Anda di halaman 1dari 17

SEJARAH ASIA TIMUR

CHINA BARU

DISUSUN OLEH :
LINTANG ALIDYA ( A1N122075 )
RISKA ( A1N122050 )
DIRFAN ( A1N122063 )
WA ODE MUTIARA ( A1N122092 )

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS KEGGURUAN DAN ILMU PEDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2023
A. Berdirinya Republik China (Zhonghuaminguo)

Pada 1 Januari 1912, Dr. Sun Yat Sen menjadi Presiden Republik China di Nanjing.
Republik ini menandai berakhirnya Dinasti Qing yang telah berkuasa selama 200 tahun. Dr. Sun
menggambarkan landasan negara sebagai rakyat dan berusaha menyatukan berbagai bangsa
utama di China. Dia membentuk kabinet dan menetapkan bendera baru yang melambangkan
kesatuan suku bangsa utama. Kekuasaan Dinasti Qing merosot, dan pada 12 Februari 1912,
Ibusuri Long Yu, ditandatangani oleh Yuan Shikai, menyerahkan kedaulatan pada rakyat China,
menandai akhir dari sistem kekaisaran ribuan tahun. Yuan Shikai ditugaskan membangun
pemerintahan sementara, tetapi pihak istana meminta agar kaisar tetap mempertahankan gelar
dan kekayaannya. Setelah kejatuhan Dinasti Qing, Sun Yat Sen menyerahkan jabatannya sebagai
presiden demi mencegah perang saudara antara pemerintah di utara dan pendukungnya di
selatan. Yuan Shikai kemudian menjadi presiden pada 15 Februari 1912. Ibukota dipindahkan ke
Beijing, dan Dewan Nasional mengumumkan undang-undang dasar sementara pada hari yang
sama.

B. Masa Pemerintahan Yuan Shikai

Yuan Shikai menolak pemerintahan demokratis yang diinginkan oleh Dr. Sun Yat Sen,
memusatkan kekuasaan pada dirinya. Dia memperkuat posisinya dengan perundingan pinjaman
keuangan dengan bankir dari negara-negara Eropa dan Jepang, serta mengganti gubernur
provinsi dengan pengikutnya. Dr. Sun mencoba melawan kekuasaan Yuan melalui ekspedisi
militer, namun gagal dan terpaksa melarikan diri ke Jepang. Partainya, Dongmenghui, berganti
nama menjadi Guomindang pada 1912. Yuan Shikai berusaha memperbesar kekuasaannya
dengan undang-undang dasar baru yang memusatkan kekuasaan padanya sebagai presiden. Dia
memanipulasi parlemen untuk memperpanjang masa jabatannya menjadi 10 tahun, bahkan
seumur hidup.

Saat Perang Dunia I meletus, Jepang memanfaatkan kesempatan untuk menguasai


wilayah di China. Mereka mengajukan "Dua Puluh Satu Tuntutan" pada 1915 kepada Yuan
Shikai, mencoba memperluas pengaruhnya di China.Di mana bila tuntutan-tuntutan itu tidak
dipenuhi, China akan menjadi semacam jajahan Jepang. Dua Puluh Satu Tuntutan itu dapat
diringkas menjadi lima bagian sebagai berikut:

1. China harus menyetujui penyerahan bekas jajahan Jerman kepada Jepang di Provinsi
Shandong yang saat itu telah berhasil dikuasainya serta menuntut dibukanya beberapa
kota lagi sebagai pelabuhan terbuka.
2. Penyewaan kota-kota, wilayah, dan jalan kereta api di Manchuria Selatan, Mongolia
Dalam, Port Arthur, dan Dairen akan diperpanjang menjadi 99 tahun. Di wilayah-wilayah
ini, orang Jepang boleh menyewa tanah, melakukan perjalanan, atau tinggal di sana.
Jepang memperoleh hak untuk membuka tambang dan jalan-jalan kereta api. China harus
mengangkat bangsa Jepang sebagai penasihat-penasihat resminya.
3. Perusahaan Hanyebing, yakni perusahaan tambang dan pengecoran besi terbesar China,
hendaknya dijadikan perusahaan gabungan China- Jepang, dan pemerintah China tidak
boleh menjualnya tanpa seizin Jepang.
4. China berjanji untuk tidak menyerahkan atau menyewakan pelabuhan atau teluk kepada
bangsa lain tanpa seizin Jepang.
5. China harus menggunakan orang Jepang sebagai penasihat pemerintah pusat. Lembaga
kepolisian di berbagai distrik harus diawasi bersama antara orang Jepang dan Tionghoa.
China harus membeli kebutuhan 50% mesiunya atau lebih dari Jepang atau mendirikan
perusahaan senjata gabungan China - jepang.

