Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

MEMUDARNYA NILAI NILAI KEBANGSAAN DAN KEBHINEKAAN


SISWA

Di Susun Oleh:

Nala Putri Salsabila (233453004)

PRODI ANALISIS KESEHATAN D III


UNIVERSITAS ABDURRAB
2023
Kata Pengantar

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-nya, sehingga Makalah dengan judul
“Tantangan globalisasi terhadap nilai-nilai kebangsaan” ini dapat diselesaikan dengan
baik.

Makalah ini saya buat dengan tujuan untuk memberikan gambaran mengenai Maha
Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya, sehingga Makalah dengan
judul Tantangan globalisasi terhadap nilai-nilai kebangsaan. Hal ini sangat
bermanfaat untuk melengkapi pengetahuan mahasiswa agar mampu mengatasi
konflik yang mungkin terjadi, baik konflik secara personal atau interpersonal dalam
dunia kerja.

Meskipun upaya semaksimal sudah dilakukan dalam penyusunan makalah ini, namun
saya menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasan yang ditemukan. oleh
karena itu, saya mohon adanya kritik dan saran yang bersifat membangun guna
melengkapi makalah ini.

Pekanbaru, Deseember 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................2
C. Tujuan Masalah..................................................................................................2
BAB II...........................................................................................................................3
PEMBAHASAN............................................................................................................3
1) Nilai Kebangsaan................................................................................................3
2) Penanaman Nilai Kebangsaan............................................................................5
3) Tujuan dan Prinsip Nilai-Nilai Kebangsaan.......................................................5
4) Bentuk Nilai-Nilai Kebangsaan..........................................................................7
BAB III........................................................................................................................11
PENUTUP...................................................................................................................11
A. Kesimpulan.......................................................................................................11
B. Saran.................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia saat ini erat akan isu radikalisme yang akan memecah belah indonesia. Dari
sabang sampai merauke isu tersebut harus diantisipasi. Beberapa isu nasional yang
berkaiatan dengan itu adalah radikalisme, anti kebhinekaan, dan non pancasilais, yang
dibawa oleh sekelompok orang untuk memecah belah keutuhan bangsa dan negara
indonesia. Hal ini terjadi bukan hanya di jakarta dan sekeitarnya tetapi telah
merambah hampir diseluruh wiayah indonesia, tidak terkecuali Kota Pekanbaru.
Seperti yang kita ketahui kebhinekaan dan pancasila merupakan dua unsur yang
membuat indonesia hingga saat ini masih utuh, namun bukan menjadi hal yang
mustahil bila pada tahun-tahun yang akan datan indonisia tidak utuh lagi. Hal itu
dikarenakan rasa kebhinekaan dan pancasila sudah luntur dari jiwa bangsa indonesia,
terutama para pemuda dan pelajarnya sebagai pewaris masa depan bangsa kita Untuk
mengatasi hal tersebut perlu dilkukannya sebuah pendalaman kebhinekaan terhadap
bangsa Indonesai khususnya di Pekanbaru(Rizky, 2022).
Pendidikan diberi tanggung jawab untuk menciptakan rasa kemanusiaan, moral, dan
kepribadian yang mendukung terjadinya kedamaian di masyarakat melalui
penyebaran pengetahuan, wawasan, dan spirit bagi generasi (anakanak, remaja,
pemuda secara khusus, dan rakyat secara umum). Tujuan pendidikan dengan
pencapaian sumber daya manusia yang memiliki perspektif global adalah sebuah
keharusan yang tidak dapat di tawar lagi mengingat perkembangan teknologi dan
informatika akan berdampak pada dinamika transformasi di bidang ekonomi, politik
dan sosio kultural. Kajian sosial cenderung multidimensi, sehingga memungkinkan
banyak jawaban untuk satu persoalan. Di satu sisi, hal ini dapat memicu kemampuan
berpikir tingkat tinggi peserta didik. Namun, di sisi lain tidak jarang menimbulkan
kebingungan dan ketidakjelasan dalam memahami persoalan tersebut. arus tuntutan
pendidikan di tingkat global yang menuntut keterampilan abad 21 sebagai bagian dari
kemampuan yang harus dicapai peserta didik dalam proses pembelajaran. Meskipun

