice (2nd ed., pp. 1–34). Associates, Mahwah, NJ:
Lawrence Erlbaum.
Savickas, M. L. (2000). Renovating the psychology of careers for the 21st century. In A. Collin
& R. Young (Eds.), The future of career (pp. 53–68). Cambridge, UK: Cambridge University
Press.
Savickas, M. L. (2005). The theory and practice of career construction. In S. S. Brown & R. W.
Lent (Eds.), Career development and counseling: Putting theory and research to work (pp. 42–
70). Hoboken, NJ: John Wiley & Sons.
Schein, E. H. (1978). Career dynamics: Matching individual and organizational needs. Reading,
MA: Addison-Wesley.
Schein, E. H. (1990). Career anchors (Rev. Ed.). San Diego: Pfeiffer, Inc.
Shen, Y., Hall, D. T., & Fei, Z. (2007). The evolution of career success: Doing well in China.
In J. P. Briscoe (Chair), Doing well by doing good across cultures? A global perspective
Simamora, Henry. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Penerbit STIE YKPN.
Usi Usmara, 2009, Boundaryless Career, For The 21th Century, Karier Tanpa Batas Dalam Abad
21, Amara Books, Yogyakarta.
Undang-Undang Nomor : 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.
Walker, J.W. 1990. Managing Human Resources in a Flat, Lean, and Flexible Organization:
Trends for The 1990’s”. Human Resource Planning. Vol. 11: 125- 132.Bahan dari Internet 2011.
Manajemen karir dalam : http://www.slideshare.net/RismaJayanti/manajemen-karir makalah-
psikologi-sumber-daya-manusia-risma-aip 2010.
Manajemen karier dalam : https:// initugasku .wordpress. com/2010/03/19/
manajemen karier/2015.
https://irrineayu.wordpress.com/2015/04/17/manajemen-karir-pengertian-tujuan manfaat-
proses-dan-perencanaan-karir/
Ika UT,2009. “Makalah Evaluasi Kinerja 1” Ikatan Alumni Universitas Terbuka Jakarta.
http://ika-utjakarta.blogspot.com/2009/11/makalah-evaluasi-kinerja-1.html

Sitohang, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2007, hlm.
186. A.A. Anwar Prabu mangkunegoro, Evaluasi Kinerja SDM, Bandung: Refika
aditama, 2007, hlm. 10

43
https://www.sastrawacana.id/2019/03/pengertian-evaluasi-kinerja-menurut.html,
http://repository.uma.ac.id/bitstream/123456789/12179/2/168320067%20-
%20Arfika%20Galingging%20-%20Fulltext.pdf, http://repository.um-
palembang.ac.id/id/eprint/12350/2/222016055_BAB%20II_SAMPAI_BAB%20TERA
KHIR.pdf.pdf, https://www.jojonomic.com/blog/hr-scorecard/,
https://samahitawirotama.com/manfaat-dan-cara-penyusunan-hr-scorecard/,
https://yourbusiness.azcentral.com/hr-score-card-13366.html
https://bizfluent.com/info-7754692-hr-scorecard.html
https://strategichrinc.com/hr_scorecard/, https://id.hrnote.asia/orgdevelopment/cara-
efektif-melakukan-evaluasi-kinerja-201020/

44

Anda mungkin juga menyukai