Meskipun terjadi pemboikotan terhadap barang-barang Jepang oleh rakyat, situasi


semakin rumit saat Yuan Shikai mencoba mengangkat dirinya sebagai kaisar, mengubah bentuk
pemerintahan dari republik menjadi monarki. Ini memicu protes massal dari masyarakat dan
pemberontakan di berbagai provinsi. Setelah mengumumkan diri sebagai Kaisar Hongxian,
tekanan dari dalam dan luar negeri serta pemberontakan yang meluas membuat Yuan Shikai
membatalkan penobatan dan kemudian meninggal pada Juni 1916. Pemerintahan China terpecah
menjadi dua, dengan pemerintahan Yuan di utara dan Li Yuanhong di selatan. Setelah kematian
Yuan Shikai, Li Yuanhong menjadi presiden, mempersatukan kembali pemerintahan China. Feng
Guozhang menjadi wakil presiden, sementara parlemen kembali bersidang dengan banyak
anggota Guomindang yang kembali.
C. Era para gubernur militer

Era Para Gubernur Militer (Warlord) di China dimulai setelah kematian Yuan Shikai,
memunculkan perang antarwarlord yang membuat pemerintahan pusat lemah. Permasalahan ini
berlangsung dari 1916 hingga 1928 saat China bersatu kembali di bawah Chiang Kaishek.
Perang Dunia I berdampak pada upaya negara-negara Sekutu memancing China untuk berperang
melawan Jerman, namun internal China semakin terpecah akibat konflik politik yang
memunculkan pemerintahan terpisah di utara (Duan Qirui) dan selatan (Guomindang yang
dipimpin oleh Dr. Sun). China terpecah, ditambah adanya warlordisme, menjadi medan perang
antarwilayah yang tak terkendali hingga akhirnya disatukan di bawah Chiang Kaishek pada
1928. Konferensi perdamaian Paris (1919) mengecewakan China karena wilayah yang dijanjikan
untuk dikembalikan dari Jerman justru diserahkan pada Jepang.

D. Masuk nya paham komunisme

Pada era setelah Perang Dunia I, Rusia berubah menjadi republik sosialis di bawah
Lenin, dan paham komunisme mulai menyebar ke China. Voitchinski mendirikan sekolah
komunisme di Shanghai pada 1919. Uni Soviet mengirim delegasi ke China, termasuk Abram
Joffe, untuk membicarakan pengembalian daerah-daerah yang dulu direbut Rusia dari China.
Meskipun upaya diplomatik, hubungan Joffe dengan pemerintahan China tidak berjalan mulus,
hingga dia berkolaborasi dengan Guomindang. Dr. Sun menerima bantuan Soviet, namun
menolak paham komunisme di China, yang tercermin dalam manifesto bersama dengan Joffe.
Meskipun demikian, terjalin kerjasama antara Guomindang dengan Uni Soviet. Pasukan
Guomindang direstrukturisasi dengan bantuan para penasihat Soviet, seperti Michael Borodin
dan Jenderal Blucher, yang membantu dalam organisasi dan akademi militer.

Saat pemerintah utara dan selatan China mencoba menyatukan negara, Dr. Sun
meninggal pada tahun 1925, menyisakan kekosongan dan ketidakstabilan. Insiden di Shanghai
serta perpecahan politik memperparah persatuan nasional. Wang Jingwei dilantik sebagai
presiden di Kanton, sedangkan perselisihan di utara antara Zhang Zuolin, Feng Yuxiang, dan
Duan Qirui menghalangi upaya penyatuan. Jiang Jieshi (Chiang Kai-shek) memimpin Pasukan
Pemukul Utara untuk menyatukan China, dan Guomindang terpecah antara sayap kanan
(Nanjing) dan sayap kiri (Wuhan, yang pro-komunis). Konflik antara Jiang dan sayap kiri,
termasuk kaum komunis, memuncak pada penyingkiran kaum komunis dari Guomindang.

Meskipun konflik internal Guomindang mereda, Jiang menghadapi tantangan lain dari
pemerintah Wuhan yang anti-Jiang. Perseteruan ini menghambat kampanye militer penyatuan
China. Namun, setelah perdamaian antara dua faksi Guomindang, Jiang memulai kembali
kampanye penyatuan. Meskipun dihadang oleh Jepang dan adanya insiden pembunuhan
diplomatik, Jiang berhasil merebut Shanghai dan Nanjing, menandai kemenangan Pasukan
Pemukul Utara.

Pecahnya hubungan antara sayap kiri (pro-komunis) dan Wang Jingwei membuat Jiang
mengambil tindakan tegas menangkap anggota partai pro-komunis pada tahun 1926.
Guomindang terpecah antara Nanjing dan Wuhan, dan meskipun ada upaya untuk rekonsiliasi,
pecahnya hubungan dengan kaum komunis memperparah keadaan. Jiang berhasil menyatukan
sebagian besar China dengan kemenangan gemilang, mengalahkan berbagai warlord yang ada.
Pada 6 Juli 1928, China menyatukan kembali negerinya, mengakhiri periode konflik internal
yang panjang dan merebut kembali stabilitas nasional.