1
tuntutannya demikian namun menjadi bagian yang cukup penting dalam paradigma
Pendidikan Sejarah, visi nasionalisme masih menjadi bagian dominan dalam
Pendidikan Sejarah di Indonesia hingga saat ini (Rusfiana & Abidin, 2018).
Lemahnya nilai-nilai kebangsaan tidak jarang menjadi terjadinya konflik baik secara
horizontal maupun vertikal. Konflik yang terjadi tentunya sangat mempengaruhi
kondisi kebangsaan, khususnya tantangan internal bangsa Indonesia yakni sikap
kolektivisme (kebersamaan) dalam masyarakat yang plural. Menurunnya ikatan
kebangsaan ini dikarenakan tidak ada lagi hubungan sinergis antara entitas lokal
maupun nasional yang saling menguatkan (lipi.go.id, 07 Desember 2016). Walaupun
memang berbagai kasus yang terjadi sebenarnya tidak mencerminkan keseluruhan
rakyat Indonesia, akan tetapi menjadi mengkhawatirkan bila negara tidak mampu
membendung serta menyelesaikan berbagai permasalahan bangsa ini. Salah satu
faktor yang menyebabkan terjadinya berbagai konflik adalah karena adanya krisis
identitas khususnya bagi generasi muda Indonesia. Perubahan pola hidup generasi
muda yang tidak menentu berimbas pada pola pikir, pola sikap, serta tindakan yang
tidak sesuai dengan norma-norma prinsip hidup Pancasila. Sebagain besar generasi
muda kurang memahami berbagai nilai-nilai tradisi lokal sebagai budaya Nusantara.
Sehingga mengakibatkan terjadinya berbagai kekerasan di kalangan generasi muda.
Pudarnya nilai kebersamaan yang ditandai dengan lemahnya sikap saling tolong
menolong menjadikan peserta didik sebagai individu yang merasa tidak terikat dalam
nilainilai sosial di lingkungannya. Perubahan gaya hidup remaja akibat dari
peradaban baru yang modernis menjadikan banyak remaja terjerumus pada perilaku
egois-individualistis, konsumtif dan materialistis, hedonis, serta budaya oprtunistis,
yang mengakibatkan remaja kehilangan jatidirinya. Realitas ini tentunya sangat
berseberangan dengan karakter bangsa Indonesia yang sangat menjunjung tinggi
nilai-nilai kebersamaan atau kolektivisme (Faridah, 2021).
Sehingga, nilai-nilai nasionalisme dapat diindikasikan kedalam bentuk sikapcinta
tanah air, semangat kebangsaan dan menghargai kebhinekaan. Dimana, nilai mandiri
tersebut ditandai dengan adanya kerja keras, kreatif, disiplin, berani dan pembelajar

2
dari generasi muda khususnya siswa, nilai gotong royong dapat berupa kerjasama,
solidaritas, saling menolong dan kekeluargaan yang ditunjukan oleh generasimuda
khususnya siswa dan indikator nilai integritas bisa mewujud dalam kejujuran,
keteladanan, kesantunan dan cinta pada kebenaran. Namun, bentuk pengimpletasian
rasa nasionalisme terhadap Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) di Sekolah belum
terlaksana secara maksimal. Hal tersebut dikarenakan, masih terdapat siswa yang
belum berpartisipasi secara aktif khususnya dilingkungan sekolah selama mengikuti
proses pembelajaran, melalui sikap yang ditunjukan oleh siswa. Adapun bentuk sikap
yang ditunjukan, diantaranya; masih terdapat siswa yang belum mampu menyanyikan
lagu Indonesia Raya dengan posisi sempurna, masih terdapat siswa yang menunjukan
perilaku kurang sopan dan santun terhadap guru serta dalam pelaksanaan kegiatan
ekstrakulikuler salah satunya Pramuka masih terdapat siswa yang tidak hadir
(membolos), tidak mengikuti aturan dengan baik seperti tidak membawa
perlengkapan Pramuka secara lengkap serta masih terdapat siswa yang mengikuti
kegiatan secara malas malasan(Pangesti, 2022)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan
dalam penelilitian ini adalah:
1. Memudarnya nilai-nilai kebangsaan dan kebhinekaan siswa
2. Pembelajaran Sejarah yang mengemban misi mengembangkan nilai-nilai
kebangsaan dan kebhinekaan belum diterjadikan dalam pembelajaran.
C. Tujuan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang terurai di atas, maka penelitian ini bertujuan:
1. Menghilangkan sifat memudarnya nilai-nilai kebangsaan dan kebhinekaan
siswa
2. Memberikan Pembelajaran Sejarah yang mengemban misi
mengembangkan nilai-nilai kebangsaan dan kebhinekaan belum
diterjadikan dalam pembelajaran.Tujuan Masalah

