Anda di halaman 1dari 5

Topik 2 Koneksi Antar Materi

Pendidikan dan Nilai sosial budaya


oleh
Omi rohmiyah
Pemikiran
Ki Hajar dewantara

Pendidikan dan kebudayaan terdapat hubungan yang


saling berkaitan, tidak ada kebudayaan tanpa
pendidikan. Jika pendidikan hanya mengutamakan
kontekstual akan menyebabkan anak didik kurang
Humanis dan Manusiawi
Pendidikan dan Pengajaran

Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan dan pengajaran merupakan


usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup
manusia baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya
dalam arti seluas-luasnya. Ki Hajar Dewantara menjelaskan bahwa
dasar pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat
zaman.

Kodrat alam berkaitan dengan sifat dan bentuk lingkungan dimana


anak berada. sedangkan kodrat zaman berkaiatan dengan isi dan
irama. Dalam hal ini pendidikan saat ini menekankan pada
kemampuan anak untuk memiliki keterampilan abad 21.
5 Pokok Pemikiran
Ki Hadjar Dewantara
Rakyat perlu diberikan hak dan kesempatan yang
sama untuk mendapatkan pendidikan berkualtas
sesuai keentingan hidup, kebudayaan, dan
kepentingan hidup kemasyarakatan.

Bermain adalah tuntutan jiwa anak


untuk menuju ke arah kemajuan
hidup jasmani dan rohani

jangan menyeragamkan hal-hal yang tidak


perlu atau tidak bisa diseragamkan. Perbedaan
bakat dan keadaan hidup anak serta
masyarakat yang satu dengan yang lain harus
menjadi perhatian dan diakomodasi

anak-anak tumbuh berdasarkan kekuatan


kodratnya yang unik. tak mungkin pendidikan
mengubah padi menjadi jagung atau sebaliknya

“ing ngarso sung tulodo”, artinya di depan memberi


teladan “Ing madya mangun karso” artinya ditengah
memberi semangat, “Tut Wuri Handayani” artinya di
belakang memberi dorongan.
Refleksi
Sebelum mempelajari topik ini saya percaya bahwa setiap peserta
didik itu unik dan memiliki kecerdasan dan cara belajarnya masing-
masing, saya pernah menemukannya ketika melakukan penelitian
tindakan kelas di sebuah SMA. Ada siswa yang terlihat pendiam
namun ketika diberi tugas mengenai pencarian informasi mengenai
materi terkait, siswa tersebut dapat menyajikan tulisan yang
kronologis dan terstruktur dibanding temannya yang lain. Begitu pula
pada kasus lain dimana saya menemukan siswa yang cukup aktif baik
secara lisan maupun gerak ketika diberi tugas keluar kelas dia
menunjukan rasa senang dalam proses pembelajaran. dari sana saya
percaya bahwa setiap orang memiliki warnanya tersendiri tanpa perlu
di nilai mana yang lebih baik dan pintar. Namun beberapa kali saya
melihat beberapa siswa menunjukan sikap-sikap yang memang kurang
menyenangkan di hati dan hal tersebut yang masih terus saya pelajari
bagaimana mengatasinya.

Ketika mempelajari topik ini saya menemukan pemahaman baru


bahwa kesulitan yang saya alami untuk memahami siswa dengan sikap
yang kurang menyenangkan dapat dilakukan dengan menerapkan
salah satu asas “trikon” yaitu kontinue yang menyatakan bahwa
pengembangan yang dapat dilakukan adalah harus
bereksinambungan, dilakukan secara terus-menerus artinya perubahan
yang terjadi pada peserta didik tidak terjadi secara instan tetapi
melalui proses panjang dimana guru untuk terus menumbuhkan
karakter-karakter baik dengan melakukan stimulus setiap hari agar
terbentuk perubahan perilaku pada peserta didik.

Untuk mencapai hal tersebut saya tidak boleh menyerah dan bosan
untuk terus berproses dan mempelajari banyak hal melakukan
pendekatan secara emosional dengan peserta didik, memberikan
arahan dan masukan, memberikan apresiasi sekecil apapun agar
tumbuh kesadaran pada peserta didik. seperti sembohyang dari Ki
Hajar Dewantara “di depan memberi teldan, di tengah memberi
semangat, dan di belakang memberi dorongan.

Anda mungkin juga menyukai