E. Republik China setelah penyatuan

Pada tahun 1930-an, Republik Rakyat China dilanda kekacauan. Serangan terhadap
ibukota Provinsi Hunan, Changsha, oleh Li Lishan yang dilakukan tanpa seizin Mao, menambah
kekisruhan. Pemberontakan di China Tengah oleh pengikut Feng Yuxiang dan tuntutan rakyat
Kanton agar Jiang mundur, menyulut konflik internal di China. Sementara itu, pertempuran
antara Guomindang dan kaum komunis masih terjadi di Provinsi Jiangxi. Insiden Mukden pada
1931 menandai penyerbuan Jepang terhadap Manchuria. Perangkap diplomasi terjadi antara
Jepang dan China, dengan tuduhan saling memprovokasi. Jepang menuduh China atas insiden-
insiden tertentu, termasuk serangan terhadap jalan kereta api milik Jepang, yang memicu
serangan terhadap Manchuria. Dalam waktu singkat, Jepang berhasil menguasai Manchuria
tanpa perlawanan yang signifikan dari pasukan China.

Meskipun Liga Bangsa-Bangsa mengadakan penyelidikan terhadap insiden Manchuria,


Jepang melanjutkan ekspansinya dengan membentuk negara boneka, Manzhouguo (Manchukuo),
dengan Puyi, kaisar terakhir Dinasti Qing, sebagai presiden. Meskipun investigasi Liga Bangsa-
Bangsa menyalahkan keduanya, China dan Jepang, Jepang akhirnya keluar dari Liga Bangsa-
Bangsa. Pada tahun 1932, Jepang mengakui Manzhouguo dan menjalin pakta pertahanan dengan
negara tersebut. Sementara itu, di Shanghai, bentrokan antara China dan Jepang memicu
pendaratan pasukan Jepang. Pasukan China di sana melakukan perlawanan heroik, tetapi tidak
mendapat dukungan dari pemerintah pusat. Pada saat yang sama, Jiang Jieshi (Chiang Kai-shek)
masih berkonflik dengan kaum komunis, sementara Partai Komunis Tionghoa membentuk
Republik Soviet China pada 1934, dengan Mao Zedong sebagai kepala pemerintahan.

Peristiwa-peristiwa ini menunjukkan eskalasi konflik antara China dan Jepang serta
pertikaian internal yang terus berlanjut di tengah ancaman yang semakin membesar dari Jepang.

F. Nasionalis dan komunis bersatu padu menghadapi jepang

Pada tahun 1932, setelah membentuk Manzhouguo, Jepang terus menyerang wilayah
China. Meskipun pasukan Jepang berhasil menaklukkan sebagian wilayah, mereka mengalami
kekalahan di Baoding dan menandatangani gencatan senjata pada 30 Mei 1933. Kesempatan ini
dimanfaatkan oleh Jiang Jieshi untuk menyerang kaum komunis, memutus rantai perbekalan
mereka. Namun, usaha ofensif Jiang terhambat karena provinsi-provinsi selatan lebih
mengutamakan perlawanan terhadap Jepang daripada terhadap kaum komunis. Pemberontakan di
Provinsi Fujian menentang Jiang, dan sejumlah pejabat yang menentangnya membentuk
pemerintahan sendiri yang berhubungan dengan Partai Komunis. Dalam konteks yang semakin
sulit bagi kaum komunis, mereka memutuskan untuk mundur dalam apa yang dikenal sebagai
Perjalanan Panjang. Ini adalah perjalanan panjang yang dipimpin oleh Zhu De, melewati
berbagai provinsi dengan berbagai kesulitan dan pertempuran melawan pasukan pemerintah.
Mereka akhirnya mencapai Shaanxi dengan jumlah yang jauh berkurang dari awalnya.
Pada saat yang sama, Jiang Jieshi dipenjarakan oleh pemberontak di Xian. Namun,
tekanan dari rakyat dan pemimpin lainnya memaksa pembebasan Jiang. Peristiwa ini
menggemparkan China dan akhirnya membawa bersatunya Partai Komunis dan Guomindang.
Hubungan yang lebih hangat mulai terjalin antara keduanya.

Setelah pembebasan Jiang, pada Februari 1937, Partai Komunis mengirim nota
pernyataan ke pemerintah pusat di Nanjing, menjanjikan untuk menghentikan usaha
meruntuhkan pemerintah pusat dan bergabung dengan tentara nasional di bawah pemerintah
pusat. Jiang juga setuju untuk menghentikan perang saudara dengan pihak komunis.