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Kebhinekaan
Belajar merupakan kebutuhan yang penting bagi setiap orang sehingga kata
belajar itu sendiri sering kali digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Belajar
merupakan suatu proses perubahan tingkah laku individual melalui interaksi dengan
lingkungan. Sedangkan Sejarah adalah rekonstruksi masa lampau yang mempunyai
makna sosial. Rekonstruksi sejarah merupakan produk subyektif meliputi apa saja
yang sudah dipikirkan, dikatakan, dikerjakan, dirasakan, dan dialami oleh umat
manusia. Belajar sejarah menjadikan dirikan mampu memahami bagaimana berjalan
sepertihalnya sebuah roda, terus maju namun akan kembali pada awal kemudian
mencoba dan mengambil bagian dari setiap aktivitas dalam keseharian yang terpola
meskipun tidak akan pernah sama.
Oleh sebab itu penting dipelajari agar seseorang dapat mengambil hikmah dari
peristiwa yang telah terjadi di masa lalu. Pendidikan sejarah di era global dewasa ini
menghadapi tantangan dan dituntut kontribusinya untuk lebih menumbuhkan
kesadaran sejarah, baik pada posisinya sebagai anggota masyarakat maupun warga
negara, serta mempertebal semangat kebangsaan dan rasa cinta tanah air tanpa
mengabaikan rasa kebersamaan dalam kehidupan antar bangsa di dunia. Hal ini
senada dengan yang diungkapkan oleh Sadović (2019).
Cara dimana pengalaman,pengetahuan,dan keterampilan peserta didik
diperoleh melalui realisasi masalah. Untuk itu para guru maupaun dosen sejarah di
lapangan di tantang untuk memiliki motivasi , keinginan , antusiasme dan kreatifitas
mengembangkan dan meningkatkan kompetensi mengajar melalui pengayaan dan
penguasaan berbagai model dan strategi pembelajaran sejarah, serta kemampuan
mengaitkan konsep sejarah dengan kehidupan sehari-hari siswa sehingga
pembelajaran sejarah dapat memberikan kesan yang menarik dan membekas dalam
benak ingatan peserta didik. Memasuki abad baru ke-21, Indonesia mau tidak mau

4
semakin terbuka untuk senantiasa Memperbaharui khazanah keilmuannya sejalan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan Di negara-negara maju, termasuk dalam
pendidikan sejarah.
Arus tuntutan pendidikan di tingkat global yang menuntut keterampilan abad
21 sebagai bagian dari kemampuan yang harus dicapai peserta didik dalam proses
pembelajaran. Meskipun tuntutannya demikian namun menjadi bagian yang cukup
penting dalam paradigma Pendidikan Sejarah, visi nasionalisme masih menjadi
bagian dominan dalam Pendidikan Sejarah di Indonesia hingga saat ini. Terkait
dengan hal tersebut dalam sebuah program “The Historical Thinking Project” yang
dikembangkan oleh the Centre for the Study of Historical Consciousness, Vancouver,
Kanada (2001) telah berhasil merintis apa yang mereka sebut “The Big Six”, yaitu
enam komponen utama dalam berpikir sejarah. Selain menerbitkan buku-buku dan
manual, Center tersebut juga mengadakan serangkaian kursus -kursus dan simposium
internasional. Program itu dengan cepat berkembang pula di Amerika Serikat, Eropa
dan Australia.
Berpikir Sejarah menruut Zed (2018) mengacu kepada tiga hal yakni :
1) Berpikir diakronik, yaitu berpikir dalam lintas waktu ― time trajectory,
2) Berpikir aduktif (adductive), yaitu berpikir bolak-balik dengan jalan mengajukan
pertanyaan kritis untuk mendapatkan jawaban yang lebih mendekati kebenaran.
Dalam hal ini, berpikir aduktif berkembang di luar model logika formal: induktif dan
deduktif,
3) Historical mindedness (rasa hayat historis), ialah kemampuan menghayati masa
lalu menurut konteks zaman dan pelaku sejarah yang dipelajari.
B. Identitas Nasional Generasi Milenial
Indonesia Bangsa Indonesia sebagai negara Bhineka Tunggal Ika yang
didalam nya memuat berbagai suku, etnis, bahasa dan kebudayaan namun tetap
terintegrasi oleh keikatan dan kesatuan. Kesepakatan semboyan Bhineka Tunggal Ika
menunjukkan adanya keinginan hidup bersama sebagai bangsa yang beradap yang
dilandasi persatuan dan kesatuan untuk memperkokoh kebhinekaan masyarakat

5
Indonesia. Sikap jiwa besar, ikhlas dan kesetiakawanan para founding father patut
menjadi panutan bagi segenap elemen bangsa dalam merawat kebhinekaan
masyarakat Indonesia. Pemeliharaan kebhinekaam masyarakat Indonesia merupakan
tanggung jawab seluruh elemen masyarakat termasuk lembaga pendidikan sebagai
sebuah wadah yang memiliki peran penting dalam menanamkan nilai-nilai
kebhinekaan.
Menurut Pi’I (2017) Pembelajaran sejarah dinilai sangat strategis dan efektif
dalam menanamkan nilai-nilai kebhinekaan kepada siswa. Nilai kebhinekaan dapat
ditemukan pada semua materi sejarah, terutama materi (peristiwa) sejarah yang
menjadi landasan historis dalam kehinekaan masyarakat Indonesia. Oleh sebab itu,
pembelajaran sejarah tidak hanya berfungsi untuk mengembangkan berpikir kritis dan
ketrampilan sejarah melainkan juga berfungsi untuk menanamkan nilai- nilai yang
bermanfaat untuk merawat kebhinekaan masyarakat. Nilai kebhinekaan sebagai
pedoman untuk menentukan perilaku yang baik atau tidak baik dalam kehidupan
masyarakat multikultural. Nilai-nilai kebhinekaan antara lain meliputi toleransi,
demokrasi, keadilan, bersahabat/komunikatif, semangat kebangsaan, cinta tanah air
dan cinta damai. Nilai-nilai kebhinekaan tersebut ditanamkan pada siswa melalui
pembelajaran sejarah Ajaran tentang kebangsaan sebagai suatu cara memperoleh
kemerdekaan memperoleh landasan kultural yang mendalam.
Keragaman budaya Indonesia yang salah satunya terjadi karena faktor
geografis. Indonesia terdiri dari berbagai suku, etnis, agama, dan ras, yang apabila
perbedaan-perbedaan itu tidak dikomunikasikan dan tidak disosialisasikan dengan
baik akan menimbukan konflik seperti diskriminasi dan radikalisme. keanekaragaman
ini sebetulnya merupakan ciri khas atau identitas nasional Indonesia yang menjunjung
tinggi Bhineka Tunggal Ika. Kemajemukan dalam bidang budaya, ras, suku, agama,
bahasa, sumber daya merupakan tantangan bagi identitas nasional Indonesia. Jika
dapat dikelola dengan baik, maka kemajemukan akan mendatangkan kemakmuran
dan memperkokoh persatuan dan kesatuan. Akan tetapi, jika tidak dapat dikelola
dengan baik, maka kemajemukan berpotensi menimbulkan disintegrasi bangsa dan