G. China di bawah penjajahan jepang

Pada tahun 1937, China tengah di bawah penjajahan Jepang yang semakin meningkat.
Serangkaian insiden, seperti Insiden Jembatan Marco Polo, memicu peperangan antara Jepang
dan China. Jepang mengambil alih beberapa wilayah penting, termasuk Nanjing, dengan
kekejaman yang mengguncang dunia, seperti Perkosaan Nanjing. Meskipun Jepang berhasil
menguasai beberapa kota, pasukan China terus melakukan perlawanan, sementara negara lain
mengecam agresi Jepang.

China terus berjuang dan mencari bantuan dari luar negeri, termasuk dengan membuat
Jalan Burma untuk mendapatkan suplai keperluan perang. Meskipun upaya ini sukses, Inggris
akhirnya menutup jalur tersebut karena tekanan dari Jepang. Namun, China terus berusaha
mempertahankan diri, memindahkan industri penting ke pedalaman dan mengorganisir pasukan
gerilya untuk melawan Jepang.

Perang terus berlanjut hingga Perang Dunia II, di mana China bersama dengan Sekutu
memerangi Jepang. Meski mereka memiliki perselisihan internal dengan pihak komunis, China
tetap berjuang hingga Jepang menyerah setelah dua bom atom dijatuhkan oleh Amerika Serikat.

Setelah perang berakhir, China termasuk di antara pemenang dan menjadi anggota tetap
Dewan Keamanan PBB. Pada akhirnya, kesepakatan dengan Uni Soviet mengatur kembali
wilayah-wilayah yang sebelumnya dikuasai Jepang, sementara China tetap berjuang membangun
kembali dan memperoleh kembali kemerdekaannya sepenuhnya.
H. China setelah perang: perang saudara antara nasionalis dan komunis berkobar kembali

Setelah Perang Dunia II, China dilanda perang saudara antara pemerintah Nasionalis
Jiang Jieshi dan kaum Komunis Mao Zedong. Pasukan Amerika mendarat di Qingdao untuk
menyelesaikan serah terima kekalahan Jepang dan memulihkan ketertiban, tapi China masih
dilanda kekacauan. Kondisi memburuk karena perang melawan Jepang merusak berbagai
wilayah, menewaskan jutaan orang, menghancurkan kota, dan menyebabkan kelaparan.

Pemerintah Nasionalis mengalami kesulitan menghadapi kaum Komunis. Meskipun


dukungan AS pada Jiang besar, konflik terus memuncak. Mesin perang Nasionalis lebih terpusat
di barat daya, sementara Komunis menguasai wilayah utara dan timur laut. Gencatan senjata
tidak bertahan, dan pertempuran sering pecah antara kedua belah pihak.

Usaha mediasi gagal, pertikaian terus meningkat. Meskipun Amerika berusaha membantu
pasukan Jiang, perang saudara tak terhindarkan. Komunis semakin kuat, merebut kota penting
dan pemerintahan Nasionalis melemah. Pada tahun 1949, kekalahan pemerintah Nasionalis
memungkinkan Komunis mengambil alih kekuasaan di China. Pasukan komunis merebut kota-
kota besar dan mendesak pemerintahan Nasionalis hingga pindah ibu kota dari Nanjing ke
Kanton.

Kondisi semakin buruk bagi pemerintahan Nasionalis dengan pasukan komunis yang
semakin maju ke selatan. Sungai Yangzi, diharapkan sebagai penghalang alami, tak mampu
menghentikan mereka. Kota-kota besar jatuh ke tangan komunis, dan pada akhirnya, Beijing
(dulu Beibing), Nanjing, Shanghai, dan Qingdao juga direbut oleh Tentara Merah Komunis.

I. Berdiri nya Republik rakyat China ( Zhong Hua Renmin gongheguo)

Pada 1 Oktober 1949, Mao Zedong mengumumkan berdirinya Republik Rakyat China
dengan Beijing sebagai ibukotanya. Pemerintah Nasionalis terusir dan pindah ke Taiwan,
sedangkan komunis berhasil menguasai wilayah daratan China. Uni Soviet dan negara-negara
lain mengakui Republik Rakyat China. Hubungan erat dengan Uni Soviet dibangun dengan janji
bantuan keuangan dan teknologi, termasuk pertukaran ribuan pelajar dan tenaga ahli.

J. Masa awal Republik rakyat China

Republik Rakyat China menghadapi tugas besar membangun kembali setelah perang
saudara dan penjajahan Jepang. Fokus pada stabilitas sosial dan ekonomi, pemerintahan berusaha
memberdayakan petani dan buruh, memangkas kekuasaan pemilik modal, dan mempromosikan
perubahan sosial. Masyarakat dibagi menjadi kelompok agraris, dengan redistribusi tanah dan
penghapusan tuan tanah.