6
instabilitas multidimensional. Melestarikan nilai-nilai kearifan lokal berarti
menghayati dan melaksanakan gagasan-gagasan lokal daerah setempat yang bersifat
bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik dan tertanam serta diikuti oleh anggota. Hal
ini bertujuan untuk memberikan arah bagi perwujudan identitas nasional dan jati diri
bangsa sesuai nilai-nilai Pancasila.
Nilai-nilai kebhinekaan juga dapat ditemukan ketika membahas manfaat
sejarah. Belajar sejarah antara lain bermanfaat untuk menangkap makna atau nilai-
nilai. Peristiwa sejarah yang menjadi landasan kebhinekaan masyarakat Indonesia
tersebut, tidak dapat dipungkiri merupakan peristiwa yang bermuatan nilainilai
kebhinekaan. Nilai- nilai yang terkandung dalam peristiwa sejarah tersebut antara lain
berupa nilai religius, nilai toleransi, cinta tanah air, cinta damai. Identitas nasional
indonesia merujuk pada suatu bangsa yang majemuk. Identitas nasional yang terdiri
dari istilah identitas yang berasal dari istilah identity dan nasional yang berangkat dari
istilah nation, yang mana identitas (identity) dapat diterjemahkan sebagai karakter,
ciri, tanda, jati diri ataupun sifat khas, sementara nasional (nation) yang artinya
bangsa; maka identitas nasional itu merupakan sifat khas yang melekat pada suatu
bangsa atau yang lebih dikenal sebagai kepribadian/karakter suatu bangsa (Erwin,
2010).
Jadi dapat dikatakan bahwa Identitas nasional adalah kepribadian nasional
atau jati diri nasional yang dimiliki suatu bangsa yang membedakan bangsa satu
dengan bangsa yang lainnya. Terdapat dua faktor penting dalam pembentukan
identitas nasional yaitu faktor primodial dan faktor kondisional. Faktor primodial atau
faktor objektif adalah faktor bawaan yang bersifat alamiah yang melekat pada bangsa
tersebut seperti geografi, ekologi dan demografis.
Sedangkan faktor kondisional atau faktor subyektif adalah keadaan yang
mempengaruhi terbentuknya identitas nasional. Faktor subyektif meliputi faktor
historis, sosial, politik, dan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia. Faktor
historis ini mempengaruhi proses pembentukan masyarakat dan bangsa Indonesia,
beserta identitasnya, melalui interaksi berbagai faktor yang terlibat di dalamnya.

7
Hasil dari interaksi dari berbagai faktor tersebut. Faktor yang tak kalah penting yaitu
sejarah. Di ungkapkan oleh Uhryn (2020) penyebab substansial dari krisis identitas
nasional adalah, pertama-tama, transformasi fungsi dan peran negara nasional akibat
terkikisnya kedaulatan (terutama ekonomi dan sosial), pelimpahan sejumlah besar
kekuasaan kepada tingkat lokal dan supranasional, dan sebagai akibatnya,
ketidakmampuan pemerintah nasional untuk semua kebijakan yang memadai, yang
mengikis perasaan positif memiliki komunitas nasional - loyalitas, patriotisme,
memperkuat otonomi kelompok individu, individu, orientasi mereka terhadap
individualisasi gaya hidup dan model identifikasi cosmopolitan.
Seperti yang kita lihat sekarang ini, identitas nasional di negara kita mulai
memudar dan tergantikan dengan budaya luar seperti budaya Korea dan Barat.
Kurangnya rasa nasionalisme dan rasa “satu Indonesia” membuat identitas negara
Indonesia menjadi surut. Pendidikan sejarah merupakan mata pelajaran yang salah
satu tujuannya memiliki kaitan dengan pembentukan watak, karakter dan juga
identitas bangsa. Pendidikan sejarah memiliki peran strategis dalam membentuk
warga negara yang memahami nilai-nilai luhur bangsa, yang dalam hal ini juga
termasuk nilai penghargaan terhadap keberagaman kebudayaan yang telah menjadi
jati diri bangsa Indonesia (Lionar & Mulyana, 2019).
Perubahan cara pandang dan pola rasa memiliki terhadap keberadaan sebagai
bagian dari bangsa Indonesia tercermin dari apa yang bias kita lihat dari kegemaran
generasi muda dalam menggunakan bahasa inggris ataupun nuga bahasa korea yang
bercampur dengan bahasa Indonesia, ketertarikan pada budaya pop asia seperti pada
budaya korea yang kian hari semakin membeludak dilihat dari penggunaan produk di
kehidupan sehari-hari, menjiwai budaya korea jauh diatas bangsa untuk menjadi
Indonesia yang dirasa biasa saja atau tidak terlalu menarik. Dari beberapa fakta yang
ada tersebut, pembelajaran sejarah memiliki peranan yang cukup besar untuk dapat
mengembalikan nilai-nilai dan menemukan kembali jati diri sebagai bangsa
Indonesia.