1. Tuan tanah (landlords), yakni mereka yang memiliki tanah luas, tetapi tidak
mengerjakannya sendiri dan hidup mengeksploitasi atau memerah tenaga orang lain.
2. Petani kaya (rich peasants), yakni mereka yang memiliki tanah namun mengerjakannya
sendiri serta terkadang mempekerjakan orang lain atau menyewakan tanahnya pada
petani miskin.
3. Petani kelas menengah (middle peasants), yakni mereka yang mengerjakan tanahnya
sendiri tanpa mengeksploitasi orang lain.
4. Petani miskin (poor peasants), yang hanya memiliki tanah sempit atau menyewa tanah
dari orang lain.
5. Orang yang tidak memiliki tanah, di mana mereka harus menjual tenaganya dengah
mengolah tanah orang lain.

Di bidang ekonomi, pemerintah mengendalikan keuangan, mengeluarkan mata uang baru,


serta mengambil alih industri-industri kunci. Program "Loncatan Besar ke Depan" Mao pada
1958 bertujuan meningkatkan produksi industri melalui mobilisasi tenaga kerja. Awalnya
berhasil, namun berujung bencana karena hasil panen yang melimpah dibiarkan membusuk dan
manipulasi data yang mengakibatkan kelaparan masif hingga 30 juta orang meninggal antara
1959-1962.
Mao juga mengejar kepemimpinan dunia komunis, menyebabkan putusnya hubungan
dengan Uni Soviet. Programnya berbeda dari Soviet dan menghasilkan gejolak besar dalam
sejarah Republik Rakyat China.

K. Putus nya hubungan dengan Uni Soviet serta " loncatan besar ke depan"

Mao Zedong memutuskan bahwa Uni Soviet tidak cocok sebagai model bagi
pembangunan China. Dia merancang "Loncatan Besar ke Depan" sebagai alternatif,
mengarahkan sumber daya ke tenaga kerja untuk merombak China dari agraris ke industri secara
cepat.

Secara prinsip, program Mao ini adalah peningkatan produksi baja, industri ringan, dan
konstruksi secara besar-besaran serta pengerahan tenaga rakyat secara besar-besaran. Rakyat
disatukan menjadi suatu komuni raksasa dan disalurkan untuk bekerja di pabrik-pabrik
pemerintah. Bahkan, para petani yang semula bekerja di sawah dialihkan ke sektor industri.
Pengecoran-pengecoran tradisional dibangun di desa-desa. Sebagai gantinya, kaum pria bekerja
di pabrik, kaum wanita diperintah- kan untuk bekerja di sawah-sawah. Kader-kader
memprogandakan rencana Mao ini dengan menyebarkan mimpi utopis pada rakyat. Awalnya,
kebijaksanaan baru yang diawali pada tahun 1958 ini memang membuahkan berbagai hasil
nyata, seperti pembangunan jembatan, jalan kereta api, berbagai terusan, bendungan, pembangkit
listrik, sarana pengairan, dan lain sebagainya. Pertanian juga mengalami peningkatan dari 1.000
hingga 10.000 persen. Sebagai bukti, diperlihatkan gambar-gambar yang memperlihatkan
gandum tumbuh demikian rapatnya, sehingga anak kecil dapat berdiri di atasnya tanpa
merobohkan bulir-bulir gandum tersebut

Gambar 1 Bencana kelaparan akibat ambisi mao yang tidak realistis


Meskipun awalnya sukses dengan pembangunan infrastruktur dan lonjakan pertanian,
kebijakan ini berujung bencana: hasil panen yang melimpah dibiarkan membusuk karena tenaga
kerja dialihkan ke industri, manipulasi data menyebabkan kelaparan, dan kematian masif akibat
kelaparan pada 1959-1962

Ambisi Mao untuk memimpin dunia komunis juga memicu putusnya hubungan dengan
Uni Soviet, memecah belah negara-negara komunis menjadi dua kubu.

L. Revolusi kebudayaan dan wafatnya Mao

Pada akhir tahun 1957, Mao Zedong mengundurkan diri sebagai ketua umum Republik
Rakyat China setelah kegagalan "Lompatan Besar ke Depan." Liu Shaoqi menjadi penggantinya.
Namun, hasil pertanian dan ekonomi merosot drastis, menyebabkan kritik terhadap Mao. Pada
konferensi di Lushan, Peng Dehuai mengkritik Mao, tetapi usulannya untuk mengubah kebijakan
ekonomi ditolak, dan Peng dipecat. Liu Shaoqi berusaha merestrukturisasi kebijakan dengan
"Tiga Milik Pribadi dan Satu Garansi," mengizinkan warga memiliki usaha kecil. Namun, Mao
khawatir terhadap munculnya kapitalisme. Saat para moderat semakin berpengaruh, Mao
merespons dengan Gerakan Pendidikan Sosialis, tetapi gagal mendapatkan dukungan partai. Mao
menyerukan kaum muda untuk menghancurkan orang-orang yang tidak sepaham dengannya,
yang melahirkan Revolusi Kebudayaan. Kaum muda membentuk Garda Merah, menghancurkan
warisan budaya dan memicu kekacauan di China. Upaya pemulihan ketertiban membutuhkan
campur tangan militer dan berlangsung hingga 1969. Revolusi Kebudayaan mengakhiri
kekuasaan para moderat, mengembalikan kekuasaan ke tangan Mao, meskipun membawa
kerugian besar bagi negara. Pada 1976, kematian Zhou Enlai dan kemudian Mao menandai
berakhirnya era Revolusi Kebudayaan.