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Arus tuntutan pendidikan di tingkat global yang menuntut keterampilan abad 21
sebagai bagian dari kemampuan yang harus dicapai peserta didik dalam proses
pembelajaran. Pendidikan sejarah di era global dewasa ini menghadapi tantangan dan
dituntut kontribusinya untuk lebih menumbuhkan kesadaran sejarah , baik pada
posisinya sebagai anggota masyarakat maupun warga negara, serta mempertebal
semangat kebangsaan dan rasa cinta tanah air tanpa mengabaikan rasa kebersamaan
dalam kehidupan antar bangsa di dunia . Pendidikan sejarah dapat meningkatkan
kesadaran sejarah guna membangun kepribadian dan sikap mental peserta didik, serta
membangkitkan kesadaran akan suatu dimensi yang paling mendasar dari keberadaan
manusia, yakni kontinuitas. Melalui pendidikan sejarah peserta didik diajak menelaah
keterkaitan kehidupan yang di alami diri, masyarakat dan bangsanya. identitas nasional
di negara kita mulai memudar dan tergantikan dengan budaya luar, krisis identitas
nasional ini juga terjadi akibat disfungsi dan kurang seriusnya.

B. Saran
Dari sini kemudian muncul persoalan-persoalan diantaranya adalah:
a. bagaimana melakukan internalisasi nilai-nilai keindonesiaan di dalam
rangka membangun karakter bangsa?
b. Bagaimana mengatasi persoalan-persoalan seperti kemiskinan struktural,
integrasi dan kohesi sosial, identitas dan kolaborasi kultural, toleransi dan
kerukunan antara masyarakat?
c. Beberapa dasawarsa terakhir ini kita prihatin dengan berbagai kasus
terorisme, konflik sosial, krisis identitas, fanatisme kesukuan, intoleransi
dan kekerasan atas nama identitas kultural. Semua mengindikasikan
bahwa cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan nilai-nilai
keindonesiaan sedang mengalami ujian berat.

9
DAFTAR PUSTAKA

Faridah. (2021). Universitas negeri medan. Tematik Universitas Negeri


Medan, 11(1), 26–36.
Murzal. (2023). Penguatan Nilai Kebangsaan Melalui Tradisi Pesantren
(Studi Pada Pondok Pesantren Nurul Hakim Kediri Lombok Barat).
Direstasi Program Doktor Pendidikan Agama Islam Pasca Sarjana.
Pangesti, N. G. (2022). Implementasi kebijakan program Penguatan
Pendidikan Karakter (PPK) terhadap nasionalisme pada siswa
sekolah dasar. DIKDASTIKA: Jurnal Ilmiah Pendidikan Ke-SD-An,
8, 20–26.
https://journal.ipw.ac.id/index.php/dikdastika/article/view/8
Puspamurti, G., Maret, U. S., Najicha, F. U., & Maret, U. S. (2023).
Pengaruh Globalisasi Terhadap Nilai-Nilai Pancasila Dalam
Kehidupan Generasi Z. December.
Rizky, M. (2022). Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi : Gaya
Kepemimpinan, Kepuasan Kerja & Budaya Organisasi (Suatu Kajian
Studi Literatur Manajemen Sumberdaya Manusia). Jurnal Ilmu
Manajemen Terapan, 3(3), 290–301.
https://doi.org/10.31933/jimt.v3i3.832
Rusfiana, Y., & Abidin, Z. (2018). Urgensi Internalisasi Nilai Bela
Negara di Kalangan Mahasiswa dan tantangan Integritas bangsa di

10
Era Globalisasi. Jurnal MODERAT, 4(3), 1–10.
Supriyono, Yudho, L., & Sianturi, D. (2020). Pentingnya Penanaman
Nilai-Nilai Kebangsaan Bagi Masyarakat Pesisir Pulau Terdepan
Sebagai Upaya Keikutsertaan Warga Negara Dalam Bela Negara.
Jurnal Prodi Strategi Pertahanan Laut, 6(3), 257–272.
Widisuseno, I., & Sudarsih, S. (2019). Penguatan Wawasan Kebangsaan
Sebagai Upaya Pencegahan Paham Radikalisme Dan Intoleransi Di
Kalangan Pelajar Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Salatiga
Kotamadia Salatiga. Harmoni, 3(1), 24–28.

11

Anda mungkin juga menyukai