M. Bangkitnya kelompok empat dan dipulihkan nya deng xiaobing

Setelah kematian Mao, istri Mao, Jiang Qing, dan pendukungnya membentuk Kelompok
Empat untuk mengambil alih kekuasaan. Mereka berusaha merebut kontrol dari Hua Guofeng.
Deng Xiaoping, dikejar-kejar oleh Kelompok Empat, melarikan diri ke Kanton dan membentuk
aliansi melawan mereka. Kelompok Empat berusaha menggulingkan Hua, namun, Hua
mengadakan rapat rahasia dan merencanakan penangkapan Kelompok Empat. Dukungan dari
partai, militer, dan ketidaksimpatian rakyat terhadap fanatisme mereka membantu dalam
penangkapan ini. Setelah penangkapan Kelompok Empat, peran Hua Guofeng mulai
dipertanyakan, dan tekanan muncul untuk merehabilitasi Deng Xiaoping serta mengutamakan
ekonomi atas politik. Hua akhirnya setuju untuk membahas rehabilitasi Deng dan
mengumumkan rencana pembangunan ekonomi lima tahunan. Pada rapat penting Komite Pusat,
kepemimpinan Hua diakui, Deng dipulihkan pada jabatannya, dan Kelompok Empat dikecam
dan dikeluarkan dari partai.

N. Normalisasi hubungan China dengan amerika serikat

Presiden Nixon berusaha memperbaiki hubungan dengan China, tetapi kendala politik
dalam negeri serta sikap anti-asing Kelompok Empat di China menghambat upaya tersebut.
Upaya normalisasi hubungan antara Amerika Serikat dan China berlanjut dengan kunjungan
Sekretaris Negara, Cyrus Vance, dan Penasihat Keamanan Nasional, Zbignew Brzezinsky,
namun pertemuan tersebut tidak menghasilkan perubahan signifikan.

Di China, Kelompok Empat yang kini memiliki pengaruh besar, berusaha untuk merebut
kendali kekuasaan sebagai pengganti Mao. Amerika mengalami ganjalan dalam mengakui
Republik Rakyat China, karena tiga tuntutan Beijing terhadap pemerintah Amerika Serikat yang
berbunyi sebagai berikut:

1. Menghentikan sepenuhnya hubungan diplomatik dengan Republik China (Taiwan).


2. Membatalkan perjanjian tahun 1954 mengenai pertahanan bersama antara Amerika
Serikat dan Taiwan.
3. Penarikan mundur pasukan Amerika Serikat dari Taiwan.

Sementara itu, Kelompok Empat sendiri dikenal bersikap anti-asing serta mencurigai
Amerika Serikat yang mereka pandang sebagai kapitalis. Nixon tidak berapa lama kemudian
tersandung oleh Skandal Watergate, dan karena disibukkan untuk mempertahankan reputasi
politiknya yang hancur sebagai akibat skandal itu, ia tidak begitu memerhatikan lagi masalah
normalisasi hubungan dengan RRT. Pihak kongres Amerika Serikat sendiri juga masih belum
menganggap penting normalisasi hubungan ini.
Nixon mengundurkan diri dan digantikan oleh Gerard Ford sebagai pejabat presiden.
Ford disibukkan oleh kekalahan Amerika Serikat di Vietnam dan berjuang agar dapat dipilih
kembali sebagai presiden pada pemilihan umum tahun 1976 kelak. Karenanya, ia harus
menggalang dukungan kongres dengan jalan mengalihkan perhatian mereka dari masalah ini.
Jimmy Carter, pengganti Ford, sesungguhnya menginginkan adanya pemulihan hubungan
diplomatik dengan RRT, tetapi ia telah disibukkan oleh berbagai isu penting pada masa awal
jabatannya, seperti Perjanjian Terusan Panama, Pembatasan Senjata Strategis (SALT II) dengan
Uni Soviet, menguatnya pengaruh Soviet di Afrika, serta krisis Timur Tengah. Kongres sendiri
juga memosisikan diri mereka sebagai pendukung Taiwan (friends of Taiwan atau "sahabat-
sahabat Taiwan").

Meskipun demikian, penasihat hubungan luar negeri dan keamanan mengusulkan pada
Carter mengenai pentingnya membina kembali hubungan diplomatik dengan RRT sebagai
kekuatan politik dan ekonomi di masa mendatang. Oleh karena itu, ia mengirim Sekretariat
Negara, Cyrus Vance, dalam suatu kunjungan penjajakan ke China.

Vance mengunjungi China dari tanggal 21 sampai 25 Agustus 1977. Namun, pihak China
menanggapi kunjungan itu dengan sikap dingin. Mereka masih berkeras pada tiga tuntutan
tersebut di atas. Dari sudut pandang Amerika Serikat, misi ini hanya membuahkan sedikit hasil,
sementara itu pihak China bahkan menganggapnya sebagai satu langkah kemunduran

Presiden Carter memutuskan bahwa normalisasi hubungan dengan China adalah hal yang
penting, meskipun masih ada perlawanan dari Kongres dan pendukung Taiwan. Vance dan
Brzezinsky melakukan kunjungan yang berbeda, tetapi China tetap menuntut Amerika Serikat
untuk menarik diri dari Taiwan. Setelah berbagai perundingan dan perubahan dalam rencana
perjanjian, hubungan diplomatik antara China dan Amerika Serikat berhasil dipulihkan pada
awal tahun 1979, meskipun Amerika Serikat harus menghentikan hubungan diplomatik dengan
Taiwan.

Pada tanggal 4 Desember, China mengumumkan harapan perubahannya bagi beberapa butir isi
rencana perjanjian normalisasi itu dan pada tanggal 11-nya, Deng secara resmi diundang ke
Amerika Serikat. Sebagai hasilnya disepakati revisi isi perjanjian normalisasi yang berbunyi
sebagai berikut:
1. Amerika Serikat dan Republik Rakyat China sepakat untuk saling mengakui satu sama
lain dan membina hubungan diplomatik pada tanggal 1 Januari 1979.
2. Amerika Serikat mengakui pemerintahan Republik Rakyat China sebagai satu-satunya
pemerintahan resmi China. Dalam konteks ini, Amerika Serikat akan tetap
mempertahankan hubungan dalam bidang budaya, keuangan, dan hubungan tidak resmi
lainnya dengan Taiwan.
3. Amerika Serikat dan China menekankan kembali butir-butir berikut ini:

 Sepakat untuk mengurangi bahaya konflik militer internasional.


 Tiada satu pihak pun yang hendak menegakkan pengaruhnya di wilayah Asia-Pasifik atau
tempat lainnya di muka bumi ini, serta menentang usaha negara lainnya dalam
menegakkan hegemoni semacam itu.
 Amerika Serikat mengakui bahwa Republik Rakyat China adalah wakil pemerintahan
China yang sah dan Taiwan adalah bagiannya.
 Kedua belah pihak meyakini bahwa normalisasi hubungan China- Amerika tidak hanya
demi kepentingan kedua belah pihak, melainkan juga berkontribusi terhadap perdamaian
di dunia.

Agar hubungan dengan Taiwan tidak menjadi rusak, pemerintah Amerika Serikat
menekankan bahwa kerja sama yang sudah terjalin dalam berbagai bidang akan tetap
dilangsungkan, hanya saja bukan dalam kerangka antarnegara. Secara implisit, Amerika Serikat
berjanji akan tetap melindungi Taiwan dengan menyatakan, "Jika terdapat daya akan dipandang
sebagai ancaman bagi perdamaian dan keamanan wilayah Pasifik Barat serta akan menjadi
perhatian utama Amerika Serikat." Akhirnya, hubungan diplomatik antara China dan Amerika
Serikat berhasil dipulihkan kembali.

O. China pada era 80 dan 90-an

Pada era 80 dan 90-an, China di bawah pimpinan Deng Xiaoping mengalami perubahan
signifikan. Deng merehabilitasi mereka yang ditindas pada masa Mao, menolak keras ideologi
garis keras yang mendukung Revolusi Kebudayaan, serta menghadirkan kaum muda dalam
puncak kepemimpinan. Ia berusaha memisahkan diri dari pengaruh pemikiran Mao, berharap
China menjadi negara maju pada tahun 2000-an. Deng meluncurkan Empat Modernisasi, fokus
pada pertanian, industri, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pertahanan nasional. Program
sepuluh tahun untuk modernisasi antara 1976-1985 mencakup produksi baja dan minyak,
pertanian, ilmu pengetahuan, dan teknologi, serta modernisasi dalam sektor pertahanan.
Reformasi dilakukan di bidang pertanian dan industri, memperkenankan petani dan pekerja
untuk mengelola tanah dan produksi mereka sendiri, yang menghasilkan peningkatan signifikan
dalam produksi serta kesejahteraan.

Kebijakan Politik Pintu Terbuka memungkinkan investasi asing dan masuknya pemikiran Barat,
termasuk demokrasi. Hal ini memicu protes mahasiswa yang menuntut demokratisasi, kebebasan
pers, dan mengkritik pemerintah. Peristiwa Tiananmen adalah puncak dari gelombang protes ini.
Ketika pemimpin liberal, Hu Yaobang, meninggal, protes meluas dan mengakibatkan penindasan
brutal dari pemerintah pada tahun 1989. Ratusan bahkan ribuan orang tewas dalam bentrokan
antara tentara dan demonstran.

Meskipun mendapat kecaman internasional, dampak tragedi ini menguatkan dukungan


rakyat terhadap pemerintah, terutama karena kemajuan ekonomi yang terus berlanjut. Meskipun
demikian, Amerika Serikat dan Uni Eropa tetap menerapkan embargo penjualan senjata ke China
sebagai konsekuensi dari peristiwa Tiananmen.

P. pemerintahan nasionalis di Taiwan

Pemerintahan nasionalis Taiwan dimulai dengan kedatangan Jiang Jieshi ke pulau


tersebut setelah diusir oleh kaum komunis dari daratan China. Terjadi konflik di Taiwan, diikuti
perpindahan pemerintah nasionalis ke sana. Dalam upaya memperbaiki situasi, pemerintah
melakukan reformasi sosial-ekonomi, membagi tanah dari tuan tanah kepada rakyat, dan
mendorong pertumbuhan industri. Hal ini memunculkan para industrialis pertama di Taiwan dan
mempercepat perkembangan ekonomi negara itu.
Di bidang industri, upaya perbaikan infrastruktur dilakukan pada 1949-1952, dan
Rencana Pembangunan Ekonomi Empat Tahun (1953-1956) mengalami keberhasilan yang
signifikan. Perkembangan ekonomi terjadi dalam berbagai sektor, dan pendapatan per kapita
meningkat drastis pada tahun 1956. Jiang Jieshi meninggal pada 1975, meninggalkan pesan
untuk mewujudkan prinsip-prinsip Tiga Asas Rakyat dan menegakkan demokrasi. Jiang Jingguo
menggantikannya dan menghasilkan kemajuan ekonomi, stabilitas sosial, serta memperkuat
kekuatan militer. Pemerintahannya ditandai dengan integrasi demokrasi Barat dengan warisan
budaya China.

Pasca Jiang, Li Denghui berhasil memenangkan pemilihan umum pada tahun 1996,
menghadapi tekanan dari Republik Rakyat China yang melakukan provokasi dalam pemilihan
tersebut. Keterlibatan Amerika Serikat dalam Krisis Selat Taiwan memberikan dampak besar
dalam kestabilan politik di wilayah tersebut. Li juga mengeluarkan pernyataan tentang hubungan
antara Taiwan dan Republik Rakyat China sebagai antar-dua negara berdaulat, yang mendapat
respons keras dari Republik Rakyat China. Tampaknya, perubahan politik di Taiwan dipengaruhi
oleh pertumbuhan pengaruh Democratic Progressive Party (DPP), yang berhasil memenangkan
pemilihan umum pada tahun 2000 dengan kandidat mereka, Chen Shuibian, sebagai presiden.

Q. kembalinya Hong Kong dan Makau:

Setelah Perang Dunia II, hampir semua wilayah ekstra-teritorial serta konsesi yang
dimiliki bangsa asing di China dikembalikan. Namun, Hong Kong dan Makau dikembalikan
pada 1997 dan 1999 masing-masing, menandai berakhirnya imperialisme di China.

Hong Kong diberikan kepada Inggris setelah Perang Candu pada 1842, dengan tambahan
daerah sekitarnya disewa selama 99 tahun pada 1898. Kekhawatiran Inggris atas penyerahan
Hong Kong kepada pemerintah China komunis mengakibatkan negosiasi yang menghasilkan
prinsip "satu negara, dua sistem" dan penyerahan Hong Kong pada 1997. Hong Kong mengalami
pertumbuhan ekonomi yang pesat di bawah pemerintahan kolonial Inggris. Setelah penyerahan,
kepala administratif menggantikan gubernur jenderal, tetapi krisis ekonomi pada 1997 menguji
pemerintahan baru. Tung Chee-hwa mengalami penurunan popularitas dan mengundurkan diri
pada 2005, digantikan oleh Donald Tsang Yam Kuen.

Makau diduduki oleh Portugis dari 1557 dan secara resmi disewa dari China pada 1887.
Terganggu oleh konflik pada 1966, kemarahan rakyat terhadap pemerintah kolonial Portugis
menghasilkan demonstrasi besar-besaran dan kericuhan. Portugal berjanji akan mengembalikan
Makau pada China, dengan penyerahan penuh terjadi pada 1999. Edmund Ho Hau Wah
kemudian menjadi ketua eksekutif Makau setelah penyerahan.

Anda mungkin juga menyukai